Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIOLOGI INDERA PENGLIHATAN

Dosen Pengampu : Dwi Yuniasih Saputri S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh :

Kelompok 3
Dera Diah Yuliana K7123054
Dhio Putri Bima K.I. K7123058
Fivin Anjani K7123078
Hafishah Safinatun N. K7123084
Latia Anggun Paramita K7123103
Okthia Maharani K7123137
Silviana Nur Azizah K7123168

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2024
REAKSI SENSITIVITAS INDERA PENGLIHATAN

A. Tujuan
1. Melalui praktikum ini mahasiswa dapat memahami reaksi pupil mata terhadap
cahaya.
2. Melalui praktikum ini mahasiswa dapat mengetahui ketajaman penglihatan
dan jarak pandang dengan baik.
3. Melalui praktikum ini mahasiswa dapat mengetahui indikasi buta warna.
B. Kajian Teori
Alat indera adalah organ tubuh manusia yang dapat menerima stimulasi dari
luar dan mengolahnya di otak sebelum diartikan menjadi sebuah tindakan. Alat indera
dapat mengenali keadaan dunia luar dengan adanya reseptor saraf yang sensitif. Dunia
luar yang dimaksud adalah adalah dunia di luar tubuh manusia itu sendiri, yang
disebut stimulasi. Reseptor tubuh yang peka terhadap stimulasi disebut indera. Indera
dapat mengubah stimulasi dari dunia luar menjadi sebuah impuls. Impuls ini
merupakan sinyal listrik yang sampai ke otak untuk menyampaikan berita agar
manusia dapat mengetahui dunia luar dan juga melakukan tindakan (Iswari &
Nurhastuti, 2018). Manusia memiliki lima indera untuk menunjang kehidupan yang
disebut panca indera. Panca Indera manusia terdiri dari mata, hidung, kulit, telinga,
dan lidah.
Salah satu panca indera yaitu mata yang berfungsi untuk melihat suatu objek.
Dapat dikatakan panca indera pada manusia yang paling penting adalah indera
penglihatan (mata) karena mata memiliki reseptor khusus untuk dapat mengenali
perubahan cahaya dan warna (Jayaputra, 2017). Manusia dapat melihat berbagai
benda dan membedakan warna yang berbeda karena memiliki sistem optik yang
disebut mata. Mata menerima stimulasi cahaya dari lingkungan. Seseorang dapat
melihat dengan jelas bila lingkungannya terang dan tidak gelap. Mata adalah sistem
optik yang mengubah stimulasi cahaya menjadi impuls listrik yang ditafsirkan di otak.
Mata merupakan suatu sistem optik yang bertugas menerima cahaya, mengatur
intensitas cahaya, dan memfokuskan cahaya pada gambar tertentu. Kemudian
mengubahnya menjadi sinyal listrik yang dikirim ke otak. Dan sinyal tersebut akan
diproses di otak (Budiarti, 2023). Mata memiliki beberapa bagian yang berbeda-beda
fungsinya. Contohnya, bola mata yang berfungsi menerima rangsangan cahaya dari
luar, kelopak mata berfungsi melindungi mata dari kotoran, pupil yang berfungsi
mengatur intensitas cahaya yang masuk ke mata, kornea berfungsi menerima
rangsangan cahaya dari luar, iris berfungsi mengatur ukuran pupil dan juga
memberikan warna pada mata.
Pupil merupakan lubang di tengah iris yang mengatur banyaknya cahaya yang
masuk ke mata. Pupil membesar bila sedikit cahaya yang masuk ke mata (dalam
keadaan gelap) dan mengecil bila banyak cahaya yang masuk ke mata (dalam keadaan
terang). Proses membesarkan dan mengecilkan pupil ini berguna agar cahaya yang
masuk tidak terlalu banyak atau terlalu sedikit sehingga kita tetap bisa melihat dengan
baik (Maulidasari, et al., 2020). Pengaturan banyaknya cahaya yang masuk ke pupil
menyebabkan otot mata berkontraksi, sehingga cahaya yang terlalu terang atau terlalu
redup dapat menyebabkan mata lelah akibat kontraksi otot mata yang berlebihan. Hal
ini menimbulkan dampak negatif karena dapat menimbulkan beberapa gangguan
seperti sakit mata, mata berair, penglihatan kabur, dan lain-lain (Ilyas, 2014).

