PROFESIONALISME DOKTER
1
Disusun Oleh :
(19710129)
Pembimbing :
dr. Meivy Isnoviana, SH., MH
KEPANITRAAN KLINIK
SMF ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2021
2
HALAMAN PENGESAHAN
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nya, penulis mendapat kemudahan untuk menyelesaikan referat yang berjudul “Profesionalisme
Dokter Hubungan Dokter Dengan Pasien Dan Dokter Dengan Paramedis”. Penyusunan referat
ini diajukan untuk memenuhi tugas pada SMF Etika Hukum Kedokteran dan Aspek Medikolegal
dalam menempuh pendidikan profesi dokter serta dimaksudkan untuk menambah wawasan bagi
penulis.
Dalam pembuatan referat ini, penulis mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
2. dr. Meivy Isnoviana, S.H., M.H selaku pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu
untuk memberikan bimbingan, serta arahannya dalam penyusunan referat ini.
Dalam penulisan referat ini penulis sadar bahwa masih banyak terdapat kekurangan dan
jauh dari sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan semoga referat ini dapat bermanfaat
untuk pembaca dan semua orang.
Penulis
2
DAFTAR ISI
COVER.......................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN........................................................................... 1
KATA PENGANTAR................................................................................... 2
DAFTAR ISI............................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 5
BAB III PEMBAHASAN........................................................................... 16
3.1 Kasus I..................................................................................... 16
3.2 Analisa Kasus I........................................................................ 17
3.3 Kasus II.................................................................................... 17
3.4 Analisa Kasus II...................................................................... 18
BAB IV KESIMPULAN............................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................21
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
serta dapat dijadikan acuan praktis dalam menyelesaikan problem
etika.
6
5. Membutuhkan suatu kegiatan intelektual yang tinggi.
6. Adanya organisasi yang dapat meningkatkan standar pelayanan,
disiplin diri dalam profesi, serta kesejahteraan anggotanya.
7. Memberikan kesempatan untuk kemajuan, spesialisasi dan
kemandirian.
8. Memandang profesi sebagai suatu karier hidup (a live career) dan
menjadi seorang anggota permanen.
7
administrasi dan kebijakan kesehatan,tenaga biostatistik dan
kependudukan, serta tenaga kesehatanreproduksi dan keluarga.
g. Jenis tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenagakesehatan
lingkungan yang terdiri atas tenaga sanitasi lingkungan,entimolog
kesehatan dan mikrobiolog kesehatan.
h. Jenis tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga giziyang
terdiri atas nutrisionis dan dietisien.
i. Jenis tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga keterapian
fisik yang terdiri atas fisioterapis, okupasi terapis,terapis wicara dan
akupuntur.
j. Jenis tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga keteknisan
medis yang terdiri atas perekam medis dan informasi kesehatan, teknik
kardiovaskuler, teknisi pelayanan darah,refraksionis optisien/optometris,
teknisi gigi, piñata anestesi,terapis gigi dan mulut, dan audiolologis.
k. Jenis tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga teknik
biomedika terdiri atas radiographer, elektromedis, ahli teknologi
laboratorium medic, fisikawan medic, radioterapis, dan ortotik prostetik.
l. Jenis tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenagamkesehatan
tradisional terdiri atas tenaga kesehatan tradisionalmramuan dan tenaga
kesehatan tradisional keterampilan.
