Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOPSIKOLOGI

Nama Mahasiswa : MAHESA BELANTI

Nomor Mahasiswa : 2130901247

Nama Percobaan : Reaksi Pupil

Nomor Percobaan :1

Nama Pelaku Percobaan : MAHESA BELANTI

Nama Orang Percobaan : AMBAR NURDIAN SYAPUTRI

Tanggal Percobaan : 30 Mei 2022

Tempat Percobaan : Laboratorium Psikologi Fakultas Psikologi UIN

Raden Fatah Palembang

I. Tujuan Penelitian
Untuk melihat bagaimana reaksi pupil pada mata manusia
terhadap cahaya yang masuk ke mata.

II. Dasar Teori


Pupil atau anak mata adalah pembukaan ditengah mata.Cahaya
masuk lewat pupil dan diteruskan mealui lensa mata,yang memusatkan
bayangan ke retina.Makin banyak cahaya yang masuk ,maka pupil akan
semakin mengecil ,dan makin sedikit cahaya yang masuk ,maka pupil akan
semakin membesar.Pupil terdapat pada lubang ditengah iris.Ukuran pupil
disesuaikan dengan respons terhadap berbagai perubahan cahaya antara
sensitivity (kepekaan ,kemampuan untuk mendeteksi benda yang terdapat
pada cahaya yang redup) dan acivity (kemampuan untuk melihat detail-
detail objek). Bila cahayanya terang dan sensitivitasnya kurang, mata pupil
nya akan menciut atau mengkerut (kontriksi) sehingga gambar yang
diterima retina lebih tajam dan kedalaman fokusnya lebih tajam. Bila
cahayannya terlalu redup dan sensitivitasnya menjadi tinggi ,maka pupil
akan melebar (dilatasi) agar banyak cahaya yang masuk sehingga gambar
diterima retina tidak terlalu tajam dan kedalaman fokusnya menjadi kurang
tajam.
Bila kita melihat dari jarak dekat,maka ligament akan tegang
sehingga terdeapat otot-otot siliria untuk meningkatkan kemampuan lensa
membelokkan cahaya untuk mendekatkan objek ke focus yang tajam.Bila
kita memfokuskan dari jarak jauh,maka lensa menjadi datar. Proses
menyesuaikan konfigurasi lensa untuk memfokuskan gambar pada retina
disebut accommodation (akomodasi). Ketajaman penglihatan disebut
dengan visus. Visus ini berkaitan erat dengan mekanisme akomodasi.
Adanya kontraksi menyebabkan peningkatan kekuatan lensa,sedangkan
relaksasi menyebabkan pengurangan kekuatan . Akomodasi memiliki batas
maksimum. Jika benda yang telah difokuskan ,maka bayangan akan kabur.
Titik terdekat yang masih dilihat jelas oleh mata dengan akomodasi
maksimu disebut puntum proximum (PP). Titik terjauh yang masih dapat
dilihat dengan jelas tanpa mata berakomodasi adalah tidak terbatas.
Kemudian ini disebut dengan Punctum Remoctum (PR). Dalam akomodasi
ini juga terdapat Amplitudo Akomodasi (AA). Yaitu jarak benda yang dapat
dilihat jelas, yang terletak diantara kekuatan refraksi dinamis (PP) dan
kekuatan refraksi Statis (PR).
Jalur reaksi pupil yaitu bila sinar mengenai mata akan terjadi
rangsangan → pada kerucut dan batang masuk saraf optic sebagian
dekusasi pada kiasma optic traktus optic sebelum masuk → ganglion
genikulatum masuk pretektal di pindahkan nucleus pretektal →
memberikan cabang ke nucleus →Endinger Westphal pada kedua sisi
diteruskan ke iris.
Macam-Macam Refleks Cahaya ,yaitu:
1. Refleks cahaya langsung
Bila sorotan lampu senter itu tiba pada retina,Implus visual optokinetic
akan dikirimkan ke kolikulus superior untuk mencetuskan potensial aksi
sehingga konstruksi pupil terjadi. Jika sorotan lampu meninggalkan
pupil, pelebaran pupil akan terlihat.
2. Refleks Konsensual atau Cahaya tidak langsung
Miosis pada pupil yang tidak disinari,yang terjadi karena pupil sisi lain
disoroti sinar lampu ,dikenal sebagai reaksi pupil konsensuai atau reaksi
cahaya tidak langsung.
3. Refleks pupil akomodatif atau konvergensi
Dengan gerakan konvergerasi itu gambaran benda di proyeksi pada
favoe.sinkron dengan timbulnya gerakan konvergensi, otot siliar
berkontraksi juga,sehingga menimbulkan kontraksi pupil. Dalam
melaksanakan test ini ,penerangan dikamar di periksa dan di atur
sedemikian rupa, sehingga sinar lampu tidak menimbulkan miosis
,tetapi penerangan masih cukup untuk mengamati bentuk dan ukuran
pupil. Dengan mengacungkn jari, pemeriksa mendekati jarinya kea rah
mata klien dan klien di minta untuk terus menatapkan matanya pada
jari itu yang mendekati matanya . Pupil klien yang semakin menyempit
pada pendekatan objek yang dilihat nya,menandakan bahwa reaksi
pupil akomodatifnya adalah baik.

III. Alat yang digunakan


1. Cermin
2. Senter

IV. Jalannya Percobaan


1. Mengecilnya pupil pada akomodasi dan konvergensi
OP diarahkan untuk melihat ke arah depan atau ke objek yang agak
jauh berupa dinding di belakang PP, lalu tiba-tiba OP diarahkan kembali
untuk melihat ke arah jari telunjuk PP dengan jarak kira-kira 20 cm
sehingga akan terlihat pupil mata OP mengecil oleh PP.
2. Mengecilnya pupil karena cahaya
a. OP diarahkan untuk melihat ke arah lampu atau tempat yang terang
dan menutup mata beberapa saat, kemudian OP membuka mata
sehingga terlihat pupil mata OP yang awalnya membesar kemudian
mengecil.
b. OP diarahkan untuk menutup sebelah mata dengan telapak tangan,
kemudian membuka telapak tangan dari sebelah mata yang di tutup
sebelumnya sehingga terlihat reaksi pupil mata OP yang awalnya
membesar beralih mengecil.
3. Refleks konsensuli
Sebelah mata OP diberi cahaya senter oleh PP terlihat mengecil dan
reaksi pupil mata sebelah OP yang tidak diberi cahaya senter tidak ada
perubahan apapun.

