Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

PROFESIONALISME DOKTER

“Hubungan Dokter Dengan Pasien Dan Dokter Dengan Paramedis”

1
Disusun Oleh :

Alwy Ramdhan Akbari

(19710129)

Pembimbing :
dr. Meivy Isnoviana, SH., MH

KEPANITRAAN KLINIK
SMF ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2021

2
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Profesionalisme Dokter Hubungan Dokter Dengan Pasien Dan Dokter


Dengan Paramedis
Penyusun : Alwy Ramdhan Akbari (19710129)
Bidang Studi : SMF Etika Hukum Kedokteran dan Aspek Medikolegal
Periode : 12 September 2021 s/d 26 September 2021
Pembimbing : dr. Meivy Isnoviana, S.H., M.H.

Telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing


Tanggal……………………………………
Pembimbing,

dr. Meivy Isnoviana, S.H., M.H.

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nya, penulis mendapat kemudahan untuk menyelesaikan referat yang berjudul “Profesionalisme
Dokter Hubungan Dokter Dengan Pasien Dan Dokter Dengan Paramedis”. Penyusunan referat
ini diajukan untuk memenuhi tugas pada SMF Etika Hukum Kedokteran dan Aspek Medikolegal
dalam menempuh pendidikan profesi dokter serta dimaksudkan untuk menambah wawasan bagi
penulis.
Dalam pembuatan referat ini, penulis mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
2. dr. Meivy Isnoviana, S.H., M.H selaku pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu
untuk memberikan bimbingan, serta arahannya dalam penyusunan referat ini.
Dalam penulisan referat ini penulis sadar bahwa masih banyak terdapat kekurangan dan
jauh dari sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan semoga referat ini dapat bermanfaat
untuk pembaca dan semua orang.

Surabaya, September 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER.......................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN........................................................................... 1
KATA PENGANTAR................................................................................... 2
DAFTAR ISI............................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 5
BAB III PEMBAHASAN........................................................................... 16
3.1 Kasus I..................................................................................... 16
3.2 Analisa Kasus I........................................................................ 17
3.3 Kasus II.................................................................................... 17
3.4 Analisa Kasus II...................................................................... 18
BAB IV KESIMPULAN............................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................21

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Profesionalisme merupakan istilah yang sekarang ini sedang mendapatkan


perhatian, khususnya pendidikan dokter di Indonesia sejak ditetapkannya standar
kompetensi dokter oleh Konsil Kedokteran Indonesia pada tahun 2006.
Profesionalisme terkait erat dengan area standar kompetensi dokter yaitu etika,
moral, medikolegal, profesionalisme dan keselamatan pasien. Untuk menjadi dokter
yang profasional berdasarkan etika kedokteran, ada beberapa kewajiban yang harus
di laksanakan oleh seorang dokter, yaitu kewajiban umum, kewajiban dokter
terhadap penderita, kewajiban dokter terhadapan sejawatnya, dan kewajiban dokter
terhadap teman sejawatnya. Dan harus memenuhi beberapa ciri para dokter untuk
menjadi profesional. Sikap etis profesional berarti bekerja sesuai standar,
melaksanakan advokasi, menjamin keselamatan pasien, menghormati terhadap hak-
hak pasien. Kriteria perilaku profesional antara lain mencakup bertindak sesuai
keahlian dan didukung oleh keterampilan, bermoral tinggi, memegang teguh etika
profesi, serta menyadari ketentuan hukum yang membatasi gerak.1

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Profesi, Profesional dan Profesionalisme


Profesi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bidang pekerjaan
yang dilandasi pendidikan dan keahlian (keterampilan, kejuruan, dan
sebagainya) tertentu. Adapun pendapat lain menurut Martinis Yamin, profesi
mempunyai pengertian seseorang yang menekuni pekerjaan berdasarkan
keahlian, kemampuan, teknik dan prosedur berlandaskan intelektualitas.2
Menurut Potter and Perry , profesi digambarkan sebagai sebuah pekerjaan
dengan ciri sebagai berikut :
1. Extended Education : Memerlukan pendidikan berkelanjutan, yaitu
keharusan belajar terus-menerus agar para professional dapat
mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi (obat, metode,tekmologi
dan system).
2. Body of Knowledge : menguasai cabang Ilmu pengetahuan yang akan
menuntun para professional menuju tingkat kompentensi dan norma
tertentu sehingga mampu melaksanakan pekerjaannya dengan baik dan
benar.
3. Spesific service : Memberikan layanan khas sebab yang dilayani
adalah manusia yang unik yang memilki harkat dan martabat, hak-hak
(termasuk hak asasi manusia), serta memilki nilai dan kebutuhan
sendiri-sendiri.
4. Autonomy : Memiliki kemandirian yaitu kebebasan dalam bertindak ,
meliputi pembuatan keputusan (decision) dan pelaksanaannya
(execution) ketika melakukan pengobatan.
5. A code of ethic for practice : memiliki kode etik yaitu daftar ketentuan
tertulis berisi kaidah yang akan membimbing dan sekaligus mengawal

