Anda di halaman 1dari 41

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN REFARAT

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR AGUSTUS 2021

DIARE AKUT

OLEH
Ryan Okta Wijaya A. Yani
105101106520

PEMBIMBING
dr. Merlyn Meta Astari, Sp.A

Dibawakan Dalam Rangka Kepanitraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Anak

FAKULTAS KEDOKTERAN & ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Ryan Okta Wijaya A. Yani

NIM : 105101106520

Universitas : Universitas Muhamammadiyah Makassar

Judul Referat : Diare Akut

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Interna Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Agustus 2021

Pembimbing,

dr. Merlyn Meta Astari, Sp.A


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Alhamdulillah, marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan referat ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam
semoga selalu tercurahkan kepada Baginda Besar Nabi Muhammad SAW. Karena
beliaulahsebagai suritauladan dalam kehidupan dunia ini. Mudah-mudahan kita yang termasuk
umatnya selalu senantiasa dan setia kepadanya.

Referat dengan judul “Diare Akut” ini dapat terselesaikandengan baik dan tepat pada
waktunya sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu
Penyakit Dala. Secara khusus penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang
mendalam kepada dr. Merlyn Meta Astari, Sp.A selaku pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktu dengan tekun dan sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan
koreksi selama proses penyusunan tugas ini hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa penyusunan referat ini belum sempurna adanya dan memiliki
keterbatasan tetapi berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, baik moral maupun
material sehingga dapat berjalan dengan baik. Akhir kata, penulis berharap agar referat ini dapat
memberi manfaat kepada semua orang.

Makassar, Agustus 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk di


Indonesia, dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada anak,
terutama usia dibawah 5 tahun.1,2 Selain itu diare juga menjadi masalah kesehatan yang paling
umum bagi para pelancong dari negara-begara industry yang menguunjungi daerah-daerah
berkembang, terutama di daerah tropis. Perkiraan konservatif menempatkan angka kematian
global dari penyakit diare sekitar dua juta kematian pertahun (1,7 juta-2,5 juta kematian),
merupakan peringkat ketiga diantara semua penyebab kematian penyakit menular di seluruh
dunia.2

Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari
biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah
dan/ atau lendir. Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang
sebelumnya sehat. Diare kronik adalah diare yang berlanjut sampai 2 minggu atau lebih dengan
kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to thrive) selama masa diare
tersebut.1

Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak. Pada sebagian besar kasus penyebanya
adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit, akan tetapi
berbagai penyakit lain juga dapat menyebabkan diare akut, termasuk sindroma malabsorbsi.
Diare karena virus umunya bersifat self limting, sehingga aspek terpenting yang harus
diperhatikan adalah mencegah terjadinya dehidrasi yang menjadi penyebab utama kematian dan
menjamin nutrisi untuk mencegah gangguan pertumbuhan akibat diare. 1 Diare memiliki
keterkaitan yang cukup erat dengan kejadian kurang gizi. Setiap episode diare dapat
menyebabkan kekurangan gizi oleh karena adanya anoreksia dan berkurangnya kemampuan
menyerap sari makanan, sehingga apabila episodenya berlangsung cukup lama akan berdampak
terhadap pertumbuhan dan kesehatan anak.2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari
biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah
dan/ atau lendir. Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang
sebelumnya sehat. 1
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung
kurang dari satu minggu. Kadang-kadang pada seorang anak buang air besar kurang dari 3 kali
perhari, tetapi konsistesinya cair, keadaaan ini sudah dapat disebut diare 2. Diare kronik adalah
diare yang berlanjut sampai 2 minggu atau lebih dengan tersebut.9

Definisi diare yang paling umum dikenal didasarkan pada parameter


Diare Organisasi Kesehatan Dunia dan mendefinisikan diare dengan buang air besar
3 kali atau lebih sedikit dari biasanya dalam periode 24 jam sebelumnya.
Sebuah episode diare didefinisikan sebagai berlangsung 1 hari atau lebih dan
biasanya berakhir setelah setidaknya 2 hari tanpa diare.
Episode diare yang sembuh sendiri dengan onset akut, biasanya berlangsung 5
Diare akut sampai 7 hari. Dalam kebanyakan kasus, ini disebabkan oleh infeksi usus dan
dapat dikombinasikan dengan demam dan muntah, memenuhi definisi
gastroenteritis akut. Diare akut mungkin juga berhubungan dengan infeksi
ekstra-usus (yaitu infeksi saluran kemih, infeksi saluran pernapasan virus),
keracunan makanan, kerusakan usus iatrogenik (yaitu kemoterapi, radioterapi)
atau penyakit usus dan ekstra-usus lainnya seperti radang usus buntu akut.
Diare onset akut yang berlangsung dari 7 sampai 14 hari tidak mencakup
Diare definisi diare persisten. Biasanya karena infeksi persisten atau kerusakan usus
berkepanjangan pasca infeksi (yaitu malabsorpsi karbohidrat, pertumbuhan bakteri usus kecil
yang berlebihan) yang dapat memperpanjang durasi diare di belakang waktu
yang diharapkan. Beberapa ahli menyebut ini sebagai diare akut berlarut-larut.
Diare yang berlangsung selama 14 hari atau lebih, biasanya berhubungan
Diare persisten dengan penurunan berat badan, yang pada akhirnya menyebabkan gangguan
nutrisi yang parah dan mungkin memerlukan nutrisi klinis.
Definisi klasik diare persisten dimaksudkan untuk menyingkirkan beberapa
penyebab diare kronis seperti
penyakit celiac atau penyakit radang usus.
Dalam banyak konteks diare kronis adalah sinonim dari diare persisten.
Diare kronis Organisasi Kesehatan Dunia menggunakan definisi ini daripada diare
persisten.
Namun, diare kronis biasanya tidak memiliki onset akut dan merupakan
manifestasi dari gangguan struktural dan inflamasi usus.
Beberapa ahli merujuk pada diare kronis dalam kasus episode yang berlangsung
lebih dari 4 minggu.
Diare pasca Diare onset akut yang berlangsung 7 sampai 14 hari dan setelah episode
infeksi gastroenteritis akut. Definisi ini tercakup dalam diare berkepanjangan.
Diare non-infeksi yang berlangsung lebih dari 14 hari, tidak dapat diatasi
meskipun telah menjalani terapi rumah sakit yang ekstensif.
Diare yang tidak Khas bayi muda, biasanya di bawah 3 bulan (tetapi tidak hanya). Biasanya
tertahankan membutuhkan cairan intravena atau nutrisi klinis dan berhubungan dengan
kematian yang tinggi.
Diare kongenital adalah enteropati yang diturunkan dengan onset yang khas
Diare kongenital pada awal kehidupan. Untuk banyak dari kondisi ini, diare kronis yang parah
merupakan manifestasi klinis utama, sementara di tempat lain, diare hanya
merupakan komponen dari penyakit multi- organ atau sistemik yang lebih
kompleks.

Tabel 1. Pengertian penyakit diare.

II.2 Epidemiologi
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk di
Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada anak,
terutama usia di bawah 5 tahun 2. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena
diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di negara berkembang1. Sebagai gambaran
17% kematian anak di dunia disebabkan oleh diare sedangkan di Indonesia, hasil Riskesdas 2007
diperoleh bahwa diare masih merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 42%
dibanding pneumonia 24%, untuk dolongan 1-4 tahun penyebab kematian karena diare 25.2%
dibandingkan pneumonia 15.5%2.
II.3 Cara Penularan dan Faktor Risiko
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal - oral yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan dengan
penderita atau barang - barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui
lalat2. Penularan ini dapat dibagi atas empat cara/4F (finger, flies, fluid, field) 1.
Faktor risiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain: tidak memberikan
ASI secara penuh untuk 4 - 6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak memadainya penyediaan air
bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan
dan pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara
penyapihan yang tidak baik2. Selain hal - hal tersebut beberapa faktor penderita dapat
meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain: gizi buruk, imunodefisiensi,
berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam 4
minggu terakhir dan faktor genetik.