V. Hasil Percobaan
Nama tester : MAHESA BELANTI
Nama testi : AMBAR NURDIAN SYAPUTRI
Tanggal test : 30 Mei 2022

Respon OP
1. Mengecilnya pupil pada akomodasi dan konvergensi
Dapat terlihat bahwa pupil mata OP membesar karena perpindahan
fokus objek dari jauh ke objek yang terdekat.
2. Mengecilnya pupil karena cahaya
a. Terlihat bahwa pupil mata OP membesar karena perubahan dari
tempat terang ke yang gelap (mata yang di tutup).
b. Pada mata OP yang tidak ditutup oleh tangan, pupilnya terlihat
membesar meskipun tidak adanya perubahan cahaya. Sedangkan
pada saat mata yang ditutup dengan tangan dibuka, terlihat bahwa
pupilnya mengecil.
3. Refleks konsensuli
Pada pupil bagian sebelah mata OP yang diberi cahaya senter
memperlihatkan reaksinya yang mengecil dibandingkan dengan pupil
mata yang tidak diberi cahaya senter.

VI. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa
pupil adalah celah lingkaran yang di bentuk oleh iris yang dapat mengecil
dan membesar. Pupil membesar ketika melihat tempat yang gelap atau
redup, mengecil pada di tempat yang terang, dan pupil normal kembali
ketika berada di tempat yang tidak terlalu terang dan juga gelap.
Pupil akan mengalami peristiwa refleks pupil jika diberikan
rangsangan cahaya baik intensitasnya tinggi maupun rendah . Pupil juga
akan mengalami akomodasi yaitu kemampuan mata untuk
mencembungkan yang terjadi akibat kontraksi otokt siliar.

Palembang, 30 Mei 2022

Praktikan,

MAHESA BELANTI
Daftar Pustaka

Puspita, I. (2012). Psikologi Faal. Diakses dalam


http://mata.co.id/2017/03/27apa-itu-mata/.PsikologiFaal
Arifmutaaqin. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan System
Persarafan, Jakarta : rs Salemba Medik
Wikipedia. 2013, Pupil. Diaksess 2018 dari http:/id.wikipedia.org> di peroleh
pupillary direaksi
LAPORAN PRAKTIKUM

BIOPSIKOLOGI

Nama Mahasiswa : MAHESA BELANTI

Nomor Mahasiswa : 2130901247

Nama Percobaan : Buta warna

Nomor Percobaan :2

Nama Pelaku Percobaan : MAHESA BELANTI

Nama Orang Percobaan : AMBAR NURDIAN SYAPUTRI

Tanggal Percobaan : 30 Mei 2022

Tempat Percobaan : Laboratorium Psikologi Fakultas Psikologi UIN

Raden Fatah Palembang

I. Tujuan Penelitian
Mengetahui tes buta warna

II. Dasar Teori


Buta warna (colour blind) adalah suatu kelainan atau gangguan
pada mata yang memiliki kelemahan penglihatan warna disebabkan
ketidakmampuan sel-sel kerucut mata untuk menangkap suatu
spektrum warna tertentu sehingga warna yang dilihat tidak terlihat
sesuai dengan warna yang dilihat mata normal. Buta warna merupakan
penyakit kelainan mata yang ditentukan oleh gen resesif pada
kromosom seks, khususnya terpaut pada kromosom X atau kondisi
ketika sel-sel retina tidak mampu merespon warna dengan semestinya.
Menurut Ilyas (2002), buta warna adalah suatu gangguan
penglihatan warna yang disebabkan oleh ketidakmampuan sel-sel
kerucut mata untuk menangkap suatu spektrum warna. Penderita tidak
dapat atau kurang mampu membedakan warna yang terjadi secara
kongenital ataupun didapat akibat penyakit tertentu.
Menurut Rokhim (2012), Kusuma (2013), dan Prasetyono (2013),
berdasarkan tingkatannya buta warna dikelompokkan menjadi tiga
jenis, yaitu sebagai berikut:
a. Anomali Trikomat (Anomalous trichromacy)
Anomali Trikomat adalah suatu keadaan dimana tiga jenis sel
kerucut tetap ada, tetapi satu di antaranya tidak normal atau tidak
berfungsi dengan baik, sehingga penderita akan mengalami
kesulitan membedakan nuansa warna tertentu. Adapun
berdasarkan kelemahan warna yang diderita, anomali trikomat
dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Protanomali (lemah merah). Terjadi karena sel kerucut warna
merah tidak berfungsi dengan baik, sehingga penderita kurang
sensitif atau kesulitan mengenali warna merah dan
perpaduannya.
2. Deuteranomali (lemah hijau). Terjadi karena sel kerucut warna
hijau tidak berfungsi dengan baik, sehingga penderita kurang
sensitif atau kesulitan mengenali warna merah dan
perpaduannya.
3. Tritanomali (lemah biru). Terjadi karena sel kerucut warna biru
tidak berfungsi dengan baik, sehingga penderita kurang sensitif
atau kesulitan mengenali warna merah dan perpaduannya.
b. Dikhromat (Dichromacy)
Dikhromat adalah jenis gangguan buta warna yang
disebabkan karena salah satu dari tiga sel cone tidak ada atau tidak
berfungsi. Adanya gangguan pada salah satu sel pigmen cone, akan
menyebabkan terjadinya gangguan penglihatan terhadap warna-
warna tertentu.
Gangguan buta warna dikhromat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Protanopia (buta warna merah). Protanopia terjadi karena sel
kerucut warna merah tidak ada sehingga tingkat kecerahan
warna merah atau perpaduannya menjadi berkurang.
Protanopia disebabkan karena tidak adanya photoreseptor
retina merah pada mata. Penderita protanopia tidak mampu
mengenali warna merah dan mata penderita hanya mampu
melihat panjang gelombang cahaya rendah dari 400 sampai 650
nm. Penderita buta warna protanopia akan sulit ditemukan,
karena penderita buta warna protanopia hanya ada 1% dari
seluruh penduduk dunia.
2. Deuteranopia (buta warna hijau). Deuteranopia terjadi karena
sel kerucut warna hijau tidak ada sehingga tingkat kecerahan
warna hijau atau perpaduannya menjadi berkurang.
Deuteranopia disebabkan karena tidak adanya photoreseptor
retina hijau pada mata. Penderita buta wara deuteranopia akan
kesulitan dalam membedakan warna merah dan hijau (red-
green hue discrimination).
3. Tritanopia (buta warna biru). Tritanopia terjadi karena sel
kerucut warna biru tidak ada sehingga tingkat kecerahan warna
biru atau perpaduannya menjadi berkurang. Tritanopia adalah
gangguan penglihatan warna yang disebabkan karena tidak
adanya short-wave length cone. Penderita buta warna
tritanopia akan kesulitan dalam membedakan warna biru dan
kuning.
c. Monochromat (Monochromacy)
Monochromat adalah kondisi retina mata yang mengalami
kerusakan total dalam merespon warna. Monochromat adalah
keadaan di mana mata manusia hanya memiliki satu sel pigmen
cones atau bisa juga diakibatkan tidak berfungsinya semua sel
cones. Monokromasi ditandai dengan hilangnya atau berkurangnya
semua penglihatan warna, sehingga yang terlihat hanya putih dan
hitam. Jenis buta warna ini prevalensinya sangat jarang. Gangguan
buta warna monochromat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Rod monochromacy (typical). Rod monochromacy (typical)
merupakan jenis buta warna yang sangat jarang terjadi. Nama
lainnya adalah akromatopsia. Jenis buta warna ini disebabkan
karena ketidakmampuan mata dalam membedakan warna
sebagai akibat dari tidak berfungsinya semua cones retina.
Penderita rod monochromacy tidak mampu dalam membedakan
warna sehingga penderita hanya mampu melihat hitam, putih
dan abu-abu.
2. Cone monochromacy (atypical). Cone monochromacy (atypical)
adalah tipe monochromacy yang disebabkan karena tidak
berfungsinya dua sel cones pada mata. Penderita cone
monochromacy masih bisa untuk melihat warna tertentu,
karena terdapat satu sel cones yang masih berfungsi.