5
serta dapat dijadikan acuan praktis dalam menyelesaikan problem
etika.

Intinya, profesi dibedakan dari okupasi (pekerjaan pada umumnya)


disebabkan ia memiliki cirri khas. Jika okupasi tidak memerlukan persyaratan
khusus maka profesi mensyaratkan adanya kecakapan atau kompetensi.2
Sedangkan profesionalisme mempunyai pengertian seseorang yang
menjalankan pekerjaanya sesuai dengan tuntutan profesinya. Profesional
sendiri diartikan sebagai tindakan yang dapat dipertanggung jawabkan, didasari
oleh keyakinan, kompeten, tepat atau taat asas, cermat, intelektual atau cerdas,
etos kerja, percaya diri atas kemampuan, optimistik, bermoral, dan bersikap
serta berpikir positif Orang yang bergabung dengan kelompok profesi memiliki
pengetahuan dan keahlian yang tidak dimiliki kebanyakan orang lain. Anggota
profesi ini diatur oleh kode etik dan menyatakan komitmen terhadap
kemampuan, integritas dan moral, altruism, dan dukungan demi kesejahteraan
masyarakat. 3

Dari rumusan pengertian profesi mengambarkan bahwa tidak semua


profesi atau pekerjaan bisa dikatakan profesional karena dalam tugas
profesional itu sendiri terdapat beberapa ciri-ciri dan syarat-syarat. Menurut
Robert W. Riche ciri-ciri dan syarat-syarat profesi dikatakan professional
apabila1:
1. Lebih mementingkan pelayanan kemanusiaan yang ideal dibandingkan
dengan kepentingan pribadi.
2. Seorang pekerja profesional, secara relatif memerlukan waktu yang
panjang untuk mempelajari konsep-konsep serta prinsip-prinsip
pengetahuan khusus yang mendukung keahliannya.
3. Memiliki kualifikasi tertentu untuk memasuki profesi tersebut serta
mampu mengikuti perkembangan dalam pertumbuhan jabatan.
4. Memiliki kode etik yang mengatur keanggotaan, tingkah laku, sikap
dan cara kerja.

6
5. Membutuhkan suatu kegiatan intelektual yang tinggi.
6. Adanya organisasi yang dapat meningkatkan standar pelayanan,
disiplin diri dalam profesi, serta kesejahteraan anggotanya.
7. Memberikan kesempatan untuk kemajuan, spesialisasi dan
kemandirian.
8. Memandang profesi sebagai suatu karier hidup (a live career) dan
menjadi seorang anggota permanen.

Dengan melihat ciri-ciri umum profesi di atas, kita dapat menyimpulkan


bahwa kaum profesional adalah orang-orang yang memiliki tolak ukur perilaku
yang berada di atas ratarata. Di satu pihak ada tuntutan dan tantangan yang sangat
berat, tetapi di lain pihak ada suatu kejelasan mengenai pola perilaku yang baik
dalam rangka kepentingan masyarakat.1

Tenaga Kesehatan adalah setiap individu yang bekerja atau mengabdi di


bidang kesehatan, cukup pengetahuan dan keterampilan serta pernah menempuh
pendidikan di bidang kesehatan. Pengelompokan tenaga kesehatan tercantum pada
pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan, bahwa tenaga kesehatan dikelompokan kedalam4 :
a. Jenis tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga medis
terdiri atas dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter gigi spesialis.
b. Jenis tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga psikologi
klinis adalah psikologi klinis.
c. Jenis tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga
keperawatan yang terdiri atas berbagai jenis perawat.
d. Jenis tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenagakebidanan
adalah bidan.
e. Jenis tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenagakefarmasian
terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.
f. Jenis tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kesehatan
masyarakat yang terdiri atas epidomiolog kesehatantenaga promosi
kesehatan dan ilmu perilaku, pembimbing kesehatan kerja, tenaga