Mata merupakan panca indera penting yang memerlukan pemeriksaan dan


perawatan rutin. Pemeriksaan mata rutin harus dimulai sejak usia dini. Anak-anak
berusia antara 2 dan 5 tahun sebaiknya menjalani pemeriksaan penglihatan untuk
mengetahui apakah mereka akan mengalami gangguan ketajaman penglihatan yang
mengganggu aktivitas sekolah nantinya (Rudhiati, et al., 2015). Penyakit mata refraksi
merupakan penyakit mata yang umum terjadi pada manusia. Gangguan ini terjadi
ketika mata tidak memiliki titik fokus yang jelas pada suatu area terbuka sehingga
mengakibatkan penglihatan menjadi kabur dan pada kasus yang parah, gangguan ini
dapat mengakibatkan kehilangan penglihatan (Fauzi, 2016).

Untuk mengetahui tingkat ketajaman penglihatan dapat dilakukan tes


ketajaman mata dengan jarak tertentu menggunakan snellen chart. Tes ketajaman
penglihatan adalah prosedur sederhana berdasarkan prinsip optik yang dilakukan pada
pemeriksaan mata. Tujuan dari tes ketajaman penglihatan adalah untuk menentukan
huruf terkecil yang dapat dibaca pasien pada snellen chart dari jarak 20 kaki atau
setara dengan 6 meter. Untuk tata cara tes ketajaman penglihatan dengan snellen
chart, yang pertama probandus menutup terlebih dahulu mata kirinya dengan telapak
tangan. Pasien membaca huruf dari atas ke bawah. Pemeriksaan yang sama kemudian
dilanjutkan dengan mata kanan tertutup. Apabila hasil pemeriksaan mencapai garis
6/6, maka ketajaman penglihatan probandus termasuk emetropia (mata normal).
Namun bila hasil pemeriksaan tidak mencapai 6/6, maka probandus harus diperiksa
dengan pinhole. Jika ketajaman penglihatan membaik, berarti probandus mengalami
kelainan refraksi, atau kondisi cahaya yang masuk ke mata tidak dapat terfokus
dengan jelas (Irma, et al., 2021)

Pemeriksaan gangguan penglihatan buta warna dapat dilakukan dengan tes


ishihara. Tes Ishihara adalah metode untuk menentukan kelainan buta warna
berdasarkan peta titik dengan warna dan ukuran berbeda. Titik-titik tersebut disusun
membentuk lingkaran dimana titik-titik tersebut membentuk suatu angka. Tes ini
dilakukan di ruangan yang cukup terang dan pasien diminta untuk melihat piring dan
mengidentifikasi serta menyebutkan angka atau huruf yang dicetak pada titik-titik
berwarna melingkar dalam waktu 10 detik. Pada orang dengan penglihatan normal,
angka atau huruf tertentu muncul di dalam lingkaran. Sementara itu, penderita buta
warna melihat titik-titik pada lingkaran secara berbeda, atau bahkan tidak dapat
melihat pola berupa angka atau huruf (Efrianty, et al., 2018).
C. Alat dan Bahan
Alat :
1. Kertas (1 buah)
2. Bolpoin (1 buah)
3. Meteran (1 buah)
4. Timer (1 buah)
5. Senter (1 buah)
Bahan :
1. Chart Snellen (1 buah)
2. Lembar Ishihara (2 buah)
D. Prosedur
1. Praktikum Reaksi Pupil Mata
a. Memastikan lingkungan cukup terang, tetapi tidak terlalu terang
(remang-remang) sehingga menyebabkan kontraksi pupil.
b. Menyinari mata probandus dari depan menggunakan senter dengan
durasi waktu kurang lebih 10 detik.
c. Mengamati pupil mata secara teliti.
d. Menjauhkan senter dari mata probandus dan amati perubahan pupil.
e. Mencatat hasil pengamatan pada lembar pengamatan.