-Faktor Penyebab Buta Warna


Mata memiliki sel-sel saraf khusus yang bereaksi terhadap warna
dan cahaya. Selain mendeteksi terang dan gelap, sel ini juga berfungsi
untuk mendeteksi tiga pigmen warna, yakni merah, hijau, dan biru.
Selanjutnya, otak akan menentukan persepsi warna dari apa yang
ditangkap oleh sel dalam mata tersebut.
Pada penderita buta warna, sel yang mendeteksi pigmen warna
rusak atau tidak berfungsi. Akibatnya, mata tidak dapat mendeteksi warna-
warna tertentu atau bahkan seluruh warna.
Penyebab buta warna terbagi menjadi tiga, yakni sebagai berikut:
1. Diturunkan
Pada sebagian besar kasus, buta warna diturunkan dari orang tua ke anak.
Buta warna turunan umumnya memengaruhi kedua mata. Tingkat
keparahan buta warna pada penyakit turunan bisa ringan, sedang, hingga
berat, dengan derajat keparahan yang tidak akan berubah hingga akhir
hidup penderitanya.
2. Didapatkan
Selain keturunan, faktor-faktor berikut dapat menyebabkan seseorang
terkena buta warna di kemudian hari:
• Penyakit tertentu yang bisa menurunkan kemampuan melihat
warna, seperti anemia sel sabit, diabetes, degenerasi makula,
penyakit Alzheimer, multiple sclerosis, glaukoma, penyakit
Parkinson, leukemia, atau kecanduan alkohol
• Efek samping obat, seperti digoxin, ethambutol, phenytoin,
sildenafil, dan hydroxychloroquine
• Paparan zat kimia, misalnya carbon disulfide yang digunakan dalam
industri rayon, atau styrene yang dimanfaatkan dalam industri
plastik dan karet
• Cedera mata, misalnya akibat kecelakaan atau benturan
3. Penuaan
Usia juga dapat menjadi penyebab seseorang menderita buta warna.
Seiring usia bertambah, kemampuan mata dalam menangkap cahaya dan
warna akan menurun sehingga dapat menimbulkan kesulitan dalam
membedakan warna. Kondisi ini akan lebih buruk pada seseorang yang
menderita penyakit katarak.

III. Alat yang digunakan


Buku tes Ishihara

IV. Jalannya Percobaan


1. PP memberikan intruksi kepada OP untuk menebak angka pada
buku test Ishihara yang akan diperlihatkan secara acak
halamannya oleh PP.
2. Jika angka yang ditebak oleh OP benar berarti hasilnya normal,
sebaliknya bila OP salah menebak angka maka mata PP
dinyatakan tidak normal.

V. Hasil Percobaan
Nama tester : MAHESA BELANTI
Nama testi : AMBAR NURDIAN SYAPUTRI
Tanggal test : 30 Mei 2022
Tabel respon
No. Angka Respon Benar Salah
1 57 57 √
2 97 97 √
3 15 15 √
4 16 16 √
5 73 73 √
6 2 2 √
7 6 6 √
8 5 5 √
9 7 7 √
10 3 3 √

VI. Kesimpulan
Tes buta warna dilakukan dengan melihat angka atau pola yang
terdapat dalam lembar halaman buku Ishihara. Orang yang menderita
buta warna tidak dapat melihat warna-warna seperti merah dan hijau,
sehingga orang tersebut tidak bisa melihat angka atau pola yang
menunjukkan hasil yang berbeda dari hasil sebenarnya.
Jadi, pada percobaan buta warn aini dapat disimpulkan bahwa
AMBAR NURDIAN SYAPUTRI selaku orang percobaan (OP) tidak
mengalami buta warna, karena tidak terdapat kesalahan dalam
menebak angka atau pola yang ada pada buku Ishihara.