7
administrasi dan kebijakan kesehatan,tenaga biostatistik dan
kependudukan, serta tenaga kesehatanreproduksi dan keluarga.
g. Jenis tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenagakesehatan
lingkungan yang terdiri atas tenaga sanitasi lingkungan,entimolog
kesehatan dan mikrobiolog kesehatan.
h. Jenis tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga giziyang
terdiri atas nutrisionis dan dietisien.
i. Jenis tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga keterapian
fisik yang terdiri atas fisioterapis, okupasi terapis,terapis wicara dan
akupuntur.
j. Jenis tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga keteknisan
medis yang terdiri atas perekam medis dan informasi kesehatan, teknik
kardiovaskuler, teknisi pelayanan darah,refraksionis optisien/optometris,
teknisi gigi, piñata anestesi,terapis gigi dan mulut, dan audiolologis.
k. Jenis tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga teknik
biomedika terdiri atas radiographer, elektromedis, ahli teknologi
laboratorium medic, fisikawan medic, radioterapis, dan ortotik prostetik.
l. Jenis tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenagamkesehatan
tradisional terdiri atas tenaga kesehatan tradisionalmramuan dan tenaga
kesehatan tradisional keterampilan.
m. Tenaga kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri.1

2.2 Etika Profesi

Berbeda dengan hukum yang memberikan hak dan kewajiban secara


seimbang, baik pada dokter maupun pasien maka etika (termasuk Etika
Profesi) hanya memberikan kewajiban tanpa disertai hak. Adapun materi etika
profesi di bidang pengobatan mencakup lima aspek, yaitu2 :

1. Kewajiban terhadap pasien yang datang meminta diobati


2. Kewajiban terhadap pasien atau klien yang telah menjalani
pengobatan

8
3. Kewajiban terhadap tim atau rekan sejawat
4. Kewajiban yang berkaitan dengan masyarakat
5. Kewajiban terhadap profesi itu sendiri

2.3 Profesionalisme Kedokteran

Professional behavior merupakan behavior yang dapat diamati dari


seorang dokter dalam menangani masalah kesehatan pasien dan mencerminkan
nilai-nilai professional yang dapat meningkatkan kepercayaan pasien kepada
dokter. Ibarat sebuah bangunan, kompetensi klinis, etik dan komunikasi
merupakan dasar atau fondasi, Professional behavior merupakan pilar
penyangga dan profesionalisme merupakan atapnya. Untuk mendapat- kan
kepercayaan dari pasien, maka seorang dokter perlu kompeten tidak hanya
dalam keilmuan dan keterampilan klinis saja melainkan perlu kompeten dalam
sikap perilaku yang menunjukkan etika pro- fesi dalam berinteraksi dengan
pasien dan masyarakat.5
Sebagai panduan dalam menilai profesionalisme, menurut Arnold dan
Stern bahwa profesionalisme dapat ditunjukan melalui sebuah dasar kompetensi
klinis, kemampuan berkomunikasi, pemahaman etika dan hukum yang dibangun
oleh harapan untuk melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme yaitu
excellence (keunggulan), humanism (humanism), accountability (akuntabilitas),
altruism (altruisme).3

9
Dilihat dari bawah ke atas bahwa clinical competence (kompetensi klinis),
communication skills (kemampuan berkomunikasi), dan ethical and legal
understanding (pemahaman hukum dan etik) menjadi sebuah dasar
profesionalisme. Sedangkan excellence (keunggulan), humanism
(humanisme), accountability (akuntabilitas), dan altruism (altruisme)
merupakan tonggak profesionalisme. Dari beberapa definisi diatas, maka
dapat disimpulkan bahwa profesionalisme merupakan suatu penentu kualitas
hubungan dokter yang digambarkan melalaui seperangkat perilaku dan sangat
bergantung dengan kepercayaan. Hubungan ini tidak terbatas pada dokter dan
pasien sebagai individu, tetapi juga hubungan dokter sebagai sebuah
kelompok profesi dengan dengan masyarakat luas.3