m. Tenaga kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri.1
8
3. Kewajiban terhadap tim atau rekan sejawat
4. Kewajiban yang berkaitan dengan masyarakat
5. Kewajiban terhadap profesi itu sendiri
9
Dilihat dari bawah ke atas bahwa clinical competence (kompetensi klinis),
communication skills (kemampuan berkomunikasi), dan ethical and legal
understanding (pemahaman hukum dan etik) menjadi sebuah dasar
profesionalisme. Sedangkan excellence (keunggulan), humanism
(humanisme), accountability (akuntabilitas), dan altruism (altruisme)
merupakan tonggak profesionalisme. Dari beberapa definisi diatas, maka
dapat disimpulkan bahwa profesionalisme merupakan suatu penentu kualitas
hubungan dokter yang digambarkan melalaui seperangkat perilaku dan sangat
bergantung dengan kepercayaan. Hubungan ini tidak terbatas pada dokter dan
pasien sebagai individu, tetapi juga hubungan dokter sebagai sebuah
kelompok profesi dengan dengan masyarakat luas.3
Kontrak sosial sejatinya tidak tertulis, akan tetapi ada beberapa kontrak
sosial tertulis tergantung negara tempat profesi itu bernaung. Kontrak sosial
tertulis dapat ditemukan dalam hukum dan peraturan pemerintah mengenai
kedokteran, perundang-undangan mengenai sistem pelayanan kesehatan,
keputusan hukum yang ditemukan dalam yurisprudensi, serta kode etik yang
ditetapkan oleh profesi itu sendiri.1
10
Gambar 2.2 menunjukkan skema kontrak sosial kedokteran dengan
masyarakat. Profesi kedokteran (medical profession) terdiri atas dokter
(individual physicians), organisasi profesi, dan institusi (medicine’s
institutions). Masyarakat (society) terdiri atas pasien dan publik umum
(general public), serta pemerintahan yang dibentuk oleh politisi (politicians)
dan pegawai sipil (civil servants). Pengaruh eksternal yang dapat
mempengaruhi kontrak ini sistem pelayanan kesehatan, kerangka peraturan,
serta media. Profesionalisme disajikan sebagai dasar hubungan kedokteran
dengan masyarakat sebagai satu kesatuan.
Berdasarkan gambar di atas, terlihat dua kelompok penting dalam kontrak
sosial, yaitu profesi kedokteran dan masyarakat. Profesi kedokteran terdiri atas
dokter sebagai individu, organisasi profesi, dan institusi yang menaungi
profesi tersebut. Sedangkan dari kelompok masyarakat (society) terdiri atas
pasien dan publik umum serta pemerintahan. Profesionalisme digambarkan
sebagai penghubung antara kelompok profesi kedokteran dengan masyarakat
yang ditandai dengan adanya ekspektasi dari kelompok masyarakat dan
kewajiban melayani dari kelompok profesi.
Teori ini menunjukkan bahwa profesionalisme tidak terbatas pada
hubungan antara dokter dengan pasien secara individu, tetapi juga hubungan
11
dokter dengan institusinya, kelompok profesi dokter dengan masyarakat, dan
hubungan dokter dengan pembuat kebijakan publik. Sistem pelayanan
kesehatan dan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah merupakan pengaruh
eksternal bagi kontrak sosial. Hal ini terbukti dengan fakta lapangan yang ada
saat ini. Buruknya sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh suatu
institusi kesehatan akan mempengaruhi pendapat masyarakat terhadap dokter.3
Nilai-nilai profesionalisme dapat berubah seiring dengan perubahan
perubahan nilai sosial di masyarakat yang diperkuat oleh media sebagai
pembentuk opini publik. Pendapat publik sering ditunjukkan dengan pola
voting. Hubungan penduduk dengan pemerintahan menjadi hal yang sangat
penting dalam penentuan struktur pelayanan kesehatan. Kebijakan publik yang
dihasilkan pemerintah memberikan pengaruh besar terhadap sistem pelayanan
kesehatan dan selanjutnya mempengaruhi kontrak social.4
12
Sedikit berbeda dengan prinsip yang disebutkan sebelumnya, Physician
Charter (2002)mencantumkan tiga prinsip dasar dan sepuluh tanggung jawab
profesional. Prinsip-prinsip ini dapat dikatakan sebuah penjabaran dari empat
prinsip yang dikenalkan oleh Stern. Prinsip-prinsip dasar profesionalisme
berdasarkan Physician Charter adalah sebagai berikut3 :
13
secara jelas dan jujur tentang terapi yang diberikan sebelum dan
setelah terapi dilaksanakan. Dokter harus mengerti bahwa pada
pelayanan kesehatan, kesalahan bisa saja terjadi. Jika pasien terluka
akibat kesalahan yang dilakukan, pasien seharusnya diberitahu karena
hal tersebut dapat mempengaruhi kepercayaan pasien dan masyarakat.