Palembang, 30 Mei 2022

Praktikan,

MAHESA BELANTI
Daftar Pustaka

Buta Warna. (n.d.). Retrieved from alodokter: https://www.alodokter.com/buta-


warna
Riadi, M. (2020, Oktober 07). Buta Warna. Retrieved from Kajian Pustaka:
https://www.kajianpustaka.com/2020/10/buta-warna.html
LAPORAN PRAKTIKUM

BIOPSIKOLOGI

Nama Mahasiswa : MAHESA BELANTI

Nomor Mahasiswa : 2130901247

Nama Percobaan : Kontras

Nomor Percobaan :3

Nama Pelaku Percobaan : MAHESA BELANTI

Nama Orang Percobaan : AMBAR NURDIAN SYAPUTRI

Tanggal Percobaan : 30 Mei 2022

Tempat Percobaan : Laboratorium Psikologi Fakultas Psikologi UIN

Raden Fatah Palembang

I. Tujuan Penelitian
Mengetahui perbedaan sensitivitas kontras pada mata

II. Dasar Teori


Sensitivitas kontras penglihatan merupakan kemampuan mata dalam
mengidentifikasi kontras suatu benda dan latarnya, dengan kisaran
kuantitas cahaya yang berbeda yaitu cahaya terang dan gelap. Pada
pemeriksaan tajam penglihatan yang biasanya dilakukan, kontras
biasanya diatur sedemikian dengan kontras yang tinggi sehingga
mudah bagi mata untuk mengidentifikasi objek.
Sedangkan dalam kehidupan sehari-hari yang sering kita jumpai adalah
objek dengan kontras yang sedang hingga rendah. Sensitivitas kontras
memegang peranan penting dalam kemampuan penglihatan individu
misalnya dalam mendeteksi gerak, mengenali pola, lapang pandang,
adaptasi terhadap gelap hingga ketajaman penglihatan.

1) Gejala penurunan sensitivitas kontras


Sensitivitas kontras yang rendah bisa jadi merupakan gejala kondisi
mata atau penyakit tertentu seperti katarak, glaukoma atau retinopati
diabetik. Perubahan sensitivitas terhadap kontras juga dapat terjadi
setelah menjalani LASIK, PRK dan jenis bedah refraktif lainnya.
Misalnya, ada kalanya seseorang yang menjalani LASIK mungkin dapat
melihat dengan penglihatan 20/20 (6/6) setelah menjalani prosedur
tetapi mengeluhkan penglihatan malam yang lemah. Hal ini bisa jadi
disebabkan oleh menurunkan sensitivitas kontras akibat pembedahan.
Sebaliknya, 13ystem13n orang justru mengalami perbaikan sensitivitas
kontras dan penglihatan malam setelah menjalani LASIK dibandingkan
dengan penglihatan mereka saat menggunakan kacamata atau lensa
kontak sebelum menjalani prosedur. Dalam 13ystem13n besar kasus,
penderita katarak merasakan perbaikan signifikan baik dalam
ketajaman penglihatan maupun sensitivitas kontras setelah menjalani
bedah katarak.

2) Fungsi sensitivitas kontras (CSF)


Pengukuran sensitivitas kontras terperinci yang mencakup ukuran
(frekuensi spasial) dan kontras digunakan untuk menggambarkan
fungsi sensitivitas (CSF) orang tersebut. Target grating sine-wave
dengan batang-batang yang lebih tebal mewakili frekuensi spasial
rendah; target dengan batang-batang yang lebih tipis mewakili
frekuensi spasial yang lebih tinggi. Berkenaan dengan hal ini,
menentukan CSF seseorang lebih menyerupai evaluasi sensitivitas
pendengarannya, yang melibatkan penggunaan nada rendah dan nada
tinggi serta beragam variasi volume.
Fungsi sensitivitas kontras Anda pada dasarnya adalah gambaran kurva
yang menunjukkan tingkat kontras terendah yang dapat Anda deteksi
untuk masing-masing frekuensi spasial yang diuji. Secara umum, objek
dengan frekuensi spasial yang tinggi (sine-wave grating dengan batang
yang sangat tipis) harus memiliki kontras yang jauh lebih tinggi
dibandingkan objek dengan frekuensi spasial rendah (grating dengan
batang yang memiliki lebar sedang) yang akan dideteksi oleh 13ystem
penglihatan manusia.

III. Alat yang digunakan


1. Kertas karton warna hitam
2. Kertas warna-warni
3. Senter
IV. Jalannya Percobaan
1. OP menyebutkan warna-warna dari kertas warna-warni dengan
latar belakang kertas karton hitam yang akan ditunjukkan oleh PP
secara beurutan di ruangan yang terang.
2. OP menyebutkan warna-warna dari kertas warna-warni dengan
latar belakang kertas karton hitam yang akan ditunjukkan oleh PP
secara beurutan di ruangan yang gelap.
3. OP menyebutkan warna-warna dari kertas warna-warni dengan
latar belakang kertas karton hitam yang nantinya akan diberi
cahaya senter oleh PP secara beurutan di ruangan yang gelap.

V. Hasil Percobaan
Nama tester : MAHESA BELANTI
Nama testi : AMBAR NURDIAN SYAPUTRI
Tanggal test : 30 Mei 2022

Tabel Kontras
No. Warna asal Ruang Terang Ruang Gelap Ruang Gelap
dengan Senter
1 Hijau Hijau muda Hijau neon Hijau daun
2 Kuning Kuning Gelap Putih Kuning
keemasan
3 Merah Merah gelap Hitam Merah
4 Biru Biru muda Biru laut Biru Toska
5 Pink Pink kemerah- Merah Merah darah
merahan maroon

VI. Kesimpulan
Bahwa Pemeriksaan sensitivitas kontras dapat dilakukan dalam praktik
sehari-hari baik menggunakan kartu kisi-kisi atau kartu optotip.
Gangguan sensitivitas kontras perlu mendapat tata cara pelaksanaan
yang sesuai dengan penyebabnya serta dilakukan rehabilitasi
penglihatan baik dengan modifikasi warna dan kontras lingkungan
maupun menggunakan alat bantu penglihatan.