2.4 Profesionalisme Merupakan Kontrak Sosial

Profesionalisme berkaitan dengan hubungan dokter dengan internal dan


eksternal profesinya. menerangkan bahwa hubungan ini dapat dijelaskan
melalui teori kontrak sosial. Profesionalisme sebagai kontrak sosial juga
disebutkan di dalam Standar Kompetensi Kedokteran Indonesia 2012. Dokter
dituntut untuk menempatkan kepentingan pasien di atas kepentingan sendiri,
menetapkan dan mempertahankan standar kompetensi dan integritas, serta
menyediakan pemecahan masalah kesehatan masyarakat.2

Kontrak sosial sejatinya tidak tertulis, akan tetapi ada beberapa kontrak
sosial tertulis tergantung negara tempat profesi itu bernaung. Kontrak sosial
tertulis dapat ditemukan dalam hukum dan peraturan pemerintah mengenai
kedokteran, perundang-undangan mengenai sistem pelayanan kesehatan,
keputusan hukum yang ditemukan dalam yurisprudensi, serta kode etik yang
ditetapkan oleh profesi itu sendiri.1

10
Gambar 2.2 menunjukkan skema kontrak sosial kedokteran dengan
masyarakat. Profesi kedokteran (medical profession) terdiri atas dokter
(individual physicians), organisasi profesi, dan institusi (medicine’s
institutions). Masyarakat (society) terdiri atas pasien dan publik umum
(general public), serta pemerintahan yang dibentuk oleh politisi (politicians)
dan pegawai sipil (civil servants). Pengaruh eksternal yang dapat
mempengaruhi kontrak ini sistem pelayanan kesehatan, kerangka peraturan,
serta media. Profesionalisme disajikan sebagai dasar hubungan kedokteran
dengan masyarakat sebagai satu kesatuan.
Berdasarkan gambar di atas, terlihat dua kelompok penting dalam kontrak
sosial, yaitu profesi kedokteran dan masyarakat. Profesi kedokteran terdiri atas
dokter sebagai individu, organisasi profesi, dan institusi yang menaungi
profesi tersebut. Sedangkan dari kelompok masyarakat (society) terdiri atas
pasien dan publik umum serta pemerintahan. Profesionalisme digambarkan
sebagai penghubung antara kelompok profesi kedokteran dengan masyarakat
yang ditandai dengan adanya ekspektasi dari kelompok masyarakat dan
kewajiban melayani dari kelompok profesi.
Teori ini menunjukkan bahwa profesionalisme tidak terbatas pada
hubungan antara dokter dengan pasien secara individu, tetapi juga hubungan

11
dokter dengan institusinya, kelompok profesi dokter dengan masyarakat, dan
hubungan dokter dengan pembuat kebijakan publik. Sistem pelayanan
kesehatan dan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah merupakan pengaruh
eksternal bagi kontrak sosial. Hal ini terbukti dengan fakta lapangan yang ada
saat ini. Buruknya sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh suatu
institusi kesehatan akan mempengaruhi pendapat masyarakat terhadap dokter.3
Nilai-nilai profesionalisme dapat berubah seiring dengan perubahan
perubahan nilai sosial di masyarakat yang diperkuat oleh media sebagai
pembentuk opini publik. Pendapat publik sering ditunjukkan dengan pola
voting. Hubungan penduduk dengan pemerintahan menjadi hal yang sangat
penting dalam penentuan struktur pelayanan kesehatan. Kebijakan publik yang
dihasilkan pemerintah memberikan pengaruh besar terhadap sistem pelayanan
kesehatan dan selanjutnya mempengaruhi kontrak social.4

2.5 Prinsip – Prinsip Profesionalisme


Profesionalisme memiliki beberapa prinsip dalam pelaksanaannya.
Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh Stern, terdapat empat prinsip
utama, yaitu2:
1. Excellence (Keunggulan) : Dokter senantiasa terus belajar untuk
meningkatkan kemampuan dan pengetahuan.
2. Accountability (akuntabilitas): Dokter hendaknya dapat mempertanggung
jawabkan tindakan yang telah dibuat, serta menerima konsekuensinya.
Suatu profesi dianggap sebagai preofesi yang akuntabel apa bila
profesionalisme profesi tersebut benr-benr tercermin dalam praktik sehari-
hari.
3. Altruism (altruisme) : Dokter hendaknya mendahulukan kepentingan
pasien di atas kepentingan pribadi. Komunikasi yang baik dengan pasien
dan menghormati kebutuhan pasien dari merupakan bagian dari aspek ini.
4. Humanism (humanisme) : Humanisme merupakan rasa perikemanusiaan
yang meliputi rasa hormat (respect), rasa kasih (compassion), empati, serta
kehormatan dan integritas (honor and integrity)