1. Faktor umur. Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6 - 11 bulan pada saat diberikan makanan
pendamping ASI1. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibodi ibu,
kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri
tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai
merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang paling tidak sebagian kekebalan
melawan infeksi atau penyakit yang berulang, yang membantu menjelaskan menurunnya
insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan pada orang dewasa.
2. Infeksi asimtomatik. Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi
asimtomatik ini meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif.
Pada infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja
penderita mengandung virus, bakteri, atau kista protozoa yang infeksius. Orang dengan
infeksi asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak enteropatogen terutama bila
mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan, dan berpindah - pindah
dari satu tempat ke tempat yang lain.
3. Faktor musim. Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Didaerah
sub tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan diare
karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin. Didaerah tropik
(termasuk Indonesia), diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun
dengan peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri cenderung
meningkat pada musim hujan.
4. Epidemi dan pandemi. Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan
epidemi dan pandemi yang mengakibatkan tingginya angka morbiditas dan mortalitas pada
semua golongan usia1. Sejak tahun 1961, kolera yang disebabkan oleh V.Cholera 0.1 biotipe
Eltor telah menyebar ke negara - negara di Afrika, Amerika Latin, Asia, Timur Tengah dan
di beberapa daerah di Amerika Utara dan Eropa. Dalam kurun waktu yang sama Shigella
dysentriae tipe 1 menjadi penyebab wabah yang besar di Amerika Tengah dan terakhir di
Afrika Tengah dan Asia Selatan. Pada akhir tahun 1992, di kenal strain baru Vibrio cholera
0139 yang menyebabkan epidemi di Asia dan lebih dari 11 negara mengalami wabah.

II.4 Etiologi
Pada saat ini, telah dapat diidentifikasikan tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme
yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi. Penyebab infeksi utama timbulnya diare
umumnya adalah golongan virus, bakteri, dan parasit. Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena
infeksi adalah non imflammatory dan inflammatory1.
Enteropatogen menimbulkan non inflammatory diare melalui produksi enterotoksin oleh
bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh parasit, perlekatan oleh dan
/atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammatory diare biasanya disebabkan oleh bakteri
yang menginvasi usus secara langsung atau memproduksi sitotoksin.
Beberapa penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia adalah sebagai
berikut1:
Penyebab diare akut infeksi
Golongan Bakteri Aeromonas Bacillus cereus Campylobacter
jejuni
Clostridium perfringens Clostridium difficile Escherichia coli
Plesiomonas shigeloides Salmonella Shigella
Staphylococcus aureus Vibrio cholera Vibrio
parahemolyticus
Yersinia enterocolitica
Golongan Virus Astrovirus Calcivirus (Norovirus, Sapovirus) Enteric
adenovirus
Coronavirus Rotavirus Norwalk
virus
Cytomegalovirus* Herpes simplex virus*
Golongan Parasit Balantidium coli Blastocystis homonis Cryptosporidium
parvum
Entamoeba histolytica Giardia lamblia Isospora belli
Trichuris trichiura Strongyloides stercoralis
* umumnya berhubungan dengan diare hanya pada penderita immunocompromised

Di negara berkembang kuman patogen penyebab penting diare akut pada anak-anak
yaitu: Rotavirus, Escherichia coli enterotoksigenik, Shigella, Campylobacter jejuni dan
Cryptosopridium1.
Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang menyebabkan diare
pada manusia secara selektif menginfeksi dan menghancurkan sel-sel ujung-ujung villus pada
usus halus. Biopsi usus halus menunjukkan berbagai tingkat penumpulan villus dan infiltrasi sel
bundar pada lamina propria. Perubahan-perubahan patologis yang diamati tidak berkolerasi
dengan gejala - gejala klinis dan biasanya sembuh sebelum penyembuhan diare. Mukosa
lambung tidak terkena walaupun biasanya digunakan istilah “gastroenteritis”, walaupun
pengosongan lambung tertunda telah didokumentasi selama infeksi virus Norwalk.
Virus menginfeksi lapisan epithelium di usus halus dan menyerang villus di usus halus.
Hal ini menyebabkan fungsi absorbsi usus halus terganggu. Sel - sel epitel usus halus yang rusak
diganti oleh enterosit yang baru, berbentuk kuboid yang belum matang sehingga fungsinya
belum baik. Villus mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorbsi cairan dan makanan dengan
baik. Selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak terserap/tercerna akan meningkatkan tekanan
koloid osmotik usus dan terjadi hipereristaltik usus sehingga cairan beserta makanan yang tidak
terserap terdorong keluar usus melalui anus, menimbulkan diare osmotik dari penyerapan air dan
nutrien yang tidak sempurna1.
Pada usus halus, enterosit villus sebelah atas adalah sel - sel yang terdiferensiasi, yang
mempunyai fungsi pencernaan seperti hidrolisis disakharida dan fungsi penyerapan seperti
transport air dan elektrolit melalui pengangkut bersama (kotransporter) glukosa dan asam amino.
Enterosit kripta merupakan sel yang tidak terdiferensiasi, yang tidak mempunyai enzim hidrofilik
tepi bersilia dan merupakan pensekresi (sekretor) air dan elektrolit. Dengan demikian infeksi
virus selektif sel - sel ujung villus usus menyebabkan (1) ketidakseimbangan rasio penyerapan
cairan usus terhadap sekresi, dan (2) malabsorbsi karbohidrat kompleks, terutama laktosa.
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan dengan
pengaturan transpor ion dalam sel - sel usus cAMP, cGMP, dan Ca-dependen. Patogenesis
terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E coli agak berbeda dengan patogenesis diare oleh
virus tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya bakteri ini dapat menembus (invasi) sel mukosa
usus halus sehingga dapat menyebabkan reaksi sistemik. Toksin shigella juga dapat masuk ke
dalam serabut saraf otak sehingga menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri ini dapat
menyebabkan adanya darah dalam tinja yang disebut disentri.
Disamping itu penyebab diare non infeksi yang dapat menimbulkan diare pada anak
antara lain1:
Penyebab diare non infeksi
1. Kesulitan makan
2. Defek anatomis Malrotasi, Penyakit Hirchsprung, Short Bowel Syndrome, Atofi
microvilli
3. Malabsorpsi Defisiensi disakaridase, Malabsorpsi glukosa-galaktosa, Cholestosis,
Celiac
4. Endokrinopati Thyrotoksikosis, Penyakit Addison, Sindroma Adrenogenital
5. Keracunan makanan Logam berat, Mushrooms
6. Neoplasma Neuroblastoma, Phaeochromocytoma, Sindroma Zollinger-Ellison
7. Lain - lain Alergi susu sapi, Chron’s disease, Infeksi non-GIT, Defisiensi imun,
Colitis ulserosa, Gangguan motilitas usus, Pellagra

II.5 Mekanisme Diare


Secara umum diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbsi atau sekresi.
Terdapat beberapa pembagian diare:
1. Pembagian diare menurut etiologi
2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan :
a. Absorbsi
b. Gangguan sekresi
3. Pembagian diare menurut lamanya diare:
a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non - infeksi.
c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi.