Palembang, 30 Mei 2022

Praktikan,

MAHESA BELANTI
Daftar Pustaka

Gunawan, L. M. (n.d.). Tajam Penglihatan dan Sensitivitas Kontras. Retrieved from


https://perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/04/Tajam-
Penglihatan-dan-Sensitivitas-Kontras.Liani-Mulasari-Gunawan.pdf

Tes Mata. (2021, Juni 15). Retrieved from https://www.allaboutvision.com/id-id/tes-


mata/tes-sensitivitas-
kontras/#:~:text=Sensitivitas%20kontras%20adalah%20ukuran%20yang,latar%2
0belakangnya%20sering%20kali%20menurun.
LAPORAN PRAKTIKUM

BIOPSIKOLOGI

Nama Mahasiswa : MAHESA BELANTI

Nomor Mahasiswa : 2130901247

Nama Percobaan : Respon Indera Pendengaran

Nomor Percobaan :4

Nama Pelaku Percobaan : MAHESA BELANTI

Nama Orang Percobaan : AMBAR NURDIAN SYAPUTRI

Tanggal Percobaan : 30 Mei 2022

Tempat Percobaan : Laboratorium Psikologi Fakultas Psikologi UIN

Raden Fatah Palembang

I. Tujuan Penelitian
Mengetahui respon dari indera pendengaran

II. Dasar Teori


A. STRUKTUR ANATOMI TELINGA
Secara anatomis, telinga manusia dapat diklasifikasikan menjadi
tiga bagian, yaitu:
1. Telinga bagian luar Telinga bagian luar terdiri dari aurikula
(pinna, daun telinga) dan meatus auditorius eksternus (meatus
akustikus eksternus, liang telinga). Aurikula terdiri dari kartilago
elastin (tulang rawan) yang ditutupi kulit. Aurikula dapat digerakkan
sedikit oleh tiga otot kecil yang berjalan menuju aurikula dari
aponeurosis cranial dan tengkorak. Sedangkan meatus auditorius
eksternus adalah saluran dari daun telinga menuju membrana
timpani, yang panjangnya sekitar 2,5 cm dan terdiri dari tulang
rawan dan tulang keras. Sepertiga luar tersusun oleh tulang rawan,
yang bersambungan dengan daun telinga, disebut dengan pars
kartilaginosa. Dua pertiga bagian dalam tersusun oleh tulang,
disebut dengan pars osseus. Pars osseus sedikit lebih sempit dari
pada pars kartilaginosa. Meatus dan permukaan luar membran
timpani dilapisi oleh kulit. Di dalam jaringan sub kutan pars
kartilaginosa, terdapat kelenjar seruminosa yang menghasilkan
serumen.
2. Telinga bagian tengah
Telinga bagian tengah adalah rongga kecil agak memanjang di
dalam pars petrosa os temporal. Di dalam telinga tengah (cavum
timpani) terdapat bagian-bagian:
- Membrana timpani (gendang telinga) yang membatasi antara
telinga luar dan telinga tengah. Membran ini merupakan membrane
translussen abu-abu seperti mutiara yang tersusun oblik dan
melintasi ujung dalam meatus auditorius eksternus, dengan
permukaan luarnya menghadap ke bawah, ke depan dan keluar.
Membran ini tersusun atas jaringan ikat, pada permukaan luar
ditutupi oleh epitel yang bersambungan dengan epitel meatus
auditorius eksternus dan sisi dalam yang bersambungan dengan
epitel seluruh telinga tengah. Bagian atas (pars flaccid, membrana
shrapnel) agak flaksid.
- Ossikel adalah tiga tulang kecil yang menempati sebagian besar
rongga, terlentang melintasi rongga dari membrane timpani pada
dinding lateral ke fenestrum ovale pada dinding medial. Tiga tulang
pendengaran ini adalah maleus, inkus dan stapes.
-Tuba auditiva eustachii (tuba faringo-tympanicum) adalah saluran
tulang dan tulang rawan yang menghubungkan nasofaring dengan
telinga tengah dan memungkinkan udara lewat dari nasofaring ke
telinga bagian tengah. Saluran ini panjangnya kira-kira 3,7 cm
berjalan miring ke bawah agak depan, dan dilapisi oleh lapisan
mukosa. Saluran ini bermuara ke dalam dinding anterior telinga
tengah.
3. Telinga bagian dalam Telinga dalam terletak di dalam pars
petrosus os temporale dan terdiri atas organ pendengaran dan
organ keseimbangan. Struktur telinga dalam terdiri atas labirintus
osseus dan labirintus membranosus.
1. Labirintus osseus merupakan serangkaian saluran bawah
dikelilingi oleh cairan yang disebut perilimfe. Bagian ini terdiri dari:
a. Vestibulum, Yaitu ruangan kecil yang berhubungan dengan
koklea pada sisi anterior, dengan telinga tengah pada sisi lateral
melalui fenestra ovale dan fenestra rotundum, dan dengan kanalis
semisirkularis pada sisi posterior.
b. Koklea, yang berbentuk seperti rumah siput. Bagian dalam tulang
koklea, tabung membranosa berjalan dari dasar apeks dan ke arah
bawah kembali. Tabung yang mengarah ke atas dimulai dari
fenestra rotundum dan disebut skala vestibuli. Sedangkan tabung
yang mengarah ke bawah disebut skala timpani dan berakhir pada
fenestra rotundum. Diantara dua skala tersebut adalah skala media
yang merupakan tabung berisi endolimf. Di dalam koklea terdapat
organ korti yaitu struktur yang berjalan secara spiral kearah atas
pada koklea, dan dalam perjalanannya disokong oleh pilar sentralis
yang melekat pada membrana basalis.
c. Kanalis semisirkularis, merupakan saluran setengah lingkaran
yang terdiri dari tiga saluran, yang satu dengan lainnya membentuk
sudut 90 derajat, yaitu kanalis semisirkularis superior, kanalis
semisirkularis posterior, dan kanalis semisirkularis lateralis.
2. Labirintus membranosus, terdiri dari:
a. Utrikulus, berbentuk seperti kantong lonjong dan agak gepeng,
terpaut pada tempatnya oleh jaringan ikat, di sini terdapat saraf
(nervus akustikus) pada bagian depan, dan sampingnya ada daerah
yang lonjong disebut macula akustika. Pada dinding belakang
utrikulus, ada muara dari duktus semisirkularis dan pada dinding
depannya ada tabung halus disebut utrikulosa sirkularis, saluran
yang menghubungkan utrikulus dan sakulus.
b. Sakulus, berbentuk agak lonjong lebih kecil dari utrikulus,
terletak pada bagian depan dan bawah dari vestibulum dan terpaut
erat oleh jaringan ikat, dimana terdapat nervus akustikus. Pada
bagian depan sakulus ditemukan serabutserabut halus cabang
nervus akustikus berakhir pada macula akustika sakuli. Pada
permukaan bawah sakulus ada ductus reunien yang
menghubungkan sakulus dengan ductus koklearis, dibagian sudut
sakulus ada saluran halus, disebut ductus endolimfatikus yang
berjalan melalui aquaduktus vetibularis menuju permukaan bagian
bawah tulang temporalis berakhir sebagai kantong buntu yang
disebut sakus endolimfatikus, yang terletak tepat di lapisan otak
durameter.
c. Duktus semisirkularis, terdiri dari tiga tabung selaput
semisirkularis yang berjalan dalam kanalis semisirkularis (superior,
posterior dan lateralis). Bagian duktus yang melebar disebut
ampula selaput. Setiap ampula mengandung satu celah sulkus
ampularis yang merupakan tempat masuknya cabang ampula
nervus akustikus, sebelah dalam ada Krista ampularis yang terlihat
menonjol ke dalam yang menerima ujung-ujung saraf. d. Duktus
koklearis, merupakan saluran yang bentuknya agak segitiga seolah-
olah membuat batas pada koklea timpani, atap duktus koklearis
terdapat membrane vestibularis, pada alasnya terdapat membrane
basilaris. Duktus koklearis mulai dari kantong buntu dan berakhir
tepat diseberang kanalis lamina spiralis pada kantong buntu.
B. GELOMBANG SUARA
Suara adalah hasil dari pergerakan atau vibrasi (getaran) suatu
benda. Jika sesuatu bergerak, molekul udara didepannya akan
terdorong. Molekul-molekul itu mendorong molekul lain dan
kemudian kembali pada posisi awal. Dengan cara ini gelombang
perubahan tekanan ditransmisikan melalui udara.
Mendengar adalah kemampuan untuk mendeteksi tekanan vibrasi
udara tertentu dan menginterpretasikannya sebagai bunyi. Telinga
akan mengkonversi energi gelombang tekanan menjadi impuls
saraf, dan korteks cerebri mengkonversi impuls ini menjadi bunyi.
Bunyi memiliki frekuensi, amplitudo, dan bentuk gelombang.
Frekuensi gelombang bunyi adalah kecepatan osilasi gelombang
udara per unit waktu. Telinga manusia dapat menangkap frekuensi
yang bervariasi dari sekitar 20 sampai 16000 Hertz (Hz). Satu Hertz
adalah satu siklus per detik. Bunyi yang berfrekuensi rendah
memiliki nada rendah. Sedangkan bunyi yang berfrekuensi tinggi
memiliki nada tinggi. Suara manusia berkisar antara 65 Hz sampai
1000 Hz.
Amplitudo adalah ukuran energi atau intensitas fluktuasi tekanan.
Gelombang bunyi dengan amplitudo yang berbeda diinterpretasikan
sebagai perbedaan dalam kekerasan. Intensitas suara bisa
dinyatakan dalam decibel (dB). Bunyi di atas 120 dB akan
menyebabkan nyeri pada telinga, dan pemaparan dalam jangka
panjang menyebabkan kerusakan telinga dan menyebabkan
ketulian.