12
Sedikit berbeda dengan prinsip yang disebutkan sebelumnya, Physician
Charter (2002)mencantumkan tiga prinsip dasar dan sepuluh tanggung jawab
profesional. Prinsip-prinsip ini dapat dikatakan sebuah penjabaran dari empat
prinsip yang dikenalkan oleh Stern. Prinsip-prinsip dasar profesionalisme
berdasarkan Physician Charter adalah sebagai berikut3 :

1. Principle of primary of patient welfare


Prinsip ini didasarkan pada dedikasi melayani apa yang menjadi kebutuhan
pasien. Mementingkan kepentingan pasien dapat mempengaruhi
kepercayaan yang menjadi kunci hubungan dokter-pasien.
2. Principle of patient autonomy
Dokter harus menghormati otonomi pasien. Dokter harus jujur dan
memberikan kuasa kepada pasien untuk ikut memutuskan terapi.
Keputusan pasien merupakan hal yang penting selama masih tetap sesuai
dengan etik dan prosedur.
3. Principle of social justice
Profesi kedokteran harus memajukan keadilan dalam pelayanan kesehatan,
termasuk persebaran sumber daya kesehatan. Dokter harus bekerja aktif
untuk menghilangkan diskriminasi dalam pelayanan kesehatan, baik itu
ras, jenis kelamin, status sosioekonomi, etnik, agama, atau kategori sosial
lainnya.

Untuk melaksanakan ketiga prinsip tersebut, terdapat sepuluh


tanggung jawab profesional berdasarkan Physician Charter (2002) yaitu:

1. Commitment to professional competence (komitmen pada kompetensi


profesional) : Dokter harus berkomitmen untuk belajar sepanjang hayat
dan 11 bertanggung jawab menjaga ilmu pengetahuan kekdokteran
yang berguna dalam peningkatan kualitas pelayanan.
2. Commitment to honesty with patient (komitmen untuk jujur dengan
pasien) : Dokter harus memastikan bahwa pasien telah diberitahukan

13
secara jelas dan jujur tentang terapi yang diberikan sebelum dan
setelah terapi dilaksanakan. Dokter harus mengerti bahwa pada
pelayanan kesehatan, kesalahan bisa saja terjadi. Jika pasien terluka
akibat kesalahan yang dilakukan, pasien seharusnya diberitahu karena
hal tersebut dapat mempengaruhi kepercayaan pasien dan masyarakat.
3. Commitment to patient confidentiality (komitmen pada kepercayaan
pasien : Dokter harus berkomitmen untuk menjaga informasi rahasia
pasien atas dasar kepercayaan yang telah diberikan pasien. Akan
tetapi, komitmen ini bisa dilanggar pada keadaan tertentu misalnya
ketika pasien menjadi ancaman bagi orang banyak.
4. Commitment to mantain apropriate relations (komitmen untuk
menjaga hubungan yang pantas) : Dokter selayaknya tidak memiliki
hubungan dengan pasien hanya untuk maksud tertentu, seperti
memanfaatkan pasien untuk kepentingan seksual dan memanfaatkan
pasien hanya untuk mendapat kepuasan finansial pribadi.
5. Commitment to improving quality of care (komitmen untuk
meningkatkan kualitas pelayanan) : Dokter harus berdedikasi untuk
terus meningkatkan kualitas pelayanan. Kompetensi ini tidak hanya
menjaga kompetensi klinis, tetapi juga bekerja sama untuk mengurangi
kesalahan medis, menjaga keamanan pasien, mengurangi penggunaan
tenaga kesehatan berlebihan, dan mengoptimalkan pelayanan.
6. Commitment to improving access to care (komitmen memperbaiki
akses pelayanan) : Profesionalisme kedokteran menuntut pelayanan
kesehatan yang obyektif tersedia dengan standar yang seragam dan
adekuat.
7. Commitment to a just distribution of finite resources (komitmen pada
sumber daya terbatas) : Dokter dituntut untuk memberikan pelayanan
12 bijaksana sesuai dengan pengaturan biaya yang efektif dan sumber
daya klinis terbatas.
8. Commitment to scientific knowledge (komitmen kepada ilmu
pengetahuan) : Dokter memiliki kewajiban untuk menetapkan standar

