Disusun oleh :
Wulandari Ramadiyani
22010115210004
Pembimbing :
SEMARANG
2016
HALAMAN PENGESAHAN
Nama : Wulandari Ramadiyani
NIM : 22010115210004
Pembimbing
BAB I
1
PENDAHULUAN
2
Obat anestesi intravena adalah obat anestesi yang diberikan melalui jalur
intravena, baik obat yang berkhasiat hipnotik atau analgetik maupun pelumpuh
otot. Setelah berada didalam pembuluh darah vena, obat obat ini akan diedarkan
ke seluruh jaringan tubuh melalui sirkulasi umum, selanjutnya akan menuju target
organ masing-masing dan akhirnya diekskresikan sesuai dengan
farmakodinamiknya masing-masing. Anestesi yang ideal akan bekerja secara
cepat dan baik serta mengembalikan kesadaran dengan cepat segera sesudah
pemberian dihentikan. Selain itu batas keamanan pemakaian harus cukup lebar
dengan efek samping yang sangat minimal.
Pemilihan teknik anestesi merupakan hal yang sangat penting,
membutuhkan pertimbangan yang sangat matang dari pasien dan faktor
pembedahan yang akan dilaksanakan, pada populasi umum walaupun regional
anestesi dikatakan lebih aman daripada general anestesi, tetapi tidak ada bukti
yang meyakinkan bahwa teknik yang satu lebih baik dari yang lain, sehingga
penentuan teknik anestesi menjadi sangat penting.
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. S
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Ruang : Klinik Spesialis Obgyn
No. CM : C529952
Tgl Operasi : 26 April 2016
Tgl MRS : 18 April 2016
II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama:
Nyeri perut bawah
3
B. Riwayat Penyakit Sekarang
1 tahun sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh nyeri perut kanan
bawah terutama saat awal siklus haid. Nyeri dirasa sangat hebat sehingga
tidak bisa melakukan aktivitas. Pasien juga mengeluhkan adanya
keputihan yang berwarna kekuningan.
2 hari sebelum masuk rumah sakit nyeri perut dirasa semakin memberat.
Kemudian pasien berobat ke Klinik Obsgyn RSUP Dr. Kariadi.
Hb : 14,7 gr%
Ht : 43,7 %
Eritrosit : 4,7 juta /mmk
MCH : 31,1 pg
MCV : 92,6 fL
MCHC : 33,6 g/dL
Leukosit : 7500 /mmk
Trombosit : 230.000 / mmk
V. DIAGNOSIS
a. Diagnosis preoperasi:
P2A0
Suspek endometriosis
ASA :I
1. Premedikasi: Midazolam 3 mg
2. Anestesi:
Dilakukan general anestesi: intravena (TIVA)
6
Fentanyl 60 mcg
Maintenance : O2 2 lpm
3. Terapi cairan
BB : 60 kg
Jumlah perdarahan : 10 cc
Kebutuhan cairan :
(x/menit) (mmHg)
10.00 Pre-oksigenasi 89 110/70 100
10.00 Anestesi mulai 90 110/60 100
10.07 Operasi mulai 100 110/60 100
10.10 Operasi selesai 100 110/60 100
7
10.10 Anestesi selesai 89 110/70 100
4. Pemakaian obat/bahan/alat :
I. Obat suntik:
Midazolam I amp
Ketamin HCl 1 cc
Fentanyl I amp
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
b. Perektal
Metode ini sering digunakan pada anak, terutama untuk induksi anestesia
maupun tindakan singkat.
c. Perinhalasi
Yaitu menggunakan gas atau cairan anestetika yang mudah menguap
(volatile agent) dan diberikan dengan O2. Konsentrasi zat anestetika
9
tersebut tergantunug dari tekanan parsialnya; zat anestetika disebut kuat
apabila dengan tekanan parsial yang rendah sudah mampu memberikan
anestesia yang adekuat.