III. Alat yang digunakan


1. Garputala
2. Besi

IV. Jalannya Percobaan


1. PP akan memegang bagian bawah garputala, lalu bagian atas
garputala diketukkan ke besi. Setelah di ketukkan ke besi,
garputala di arahkan ke atas kepala OP sampai gelombang
atau getaran bunyinya hilang.
2. PP akan memegang bagian bawah garputala, lalu bagian atas
garputala diketukkan ke besi. Setelahnya diletakkan di atas
kepala OP yang sedang menutup telinga kanannya sampai
gelombang atau getaran bunyi menghilang.
3. PP akan memegang bagian bawah garputala, lalu bagian atas
garputala tersebut diketukkan ke besi. Setelah di ketukkan ke
besi, letakkan garputala ke atas kepala kemudian ke arah
belakang telinga (tidak menempel telinga) atau daun telinga OP
sampai gelombang atau getaran bunyi menghilang.
V. Hasil Percobaan
Nama tester : MAHESA BELANTI
Nama testi : AMBAR NURDIAN SYAPUTRI
Tanggal test : 30 Mei 2022

Respon OP
1. Di atas kepala : mendengar suara dengungan atau merasakan
gelombang suara
2. Garputala di atas kepala dan menutup telinga : Mendengar suara
3. Garputala di daun telinga dan menutup telinga : Mendengar suara
berdengung yang menggema/bergelombang

VI. Kesimpulan
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan
kompleks (pendengaran dan keseimbangan). Indera pendengaran
berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan
normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi
dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan
mendengar.
Dari percobaan tersebut dapat disimpulka bahwa OP masih memiliki
ketajaman pendengaran yang cukup baik dengan masih dapat
mendengar gelombang suara meskipun dalam keadaan telinga yang
ditutup, ketajam telinga itu berbeda dan sangat di pengaruhi oleh
kebisingan.