14
secara ilmiah, mendukut riset, serta mengembangkan ilmu
pengetahuan.
9. Commitment to mantaining trust by managing conflicts of interest
(komitmen untuk menjaga kepercayaan dengan mengelola konflik
kepentingan) : Dokter seharusnya tidak memanfaatkan kepercayaan
pasien hanya untuk kepentingan peribadi.
10. Commitment to professional responsibilities (komitmen pada tanggung
jawab profesional) : Sebagai anggota dari sebuah profesi, dokter
diharapkan mampu bekerja sama untuk memaksimalkan pelayanan
pasien, menghormati teman sejawat, dan ikut serta dalam peningkatan
disiplin profesi.

15
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Kasus 1

the psychiatrist and patient have been dis-


cussing the patient’s mother’s recent death. The patient was very close to his mother and
saw her daily. The psychiatrist begins asking the patient a generic question “How have
things been in the past few months?” However, this is quickly revised to “I mean, I know
that your day kind of revolved around [your mother],” displaying a sensitivity to the
patient’s circumstances. The use of “I mean” signals upcoming adjustments to previously
produced speech (Schiffrin, 1987). Without this adjustment, the first version “How have
things been in the past few months?” could be hearable as insensitive to how the
patient’s life has been affected by his mother’s death.
Doctor So how have things been in the past few months, I mean, I know that your day
kind of revolved around your mother?
Patient My day revolves around seeing my brother and sister a lot now, now my Mum’s
no longer with
David, anak sulung dari tiga bersaudara, adalah putra seorang pengusaha kaya.  Ayah
David menghargai kecakapan fisik dan prestasi atletik David, meski bidang tersebut
kurang diminati David.  Ketika David berusia dua belas atau tiga belas tahun, konflik
dengan ayahnya mulai muncul mengakibatkan pertengkaran hampir setiap
malam. Sehingga ayah David khawatir tentang tingkah laku David yang menganggap
teman David banci.  Prestasi sekolah David menurun drastis dan dia perlahan mulai tidak
minat sekolah.  Ayahnya memutuskan untuk mengirimnya ke sekolah militer, tetapi David
tinggal di sana hanya selama enam bulan.  Pada saat ini, David telah memberi tahu orang
tuanya bahwa dia adalah seorang homoseksual, dan terlibat dalam praktik homoseksual.
Suatu hari David pulang dan menyelesaikan studi SMA, tetapi tidak melanjutkan ke
perguruan tinggi dan terus tinggal di rumah.  Dia dirawat karena mengidap penyakit
gonore, asma, dan hepatitis menular.  Pada usia 21 tahun, setelah bebas dari wajib militer,
dokternya membuktikan fakta dari hasil pemeriksaan yang didapat bahwa David adalah
seorang homoseksual.
5 tahun kemudian, Joan mengunjungi dokter keluarga untuk pemeriksaan serologis
pranikah.  Dokter itu adalah dokter yang sama yang pernah merawat David.  Joan berusia
24 tahun dan telah berada di bawah perawatan dokter ini sejak usia 14 tahun.  Hubungan
yang dekat dan hangat telah berkembang antara dokter dan keluarga Joan, dan wajar jika
dokter bertanya tentang tunangannya.  Lalu Joan menceritakan tunangannya. Sehingga dia
16
mengetahui bahwa dia akan menikahi David.  Dokter sudah tahu bahwa joan mengenal
david dalam waktu singkat, dan mengetahui david orang yang baik, Joan menanyakan
pendapatnya terjadap dokter tersebut sebagai dokter yang juga mengetahui David dan
merawat David sebelumnya. Hal ini ditanyakan untuk memastikan pilihannya.  Tidak ada
lagi yang dikatakan saat itu. 
Tak lama kemudian David dan Joan menikah, mereka tinggal bersama selama enam
bulan.  Mereka bercerai atas dasar ketidaksempurnaan.  David memberi tahu Joan bahwa
dia memiliki orientasi seksual yang berbeda (homoseksual), dan Joan juga mengetahui
bahwa mereka tidak hanya berbagi dokter tetapi juga bahwa dokter itu mengetahui
homoseksualitas David.  Dia kemudian menderita depresi sebagai akibat dari pengalaman
ini dan marah karena dokternya tetap diam tentang David.  Dia merasa bahwa dia bisa saja
terhindar dari keadaan yang mengerikan ini dalam hidupnya. Joan menyatakan bahwa itu
adalah tugas dokternya sebagai dokter keluarga yang menangani dia sejak lama untuk
memberi tahu dia. Tindakan dokter tersebut mengakibatkan luka emosional (trauma) yang
mendalam bagi Joan.