Kejadian diare secara umum terjadi dari satu atau beberapa mekanisme yang saling
tumpang tindih. Menurut mekanisme diare maka dikenal:

1. Gangguan absorbsi atau diare osmotik.


Secara umum terjadi penurunan fungsi absorpsi oleh berbagai sebab seperti celiac sprue,
atau karena:
a. Mengkonsumsi magnesium hidroksida
b. Defisiensi sukrase-isomaltase adanya laktase defisiensi pada anak yang lebih besar
c. Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada usus halus
bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan menyebabkan hiperosmolaritas 1.
Akibat perbedaan tekanan osmose antara lumen usus dan darah maka pada segmen
usus jejenum yang bersifat permeable, air akan mengalir kearah lumen jejenum,
sehingga air akan banyak terkumpul dalam lumen usus. Natrium akan mengikuti
masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan intraluminal yang
besar dengan kadar Natrium yang normal. Sebagian kecil cairan ini akan diabsorpsi
kembali, akan tetapi lainnya akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang
tidak dapat diserap seperti Magnesium, glukose, sukrose, laktose, maltose di segmen
ileum dan melebihi kemampuan absorpsi kolon, sehingga terjadi diare. Bahan -
bahan seperti karbohidrat dari jus buah, atau bahan yang mengandung sorbitol dalam
jumlah berlebihan, akan memberikan dampak yang sama.

2. Malabsorbsi umum.
Keadaan seperti short bowel syndrome, celiac, protein, peptida, tepung, asam amino, dan
monosakarida mempunyai peran pada gerakan osmotik pada lumen usus. Kerusakan sel
(yang secara normal akan menyerap Natrium dan air) dapat disebabkan virus atau kuman,
seperti Salmonella, Shigella, atau Campylobacter1. Sel tersebut juga dapat rusak karena
inflammatory bowel disease idiopatik, akibat toksin, atau obat - obat tertentu. Gambaran
karakteristik penyakit yang menyebabkan malabsorpsi usus halus adalah atrofi villi. Lebih
lanjut, mikroorganisme tertentu (bakteri tumbuh lampau, giardiasis, dan enteroadheren E.
coli) menyebabkan malabsorbsi nutrien dengan merubah faal membran brush border tanpa
merusak susunan anatomi mukosa. Maldigesti protein lengkap, karbohidrat, dan trigliserid
diakibatkan insufisiensi eksokrin pankreas menyebabkan malabsorbsi yang signifikan dan
mengakibatkan diare osmotik.
Gangguan atau kegagalan ekskresi pankreas menyebabkan kegagalan pemecahan
kompleks protein, karbohidrat, trigliserid, selanjutnya menyebabkan maldigesti, malabsorbsi,
dan akhirnya menyebabkan diare osmotik1. Steatorrhe berbeda dengan malabsorbsi protein
dan karbohidrat dengan asam lemak rantai panjang intraluminal, tidak hanya menyebabkan
diare osmotik, tetapi juga menyebabkan pacuan sekresi ion klorida sehingga diare tersebut
dapat disebabkan malabsorpsi karbohidrat oleh karena kerusakan difus mukosa usus,
defisiensi sukrosa, isomaltosa, dan defisiensi kongenital laktase, pemberian obat pencahar;
laktulose, pemberian magnesium hydroxide (misalnya susu Mg), malabsorpsi karbohidrat
yang berlebihan pada hipermotilitas pada kolon iritabel. Mendapat cairan hipertonis dalam
jumlah besar dan cepat, menyebabkan kekambuhan diare. Pemberian makan/minum yang
tinggi karbohidrat, setelah mengalami diare, menyebabkan kekambuhan diare. Infeksi virus
yang menyebabkan kerusakan mukosa sehingga menyebabkan gangguan sekresi enzim
laktase, menyebabkan gangguan absorpsi nutrisi laktose.

3. Gangguan sekresi atau diare sekretorik.


a. Hiperplasia kripta
Teoritis adanya hiperplasia kripta akibat penyakit apapun, dapat menyebabkan sekresi
intestinal dan diare. Pada umumnya penyakit ini menyebabkan atrofi villi1.
b. Luminal secretagogues
Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri dan
bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk dihydroxy,
serta asam lemak rantai panjang.
Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi
intrasel cAMP, cGMP, atau Ca2+ yang selanjutnya akan mengaktifkan protein kinase1.
Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan fosforilasi membran protein sehingga
mengakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan ion klorida di kripta keluar. Di
sisi lain terjadi peningkatan pompa natrium, dan natrium masuk kedalam lumen usus
bersama ion klorida.
Bahan laksatif dapat menyebabkan bervariasi efek pada aktivitas NaK-ATPase.
Beberapa diantaranya memacu peningkatan kadar cAMP intraseluler, meningkatkan
permeabilitas intestinal dan sebagian menyebabkan kerusakan sel mukosa. Beberapa obat
menyebabkan sekresi intestinal. Penyakit malabsorpsi seperti reseksi ileum dan penyakit
Crohn dapat menyebabkan kelainan sekresi seperti menyebabkan peningkatan konsentrasi
garam empedu, lemak.
c. Blood-borne secretagogues
Diare sekretorik pada anak - anak di negara berkembang, umumnya disebabkan
enterotoksin E. coli atau Cholera. Berbeda dengan negara berkembang, di negara
maju,diare sekretorik jarang ditemukan, apabila ada kemungkinan disebabkan obat atau
tumor seperti ganglioneuroma atau neuroblastoma yang menghasilkan hormone seperti
VIP. Pada orang dewasa, diare sekretorik berat disebabkan neoplasma pankreas, sel non -
beta yang menghasilkan VIP, Polipeptida pankreas, hormon sekretorik lainnya (sindroma
watery diarrhea hypokalemia achlorhydria (WDHA) 1. Diare yang disebabkan tumor ini
termasuk jarang. Semua kelainan mukosa usus, berakibat sekresi air dan mineral
berlebihan pada vilus dan kripta serta semua enterosit terlibat dan dapat terjadi mukosa
usus dalam keadaan normal.

4. Diare akibat gangguan peristaltik.


Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi perubahan
motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbsi. Baik peningkatan ataupun penurunan
motilitas, keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat mengakibatkan
bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare. Perlambatan transit obat - obatan atau
nutrisi akan meningkatkan absorbsi. Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan
stasis intestinal berakibat inflamasi, dekonjungasi garam empedu, dan malabsorbsi. Diare
akibat hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena
hipermotilitas pada kasus kolon iritable pada bayi1. Gangguan motilitas mungkin
merupakan penyebab diare pada thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu, dan berbagai
penyakit lain.

5. Diare inflamasi
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa keadaan.
Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatik dalam
pembuluh darah dan limphatic menyebabkan air, elektrolit, mukus, protein, dan seringkali
sel darah merah dan sel darah putih menumpuk di lumen. Biasanya diare akibat inflamasi
ini berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan diare sekretorik.
Bakteri enteral patogen akan mempengaruhi struktur dan fungsi tight junction,
menginduksi sekresi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade inflamasi. Efek
infeksi bakterial pada tight junction akan mempengaruhi susunan anatomis dan fungsi
absorpsi yaitu cytoskeleton dan perubahan susunan protein. Penelitian oleh Berkes J dkk.
2003 menunjukkan bahwa peranan bakteri enteral patogen pada diare terletak pada
perubahan barrier tight junction oleh toksin atau produk kuman yaitu perubahan pada
cellular cytoskeleton dan spesifik tight junction. Pengaruh itu bisa pada kedua komponen
tersebut atau salah satu komponen saja sehingga akan menyebabkan hipersekresi klorida
yang akan diikuti natrium dan air. Sebagai contoh C.difficile akan menginduksi kerusakan
cytoskeleton maupun protein, Bacteroides fragilis menyebabkan degradasi proteolitik
protein tight junction, V cholera mempengaruhi distribusi protein tight junction,
sedangkan EPEC menyebabkan akumulasi protein cytoskeleton.