2. Praktikum Reaksi Ketajaman Penglihatan


a. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan (chart snellen,
kertas, dan bolpoin).
b. Memastikan ruangan terang dan probandus tidak memakai kacamata
atau lensa yang dapat mempengaruhi hasil pengamatan.
c. Memposisikan probandus dalam posisi berdiri atau duduk dengan jarak
6 meter dari chart snellen.
d. Memposisikan chart snellen sejajar atau lebih tinggi dari mata
probandus.
e. Memulai pengamatan pada mata kanan terlebih dahulu, dengan
menutup mata bagian kiri probandus dengan telapak tangan.
f. Meminta probandus membaca huruf dari baris bagian atas hingga
bawah.
g. Mencatat hasil pengamatan pada lembar pengamatan.
h. Mengulangi dengan langkah yang sama pada pengamatan mata kiri.
3. Praktikum Indikasi Buta Warna
a. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan (lembar ishihara,
kertas, dan bolpoin).
b. Meminta probandus untuk menyebutkan angka atau menunjukkan pola
yang terbentuk oleh titik-titik dengan berbagai warna dan ukuran pada
lembar ishihara dengan durasi maksimal 10 detik bagi setiap gambar di
mana gambar yang tersedia berjumlah 8 buah.
c. Mencatat hasil pengamatan pada lembar pengamatan.
d. Membandingkan hasil pengamatan dengan kunci jawaban lembar
ishihara.
e. Menentukan probandus normal atau buta warna.
E. Hasil
1. Pemeriksaan Reaksi Pupil Mata
Reaksi Pupil Mata
No Nama Probandus
Cahaya Terang Cahaya Gelap
1 Dera Diah Yuliana Membesar Mengecil
2 Dhio Putri Bima K.I. Membesar Mengecil
3 Fivin Anjani Membesar Mengecil
4 Hafishah Safinatun N. Membesar Mengecil
5 Latia Anggun P. Membesar Mengecil
6 Okthia Maharani Membesar Mengecil
7 Silviana Nur Azizah Membesar Mengecil
Tabel 1.1 Reaksi Pupil Mata

2. Pemeriksaan Ketajaman Mata dan Jarak Pandang


Reaksi Mata Kanan terhadap Ukuran Font
No Nama Probandus
200 160 120 80 60 50 40 30 25 20 15
1 Dera Diah Yuliana V V V V X X X X X X X
2 Dhio Putri Bima K.I. V V X X X X X X X X X
3 Fivin Anjani V V V V V V V V X X X
4 Hafishah Safinatun N. V V V X X X X X X X X
5 Latia Anggun P. V V V V V V V X X X X
6 Okthia Maharani V V V V X X X X X X X
7 Silviana Nur Azizah V X X X X X X X X X X
Tabel 1.2 Ketajaman Mata dan Jarak Pandang (Mata Kanan).

Reaksi Mata Kiri terhadap Ukuran Font


No Nama Probandus
200 160 120 80 60 50 40 30 25 20 15
1 Dera Diah Yuliana V V X X X X X X X X X
2 Dhio Putri Bima K.I. V V V X X X X X X X X
3 Fivin Anjani V V V V V V V V X X X
4 Hafishah Safinatun N. V V V X X X X X X X X
5 Latia Anggun P. V V V V V V V V X X X
6 Okthia Maharani V V V X X X X X X X X
7 Silviana Nur Azizah V X X X X X X X X X X
Tabel 1.3 Ketajaman Mata dan Jarak Pandang (Mata Kiri).
3. Pemeriksaan Buta Warna
Gambar Pola
Angka yang Angka yang
No Nama Probandus Tidak
Terlihat Sebenarnya Sesuai
Sesuai
1 Dera Diah Yuliana 12, 7, 3, 57, 74 12, 7, 3, 57, 74 1 2 3 1 2 3
2 Dhio Putri Bima K.I. 57, 74, 12, 7, 3 57, 74, 12, 7, 3 V
3 Fivin Anjani 57, 74, 12, 7, 3 57, 74, 12, 7, 3 V
4 Hafishah Safinatun N. 12, 7, 3, 57, 74 12, 7, 3, 57, 74 V
5 Latia Anggun P. 12, 7, 3, 57, 74 12, 7, 3, 57, 74 V
6 Okthia Maharani 57, 74, 12, 7, 3 57, 74, 12, 7, 3 V
7 Silviana Nur Azizah 12, 7, 3, 57, 74 12, 7, 3, 57, 74 V
Tabel 1.4 Buta Warna

