Anda di halaman 1dari 4

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA

INDRA PENGLIHATAN

Dosen Pengampu :
Sri Rahayu, M.Biomed
Drs. Refirman DJ, M.Biomed
Dr. Rusdi, M.Biomed

Disusun oleh :

Kelompok 12

Hossiana Ekklesia Siahaan 1304619046

Muhammad Zaki Ananda 1304619032

Naurah Aprida 1304619048

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2021

INDRA PENGLIHATAN
A. Tujuan Pembahasan
Dalam praktikum indra penglihatan, mahasiswa diharapakan mampu:
1. Mengetahui cara memeriksa refleks pupil pada mata.
2. Menganalisis refleks yang terjadi padsa pupil mata.
3. Mengetahui cara melakukan pemeriksaan buta warna.
4. Menganalisis hasil pemeriksaan buta warna.

B. Tinjauan Pustaka
Mata adalah organ indra kompleks yang mampu memvisualisasikan lingkungan
dengan menerima dan memproses energi cahaya yang memasuki mata. Cahaya
berinteraksi dengan struktur dan saraf mata untuk membentuk gambar, Penyesuaian
antara otot mata, badan siliaris, dan iris mata yang dirangsang oleh beberapa saraf dikenal
sebagai refeks pupil.Refleks pupil akan menyempitkan pupil sebagai respons terhadap
cahaya, dan penyempitan pupil terjadi melalalui persarafan otot sfingter iris.

Diameter pupil biasanya 2-5 mm dan perdekaan penuaan terjadi penurunan 0.3
mm pada pupil standar yang dikaitkan dengan kekakuan iris. Untuk dapat melihat benda
dengan jelas, refleks pupil menjalankan fungsinya mengatur sinar masuk ke dalam bola
mata agar dapat diterima retina dalam jumlah yang cukup. Banyaknya cahaya yang
masuk ke mare melalui pupil sebnading dengan luas pupil. Kuantitas cahaya yang masuk
ke mata dapat berubah hingga 30 kali lipat sevagai akibat perubahan bukaan pupil.
Refleks pupil dibagi menjadi beberapa jenis yaitu, refleks konsensual, refleks cahaya, dan
refleks pupil mata akibat akomidasi.

a. Refleks konsensual
Refleks konsensual atau refleks cahaya tak langsung terjadi ketika terjadi
penyinaraan terhadap pupil sesisi akan menimbulkan miosis pada pupil kedua
sisi. Miosisi pada pupil yang tidak disinari terjadi karena adanya pupil yang
disinari dikenal sebagai reaksi pupil konsesnsi.

b. Refleks cahaya
Refleks cahaya pada pupil adalah refleks yang mengatur diameter pupil,
sebagai tanggapan terhadap intensitas cahaya yang jatuh pada retina mata.
Intensitas cahaya yang lebih besar menyebabkan pupil mengecil untuk
mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke dalam mata dan begitu juga
sebaliknya ketika intensitas cahaya lebih rendah menyebabkan pupil
membesar unutk meningkatkan jumlah cahaya yang diterima mata. Refleks
cahaya pupil mengatur intensitas cahaya yang memasuki mata. Cahaya
diteruskan memalui nervus optikus, nucleus genikulatum lateral, nucleus
Edinger-Westphal dari N III dna ganglion silaris.