10
Potensi dari berbagai macam obat anestetika ditentukan oleh MAC
(Minimal Alveolus Concentration), yaitu konsentrasi terendah zat
anestetika dalam udara alveolus yang mampu mencegah terjadinya
tanggapan (respon) terhadap rangsang rasa sakit. Semakin rendah nilai
MAC, semakin poten zat anestetika tersebut.1
b) Tiopenton5
Tiopental sekarang lebih dikenal dengan nama sodium Penthotal,
Thiopenal, Thiopenton Sodium atau Trapanal yang merupakan obat anestesi
umum barbiturat short acting, tiopentol dapat mencapai otak dengan cepat
dan memiliki onset yang cepat (30-45 detik). Dalam waktu 1 menit
tiopenton sudah mencapai puncak konsentrasi dan setelah 5 10 menit
konsentrasi mulai menurun di otak dan kesadaran kembali seperti semula.
Dosis yang banyak atau dengan menggunakan infus akan menghasilkan efek
sedasi dan hilangnya kesadaran.
Dosis
Dosis yang biasanya diberikan berkisar antara 3-5 mg/kg. Untuk
menghindarkan efek negatif dari tiopental tadi sering diberikan dosis kecil
dulu 50-75 mg sambil menunggu reaksi pasien.
Efek samping
15
Efek samping yang dapat ditimbulkan seperti alergi, sehingga jangan
memberikan obat ini kepada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap
barbiturat, sebab hal ini dapat menyebabkan terjadinya reaksi anafilaksis
yang jarang terjadi, barbiturat juga kontraindikasi pada pasien dengan
porfiria akut, karena barbiturat akan menginduksi enzim d-aminoleuvulinic
acid sintetase, dan dapat memicu terjadinya serangan akut. Iritasi vena dan
kerusakan jaringan akan menyebakan nyeri pada saat pemberian melalui I.V,
hal ini dapat diatasi dengan pemberian heparin dan dilakukan blok regional
simpatis.
c) Ketamin5
Ketalar sebagai nama dagang yang pertama kali diperkenalkan oleh
Domino dan Carson tahun 1965 yang digunakan sebagai anestesi umum.
Ketamin kurang digemari untuk induksi anastesia, karena sering
menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, pasca
anastesi dapat menimbulkan muntah muntah, pandangan kabur dan mimpi
buruk.
Ketamin juga sering menebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris
dan persepsi dan mimpi gembira yang mengikuti anestesia, dan sering
disebut dengan emergence phenomena.
Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan
didistribusikan ke seluruh organ. Efek muncul dalam 30 60 detik setelah
pemberian secara I.V dengan dosis induksi, dan akan kembali sadar setelah
15 20 menit. Jika diberikan secara I.M maka efek baru akan muncul
setelah 15 menit.
d) Opioid
Morphine, meperidine, fentanyl, sufentanil, alfentanil, and remifentanil
merupakan golongan opioid yang sering digunakan dalam general anestesi.
efek utamanya adalah analgetik. Dalam dosis yang besar opioid kadang
digunakan dalam operasi kardiak. Opioid berbeda dalam potensi,
farmakokinetik dan efek samping.
Absorbsi cepat dan komplit terjadi setelah injeksi morfin dan meperedin
intramuskuler, dengan puncak level plasma setelah 20-60 menit. Fentanil
sitrat transmukosal oral merupakan metode efektif menghasilkan analgesia
dan sedasi dengan onset cepat (10 menit) analgesia dan sedasi pada anak-
anak (15-20 g/Kg) dan dewasa (200-800 g).
Waktu paruh opioid umumnya cepat (5-20 menit). Kelarutan lemak yang
rendah dan morfin memperlambat laju melewati sawar darah otak, sehingga
onset kerja lambat dan durasi kerja juga Iebih panjang. Sebaliknya fentanil
18
dan sufentanil onsetnya cepat dan durasi singkat setelah injeksi bolus.6
Efek pada sistem kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler tidak mengalami perubahan baik kontraktilitas
otot jantung maupun tonus otot pembuluh darah. Tahanan pembuluh darah
biasanya akan menurun karena terjadi penurunan aliran simpatis medulla,
tahanan sistemik juga menurun hebat pada pemberian meperidin atau morfin
karena adanya pelepasan histamin.