6. Diare terkait imunologi


Diare terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I, III dan
IV1. Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE dan alergen makanan.
Reaksi tipe III misalnya pada penyakit gastroenteropati, sedangkan reaksi tipe IV terdapat
pada Coeliac disease dan protein loss enteropaties. Pada reaksi tipe I, alergen yang masuk
tubuh menimbulkan respon imun dengan dibentuknya IgE yang selanjutnya akan diikat
oleh reseptor spesifik pada permukaan sel mast dan basofil. Bila terjadi aktivasi akibat
pajanan berulang dengan antigen yang spesifik, sel mast akan melepaskan mediator seperti
histamin, ECF-A, PAF, SRA-A dan prostaglandin. Pada reaksi tipe III terjadi reaksi
komplek antigen-antibodi dalam jaringan atau pembuluh darah yang mengaktifkan
komplemen. Komplemen yang diaktifkan kemudian melepaskan Macrophage
Chemotactic Factor yang akan merangsang sel mast dan basofil melepas berbagai
mediator. Pada reaksi tipe IV terjadi respon imun seluler, disini tidak terdapat peran
antibodi. Antigen dari luar dipresentasikan sel APC (Antigen Presenting Cell) ke sel Th 1
yang MHC-II dependen1. Terjadi pelepasan berbagai sitokin seperti MIF, MAF, dan IFN-γ
oleh Th1. Sitokin tersebut akan mengaktifasi makrofag dan menimbulkan kerusakan
jaringan.
Berbagai mediator diatas kan menyebabkan luas permukaan mukosa berkurang akibat
kerusakan jaringan, merangsang sekresi klorida diikuti oleh natrium dan air.

II.6 Manifestasi Klinis


Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila
terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala gastrointestinal bisa
berupa diare, kram perut, dan muntah 1. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung
pada penyebabnya.
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion natrium,
klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah dan
kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis
metabolis dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat
menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskular, dan kematian bila tidak diobati dengan tepat 1.
Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi
hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa
dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, atau dehidrasi berat.
Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enterik patogen antara lain:
vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomielitis, meningitis, pneumonia,
hepatitis, peritonitis, dan septik trombophlebitis. Gejela neurologik dari infeksi usus bisa berupa
paresthesia (akibat makan ikan, kerang, monosodium glutamat) hipotoni dan kelemahan otot
(C.botulinum) 1.
Manifestasi immune mediated ekstraintestinal biasanya terjadi setelah diarenya sembuh,
contoh1:
Manifestasi immune mediated ekstraintestinal dan enteropatogen terkait
Manifestasi Enteropatogen terkait
Reactive arthritis Salmonella, Shigella, Yersinia, Camphylobacter, Clostridium
difficile
Guillain Barre Syndrome Camphylobacter
Glomerulonephritis Shigella, Camphylobacter, Salmonella
IgA nephropathy Camphylobacter
Erythema nodusum Yersinia, Camphylobacter, Salmonella
Hemolytic anemia Camphylobacter, Yersinia
Hemolytic Uremic Syndrome S. dysentrie, E. coli

Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat dehidrasi. Panas
badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare. Nyeri perut yang lebih hebat dan
tenesmus yang terjadi pada perut bagian bawah serta rektum menunjukkan terkenanya usus
besar.
Mual dan muntah adalah simptom yang non spesifik akan tetapi muntah mungkin
disebabkan oleh karena organisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti: enterik
virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin, Giardia, dan Cryptpsporidium.
Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare8. Biasanya penderita tidak panas
atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, watery diare, menunjukkan bahwa
saluran cerna bagian atas yang terkena. Oleh karena pasien imunocompromise memerlukan
perhatian khusus, informasi tentang adanya imunodefisiensi atau penyakit kronis sangat penting1.

Gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab


Gejala klinik Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera
Masa tunas 17 -72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72
jam
Panas + ++ ++ - ++ -
Mual muntah Sering Jarang Sering + - Sering
Nyeri perut Tenesmus Tenesmus Tenesmus - Tenesmus Cramp
cramp kolik cramp
Nyeri kepala - + + - - -
Lamanya 5-7 hari >7 hari 3-7 hari 2-3 hari Variasi 3 hari
sakit
Sifat tinja
Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak
Frekuensi 5-10x/hari >10x/hari Sering Sering Sering Terus
meneru
s
Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair
Darah - Sering Kadang - + -
Bau Langu ± Busuk + - Amis
Warna Kuning Merah hijau Kehijauan Tak berwarna Merah hijau Air
hijau cucian
beras
Leukosit - + + - - -
Lain - lain Anorexia Kejang ± Sepsis ± Meteorismus Infeksi ±
sistemik
*ETEC: enterotoxigenic eschericia coli,, EIEC: enteroinvasive eschericia coli

II.7 Diagnosis
 Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare, frekuensi,
volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah. Bila disertai muntah:
volume dan frekuensinya5. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6 - 8
jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas atau
penyakit lain yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media, campak. Tindakan yang telah
dilakukan ibu selama anak diare: memberikan oralit, membawa berobat ke Puskesmas atau
ke Rumah Sakit dan obat - obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya5.
 Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut
jantung dan pernapasan serta tekanan darah9. Selanjutnya perlu dicari tanda - tanda utama
dehidrasi: kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda - tanda tambahan
lainnya: ubun - ubun besar cekung atau tidak, mata: cekung atau tidak, ada atau tidaknya air
mata, bibir, mukosa mulut, dan lidah kering atau basah5,9.
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik5 . Bising usus
yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi. Pemeriksaan ekstrimitas perlu karena
perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi1.
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: objektif yaitu
dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare. Subjektif dengan
menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice King, kriteria MMWR, dan lain - lain dapat
dilihat pada table berikut.

Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 20031


Simptom Minimal atau tanpa Dehidrasi ringan- Dehidrasi berat
dehidrasi sedang
kehilangan BB < 3% kehilangan BB 3 – 9% kehilangan BB >9%
Kesadaran Baik Normal, lelah, gelisah, Apatis, letargi, tidak
irritable sadar
Denyut Normal Normal - meningkat Takikardi, bradikardi
jantung pada kasus berat
Kualitas nadi Normal Normal – melemah Lemah, kecil, tidak
teraba
Pernapasan Normal Normal – cepat Dalam
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Mulut dan Basah Kering Sangat kering
lidah
Cubitan kulit Segera kembali Kembali < 2 detik Kembali > 2 detik
Capillary refill Normal Memanjang Memanjang, minimal
Extremitas Hangat Dingin Dingin, mottled, sianotik
Kencing Normal Berkurang Minimal
Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 19951,11
Penilaian A B C
Keadaan umum Baik, sadar *Gelisah, rewel *Lesu, lunglai, atau
tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung dan
kering
Air mata Ada Tidak ada Kering
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa haus Minum biasa tidak *Haus, ingin minum *Malas minum atau
haus banyak tidak bisa minum
Periksa: turgor kulit Kembali cepat *Kembali lambat *Kembali sangat lambat
Hasil pemeriksaan: Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan / Dehidrasi berat
sedang Bila ada 1 tanda *
Bila ada 1 tanda * ditambah 1 atau lebih
ditambah 1 atau lebih tanda lain
tanda lain
Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C

Penentuan derajat dehidrasi menurut sistim pengangkaan - Maurice King (1974) 1


Bagian tubuh yang Nilai untuk gejala yang ditemukan
diperiksa 0 1 2
Keadaan umum Sehat Gelisah, cengeng, Mengigau, koma atau
apatis, ngantuk syok
Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Ubun-ubun besar Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Mulut Normal Kering Kering dan sianosis
Denyut nadi/menit Kuat < 120 Sedang (120-140) Lemah > 140
* Hasil yang didapat pada penderita diberi angka 0,1 atau 2 sesuai dengan tabel kemudian
dijumlahkan
Nilai 0 - 2 = tanpa / dengan dehidrasi ringan 3 – 6 = Sedang 7 – 12= Berat
 Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak diperlukan,
hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab dasarnya tidak
diketahui atau ada sebab - sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi
berat. Contoh: pemeriksaan darah lengkap, kultur urin, dan tinja pada sepsis atau infeksi
saluran kemih.