3. Commitment to patient confidentiality (komitmen pada kepercayaan
pasien : Dokter harus berkomitmen untuk menjaga informasi rahasia
pasien atas dasar kepercayaan yang telah diberikan pasien. Akan
tetapi, komitmen ini bisa dilanggar pada keadaan tertentu misalnya
ketika pasien menjadi ancaman bagi orang banyak.
4. Commitment to mantain apropriate relations (komitmen untuk
menjaga hubungan yang pantas) : Dokter selayaknya tidak memiliki
hubungan dengan pasien hanya untuk maksud tertentu, seperti
memanfaatkan pasien untuk kepentingan seksual dan memanfaatkan
pasien hanya untuk mendapat kepuasan finansial pribadi.
5. Commitment to improving quality of care (komitmen untuk
meningkatkan kualitas pelayanan) : Dokter harus berdedikasi untuk
terus meningkatkan kualitas pelayanan. Kompetensi ini tidak hanya
menjaga kompetensi klinis, tetapi juga bekerja sama untuk mengurangi
kesalahan medis, menjaga keamanan pasien, mengurangi penggunaan
tenaga kesehatan berlebihan, dan mengoptimalkan pelayanan.
6. Commitment to improving access to care (komitmen memperbaiki
akses pelayanan) : Profesionalisme kedokteran menuntut pelayanan
kesehatan yang obyektif tersedia dengan standar yang seragam dan
adekuat.
7. Commitment to a just distribution of finite resources (komitmen pada
sumber daya terbatas) : Dokter dituntut untuk memberikan pelayanan
12 bijaksana sesuai dengan pengaturan biaya yang efektif dan sumber
daya klinis terbatas.
8. Commitment to scientific knowledge (komitmen kepada ilmu
pengetahuan) : Dokter memiliki kewajiban untuk menetapkan standar
14
secara ilmiah, mendukut riset, serta mengembangkan ilmu
pengetahuan.
9. Commitment to mantaining trust by managing conflicts of interest
(komitmen untuk menjaga kepercayaan dengan mengelola konflik
kepentingan) : Dokter seharusnya tidak memanfaatkan kepercayaan
pasien hanya untuk kepentingan peribadi.
10. Commitment to professional responsibilities (komitmen pada tanggung
jawab profesional) : Sebagai anggota dari sebuah profesi, dokter
diharapkan mampu bekerja sama untuk memaksimalkan pelayanan
pasien, menghormati teman sejawat, dan ikut serta dalam peningkatan
disiplin profesi.
15
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kasus 1
17
David mengidap penyakit gonore, asma, David: pengobatan atas kehendak
dan hepatitis menular. Hasil temuan sendiri dan diberikan informasi
pemeriksaan didapatkan bahwasaya David lengkap mengenai penyakitnya,
seorang homosexual
David: telah sembuh dari gonore asma dan Tidak ada pengaruh keadaan social
hepatitis ekonomi dalam pengambilan
keputusan pengobatan pada David dan
Joan
Joan: tidak diberikan indikasi pengobatan
hanya pemeriksaan serologis sehingga tidak
mempengaruhi kualitas hidup pasien
3.3 Kasus II
Pasien Laki-Laki diantar ke Poli Bedah Urologi RSUD dengan keluhan tidak tuntas
saat berkemih. Setelah dilakukan anamnesa oleh dokter, lalu dokter muda tersebut
memasangkan kateter atas arahan dokter. Sayangnya, kateter yang dipasangkan
menyebabkan ruptur uretra akibat prosedur pemsangan yang salah, sehingga keluar darah
yang tidak sedikit. Hal ini menyebabkan penyakit yang dialami pasien semakin parah.