Efek pada sistem pernafasan
Dapat meyebabkan penekanan pusat nafas, ditandai dengan penurunan
frekuensi nafas, dengan jumlah volume tidal yang menurun . PaCO2
meningkat dan respon terhadap CO2 tumpul sehingga kurve respon CO2
menurun dan bergeser ke kanan, selain itu juga mampu menimbulkan
depresi pusat nafas akibat depresi pusat nafas atau kelenturan otot nafas,
opioid juga bisa merangsang refleks batuk pada dosis tertentu.
Efek pada sistem gastrointestinal
Opioid menyebabkan penurunan peristaltik sehingga pengosongan
lambung juga terhambat.
Efek pada endokrin
Fentanyl mampu menekan respon sistem hormonal dan metabolik akibat
stress anesthesia dan pembedahan, sehingga kadar hormon katabolik dalam
darah relatif stabil.3,4
1) Morfin5
Penggunaanya untuk premedikasi, analgesic, anastesi, pengobatan
nyeri yang berjaitan dengan iskemia miokard, dan dipsnea yang
berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri dan edema paru.
Dosis :
Analgesic : iv 2,5-15 mg, im 2,5-20 mg, Po 10-30 mg, rectal 10-
20 mg setiap 4 jam
Induksi : iv 1 mg/kg
Awitan aksi : iv < 1 menit, im 1-5 menit
Lama aksi : 2-7 jam
19
Efek samping obat :
Hipotensi, hipertensi, bradikardia, aritmia
Bronkospasme, laringospasme
Penglihatan kabur, sinkop, euphoria, disforia
Retensi urin, spasme ureter
Spasme traktus biliaris, konstipasi, anoreksia, mual, muntah,
penundaan pengosongan lambung
Miosis
2) Petidin5
Penggunaannya untuk nyeri sedang sampai berat, sebagai suplemen
sedasi sebelum pembedahan, nyeri pada infark miokardium walaupun
tidak seefektif morfin sulfat, untuk menghilangkan ansietas pada pasien
dengan dispnea karena acute pulmonary edema dan acute left ventricular
failure.
Dosis
Oral/ IM,/SK :
Dewasa :
Dosis lazim 50150 mg setiap 3-4 jam jika perlu,
Injeksi intravena lambat : dewasa 1535 mg/jam.
Anak-anak oral/IM/SK : 1.11.8 mg/kg setiap 34 jam jika perlu.
Untuk sebelum pembedahan : dosis dewasa 50 100 mg IM/SK
Petidin dimetabolisme terutama di hati
Kontraindikasi
Pasien yang menggunakan trisiklik antidepresan dan MAOi. 14
hari sebelumnya (menyebabkan koma, depresi pernapasan yang
parah, sianosis, hipotensi, hipereksitabilitas, hipertensi, sakit
kepala, kejang)
Hipersensitivitas.
Pasien dengan gagal ginjal lanjut
Efek samping obat
Depresi pernapasan,
Sistem saraf : sakit kepala, gangguan penglihatan, vertigo, depresi,
20
rasa mengantuk, koma, eforia, disforia, lemah, agitasi, ketegangan,
kejang,
Pencernaan : mual, muntah, konstipasi,
Kardiovaskular : aritmia, hipotensi postural,
Reproduksi, ekskresi & endokrin : retensi urin, oliguria.
Efek kolinergik : bradikardia, mulut kering, palpitasi, takikardia,
tremor otot, pergerakan yg tidak terkoordinasi, delirium atau
disorintasi, halusinasi.
Lain-lain : berkeringat, muka merah, pruritus, urtikaria, ruam kulit
Peringatan: Hati-hati pada pasien dengan disfungsi hati & ginjal krn
akan memperlama kerja & efek kumulasi opiod, pasien usia lanjut, pada
depresi sistem saraf pusat yg parah, anoreksia, hiperkapnia, depresi
pernapasan, aritmia, kejang, cedera kepala, tumor otak, asma bronchial.