Pemeriksaan laboratorium yang kadang - kadang diperlukan pada diare akut: 1


Darah Darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur, dan
tes kepekaan terhadap antibiotika.
Urin Urin lengkap, kultur, dan tes kepekaan terhadap antibiotika.
Tinja Makroskopik
Mikroskopik

Tinja: Pemeriksaan makroskopik


Pemeriksaan makroskopik perlu dilakukan pada semua penderita dengan diare meskipun
pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah
biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa, atau disebabkan oleh infeksi diluar
saluran gastrointestinal4,6.
Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri yang
menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau
parasit usus seperti: E. histolytica, B. coli dan T. trichiura. Apabila terdapatdarah biasanya
bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E. histolytica darah sering terdapat pada
permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat garis - garis darah pada tinja. Tinja yang
berbau busuk didapatkan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan
Strongyloides6.
Tinja: Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya lekosit dapat memberikan informasi
tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya proses peradangan mukosa. Lekosit
dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon.
Lekosit yang positif pada pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman
yang memproduksi sitotoksin seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni, EIEC, C. difficile, Y.
enterocolitica, V. parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides1.
Lekosit yang ditemukan pada umumnya adalah lekosit PMN, kecuali pada S. typhii lekosit
mononuklear. Tidak semua penderita kolitis terdapat lekosit pada tinjanya, pasien yang
terinfeksi dengan E. histolytica pada umumnya lekosit pada tinja minimal. Parasit yang
menyebabkan diare pada umuumnya tidak memproduksi lekosit dalam jumlah banyak.
Normalnya tidak diperlukan pemeriksaan untuk mencari telur atau parasit kecuali terdapat
riwayat baru saja berpergian ke daerah risiko tinggi, kultur tinja negatif untuk enteropatogen,
diare lebih dari 1 minggu atau pada pasien immunocompromised. Pasien yang dicurigai
menderita diare yang disebabkan giardiasis, cryptosporidiosis, isosporiasis, dan
strongyloidiasis dimana pemeriksaan tinja negatif, aspirasi, atau biopsi duodenum atau
yeyunum bagian atas mungkin diperlukan. Karena organism ini hidup di saluran cerna bagian
atas, prosedur ini lebih tepat daripada pemeriksaan specimen tinja. Biopsi duodenum adalah
metoda yang spesifik dan sensitif untuk diagnosis giardiasis, strongylodiasis, dan protozoa
yang membentuk spora. E. hystolitica dapat didiagnosis dengan pemeriksaan mikroskopik
tinja segar4. Trophozoit biasanya ditemukan pada tinja cair sedangkan kista ditemukan pada
tinja yang berbentuk. Tehnik konsentrasi dapat membantu untuk menemukan kista amuba.
Pemeriksaan serial mungkin diperlukan oleh karena ekskresi kista sering terjadi intermiten.
Sejumlah tes serologis amubiasis untuk mendeteksi tipe dan konsentrasi antibodi. Serologis
test untuk amuba hampir selalu positif pada disentri amuba akut dan amubiasis hati.
Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat Hemolytic Uremic Syndrome,
diare dengan tinja berdarah, bila terdapat lekosit pada tinja, KLB diare dan pada penderita
immunocompromised1.
Oleh karena bakteri tertentu seperti: Y. enterocolitica, V. cholerae, V. Parahaemolyticus,
Aeromonas, C. difficile, E. coli 0157: H7, dan Campylobacter membutuhkan prosedur
laboratorium khusus untuk identifikasinya, perlu diberi catatan pada label apabila ada salah
satu dicurigai sebagai penyebab diare yang terjadi 4. Deteksi toksin C. difficile sangat berguna
untuk diagnosis antimikrobial kolitis. Proctosigmoidoscopy mungkin membantu dalam
menegakkan diagnosis pada penderita dengan simptom kolitis berat atau penyebab
inflammatory enteritis syndrome tidak jelas setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium
pendahuluan.

Tes laboratorium tinja yang digunakan untuk mendeteksi enteropatogen1:


Tes Laboratorium Organisme diduga / identifikasi
Mikroskopik : Lekosit pada tinja Invasif atau bakteri yang memproduksi sitotoksin
Trophozoit, kista, oocysts, spora G. lamblia, E. histolytica, Cryptosporidium, I. belli,
Cyclospra
Rhabditiform larva Strongyloides
Spiral atau basil Gram - Camphylobacter jejuni
berbentuk S
Kultur tinja Standard E. coli, Shigella, Salmonella, Camphylobacter jejuni
Spesial Y. enterocolitica V. cholerae, V. parahaemolyticus,
C. difficile, E. coli O 157:H7
Enzyme imunoassay atau latex Rotavirus, G. lamblia, enteric adenovirus, C.
aglutinasi Difficile
Serotyping E. coli O 157:H7, EHEC, EPEC
Latex aglutinasi setelah broth Salmonella, Shigella
enrichment
Tes yang dilakukan di Bakteri yang memproduksi toksin, EIEC, EAEC,
laboratorium riset PCR untuk genus yang virulen
II.8 Penatalaksanaan
Rehidrasi bukanlah satu - satunya strategi dalam penatalaksanaan diare. Tujuan terapi
adalah untuk memperbaiki kondisi usus dan menghentikan diare juga menjadi cara untuk
mengobati pasien. Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi
semua kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah maupun sedang dirawat
di rumah sakit, yaitu1:
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut - turut
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
4. Antibiotik selektif
5. Nasihat kepada orang tua

1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru


Berikan segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi. Oralit formula
lama dikembangkan dari kejadian luar biasa diare di Asia Selatan yang terutama disebabkan
karena disentri, yang menyebabkan berkurangnya lebih banyak elektrolit tubuh, terutama
natrium. Sedangkan diare yang lebih banyak terjadi akhir - akhir ini dengan tingkat sanitasi yang
lebih baik adalah disebabkan oleh karena virus 1. Diare karena virus tersebut tidak menyebabkan
kekurangan elektrolit seberat pada disentri. Karena itu, pada ahli diare mengembangkan formula
baru oralit dengan tingkat osmolaritas yang lebih rendah 8. Osmolaritas larutan baru lebih
mendekati osmolaritas plasma, sehingga kurang menyebabkan risiko terjadinya hipernatremia.
Oralit baru ini adalah oralit dengan osmolaritas yang rendah 2. Keamanan oralit ini sama
dengan oralit yang selama ini digunakan, namun efektivitasnya lebih baik daripada oralit formula
lama. Oralit baru dengan osmolaritas yang rendah ini juga menurunkan kebutuhan suplementasi
intravena dan mampu mengurangi pengeluaran tinja hingga 20% serta mengurangi kejadian
muntah hingga 30%. Selain itu, oralit baru ini juga telah direkomendasikan oleh WHO dan
UNICEF untuk diare akut non - kolera pada anak1.
Komposisi Oralit Baru Mmol/liter
Osmolaritas Rendah
Natrium 75
Klorida 65
Glucose, anhydrous 75
Kalium 20
Sitrat 10
Total Osmolaritas 245