Dokter yang berjaga mengarahkan pasien untuk segera diarahkan ke IGD RSUD agar
segera ditangani. Perawat menegur dokter muda tersebut didepan pasien sehingga pasien
panik dan mengetahui kondisinya akibat kesalahan prosedur pemsangan kateter, dan
keluarga pasien meminta hal ini untuk segera ditangani
Keluhan yang diderita pasien semakin Pasien termasuk pengguna jasa BPJS
parah akibat kesalahan prosedur tindakan Sehingga tindakan medis yang didapat
medis. tidak mempengaruhi ekonomi pasien
Pada kasus 1 menyorotkan suatu hubungan dokter dengan pasien, dan aturan umum
kerahasian yaitu menjaga privasi pasien. Namun ada ketentuan tertentu yang
memperbolehkan pasien secara hukum untuk membuka rahasia pasien kepada pihak
tertentu. Seperti halnya pada kasus ini. Sedangkan tujuan dari menjaga privasi pasien
adalah untuk memaksimalkan kepercayaan pasien kepada dokter dengan demikian
memperkuat ikatan antara dokter dan pasien. Selain itu privasi pasien adalah hak pasien
dan dokter hanya mengobati penyakitnya dan memberikan edukasi informatif mengenai
penyakit dan terapi. Dari kasus ini, aturan kerahasiaan dapat dibenarkan. Tetapi haruskah
itu menjadi aturan yang disamakan unuk semua pasien, tidakkah ada pengecualian? Jelas,
masyarakat kita berpikir tidak, karena telah menetapkan sejumlah keadaan yang
mengharuskan dokter untuk melaporkan kondisi pasien mereka kepada otoritas publik,
misalnya, penyakit menular berbahaya, dan luka tembak. Ini adalah pengecualian yang
masuk akal. yang hanya mengakui bahwa beberapa kondisi pribadi lainnya memiliki
implikasi publik yang signifikan Bukan hanya kesejahteraan satu pasien yang
dipertaruhkan dalam situasi tersebut, tetapi juga kesejahteraan individu lain. Yang paling
signifikan, kondisi di mana kerahasiaan harus dilanggar adalah masalah hukum dan
pengetahuan publik. Oleh karena itu, pengungkapan tidak akan mewakili pemaksaan atau
ekspresi yang sewenang-wenang dari nilai-nilai pribadi dokter. Mereka adalah aturan
publik, mengikat semua, dan hanya karena fakta itu mereka tidak dianggap membahayakan
tujuan umum dalam membangun kepercayaan pasien-dokter (dan tidak ada bukti bahwa
mereka telah melakukannya).
Tindakan parawat pada kasus 2 dalam menegur dokter muda dihadapan pasien
merupakan tindakan yang tidak profesional karena merusak kepercayaan pasien terhadap
tenaga medis yang ada. Hal ini termasuk dalam komunikasi yang salah, dimana
kemampuan dalam berkomunikasi merupakan dasarvprofesionalisme, disisi lain sikap
dokter yang memperbolehkan dokter muda yang belum berpangalaman melakukan
prosedut tindakan medis tanpa diampingi merupakan suatu tindakan yang tidak menganut
profesionalisme dokter. Dokter muda yang tidak melakukan prosedur tindakan medis
dengan hati-hati merupakan teguran bagi dokter muda yang lainnya untuk menguasai skill.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Ampurna Budi, et all. 2007. Bioetik dan Hukum Kedokteran. Jakarta: Jakarta: FKUI.
2. Endang Kusumah Astuti. 2003. Hubungan Hukum Antara Dokter Dan Pasien Dalam
Upaya Pelayanan Medis. Semarang.
3. Bahder Johan Nasution. 2005. Hukum Kesehatan Pertanggung Jawaban Dokter.
Jakarta:Rineka Cipta.
4. Chrisdiono M. Achadiat. 2006. Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran Dalam Tantangan
Zaman. Jakarta:EGC.
5. Ninik Maryati. 2007. Malpraktek Kedokteran Dari Segi Hukum Pidana Dan Perdata.
Jakarta:PT Bina Aksara.
6. Kuschner, Harvey; Callahan, Daniel; Cassell, Eric J; and Veatch, Robert M., The
Homosexual Husband and Physician Confidentiality, Hastings Center Report, April 1977,
pp.15-17
22
23
24