3) Fentanil5
Digunakan sebagai analgesic dan anastesia
Dosis :
Analgesic : iv/im 25-100 g
Induksi : iv 5-40 g/ kg BB
Suplemen anastesi : iv 2-20 g/kg BB
Anastetik tunggal : iv 50-150 g/ kg BB
Awitan aksi : iv dalam 30 detik, im < 8 menit
Lama aksi : iv 30-60 menit, im 1-2 jam
Efek samping obat :
Bradikardi, hipotensi
Depresi saluran pernapasan, apnea
Pusing, penglihatan kabur, kejang
Mual, muntah, pengosongan lambung terlambat
Miosis 4
4) Tramadol5
Tramadol adalah analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat.
Tramadol mengikat secara stereospesifik pada reseptor di sistem saraf
21
pusat sehingga menghambat sensasi nyeri dan respon terhadap nyeri.
Disamping itu tramadol menghambat pelepasan neurotransmiter dari
saraf aferen yang sensitif terhadap rangsang, akibatnya impuls nyeri
terhambat. Tramadol peroral diabsorpsi dengan baik dengan
bioavailabilitas 75%. Tramadol dan metabolitnya diekskresikan
terutama melalui urin dengan waktu 6,3 7,4 jam.
Indikasi : Untuk pengobatan nyeri akut dan kronik yang berat, nyeri
pasca pembedahan.
Dosis : Dewasa dan anak di atas 16 tahun :
Dosis umum : dosis tunggal 50 mg Dosis tersebut biasanya cukup
untuk meredakan nyeri, apabila masih terasa nyeri dapat
ditambahkan 50 mg setelah selang waktu 4 6 jam.
Dosis maksimum 400 mg sehari.
Dosis sangat tergantung pada intensitas rasa nyeri yang diderita.
Penderita gangguan hati dan ginjal dengan bersihan klirens < 30
mL/menit : 50 100 mg setiap 12 jam, maksimum 200 mg sehari.
Dosis yang dianjurkan untuk pasien dengan cirrhosis adalah 50 mg
setiap 12 jam.
Efek samping
Efek samping yang umum terjadi seperti pusing, sedasi, lelah, sakit
kepala, pruritis, berkeringat, kulit kemerahan, mulut kering, mual,
muntah, dispepsia dan konstipasi.
e) Benzodiazepin5,6
Golongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi
adalah Diazepam (valium), Lorazepam (Ativan) dan Midazolam (Versed),
diazepam dan lorazepam tidak larut dalam air dan kandungannya berupa
propylene glycol.
Golongan benzodiazepine bekerja sebagai hipnotik, sedative, anxiolitik,
amnestik, antikonvulsan, pelumpuh otot yang bekerja di sentral.
Obat golongan benzodiazepine dimetabolisme di hepar, efek puncak
akan muncul setelah 4 - 8 menit setelah diazepam disuntikkan secara I.V dan
22
waktu paruh dari benzodiazepine ini adalah 20 jam. Dosis ulangan akan
menyebabkan terjadinya akumulasi dan pemanjangan efeknya sendiri.
Midazolam dan diazepam didistribusikan secara cepat setelah injeksi bolus,
metabolisme mungkin akan tampak lambat pada pasien tua.
Efek pada sistem saraf pusat
Dapat menimbulkan amnesia, anti kejang, hipnotik, relaksasi otot dan
mepunyai efek sedasi, efek analgesik tidak ada, menurunkan aliran darah
otak dan laju metabolisme.
Efek pada sistem kardiovaskuler
Menyebabkan vasodilatasi sistemik yang ringan dan menurunkan cardiac
out put. Ttidak mempengaruhi frekuensi denyut jantung, perubahan
hemodinamik mungkin terjadi pada dosis yang besar atau apabila
dikombinasi dengan opioid
Efek pada sistem pernafasan
Mempengaruhi penurunan frekuensi nafas dan volume tidal, depresi pusat
nafas mungkin dapat terjadi pada pasien dengan penyakit paru atau pasien
dengan retardasi mental.