Palembang, 30 Mei 2022

Praktikan,

MAHESA BELANTI
Daftar Pustaka

Kuliah Psikologi FAAL, BAB V Fungsi Indera Pendengaran. (n.d.). Retrieved from
http://digilib.uinsby.ac.id/15869/8/Bab%205.pdf

Proses pendengaran pada telinga manusia. (n.d.). Retrieved from alodokter.com.


LAPORAN PRAKTIKUM

BIOPSIKOLOGI

Nama Mahasiswa : MAHESA BELANTI

Nomor Mahasiswa : 2130901247

Nama Percobaan : Perasaan terhadap indera peraba yaitu kulit

Nomor Percobaan :5

Nama Pelaku Percobaan : MAHESA BELANTI

Nama Orang Percobaan : AMBAR NURDIAN SYAPUTRI

Tanggal Percobaan : 30 Mei 2022

Tempat Percobaan : Laboratorium Psikologi Fakultas Psikologi UIN

Raden Fatah Palembang

I. Tujuan Penelitian
Mengetahui bagaimana perasaan kulit atau indera peraba

II. Dasar Teori


Kulit merupakan indra peraba yang mempunyai reseptor khusus untuk
sentuhan, panas, dingin, sakit, dan tekanan.
A. Susunan Kulit.
Kulit terdiri dari lapisan luar yang disebut epidermis dan lapisan dalam
atau lapisan dermis. Pada epidermis tidak terdapat pembuluh darah dan
sel saraf. Epidermis tersusun atas empat lapis sel. Dari bagian dalam
ke bagian luar, pertama adalah stratum germinativum berfungsi
membentuk lapisan di sebelah atasnya. Kedua, yaitu di sebelah luar
lapisan germinativum terdapat stratum granulosum yang berisi sedikit
keratin yang menyebabkan kulit menjadi keras dan kering. Selain itu
sel-sel dari lapisan granulosum umumnya menghasilkan pigmen hitam
(melanin). Kandungan melanin menentukan derajat warna kulit,
kehitaman, atau kecoklatan. Lapisan ketiga merupakan lapisan yang
transparan disebut stratum lusidum dan lapisan keempat (lapisan
terluar) adalah lapisan tanduk disebut stratum korneum. Penyusun
utama dari bagian dermis adalah jaringan penyokong yang terdiri dari
serat yang berwarna putih dan serat yang berwarna kuning. Serat
kuning bersifat elastis/lentur, sehingga kulit dapat mengembang.
Stratum germinativu mengadakan pertumbuhan ke daerah dermis
membentuk kelenjar keringat dan
akar rambut. Akar rambut berhubungan dengan pembuluh darah yang
membawakan makanan dan oksigen, selain itu juga berhubungan
dengan serabut saraf. Pada setiap pangkal akar rambut melekat otot
penggerak rambut. Pada waktu dingin atau merasa takut, otot rambut
mengerut dan rambut menjadi tegak. Di sebelah dalam dermis terdapat
timbunan lemak yang berfungsi sebagai bantalan untuk melindungi
bagian dalam
tubuh dari kerusakan mekanik.
B. Fungsi Kulit.
Kulit berfungsi sebagai alat pelindung bagian dalam, misalnya otot
dan tulang; sebagai alat peraba dengan dilengkapi bermacam
reseptor yang peka terhadap berbagai rangsangan; sebagai alat
ekskresi; serta pengatur suhu tubuh. Sehubungan denga fungsinya
sebagai alat peraba, kulit dilengkapi dengan reseptor-reseptor
khusus. Reseptor untuk rasa sakit ujungnya menjorok masuk ke
daerah epidermis. Reseptor untuk tekanan, ujungnya berada di
dermis yang jauh dari epidermis. Reseptor untuk rangsang
sentuhan dan panas, ujung reseptornya terletak di dekat epidermis.
Indra peraba merupakan indera yang sederhana, umumnya
tersebar pada kulit mamalia dan sedikit sekali pada vertebrata
rendah. Kepekaan peraba pada manusia sangat besar, terutama di
ujung jari dan bibir.
Klasifikasi reseptor antara lain:
Berdasarkan tipe energi khusus atau kepekaan terhadap modalitas
tertentu:
1. Termoreseptor (peka terhadap perubahan suhu).
2. Mekanoreseptor (peka terhadap sentuhan dan tekanan).
3. Kemoreseptor (peka terhadap perubahan kimiawi).
4. Osmoreseptor (peka terhadap perubahan tekanan osmotik).
Berdasarkan sumber rangsangan:
1. Ekteroreseptor, terletak pada permukaan tubuh dan berespons
terhadap rangsangan eksterna atau luar.
2. Proprioreseptor, berespons terhadap perubahan posisi dan
pergerakan terutama berhubungan dengan system
muskuloskeletal.
3. Interoreseptor, terletak pada visera/ alat dalam dan pembuluh
darah.
Berdasarkan morfologi:
1. Badan terakhir yang bebas/ terbuka (tanpa kapsul) yang tak
berhubungan dengan tipe sel lainnya.
2. Badan akhir yang berkapsul (korpuskular) yang mengandung
unsur bukan saraf di samping saraf badan akhir saraf.
Reseptor-reseptor yang terletak di alat indera peraba antara lain:
a. Ujung Saraf Bebas:
Serat saraf sensorik aferen berakhir sebagai ujung akhir saraf
bebas pada banyak jaringan tubuh dan merupakan reseptor
sensorik utama dalam kulit. Serat akhir saraf bebas ini
merupakan serat saraf yang tak bermielin, atau serat saraf
bermielin berdiameter kecil, yang semua telah kehilangan
pembungkusnya sebelum berakhir, dilanjutkan serat saraf
terbuka yang berjalan di antara sel epidermis. Sebuah serat
saraf seringkali bercabang-cabang banyak dan mungkin
berjalan ke permukaan, sehingga hampir mencapai stratum
korneum. Serat yang berbeda mungkin menerima perasaan
raba, nyeri dan suhu. Sehubungan dengan folikel rambut,
banyak cabang serat saraf yang berjalan longitudinal dan
melingkari folikel rambut dalam dermis.
Beberapa saraf berhubungan dengan jaringan epitel khusus.
Pada epidermis berhubungan dengan sel folikel rambut dan
mukosa oral, akhir saraf membentuk badan akhir seperti
lempengan (diskus atau korpuskel merkel). Badan ini
merupakan sel yang berwarna gelap dengan banyak juluran
sitoplasma. Seperti mekanoreseptor badan ini mendeteksi
pergerakan antara keratinosit dan kemungkinan juga Gerakan
epidermis sehubungan dengan jaringan ikat di bawahnya. Telah
dibuktikan bahwa beberapa diskus merkel merespon
rangsangan getaran dan juga resepor terhadap dingin.
b. Korpuskulus Peraba (Meissner):
Korpuskulus peraba (Meissner) terletak pada papila dermis,
khususnya pada ujung jari, bibir, putting dan genetalia.
Bentuknya silindris, sumbu panjangnya tagak lurus permukaan
kulit dan berukuran sekitar 80 mikron dan lebarnya sekitar 40
mikron. Sebuah kapsul jaringan ikat tipis menyatu dengan
perinerium saraf yang menyuplai setiap korpuskel. Pada bagian
tengah korpuskel terdapat setumpuk sel gepeng yang tersusun
transversal. Beberapa sel saraf menyuplai setiap korpuskel dan
serat saraf ini mempunyai banyak cabang mulai dari yang
mengandung mielin maupun yang tak mangandung mielin.
Korpuskulus ini peka terhadap sentuhan dan memungkinkan
diskriminasi/ pembedaan dua titik (mampu membedakan
rangsang dua titik yang letaknya berdekatan).
c.Korpuskulus Berlamel (Vater Pacini):
Korpuskulus berlamel (vater pacini) ditemukan di jaringan
subkutan pada telapak tangan, telapak kaki, jari, puting,
periosteum, mesenterium, tendo, ligamen dan genetalia
eksterna. Bentuknya bundar atau lonjong, dan besar (panjang
2 mm, dan diameter 0,5 – 1 mm). Bentuk yang paling besar
dapat dilihat dengan mata telanjang, karena bentuknya mirip
bawang. Setiap korpuskulus disuplai oleh sebuah serat
bermielin yang besar dan juga telah kehilangan sarung sel
schwannya pada tepi korpuskulus. Akson saraf banyak
mengandung mitokondria. Akson ini dikelilingi oleh 60 lamela
yang tersusun rapat (terdiri dari sel gepeng). Sel gepeng ini
tersusun bilateral dengan dua alur longitudinal pada sisinya.
Korpuskulus ini berfungsi untuk menerima rangsangan tekanan
yang dalam.
d. Korpuskulus Gelembung (Krause):
Korpuskulus gelembung (krause) ditemukan di daerah
mukokutis (bibir dan genetalia eksterna),pada dermis dan
berhubungan dengan rambut. Korpuskel ini berbentuk bundar
(sferis) dengan diameter sekitar 50 mikron. Mempunyai sebuah
kapsula tebal yang menyatu dengan endoneurium. Di dalam
korpuskulus, serat bermielin kehilangan mielin dan cabangnya
tetapi tetap diselubungi dengan sel schwan. Seratnya mungkin
bercabang atau berjalan spiral dan berakhir sebagai akhir saraf
yang menggelembung sebagai gada. Korpuskel ini jumlahnya
semakin berkurang dengan bertambahnya usia. Korpuskel ini
berguna sebagai mekanoreseptor yang peka terhadap dingin.
e. Korpuskulus Ruffini:
Korpuskulus ini ditemukan pada jaringan ikat termasuk dermis
dan kapsula sendi. Mempunyai sebuah kapsula jaringan ikat
tipis yang mengandung ujung akhir saraf yang
menggelembung. Korpuskulus ini merupakan mekanoreseptor,
karena mirip dengan organ tendo golgi. Korpuskulus ini terdiri
dari berkas kecil serat tendo (fasikuli intrafusal) yang
terbungkus dalamkapsula berlamela. Akhir saraf tak bermielin
yang bebas, bercabang disekitar berkas tendonya. Korpuskulus
ini terangsang oleh regangan atau kontraksi otot yang
bersangkutan juga untuk menerima rangsangan panas.
f. Spindel Neuromuskular.
III. Alat yang digunakan
1. Kertas HVS
2. Karton
3. Amplas