Ketentuan pemberian oralit formula baru2:


1. Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru.
2. Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang, untuk persediaan 24
jam.
3. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Untuk anak berumur < 2 tahun: berikan 50 - 100 ml tiap kali BAB.
b. Untuk anak 2 tahun atau lebih: berikan 100 - 200 ml tiap BAB.
4. Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa larutan harus
dibuang.4
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut - turut
Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan
anak. Pemberian zinc yang dilakukan di awal masa diare selama 10 hari ke depan secara
signifikan menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien1. Lebih lanjut lagi, ditemukan bahwa
pemberian zinc pada anak penderita kolera dapat menurunkan durasi dan jumlah tinja/cairan
yang dikeluarkan.
Zinc termasuk mikronutrien yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara kehidupan yang
optimal. Meski dalam jumlah yang sangat kecil, dari segi fisiologis, zinc berperan untuk
pertumbuhan dan pembelahan sel, anti oksidan, perkembangan seksual, kekebalan seluler,
adaptasi gelap, pengecapan, serta nafsu makan 1. Zinc juga berperan dalam system kekebalan
tubuh dan merupakan mediator potensial pertahanan tubuh terhadap infeksi.
Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut didasarkan pada efeknya
terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses
perbaikan epitel seluran cerna selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan
absorpsi air dan elektrolit oleh usus halus, meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus,
meningkatkan jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang
mempercepatkan pembersihan patogen dari usus1. Pemberian zinc dapat menurunkan frekuensi
dan volume buang air besar sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak.
Dosis zinc untuk anak - anak: 1
Anak di bawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari
Anak di atas umur 6 bulan : 20 (1 tablet) per hari
Zinc diberikan selama 10 - 14 hari berturut - turut meskipun anak telah sembuh dari
diare. Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI, atau oralit. Untuk anak -
anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit.

3. ASI dan makanan tetap diteruskan


ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu
anak sehat untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti nutrisi yang hilang. Pada
diare berdarah nafsu makan akan berkurang. Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase
penyembuhan.

4. Antibiotik selektif
Antibiotik jangan diberikan kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau kolera.
Pemberian antibiotik yang tidak rasional justru akan memperpanjang lamanya diare karena akan
mengganggu keseimbangan flora usus dan Clostridium difficile yang akan tumbuh dan
menyebabkan diare sulit disembuhkan3. Selain itu, pemberian antibiotik yang tidak rasional akan
mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik, serta menambah biaya pengobatan yang tidak
perlu. Pada penelitian multipel ditemukan bahwa telah terjadi peningkatan resistensi terhadap
antibiotik yang sering dipakai seperti ampisilin, tetrasiklin, kloramfenikol, dan trimetoprim
sulfametosazole dalam 15 tahun ini. Resistensi terhadap antibiotik terjadi melalui mekanime
berikut: inaktivasi obat melalui degradasi enzimatik oleh bakteri, perubahan struktur bakteri yang
menjadi target antibiotik, dan perubahan permeabilitas membrane terhadap antibiotik.

5. Edukasi pada ibu atau pengasuh


Kembali segera jika demam, tinja berdarah, berulang, makan atau minum sedikit, sangat
haus, diare makin sering, atau belum membaik dalam 3 hari1,3.
Infeksi usus pada umumnya self limited, tetapi terapi non spesifik dapat membantu
penyembuhan pada sebagian pasien dan terapi spesifik, dapat memperpendek lamanya sakit dan
memberantas organism penyebab. Dalam merawat penderita dengan diare dan dehidrasi terdapat
beberapa pertimbangan terapi:
1. Terapi cairan dan elektrolit.
2. Terapi diit.
3. Terapi non spesifik dengan antidiare.
4. Terapi spesifik dengan antimikroba.

Walaupun demikian, berdasarkan penelitian epidemiologis di Indonesia dan negara


berkembang lainnya, diketahui bahwa sebagian besar penderita diare biasanya malah dalam
keadaan dehidrasi ringan atau belum dehidrasi. Hanya sebagian kecil dengan dehidrasi lebih
berat dan memerlukan perawatan di sarana kesehatan. Perkiraan secara kasar menunjukkan dari
1 000 kasus diare yang ada di masyarakat, 900 dalam keadaan dehidrasi ringan, 90 dalam
keadaan dehidrasi sedang, dan 10 dalam keadaan dehidrasi berat, 1 diantaranya disertai
komplikasi serta penyakit penyerta yang penatalaksanaannya cukup rumit. Berdasarkan data
diatas, sesuai dengan panduan WHO, pengobatan diare akut dapat dilaksanakan secara sederhana
yaitu dengan terapi cairan dan elektrolit per - oral serta melanjutkan pemberian makanan,
sedangkan terapi non spesifik dengan antidiare tidak direkomendasikan dan terapi antibiotika
hanya diberikan bila ada indikasi. Pemberian cairan dan elektrolit secara parenteral hanya untuk
kasus dehidrasi berat.

ALGORITMA PENGOBATAN DIARE


Rencana Pengobatan A Diare Tanpa Dehidrasi (Penanganan Diare di Rumah)
Rencana Pengobatan B
Pengobatan Dehidrasi Ringan/ Sedang dengan Oralit
Re

Rencana Pengobatan C
Pengobatan Dehidrasi Berat
Pemberian makanan selama diare
Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan setelah sembuh.
Tujuannya adalah memberikan makanan kaya nutrient sebanyak yang anak mampu menerima 1.
Sebagian besar anak dengan diare cair, nafsu makannya akan timbul kembali setelah dehidrasi
teratasi7. Meneruskan pemberian makanan akan mempercepatkan kembalinya fungsi usus yang
normal termasuk kemampuan menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrien, sehingga
memburuknya status gizi dapat dicegah atau paling tidak dikurangi. Sebaliknya, pembatasan
makanan akan menyebabkan penurunan berat badan sehingga diare menjadi lebih lama dan
kembalinya fungsi usus akan lebih lama. Makanan yang diberikan pada anak diare tergantung
kepada umur, makanan yang disukai, dan pola makan sebelum sakit serta budaya setempat. Pada
umumnya makanan yang tepat untuk anak diare sama dengan yang dibutuhkan dengan anak
yang sehat. Bayi yang minum ASI harus diberikan sesering mungkin dan selama anak mau. Bayi
yang tidak minum ASI harus diberikan susu yang biasa diminum paling tidak setiap 3 jam.
Pengenceran susu atau penggunaan susu rendah atau bebas laktosa mungkin diperlukan untuk
sementara bila pemberian susu menyebabkan diare timbul kembali atau bertambah hebat
sehingga terjadi dehidrasi lagi, atau dibuktikan dengan pemeriksaan terdapat tinja yang asam (pH
< 6) dan terdapat bahan yang mereduksi dalam tinja > 0,5%. Setelah diare berhenti, pemberian
tetap dilanjutkan selama 2 hari kemudian coba kembali dengan susu atau formula biasanya
diminum secara bertahap selama 2 - 3 hari.
Bila anak berumur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan makanan lunak atau padat,
makanan ini harus diteruskan. Paling tidak 50% dari energi diit harus berasal dari makanan dan
diberikan dalam porsi kecil atau sering (6 kali atau lebih) dan anak dibujuk untuk makan.
Kombinasi susu formula dengan makanan tambahan seperti serealia pada umumnya dapat
ditoleransi dengan baik pada anak yang telah disapih. Pada anak yang lebih besar, dapat
diberikan makanan yang terdiri dari makanan pokok setempat, misalnya nasi, kentang, roti,
gandum, atau bakmi. Untuk meningkatkan kandungan energinya dapat ditambahkan 5 - 10 ml
minyak nabati untuk setiap 100 ml makanan. Minyak kelapa sawit sangat bagus dikarenakan
kaya akan karoten. Campur makanan pokok tersebut dengan kacang - kacangan dan sayur -
sayuran, serta ditambahkan tahu, tempe, daging, atau ikan. Sari buah segar atau pisang baik
untuk menambah kalium. Makanan yang berlemak atau makanan yang mengandung banyak gula
seperti sari buah manis yang diperdagangkan, minuman ringan sebaiknya dihindari.
Pemberian makanan setelah diare
Meskipun anak diberi makanan sebanyak yang dia mau selama diare, beberapa kegagalan
pertumbuhan mungkin dapat terjadi terutama bila terjadi anoreksia bera 1t. Oleh karena itu perlu
pemberian ekstra makanan yang kaya akan zat gizi beberapa minggu setelah sembuh untuk
memperbaiki kurang gizi dan untuk mencapai serta mempertahankan pertumbuhan yang normal.
Berikan ekstra makanan pada saat anak merasa lapar, pada keadaan semacam ini biasanya anak
dapat menghabiskan tambahan 50% atau lebih kalori dari biasanya7.