Efek pada sistem saraf otot
Menimbulkan penurunan tonus otot rangka yang bekerja di tingkat
supraspinal dan spinal, sehingga sering digunakan pada pasien yang
menderita kekakuan otot rangka.
23
Klasifikas Angka
Deskripsi Pasien
i ASA Kematian (%)
Kelas I Pasien normal dan sehat fisik dan mental 0,1
Kelas II Pasien dengan penyakit sistemik ringan dan 0,2
tida ada keterbatasan fungsi
Kelas III Pasien dengan penyakit sistemik sedang 1,8
hingga berat yang menyebabkan
keterbatasan fungsi
Kelas IV Pasien dengan penyakit sistemik berat yang 7,8
mengancam hidup dan menyebabkan
keterbatasan fungsi
Kelas V Pasien yang tidak dapat hidup/ bertahan 9,4
dalam 24 jam dengan atau tanpa operasi
Kelas E Bila operasi dilakukan darurat/ cito
2.4 Endometriosis
Endometriosis adalah suatu penyakit yang lazim menyerang wanita di usia
reproduksi. Penyakit ini merupakan kelainan ginekologis yang menimbulkan
keluhan nyeri haid, nyeri saat senggama, pembesaran ovarium dan infertilitas.8
Endometriosis terjadi ketika suatu jaringan normal dari lapisan uterus yaitu
endometrium menyerang organ-organ di rongga pelvis dan tumbuh di
sana. Jaringan endometrium yang salah tempat ini menyebabkan iritasi di
rongga pelvis dan menimbulkan gejala nyeri serta infertilitas.Jaringan
endometriosis memiliki gambaran bercak kecil, datar, gelembung atau flek-
flek yang tumbuh di permukaan organ-organ di rongga pelvis. Flek-flek ini
bisa berwarna
bening, putih, coklat, merah, hitam, atau biru. Jaringan endometriosis dapat tu
mbuh di permukaanrongga pelvis, peritoneum, dan organ di rongga pelvis, yan
g kesemuanya dapat berkembang membentuk nodul-nodul. Endometriosis bisa
tumbuh di permukaan ovarium atau menyerang bagian dalam ovarium dan
membentuk kista berisi darah yang disebut sebagai kista endometriosis kista
coklat. Kista ini disebut kista coklat karena terdapat penumpukan
darah berwarna merah coklat hingga gelap. Kista ini bisa berukuran kecil
24
seukuran kacang dan bisa tumbuh lebih besar dari buah anggur. Endometriosis
dapat mengiritasi jaringan di sekitarnya dan dapat menyebabkan perlekatan
(adhesi) akibat jaringan parut yang ditimbulkannya.8 Endometriosis terjadi
pada 10-14% wanita usia reproduksi dan mengenai 40-60% wanita dengan
dismenorhea dan 20-30% wanita subfertil. Saudara perempuan dan anak
perempuan dari wanita yang menderita endometriosis berisiko 6-9 kali lebih
besar untuk berkembang menjadi endometriosis.9
25
Merupakan keadaan yang sering dijumpai disebabkan oleh karena adanya
endometriosis di kavum douglasi.
e. Infertilitas
Ada korelasi yang nyata antara endometriosis dan infertilitas. 30%-40%
wanita dengann endometriosis menderita infertilitas. Factor penting yang
menyebabkan infertilitas pada endometriosis adalah apabila mobilitas tuba
terganggu karena fibrosis dan perlekatan jaringan di sekitarnya. Pada
pemeriksaaan ginekologik khususnya pemeriksaan vagina-rekto-abdominal,
ditemukan pada endometriosis ringan benda-benda padat seperti butir beras
sampai butir jagung di kavum douglas dan pada ligamentum sakrouterinum
dengan uterus dalam posisi retrofleksi dan terfiksasi.