IV. Jalannya Percobaan


OP akan menebak dengan meraba kertas HVS/Karton/Amplas dengan
mata tertutup, yang nantinya akan secara berurutan diberikan oleh
PP.

V. Hasil Percobaan
Nama tester : MAHESA BELANTI
Nama testi : AMBAR NURDIAN SYAPUTRI
Tanggal test : 30 Mei 2022

Tabel respon
No. Nama Benda Benar Salah
1 Kertas HVS √
2 Karton √
3 Amplas √

VI. Kesimpulan
Kulit merupakan indra peraba yang mempunyai reseptor khusus untuk
sentuhan, panas, dingin, sakit, dan tekanan. Kulit terdiri dari lapisan
luar yang disebut epidermis dan lapisan dalam atau lapisan dermis.
Pada epidermis tidak terdapat pembuluh darah dan sel saraf. Epidermis
tersusun atas empat lapis sel. Kulit terdiri dari:
a) Epidermis yaitu bagian terluar.
b) Dermis yaitu kelenjar dan saluran keringat bulbus rambut, polikel
rambut, dan akar rambut, kelenjar sebaeus.
c) Subtacaneous yaitu pembuluh darah syaraf cutaneous dan jaringan
otot.

Palembang, 30 Mei 2022

Praktikan,

MAHESA BELANTI
Daftar Pustaka

NN. (2000). Indera Peraba. Dalam http://free.vlsm.org/. diakses pada tanggal 3 Juni
2022 pukul 21.34

Anda mungkin juga menyukai