menangis, rewel, dan akan merasa nyaman jika duduk di tempat tidur atau
digendong.
E. Diagnosis
Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang timbul. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan suara serak, hidung berair, peradangan faring,
dan frekuensi napas yang sedikit meningkat. Kondisi pasien bervariasi sesuai
dengan derajat stres pernapasan yang diderita.
Pemeriksaan langsung area laring pada pasien croup tidak terlalu
diperlukan. Akan tetapi, bila diduga terdapat epiglotitis (serangan akut, gawat
napas/respiratory distress, disfagia, drooling), maka pemeriksaan tersebut
sangat diperlukan.
F. Tata Laksana
CROUP
Diagnosis banding
Aspirasi benda asing
Obstruksi jalan napas yang mengancam jiwa
Abnormalitas kongenital
Sianosis
Epiglotitis
Penurunan kesadaran
O2 100% dengan sungkup muka dan nebulisasi adrenalin (5ml) 1:1000
TIDAK
i orang tua
Membaik
Dipulangkan bila tidak ada stridor saat istirahat
Perbaikan
Edukasi orang tua pasien
Tidak membaik
Evaluasiulang
Rawat
Hubungikonsulen
Evaluasi diagnosis
Rawat/observasi di IGD
Bronkitis
A. Patofisiologi
Mucosiliar clearance merupakan mekanisme pertahanan yang penting
yang melindungi paru-paru dari efek berbahaya dari polutan yang dihirup,
alergen, dan patogen. Disfungsi mukosiliar adalah fitur umum dari penyakit
saluran napas kronis.
Aparatus mukosiliar terdiri dari 3 kompartemen fungsional: silia,
lapisan lendir pelindung, dan airway surface liquid (ASL) lapisan saluran
napas, yang bekerja sama untuk menghilangkan partikel inhalasi dari paruparu. Data studi telah mengidentifikasi peran penting untuk ASL dehidrasi
dalam patogenesis disfungsi mukosiliar dan penyakit saluran napas kronis.
Deplesi ASL mengakibatkan berkurangnya clearance mukus dan histologis
tanda-tanda penyakit saluran napas kronis, termasuk obstruksi mukosa,
hiperplasia sel goblet, dan kronis infiltrasi sel inflamasi. Hewan studi
mengalami penurunan izin bakteri dan kematian paru tinggi sebagai hasilnya.
Peran paparan iritan, terutama asap rokok dan udara partikulat, dalam
berulang (serak) bronkitis dan asma menjadi lebih jelas. Kreindler et al
menunjukkan bahwa fenotipe transportasi ion sel epitel manusia normal
bronkus terkena ekstrak asap rokok adalah mirip dengan cystic fibrosis epitel,
dimana sodium diserap dari proporsi klorida sekresi dalam pengaturan
peningkatan produksi lendir. Temuan ini menunjukkan bahwa efek negatif
dari asap rokok pada clearance mukosiliar dapat dimediasi melalui perubahan
dalam transportasi ion.
B. Etiologi
Virus merupakan penyebab tersering. Sebagai contoh Rhinovirus,
Respiratory sintyval virus (RSV), virus influensa, para influensa, Adenovirus,
dan Coxsackie virus. Bronkitis akut selalu terdapat pada anak yang menderita
morbili, pertusis, dan infeksi Mycoplasma pneumonea. Belum ada bukti yang
menunjukkan bahawa penyakit ini disebabkan bakteri. Di lingkungan sosio
ekonimi buruk biasanya terdapat infeksi sekunder oleh bakteri.
C. Gejala Klinis
Biasanya dimulai ole tanda tanda infeksi saluran napas atas oleh virus.
Batuk mula mula kering, setelah dua tiga hari menjadi berdahak dan
terdengar suara lendir. Dahak mukoid kental sering tidak keliatan karena
tertelan. Dahak mungkin kental dan kuning, tetapi tidak berarti adanya infeksi
bakteri sekunder. Anak mula mula tidak napas dan pada anak besar mengeluh
rasa sakit retrosternal. Beberapa hari pertama tidak timbul kelainan pada
pemeriksaaan dada, tetapi kemudian dapat timbul ronki basah kasar dan suara
napas kasar.
Batuk kemudian hilang selama satu dua minggu. Bila dalam dua
minggu selanjutnya masih tetap batuk, mungkin ada kolaps paru segmental
atau infeksi bakteri sekunder.
Mengi (wheezing) dapat terjadi pada penderita bronkitis, akibat
bronkitis atau terdapat kemungkinan terjadinya asma.