Terapi medikamentosa
Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan diare seperti: antibiotika, antidiare,
adsorben, antiemetik, dan obat yang mempengaruhi mikroflora usus. Beberapa obat mempunyai
lebih dari satu mekanisme kerja, banyak diantaranya mempunyai efek toksik sistemik dan
sebagian besar tidak direkomendasikan untuk anak dengan usia kurang dari 2 - 3 tahun. Secara
umum dikatakan bahwa obat - obat tersebut tidak diperlukan untuk pengobatan diare akut.
Antibiotik
Antibiotik pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh karena sebagian besar
diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self limited dan tidak dapat dibunuh dengan
antibiotika. Hanya sebagian kecil (10 - 20%) yang disebabkan oleh bakteri patogen seperti V.
Cholera, Shigella, Enterotoksigenik E. Coli, Salmonella, Camphylobacter dan sebagainya1.
Antibiotik pada diare1
Penyebab Antibiotik Pilihan Alternatif
Kolera Tetrasiklin Erythromycin
12,5 mg/kgBB 12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari
Shigella dysentery Ciprofloxacin Pivmecillinam
15 mg/kgBB 20 mg/kgBB
2x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 5 hari

Ceftriaxon
50 - 100 mg/kgBB
1x sehari IM selama 2 - 5 hari
Amoebiasis Metronidazole
10 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari atau 10 hari pada kasus berat
Giardiasis Metronidazole
5 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari

Obat antidiare
Obat - obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan praktis dan tidak
diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak. Beberapa dari obat - obat ini diantaranya:
Adsorben (kaolin, attapulgite, smectite, activated charcoal, cholestyramine)
Obat - obat ini dipromosikan untuk pengobatan diare atas dasar kemampuannya untuk mengikat
dan menginaktivasi toksin bakteri atau bahan lain yang menyebabkan diare serta dikatakan
mempunyai kemampuan untuk melindungi mukosa usus. Walaupun demikian, tidak ada bukti
keuntungan praktis dari penggunaan obat ini untuk pengobatan rutin diare akut pada anak.

Antimotilitas (loperamide hydrochloride, diphenoxylate dengan atropin, tinctura opii, paregoric,


codein)
Obat - obatan ini dapat mengurangi frekuensi diare pada orang dewasa akan tetapi tidak
mengurangi volume tinja pada anak. Lebih dari itu dapat menyebabkan ileus paralitik yang berat
yang dapat fatal atau dapat memperpanjang infeksi dengan memperlambat eliminasi dari
organisme penyebab. Dapat terjadi efek sedatif pada dosis normal. Tidak satupun dari obat -
obatan ini boleh diberikan pada bayi dan anak dengan diare.

Bismuth subsalicylate
Bila diberikan setiap 4 jam dilaporkan dapat mengurangi keluaran tinja pada anak dengan diare
akut sebanyak 30%. Akan tetapi, cara ini jarang digunakan.

Antiemetik
Termasuk obat ini seperti prochlorperazine dan chlorpromazine yang dapat menyebabkan
mengantuk sehingga mengganggu pemberian terapi rehidrasi oral. Oleh karena itu obat anti
muntah tidak digunakan pada anak dengan diare, muntah karena biasanya berhenti bila penderita
telah terehidrasi.

II.9 Komplikasi
Beberapa masalah mungkin terjadi selama pengobatan rehidrasi. Beberapa diantaranya
membutuhkan pengobatan khusus1.
1. Gangguan Elektrolit
- Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan pemantauan
berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium secara perlahan - lahan.
Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena dapat
menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan oralit adalah cara
terbaik dan paling aman.
Koreksi rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan caitan 0.45% saline - 5%
dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat badan tanpa koreksi.
Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila normal lanjutkan dengan rumatan, bila
sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa kembali natrium plasma setelah 8 jam. Untuk
rumatan gunakan 0,18% saline – 5% dextrosa, perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10
mmol KCl pada setiap 500 ml cairan infus setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya
pemberian diet normal dapat mulai diberikan. Lanjutkan pemberian oralit 10
ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare berhenti.

- Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya mengandung
sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na < 130 mmol/L). Hiponatremi sering terjadi
pada anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan oedema. Oralit aman
dan efektif untuk terapi dari hampir semua anak dengan hiponatemi. Bila tidak berhasil,
koreksi Na dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu: memakai Ringer
Laktat atau Normal Saline. Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 - kadar Na serum yang
diperiksan dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan dalam 8 jam,
sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2
mEq/L/jam1.

- Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian
kalsium glukonas 10% 0,5 - 1 ml/kgBB i.v pelan - pelan dalam 5 - 10 menit dengan
monitor detak jantung1.

- Hipokalemia
Dikatakan hipokalemia bila K < 3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut kadar K: jika
kalium 2,5 – 3,5 mEq/L diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hr dibagi 3 dosis. Bila < 2,5
mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus) diberikan dalam 4 jam.
Dosisnya: (3,5 – kadar K terukur x BB x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4
jam, kemudian 20 jam berikutnya adalah (3,5 – kadar K terukur x BB x 0,4 + 1/6 x 2 mEq
x BB) 1,10.
Hipokalemi dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan fungsi
ginjal, dan aritmia jantung. Hipokalemi dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat
dikoreksi dengan menggunakan oralit dan memberikan makanan yang kaya kalium selama
diare dan sesudah diare berhenti.
2. Demam
Demam sering terjadi pada infeksi Shigella disentriae dan rotavirus. Pada umumnya
demam akan timbul jika penyebab diare mengadakan invasi ke dalam sel epitel usus. Demam
juga dapat terjadi karena dehidrasi. Demam yang timbul akibat dehidrasi pada umunya tidak
tinggi dan akan menurun setelah mendapat hidrasi yang cukup. Demam yang tinggi mungkin
diikuti kejang demam. Pengobatan: kompres dan antipiretika. Antibiotika jika ada infeksi.

3. Edema/overhidrasi
Terjadi bila penderita mendapat cairan terlalu banyak. Tanda dan gejala yang tampak
biasanya edema kelopak mata, kejang-kejang dapat terjadi bila ada edema otak. Edema paru-
paru dapat terjadi pada penderita dehidrasi berat yang diberi larutan garam faali. Pengobatan
dengan pemberian cairan intravena dan atau oral dihentikan, kortikosteroid jika kejang.

4. Asidosis metabolik

Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau hilangnya basa cairan
ekstraseluler. Sebagai kompensasi terjadi alkalosis respiratorik, yang ditandai dengan
pernafasan yang dalam dan cepat (kussmaul). Pemberian oralit yang cukup mengadung
bikarbonat atau sitrat dapat memperbaiki asidosis.