3.2 Analisa Kasus 1


1. Kaidah dasar moral
Kaidah dasar moral pada kasus diatas yaitu
a. Beneficence
Mengutamakan kebaikan pasien, dalam kasus ini tercermin dari sikap dokter
yang mengobati penyakit David agar tidak memburuk
b. Justice
Mementingkan fairness dan keadilan dalam bersikap, ditunjukkan dari sikap
dokter yang menghormati hak pasien, menjaga rahasia pasien dimana dokter
tidak menceritakan perbedaan orientasi sex David sebagai homosexual kepada
Joan meskipun Joan adalah tunangan david yang akan segera menikah dan
dilain sisi sebagai dokter keluarga sejak lama bagi keluarga joan yang sudah
sangat dekat

2. Analisa 4 Box Method

Medical indications Patient Preference

17
David mengidap penyakit gonore, asma, David: pengobatan atas kehendak
dan hepatitis menular. Hasil temuan sendiri dan diberikan informasi
pemeriksaan didapatkan bahwasaya David lengkap mengenai penyakitnya,
seorang homosexual

Joan mengunjungi dokter keluarga untuk Joan: diberikan informed consent


pemeriksaan serologis pranikah

Quality of Life Contextual Features

David: telah sembuh dari gonore asma dan Tidak ada pengaruh keadaan social
hepatitis ekonomi dalam pengambilan
keputusan pengobatan pada David dan
Joan
Joan: tidak diberikan indikasi pengobatan
hanya pemeriksaan serologis sehingga tidak
mempengaruhi kualitas hidup pasien

3. Ordinary atau Extraordinary


Kasus ini merupakan kasus Extraordinary karena tindakan dokter keluarga tersebut
menyebabkan beban psikologis bagi Joan. Walaupun tindakan yang dilakukan dokter
tersebut tepat dengan tidak membuka rahasia pasien lain (David) meskipun calon
suami Joan itu sendiri.

3.3 Kasus II
Pasien Laki-Laki diantar ke Poli Bedah Urologi RSUD dengan keluhan tidak tuntas
saat berkemih. Setelah dilakukan anamnesa oleh dokter, lalu dokter muda tersebut
memasangkan kateter atas arahan dokter. Sayangnya, kateter yang dipasangkan
menyebabkan ruptur uretra akibat prosedur pemsangan yang salah, sehingga keluar darah
yang tidak sedikit. Hal ini menyebabkan penyakit yang dialami pasien semakin parah.
Dokter yang berjaga mengarahkan pasien untuk segera diarahkan ke IGD RSUD agar
segera ditangani. Perawat menegur dokter muda tersebut didepan pasien sehingga pasien
panik dan mengetahui kondisinya akibat kesalahan prosedur pemsangan kateter, dan
keluarga pasien meminta hal ini untuk segera ditangani

3.4 Analisa Kasus II


1. Kaidah dasar moral
18
Kaidah dasar moral pada kasus diatas yaitu
a. Beneficience
Mengutamakan kebaikan pasien, dokter mengindikasikan pemasangan kateter
agar pasien dapat berkemih dengan tuntas.
b. Non- Maleficience
Melarang tindakan yang mempeburuk pasien, dalam kasus ini tidak
menrcerminkan kaidah tersebut dimana dokter memperbolehkan melakukan
prosedur pemsangan kateter pada dokter muda yang belum berpengalaman
tanpa didampingi.