2.4.2 Diagnosis10
Secara klinis endometriosis sering sulit dibedakan dari penyakit radang
pelvis atau kista ovarium lainnya. Visualisasi endometriosis diperlukan untuk
memastikan diagnosis. Cara yang biasa dilakukan untuk menegakan diagnose
yaitu dengan melakukan pemeriksan laparoskopi untuk melihat luka dan
mengambil specimen biopsy. Pemeriksaan ultrasonografi pelvis bias
membantu untuk menilai massa dan bisa menduga adanya endometriosis.
Kadar antigen kanker 125 (CA-125) tinggi pada penderita endometriosis.
Adapun Pemeriksaan Penunjang yang dilakukan yaitu :
26
a. Laparoskopi
Bila ada kecurigaan endometriosis panggul , maka untuk menegakan
diagnosis yang akurat diperlukan pemeriksaan secara langsung ke rongga
abdomen per laparoskopi. Pada lapang pandang laparoskopi tampak pulau-
pulau endometriosis yang berwarna kebiruan yang biasanya berkapsul.
Pemeriksaan laparoskopi sangat diperlukan untuk mendiagnosis pasti
endometriosis, guna menyingkirkan diagnosis banding antara radang panggul
dan keganasan di daerah pelviks. Moeloek mendiagnosis pasien dengan
adneksitis pada pemeriksaam dalam, ternyata dengan laparoskopi kekeliruan
diagnosisnya 54%, sedangkan terhadap pasien yang dicurigai endometriosis,
kesesuaian dengan pemeriksaan laparoskopi adalah 70,8%.
b. Pemeriksaan Ultrasonografi
Secar pemeriksaan, USG tidak dapat membantu menentukan adanya
endometriosis, kecuali ditemukan massa kistik di daerah parametrium, maka
pada pemeriksaan USG didapatkan gambaran sonolusen dengan echo dasar
kuat tanpa gambaran yang spesifik untuk endometriosis.
2.4.3 Penatalaksanaan10
Penanganan endometriosis terdiri atas pencegahan, observasi, terapi
hormonal, pembedahan dan radiasi.
a. Pencegahan
Bila disminorea yang berat terjadi pada seorang pasien muda,
kemungkinana bermacam-macam tingkat sumbatan pada aliran haid harus
dipertimbangkan.kemungkinan munculnya suatu tanduk rahim yang tumpul
pada rahimbikornuata atau sebuah sumbatan septum rahim atau vaginal harus
diingat.dilatasi serviks untuk memungkinkan pengeluaran darah haid yang
lebih mudah pada pasien dengan tingkat disminorea yang hebat.
Kemudian, adapula pendapat dari Meigs. Meigs berpendapat bahwa
kehamilan adalah pencegahan yang paling baik untuk endometriosis. Gejala-
gejala endometriosis memang berkurang pada waktu dan sesudah kehamilan
karena regresi endometrium dalam sarang-sarang endometriosis. Maka dari itu
perkawinan hendaknya jangan ditunda terlalu lama dan diusahakan secepatnya
memiliki anak yang diinginkan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Sikap
27
demikian tidak hanya merupaka profilaksis yang baik untuk endometriosis,
melainkan juga mrnghindari terjadinya infertilitas sesudah endometrium
timbul.selain itu juga jangan melakukan pemeriksaan yang kasar atau kerokan
saat haid, karena dapat mengalirkan darah haid dari uterus ke tuba fallopi dan
rongga panggul.
b. Observasi
Pengobatan ini akan berguna bagi wanita dengan gejala dan kelainan fisik
yang ringan. Pada wanita yang agak berumur, pengawasan ini bisa dilanjutkan
sampai menopause, karena sesudah itu gejala-gejala endometriosis hilang
sendiri. Dalam masa observasi ini dapat diberi pengobatan paliatif berupa
pemberian analgetik untuk mengurangi rasa nyeri.
c. Pengobatan Hormonal
Prinsip pertama pengobatan hormonal ini adalah menciptakan ingkungan
hormone rendah estrogen dan asiklik. Kadar estrogen yang rendah
menyebabkan atrofi jaringan endometriosis. Keadaan yang asiklik mencegah
terjadinya haid, yang berarti tidak terjadi pelepasan jaringan endometrium
yang normal ataupun jaringan endometriosis. Dengan demikian dapat
dihindari timbulnya sarang endometriosis yang baru karena transport
retrograde jaringan endometrium yang lepas serta mencegah pelepasan dan
perdarahan jaringan endometriosis yang menimbulkan rasa nyeri karena
rangsangan peritoneum.