II.10 Pencegahan
Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara10:
1. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare.
Kuman - kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal - oral.
Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara penyebaran
ini.
Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi:
a. Pemberian ASI yang benar.
b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI.
c. Penggunaan air bersih yang cukup.
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar
dan sebelum makan.
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga.
f. Membuang tinja bayi yang benar.
2. Memperbaiki daya tahan tubuh penjamu (host).
Cara - cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan dapat
mengurangi risiko diare antara lain:
a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun
b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan memberikan makan
dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak.
c. Imunisasi campak.
Probiotik dan Prebiotik
Akhir - akhir ini banyak diteliti tentang peranan probiotik, prebiotik, dan seng dalam
pencegahan diare.
A. Probiotik
Probiotik diberi batas sebagai mikroorganisme hidup dalam makanan yang difermentasi yang
menunjang kesehatan melalui terciptanya keseimbangan mikroflora intestinal yang lebih baik12,13.
Pencegahan diare dapat dilakukan dengan pemberian probiotik dalam waktu yang panjang
terutama untukbayi yang tidak minum ASI. Pada sistematik review yang dilakukan Komisi
Nutrisi ESPGHAN (European Society of Gastroenterology Hepatology and Nutrition) pada
tahun 2004, didapatkan laporan - laporan yang berkaitan dengan peran probiotik untuk
pencegahan diare. Saavedra dkk tahun 1994, melaporkan pada penelitiannya bahwa susu formula
yang disuplementasi dengan Bifidobacterium lactis dan Streptococcus thermophylus bila
diberikan pada bayi dan anak usia 5 - 24 bulan yang dirawat di Rumah Sakit dapat menurunkan
angka kejadian diare dari 31% menjadi 7%, infeksi rotavirus juga berkurang dari 39% pada
kelompok placebo menjadi 10% pada kelompok probiotik12. Penelitian Phuapradit P. dkk di
Thailand pada tahun 1999 menunjukan bahwa bayi yang minum susu formula yang mengandung
probiotik Bifidobacterium Bb 12 dan Streptococcus thermophylus lebih jarang menderita diare
oleh karena infeksi rotavirus13.
Oberhelman RA dkk tahun 2002 melaporkan penggunaan Lactobacillus GG di Peru pada
komunitas dengan resiko tinggi diare dapat menurunkan episode diare terutama pada anak - anak
usia 18 - 29 bulan dibandingkan dengan placebo (4,7 v 5,9 episode/anak/tahun dengan p =
0,0005), akan tetapi penelitian yang sama di Finlandia tahun 2001 tidak menemukan adanya efek
proteksi pada konsumsi jangka lama susu formula yang disuplementasi dengan probiotik12.
D’Souza dkk tahun 2002 melaporkan bahwa probiotik jika diberikan bersama - sama dengan
antibiotika mengurangi resiko “antibiotic-associated diarrhea”.
Kemungkinan mekanisme efek probiotik dalam pencegahan diare melalui: perubahan lingkungan
mikro lumen usus (pH, oksigen), produksi bahan anti mikroba terhadap beberapa pathogen usus,
kompetisi nutrien, mencegah adhesi kuman patogen pada enterosit, modifikasi toksin atau
reseptor toksin efek trofik terhadap mukosa usus melalui penyediaan nutrient dan
imunomodulasi12.
Disimpulkan bahwa beberapa probiotik potential mempunyai efek protektif terhadap diare, tetapi
masih diperlukan penelitian dan evaluasi lebih lanjut termasuk efektivitas dan keamanannya,
walaupun sejauh ini penggunaan probiotik pada percobaan klinis dikatakan aman.

B. Prebiotik
Prebiotik bukan mikroorganisme akan tetapi bahan makanan. Umumnya kompleks karbohidrat
yang bila dikonsumsi dapat merangsang pertumbuhan flora intestinal yang menguntungkan
kesehatan.
Oligosakarida yang ada didalam ASI dianggap sebagai prototipe prebiotik oleh karena
dapat merangsang pertumbuhan Lactobacilli dan Bifidobacteria dalam kolon bayi yang minum
ASI12. Data menunjukan angka kejadian diare akut lebih rendah pada bayi yang minum ASI.
Tetapi pada dua penelitian RCT di Peru tahun 2003, bayi - bayi dikomunitas yang diberi sereal
yang disuplementasi dengan Fruktooligosakarida (FOS) tidak menunjukan penurunan angka
kejadian diare12. Penemuan lain yang dilakukan di Yogyakarta pada tahun 1998, suatu penelitian
RCT yang melibatkan 124 penderita diare dengan tanpa melihat penyebabnya menunjukan
adanya perbedaan bermakna lamanya diare, dimana pada penderita yang mendapat FOS lebih
pendek masa diarenya dibanding placebo.
Rekomendasi penggunaannya untuk aspek pencegahan diare akut masih perlu menunggu
penelitian - penelitian selanjutnya.

II.11 Prognosis
Bila kita menatalaksanakan diare sesuai dengan 5 pilar diare, sebagian besar (90%) kasus
diare pada anak akan sembuh dalam waktu kurang dari 7 hari, sebagian kecil (5%) akan melanjut
dan sembuh dalam kurang dari 7 hari, sebagian kecil (5%) akan menjadi diare persisten. 6

BAB III

KESIMPULAN
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari

biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah

dan/ atau lendir. Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang

sebelumnya sehat. Diare kronik adalah diare yang berlanjut sampai 2 minggu atau lebih dengan

kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to thrive) selama masa diare

tersebut. Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak. Pada sebagian besar kasus penyebanya

adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit, akan tetapi

berbagai penyakit lain juga dapat menyebabkan diare akut, termasuk sindroma malabsorbsi.

Diare ini sendiri dapat menyebabkan dehidrasi, untuk itu pada diare harus ditentukan derajat

dehidrasi yang di derita apakah tanpa dehidrasi, ringan/sedang atau dehidrasi berat. Karena

tatalaksana dan prognosis dari diare di tentukan dari derajat dehidrasi tersebut.

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA
1. Suraatmaja Sudaryat. Diare dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta:
Sagung Seto. 2007:1-24
2. Juffrie M, Soenarto Sri, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS.. Diare akut dalam
Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1, Edisi 1. Jakarta: Badan penerbit UKK
Gastroenterologi-Hepatologi IDAI. 2012:87-118
3. Pickering LK. Gastroenteritis in Nelson textbook of pediatrics 19th edition. United Stated
of America, Lippincot wiliams
4. Gaurino et al. European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology and
Nutrition/European Society for Paediatric Infectious disease Evidenced Based Guidelines
for Management of Acute Gastroenteritis in Children in Europe. Journal of Pediatric
Gastroenterology and Nutrition 46: S81-184.2018.
5. Diarrhea. Available at:
http://www.mayoclinic.com/health/diarrhea/DS00292/DSECTION=tests-and-diagnosis.
Accessed on June 24, 2018.
6. Firmansyah A dkk. Modul pelatihan Tata laksana diare pada anak. Jakarta: Badan
Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia.2005.
7. Isolaun E. Probiotics : A role in the treatment of intestinal infection and inflammation.
Gut.2002,50 (Supple III):III:54-1159
8. Comitte Infection Disease. Prevention of Rotavirus Diseases: Upadated Guidelines for
use of Rotavirus Vaccine. Pediatrics 123,1412,2016.

9. Giannattasio, Antonietta, Alfredo Guarino, Andrea Lo Vecchio. anagement of children


with prolonged diarrhea [version 1; referees: 3 approved].F1000Research.2016:3

Anda mungkin juga menyukai