c. Refleks pupil akibat akomodasi


Konvergensi terjadi dalam korteks dan diteruskan ke pupil melalui nucleus
genikulatum lateral tidak terlibat, maka:
 Jika refleks cahaya langsung negative dan refleks konvergen positif,
menunjukkan adanya lesi local pada batang otak atau ganglion siliaris,
kemungkinan akibat degenerasi ganglion siliaris, misalnya pupil
Argyll-Robertson pada penderita sifilis.
 Jika refleks langsung positif, menunjukkan adanya lesi korteks serebri,
misalnya kebutaan kortikal.
Refleks pupil diukur berdasarkan gradien 0 hingga 4+ berdasarkan besarnya dan
kecepatan respon cahaya. Dewasa normal dan sehat diharapkan memiiliki respon 4+ yang
menandakan respon yang cepat dan besar. Nilai 3+ menunjukkan respon yang sedang, 2+
menandakan respon yang kecil dan lambat, 1+ menunjukkan respon kecil, dan 0
menunjukkan pupil tidak responsif. Bila melakukan pemeriksaan maka refleks pupil
ditandai dengan PERRL (pupils are equal, round, and reactive to light), menandakan
pupil sama, buat, dan responsive terhadap cahaya atau PEARL (pupils equal and racting
to light), menandakan pupil sama dan bereaksi terhadap cahaya.
Pupil dapat mengalami gangguan. Lesi pada jarak refleks pupil secara garis besar
diklasifikasikan menjadi defek aferen dan defek eferen. Defek aferen seringkali tidak
lengkap, yaitu satu mata yang terkena cahaya dapat merespons secara langsung terhadap
cahaya, tetapi tidak demikian dengan mata lainnya. Defek pupil aferen relative
merupakan tanda penting neuritis optic. Paling baik terlihat dengan menggubnakan tes
swinging torch atau cahaya berayun, yaitu penyinaran cahaya diberikan secara berulang
pada mata yang terkena bergantian dengan mata yang sehat. Ketika cahaya mengenai
mata yang sehat, maka kedua pupil berkontraksi, dan ketika cahaya mengenai mata yang
terkena maka terjadi dilatasi kedua pupil. Hal ini disebabkan oleh refleks cahaya
langsung yang lemah pada mata yang sakit akan lebih diimbangi oelh penghentian
stimulus dari mata normal yang akan menyebabkan dilatasi konstektual.
Terdapat dua sindrom pupil ysng sering dikenal, yaitu:
 Pupil Argyll Robertson, sebuah tanda dari neurosifilis yang sudah jarang
ditemukan. Pupil irregular, dengan respon akomodasi yang masih baik, tetapi
refleks cahaya menurun atau tidak ada.
 Pupil miotonik, pupil yang terganggu berdilatasi. Refleks cahaya terganggi, tetapi
berkontraksi sangat lambat pada penglihatan dekat. Refleks akomodasi untuk
penglihatan dekat dapat menjadi tonik dan menunjukkan perlambatan redilatasi.

Salah satu kelainan dari yang terjadi pada indra penglihatan ialah buta warna.
Buta warna adalah kelemahan atau ketidakmampuan mengenal warna tertentu.
Kelemahan mengenal warna disebut dengan anomali, sedangkan istilah yang menyatakan
ketidakmampuan mengenal warna diakhiri dengan kata anopia. Kata awalan prot–
menyatakan bahwa mata seseorang mengalami kelemahan atau ketidakmampuan untuk
mengenal warna merah, sedangkan dueter untuk warna hijau dan istilah trit- untuk warna
kuning. Kelainan penglihatan warna terdapat pada penduduk umum kira-kira 8% dari
laki-laki dan 0,4% dari perempuan.

Penglihatan warna pada manusia diduga merupakan hasil kerja dari 3 jenis sel
kerucut, dimana masing-masing jenis mengandung zat peka cahaya yang berbeda dan
mempunyai kepekaan maksimum terhadap salah satu dari tiga warna dasar yaitu biru,
hijau, dan merah. 3 jenis kerucut yang ada masing-masing menyerap maksimum cahaya
dari bagian biru, hijau, dan kuning spektrum dimana sel kerucut dengan kepekaan
maksimum untuk bagian kuning spektrum ternyata juga cukup peka terhadap cahaya
merah. Orang mempunyai sistem 3 sel kerucut tetapi salah satunya mungkin lemah,
sehingga mengalami protanomali, deuteranomali, dan tritanomali disebut trikromat.
Dikromat adalah orang yang mmepunyai sistem 2 sel kerucut dapat menderita protanopia
dan tritanopia. Sedangkan orang dengan monokromat hanya memiliki sistem 1 sel
kerucut, sehingga henya daapt melihat warna hitam dan putih serta bayangan kelabu.
Untuk mengetahui adanya buta warna diperlukan pemeriksaan buta warna.

Salah satu pemeriksaan yang paling sering dilakukan adalah dengan


menggunakan buku pemeriksaan warna oleh Ishihara-Stilling. uku ini berisi gambar-
gambar pseudoisokromatik yang memiliki bentuk-bentuk yanBg terdiri dari bercak-
bercak warna di atas dasar yang terdiri dari bercak-bercak yang bentuknya mirip. Bentuk-
bentuk tersebut sengaja dibuat dari warna-warna yang akan tampak sama dengan
dasarnya bagi orang yang buta warna.

Daftar Pustaka
Barett, Kim., et al. (2012). Ganong’s review of medical physiology 24th Edition. New York:
McGraw-Hil Companies; alih bahasa, Brahm U. (2014). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran
Ganong Edisi 24. Jakarta: EGC.
Ganong, W.F. (2003). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Guyton, A.C., dan Hall, J.E. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Sherwood, Lauralee. (2016). Human physiology: from cells to systems (Ninth edition).
Belmont, CA: Brooks/Cole, Cengage Learning

Anda mungkin juga menyukai