Prinsip kedua yaitu menciptakan lingkungan tinggi androgen atau tinggi
progesterone yang secara langsung dapat menyebabkan atrofi jaringan
endomeetriosis.
d. Pembedahan
Adanya jaringan endometrium yang berfungsi merupakan syarat mutlak
tumbuhnya endometriosis. Oleh krarena itu pada waktu pembedahan,harus
dapat menentukan apakah ovarium dipertahankan atau tidak. Pada
andometriosis dini, pada wanita yang ingin mempunyai anak fungsi ovarium
harus dipertahankan. Sebaliknya pada endometriosis yang sudah menyebar
luas pada pelvis, khususnya pada wanita usia lanjut. Umumnya pada terapi
pembedahan yang konservatif sarang endometriosis diangkat dengan
meninggalkan uterus dan jaringan ovarium yang sehat, dan perlekatan
28
sedapatnya dilepaskan. Pada operasi konservatif, perlu pula dilakukan
suspensi uterus, dan pengangkatan kelainan patologik pelvis. Hasil
pembedahan untuk infertile sangat tergantung pada tingkat endometriosis,
maka pada penderita dengan penyakit berat, operasi untuk keperluan infertile
tidak dianjurkan.
2.5 Kuretase11
Kuretase merupakan upaya untuk menyembuhkan rahim dari suatu
gangguan tertentu atau untuk pemeriksaan terhadap lapisan dalam rahim.
Kuretase adalah tindakan mengerok jaringan di lapisan dalam rahim.
30
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien seorang wanita usia 45 tahun dilakukan operasi
berupa kuretase pada endometriosis, dilakukan dengan menggunakan anestesi
umum yaitu TIVA. Jenis anestesi yang dipilih untuk kasus ini adalah anestesi
intravena. Dikarenakan operasi yang akan dilakukan termasuk dalam operasi kecil
dan berlangsung singkat, sehingga penggunaan anestesi intravena ini menjadi
pilihan. Pasien merasa nyaman selama operasi dan pemulihan post operasi tidak
terlalu lama. Premedikasi pada pasien diberikan midazolam agar pasien tidak
cemas saat akan dilakukan prosedur operasi. Selain itu juga memberikan efek
amnesia anterograd selama operasi berlangsung.
Setelah anestesi selesai dan keadaan umum serta tanda vital baik, pasien
dipindahkan ke ruang pemulihan. Di ruang pemulihan pasien dimonitor tanda-
tanda vital yaitu tekanan darah, heart rate, respiratory rate, dan sturasi oksigen.
Kemudian dilakukan penilaian Aldrete score yaitu salah satu indikator respon
31
motorik pasca anestesi. Jika score adalah lebih dari sama dengan 8 pasien boleh
keluar dari ruang pemulihan dan pindah ruangan.
BAB V
KESIMPULAN
Pada pasien ini dilakukan kuretase pada tanggal 26 April 2016 dengan
teknik anestesi yang di pakai adalah anestesi umum intravena. Dilakukan induksi
dengan ketamin sebagai obat sedatif, yang diberikan bersamaan dengan fentanyl.
Untuk maintenance selama operasi berlangsung O2 2 lpm. Pemberian cairan infus
RL untuk mengganti cairan intravaskular dan ekstrasel yang hilang selama
operasi. Perawatan post operatif dilakukan di Recovery Room dengan
pengawasan tanda vital, tanda-tanda perdarahan dan infus cairan sesuai dengan
kebutuhan.
32
DAFTAR PUSTAKA
33