F. Hasil Pembahasan
Berdasarkan hasil data pada tabel 1.1 Pemeriksaan Reaksi Pupil Mata dengan
cahaya didapatkan hasil yang memuaskan karena semua probandus memiliki reaksi
pupil membesar ketika cahaya terang dan pupil akan mengecil jika cahaya redup. Saat
kita masuk ke dalam ruangan yang gelap, pandangan mata kita tampak gelap, namun
sedikit demi sedikit kita melihat jalur cahaya yang samar-samar, dan akhirnya detail
lingkungan menjadi terlihat. Oleh karena itu, diperlukan waktu agar fungsi sel kerucut
(penglihatan terang) berubah menjadi fungsi sel batang (penglihatan gelap) (Iswari &
Nurhastuti, 2018).
Untuk hasil data pada tabel 1.2 dan 1.3 Pemeriksaan Ketajaman Mata dan
Jarak Pandang didapatkan hasil yang berbeda beda setiap probandus. Visus optimal
pada orang normal adalah 6/6 (meter), atau setara dengan 20/20 (feet). Pada Snellen
yang standar, ukuran visus yang optimal ini pada umumnya terletak di baris ke-8 (di
atas garis merah). Sebagai contoh, untuk mata kanan probandus 3 dapat dihasilkan
dengan cara membandingkan jarak pandang mata ke snellen chart dan hasil
penglihatan, yaitu 20 : 30 jika dinyatakan dalam bentuk desimal hasil visus adalah
0,6. Visus orang normal (emetropia) adalah 6/6, artinya orang normal dapat membaca
huruf pada jarak 6 meter, penderita dapat membaca huruf pada jarak 6 meter juga.
Jika visus kurang dari 6/6, lakukan pemeriksaan pinhole pada penderita. Jika setelah
pemeriksaan pinhole didapatkan visus membaik, kemungkinan terdapat kelainan
refraksi pada penderita (Iswari & Nurhastuti, 2018).
Selanjutnya pada tabel 1.4 Buta Warna dihasilkan data yang sangat baik dari
probandus. Semua probandus dapat menebak angka dalam titik-titik warna dengan
tepat dan semua probandus dapat dikatakan bebas dari indikasi buta warna. Buta
warna adalah suatu kondisi dimana seseorang tidak dapat membedakan warna tertentu
yang biasanya dapat dibedakan oleh orang lain dengan mata normal. Buta warna
dibagi menjadi tiga jenis: monokromatis (buta warna total), dikromasi (hanya dua sel
kerucut yang berfungsi) dan anomalus trikromasi (tiga sel kerucut berfungsi, salah
satunya kurang berfungsi) (Saini, S., et al., 2022). Tes buta warna adalah suatu tes
yang digunakan untuk mengetahui seseorang mengalami buta warna atau tidak. Tes
Ishihara merupakan tes yang digunakan untuk mengetahui adanya kelainan buta
warna, tes Ishihara terdiri dari serangkaian lingkaran yang terdiri dari titik-titik
berwarna kecil yang disebut plate Ishihara (Kurniadi, D. et al., 2016).
G. Daftar Pertanyaan
1. Apakah probandus secara genetik sudah memiliki gangguan mata?
Jawab :
Tidak, sebelum praktikum dimulai, tidak ada bukti atau indikasi bahwa
probandus secara genetik sudah memiliki gangguan mata. Hasil praktikum
tidak dipengaruhi oleh faktor genetik yang mungkin sudah ada sebelumnya
pada probandus.
2. Reaksi apakah yang diberikan pupil mata pada praktikum pemeriksaan reaksi
pupil mata terhadap cahaya?
Jawab :
Pada praktikum pemeriksaan reaksi pupil mata terhadap cahaya, reaksi pupil
merupakan indikator penting dari fungsi saraf optik dan otonom mata. Ketika
cahaya yang kuat mengenai mata, pupil akan merespons dengan konstriksi,
yang disebut refleks konstriksi cahaya. Ketika cahaya dihilangkan, pupil akan
secara bertahap melebar kembali ke ukuran normalnya, yang disebut refleks
dilatasi cahaya. Reaksi ini menunjukkan bahwa refleks pupil berfungsi normal
dalam merespons perubahan cahaya yang terjadi di sekitar lingkungan.
3. Pada praktikum pemeriksaan jarak pandang, apakah ada perbedaan hasil dari
mata kanan dan kiri?
Jawab :
Pada praktikum pemeriksaan jarak pandang, perbedaan hasil antara mata
kanan dan kiri biasanya tidak signifikan kecuali jika terdapat gangguan khusus