D. Penatalaksanaan
Berhubungan penyebab adalah virus, maka pengobatan kausal belum
ada yang perlu diberikan. Antibiotik tidak ada gunanya. Tapi bila batuk terjadi
selama 2 minggu atau lebih maka bisa diberikan antibiotik untuk membunuh
bakteri sekunder itu misalnya amoksisilin, kotrimoksasol, dan golongan
makrolid.
Bronkiolitis
A. Definisi
Bronkiolitis adalah penyakit infeksi saluran pernafasan akut-bawah
yang ditandai dengan adanya inflamasi pada bronkiolus. Umumnya, infeksi
tersebut disebabkan oleh virus. Secara klinis ditandai dengan episode pertama
wheezing pada bayi yang didahului dengan gejala infeksi saluran pernafasan
akut.
B. Etiologi
Sekitar 95% dari kasus-kasus tersebut secara serologis terbukti
disebabkan oleh invasi Respiratory sintyval virus (RSV). Orenstein
menyebutkan pula beberapa penyebab lain seperti Adenovirus, virus
influenza, virus parainfluenza, Rhinovirus, dan mikoplasma, tetapi belum ada
bukti kuat bahwa bronkiolitis disebabkan oleh bakteri.
C. Patofisiologi
Infeksi virus pada epitel bersilia bronkiolus menyebabkan respon
inflamasi akut, ditandai dengan onstruksi bronkiolus akibat edema, sekresi
mukus, timbunan debris seluler/sel-sel mati yang terkelupas, kemudian diikuti
dengan infiltrasi limfosit peribronkial dan edema submukosa. Karena tahanan
aliran udara berbanding terbalik dengan diameter penampang saluran
respiratori, maka sedikit saja penebalan mukosa akan memberikan hambatan
aliran udara yang besar, terutama pada bayi yang memiliki penampang
saluran respiratori kecil. Resistensi pada bronkiolus meningkat selama fase
inspirasi dan ekspirasi, tetapi karena radius saluran respiratori lebih kecil
selama ekspirasi, maka akan terjadi air trapping dan hiperinflasi. Atelektasis
dapat terjadi pada saat terjadi obstruksi total dan udara yang terjebak
diabsorbsi.
Proses patologis ini akan mengganggu pertukaran gas normal di paru.
Penurunan kerja ventilasi paru akan menyebabkan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi (ventilation-perfusion mismatching), yang berikutnya akan
menyebabkan terjadinya hipoksemia dan kemudian terjadi hipoksia jaringan.
Retensi karbondioksida (hiperkapnea) tidak selalu terjadi, kecuali pada
beberapa pasien. Semakin tinggi laju respiratori, maka semakin rendah
tekanan oksigen arteri. Kerja pernapasan akan meningkat selama end-
Daftar Pustaka
Bronkiolitis, Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi Pertama. Badan Penerbit IDAI:
2008. p 333-349
Croup (Laringotrakeobronkitis akut), Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi Pertama.
Badan Penerbit IDAI: 2008. p 320-328
Dafpus sisanya, aku baca dari laporan kakak tingkat hehe. Silahkan mau
dimasukkan atau engga.
Akib, A. Asma pada Anak. Sari Pediatri 2002; 4; 78-82.
Anonymous. Dyspnea: How to Assess and Palliate Dyspnea (AirHunger). 2006. Diunduh dari:
http://summit.stanford.edu/pcn/M07_Dyspnea/pathophys.html.
akses pada tanggal 12 Maret 2015.
Behrman. 1999. NELSON: IlmuKesehatan Anak. Jakarta: EGC.
Eddy Widodo. 2003. Tuberkulosis Pada Anak : Diagnosis dan Tata
Laksana Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan. Jakarta: IDAI Jaya.
Hassan, R. Husein A. 1998. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta:
Penerbit FK UI.
Malmstrom K, Sorva R, Silvasti M. Application and efficacy of the
multidose powder inhaler, easyhaler, in childrenwith asthma.
Pediatr Allergy Immunol 1999; 10:66-70.
Manning HL, Schwartzstein RM, Epstein FH [editor]. Pathophysiology of
Dyspnea. N Engl J Med 1995; 333:1547-1553.
Mark P. Bowes, Ph.D and friends. 2002. Appropriate Use of Common
OTC Analgesics and Cough and Cold Medications, Monograph
No.1. American Academy of Family Physician.
Matondang, C. Wahdiyat, I. Sastroasmoro, S. 2003. Diagnosis Fisik
pada Anak. Jakarta: Sagung Seto.
Sari Pediatri, Vol. 6, No. 2, September 2004: 64-70. Batuk Kronik pada
Anak : masalah dan tatalaksana
Sherwood,L (2008). Human physiology : From cells to systems, 7th
edition. Philadelphia : Lippincott Williams and Wilkins.