2. Analisa 4 Box Method

Medical indications Patient Preference

Pasien mengeluh berkemih tidak tuntas Pengobatan berdasarkan pilihan pasien.


sehungga membutuhkan tindakan medis
segara termasuk pemasangan kateter.
Namun dokter memperbolehkan dokter
muda yang belum berpengalam tersebut
melakukan prosedur pemasangan kateter
tanpa didampingi

Quality of Life Contextual Features

Keluhan yang diderita pasien semakin Pasien termasuk pengguna jasa BPJS
parah akibat kesalahan prosedur tindakan Sehingga tindakan medis yang didapat
medis. tidak mempengaruhi ekonomi pasien

3. Ordinary atau Extraordinary


Kasus ini merupakan kasus extraordinary dimana ditunjukkan dari sikap perawat yang
memarahi dokter muda didepan pasien tanpa memperhatikan peraaan pasien. Sehingga
pasien panik dan merasa dirugikan oleh karena kesalahan prosedur tindakan medis
tersebut.
19
20
BAB IV
KESIMPULAN

Pada kasus 1 menyorotkan suatu hubungan dokter dengan pasien, dan aturan umum
kerahasian yaitu menjaga privasi pasien. Namun ada ketentuan tertentu yang
memperbolehkan pasien secara hukum untuk membuka rahasia pasien kepada pihak
tertentu. Seperti halnya pada kasus ini. Sedangkan tujuan dari menjaga privasi pasien
adalah untuk memaksimalkan kepercayaan pasien kepada dokter dengan demikian
memperkuat ikatan antara dokter dan pasien.  Selain itu privasi pasien adalah hak pasien
dan dokter hanya mengobati penyakitnya dan memberikan edukasi informatif mengenai
penyakit dan terapi. Dari kasus ini,  aturan kerahasiaan dapat dibenarkan.  Tetapi haruskah
itu menjadi aturan yang disamakan unuk semua pasien, tidakkah ada pengecualian?  Jelas,
masyarakat kita berpikir tidak, karena telah menetapkan sejumlah keadaan yang
mengharuskan dokter untuk melaporkan kondisi pasien mereka kepada otoritas publik,
misalnya, penyakit menular berbahaya, dan luka tembak. Ini adalah pengecualian yang
masuk akal. yang hanya mengakui bahwa  beberapa kondisi pribadi lainnya memiliki
implikasi publik yang signifikan Bukan hanya kesejahteraan satu pasien yang
dipertaruhkan dalam situasi tersebut, tetapi juga kesejahteraan individu lain. Yang paling
signifikan, kondisi di mana kerahasiaan harus dilanggar adalah masalah hukum dan
pengetahuan publik.  Oleh karena itu, pengungkapan tidak akan mewakili pemaksaan atau
ekspresi yang sewenang-wenang dari nilai-nilai pribadi dokter.  Mereka adalah aturan
publik, mengikat semua, dan hanya karena fakta itu mereka tidak dianggap membahayakan
tujuan umum dalam membangun kepercayaan pasien-dokter (dan tidak ada bukti bahwa
mereka telah melakukannya). 
Tindakan parawat pada kasus 2 dalam menegur dokter muda dihadapan pasien
merupakan tindakan yang tidak profesional karena merusak kepercayaan pasien terhadap
tenaga medis yang ada. Hal ini termasuk dalam komunikasi yang salah, dimana
kemampuan dalam berkomunikasi merupakan dasarvprofesionalisme, disisi lain sikap
dokter yang memperbolehkan dokter muda yang belum berpangalaman melakukan
prosedut tindakan medis tanpa diampingi merupakan suatu tindakan yang tidak menganut
profesionalisme dokter. Dokter muda yang tidak melakukan prosedur tindakan medis
dengan hati-hati merupakan teguran bagi dokter muda yang lainnya untuk menguasai skill.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Ampurna Budi, et all. 2007. Bioetik dan Hukum Kedokteran. Jakarta: Jakarta: FKUI.
2. Endang Kusumah Astuti. 2003. Hubungan Hukum Antara Dokter Dan Pasien Dalam
Upaya Pelayanan Medis. Semarang.
3. Bahder Johan Nasution. 2005. Hukum Kesehatan Pertanggung Jawaban Dokter.
Jakarta:Rineka Cipta.
4. Chrisdiono M. Achadiat. 2006. Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran Dalam Tantangan
Zaman. Jakarta:EGC.
5. Ninik Maryati. 2007. Malpraktek Kedokteran Dari Segi Hukum Pidana Dan Perdata.
Jakarta:PT Bina Aksara.
6. Kuschner, Harvey; Callahan, Daniel; Cassell, Eric J; and Veatch, Robert M., The
Homosexual Husband and Physician Confidentiality, Hastings Center Report, April 1977,
pp.15-17

22
23
24

Anda mungkin juga menyukai