pada salah satu mata. Hal ini karena biasanya mata kanan dan kiri memiliki
kemampuan visual yang sebanding, kecuali terdapat masalah spesifik seperti
rabun jauh, rabun dekat, atau kelainan refraksi lainnya yang hanya
memengaruhi salah satu mata. Pada hasil data praktikum mayoritas jarak
pandang mata kiri dengan mata kanan probandus hampir sama atau serupa dan
tidak memiliki perbedaan yang jauh.
4. Pada praktikum pemeriksaan buta warna rata-rata berapa gambar yang
berhasil dijawab benar oleh probandus?
Jawab :
Dalam praktikum pemeriksaan buta warna, hasil rata-rata dari probandus
kelompok 3 menunjukkan bahwa secara konsisten berhasil menjawab dengan
tepat juga sesuai antara gambar uji buta warna yang ditampilkan dengan
jawaban yang sebenarnya. Hasil ini memberikan bukti yang kuat bahwa
probandus dalam kelompok 3 tidak mengalami buta warna. Berdasarkan data
hasil praktikum indera penglihatan, probandus dari kelompok 3 dapat
mengenali dan membedakan warna dengan akurat.
H. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini mahasiswa mampu memahami tentang indera
penglihatan dengan baik. Praktikum juga mampu memberikan reaksi pada pupil yang
mengecil apabila terkena cahaya secara tiba-tiba dan pupil akan mengecil secara
perlahan apabila terkena cahaya secara tidak langsung. Dalam praktikum ini
responden dapat mengetahui ketajaman penglihatan dan jarak pandang dengan baik
melalui tes Optotype Snellen atau disebut dengan deretan huruf dengan ukuran yang
berbeda dan bertingkat serta disusun dalam baris mendatar. Praktikum selanjutnya
mahasiswa dapat mengetahui indikasi buta warna dengan melihat lembar-lembar
gambar dan menyebutkan angka-angka yang terlihat pada gambar.
DAFTAR PUSTAKA
Budiarti, I. S. (2023). Seri Pancaindra Indra Penglihatan; Mata. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Efrianty, F. N., Harsiti, H., & Nurhadiyan, M. T. (2018). Implementasi Metode
Ishihara pada Tes Buta Warna (Colour Deficiency) di Klinik Amanda-Anyer. JSiI
(Jurnal Sistem Informasi), 5(2)
64-69.
Fauzi, L. (2016). Skrining kelainan refraksi mata pada siswa sekolah dasar menurut
tanda dan gejala. JHE (Journal of Health Education), 1(1).
Ilyas, Sidarta ; Yulianti, Sri. (2014). Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Jakarta : FKUI.
Irma, K., Romadhan, S., Sofyana, F., & Putri, H. (2021). Perbandingan Hasil
Pemeriksaan Menggunakan Autorefraktometer Dengan Manual Snellen Chart
Di Rsu. Sibolga. Jurnal Darma Agung, 29(3), 474-484.
Iswari, M & Nurhasuti. (2018). Anatomi Fisiologi dan genetika. Padang.
Jayaputra, A., Tolle, H., & Wardhono, W. S. (2017). Penerapan Mixed Reality
Sebagai Sarana Pembelajaran Indera Penglihatan Manusia Menggunakan
Teknologi Hologram. Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu
Komputer, 1(9), 715-722.
Kurniadi, D., Fauzi, M. M., & Mulyani, A. (2016). Aplikasi Simulasi Tes Buta Warna
Berbasis Android Menggunakan Metode Ishihara. Jurnal Algoritma, 13(2),
451-456.
Maulidasari, M. P., Muamar, M. R., & Nur, F. M. Alat Indera Manusia.
https://lmsspada.kemdikbud.go.id/pluginfile.php/651063/mod_resource/
content/1/8.%20Alat%20Indra%20Pada%20Manusia.pdf
Rudhiati, F., Apriany, D., & Hardianti, N. (2015). Hubungan durasi bermain video
game dengan ketajaman penglihatan anak usia sekolah. Jurnal Skolastik
Keperawatan, 1(2), 12-17.
Saini, S., Dungga, E. F., & Sulistiani, I. (2022). Evaluasi Pemeriksaan Tes Buta
Warna Menggunakan Metode Ishihara Berbasis Google Form Menggunakan
Buku Ishihara. Indonesian Journal of Pharmaceutical Education, 2(1), 42-51.
LAMPIRAN

Reaksi Pupil Mata Reaksi Pupil Mata

Ketajaman Mata dan Jarak Pandang Ketajaman Mata dan Jarak Pandang
Praktikum Buta Warna Praktikum Buta Warna

Anda mungkin juga menyukai