Anda di halaman 1dari 9

MANAJEMEN KASUS GENERAL ANESTESI/ TIVA

Abses Mandibula Sinistra

I. IDENTITAS

Nama Pasien : T.DS


Umur : 55 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Paron, Ngawi
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
No. RM : 555***
Tanggal Operasi : 26 April 2021

II. ANAMNESIS

Autoanamnesi dan pengambilan data sekunder dari status pasien pada


tanggal 26 April 2021.

1. Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan benjolan pada pipi sebelah kiri

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien merasakan terdapat benjolan pada pipi kiri, yang membuat pasien
sulit membuka mulut dan merasakan nyeri. Dokter Spesialis THT kemudian
merencanakn tindakan insisi drainase pada tanggal 26 April 2021.

3. Anamnesis Sistem
 Cerebrospinal : Nyeri kepala ( - ), demam ( - )
 Kardiovaskular : Berdebar-debar ( - ), nyeri dada ( - )
 Respirasi : Sesak nafas ( - ), batuk ( - )
 Digesti : Mual ( - ), muntah ( - ), nyeri abdomen ( - )
 Urogenital : BAK normal 
 Integumentum : Gatal ( - ), pipi kiri bengkak
 Muskuloskeletal : Dalam batas normal

4. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat HT ( - ), DM ( - ), Asma ( - ), Alergi obat ( - )

5. Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat HT ( - ), DM ( - )
 Tidak ada riwayat alergi

III. PEMERIKSAAN FISIK


- Keadaan umum : Baik
- Kesadaran : Compos mentis
- Berat badan : 73 kg
- Tinggi badan : 161 cm
- Vital sign
TD : 123/72 mmHg RR : 18 kali/menit
Nadi : 97 kali/menit Suhu : 36,5 °C
- Kepala : Bentuk kepala normal, bulat, pipi kiri bengkak
- Mata : Konjungtiva anemis ( -/- ), sklera ikterik ( -/- )
- Leher : Pembesaran kelenjar getah bening ( - )
- Thorak : Simetris kanan = kiri, retraksi ( - )
Jantung : S1 S2 tunggal, regular
Pulmo : Vesikuler ( +/+), ronkhi ( -/- ), wheezing ( -/- )
- Abdomen : Supel, bising usus ( + )
- Genitalia : Dalam batas normal
- Ekstremitas : edem (-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah lengkap

WBC 18.10 10^3/UL MCV 85.6 fl


RBC 4.93 10^6/ul MCH 28.2 pg
HGB 13.9 g/dl PLT 267 10^3/ul
HCT 42.2 %
2. Pemeriksaan Fungsi hati
Albumin : 5.03 mg/dl
SGOT : 4.1
SGPT : 78.8
3. Pemeriksaan Fungsi Ginjal
Urea : 37.0
Kreatinin : 1.04
4. Pemeriksaan Lemak
K.Total : 263
Trigliserida : 76
5. Pemeriksaan Gula Darah
GDS : 114

V. DIAGNOSIS
Abses Mandibula Sinistra

VI. TERAPI

Terapi non farmakologi :-

Terapi farmakologi :-

Terapi pembedahan : Insisi Drainase

VII. PENATALAKSANAAN ANESTESI


- Pasien Laki-laki berusia 55 tahun dengan Abses Mandibula Sinistra
ASA I | BB: 73 kg | TB:161 cm | TD: 123/72 mmHg | N: 97 x/menit
- Anamnesis :
Asma (-), alergi (-), HT (-), DM (-), gigi palsu (-), gigi goyang (-) puasa
(+) MMT 02.00 WIB
- Konsul ke dokter Spesialis Anastesi  general anastesi/ TIVA
 Teknik : Total Intravenous Anesthesia (TIVA)
 Premedikasi : Sulfas Atropine 0,25 mg dan Sedacum 3 mg
 Induksi : Propofol 100 mg
 Analgetik : Fentanyl 100 mg
 Maintenance : O2 kanul nasal 3 Lpm
 Monitoring : Tanda vital selama operasi tiap 5 menit,
_________________kedalaman anestesi, cairan, dan perdarahan.

Tn.DS usia 55 tahun, dengan diagnosis Abses Mandibula Sinistra


diantar ke ruang operasi untuk menjalankan operasi Insisi Drainase pada
tanggal 26 April 2021 dengan menggunakan anestesi general/TIVA, ASA
I Anastesi diberikan sejak pukul 08.30 dan operasi dimulai pada pukul
08.35. Lamanya operasi berlangsung selama 10 menit. Obat anestesi yang
digunakan sebagai induksi adalah propofol 100 mg.

Pasien masuk ruangan operasi pukul 08.25 kemudian dilakukan


pemasangan alat-alat monitoring seperti tensimeter dan pulse oxymetri
yang berguna dalam memantau keadaan pasien selama anestesi
berlangsung. Pada pasien ini sudah terpasang IV line. Keadaan umum
pasien sebelum operasi adalah :
- TD : 123/72 mmHg SpO2 : 98%
- Nadi : 97 x/menit BB : 73 kg
- RR : 18 x/menit
Sebelum pemberian induksi anestesi, pasien telah diberikan Sulfas
Atropine 0,25 mg, Sedacum 3 mg sebagai pramedikasi. O2 3 Lpm dengan
menggunakan nasal kanul diberikan selama berjalanya operasi. Kemudian
dimasukkan induksi anestesi dengan menggunakan Propofol 100 mg dan
Analgetik Fentanyl 100 mg. Setelah pemberian induksi anestesi, dilakukan
pemeriksaan reflex bulu mata dan rangsang nyeri untuk memastikan
pasien sudah tertidur. Setelah pasien tertidur, operasi dimulai pukul 08.35
dan dilakukan pemantauan keaadaan pasien meliputi vital sign, cairan dan
perdarahan setiap 5 menit.
Selama operasi berlangsung tidak terjadi hipotensi ataupun kenaikan
tekanan darah yang berarti. Pemantauan input dan output pasien sebagai
berikut:
 Cairan yang masuk selama operasi 500 cc
 Perdarahan selama operasi ±50 cc
 Urine keluar secara spontan (tanpa penggunaan cateter)

Operasi berlangsung selama 10 menit dan selesai pada pukul 08.45.


Pemindahan pasien dari kamar operasi ke ruang pemulihan dilakukan bila
ventilasi oksigenasi adekuat dan hemodinamik stabil. Berikut ialah
instruksi khusus pasien post operasi dengan prosedur TIVA :

 Post op rawat di RR
 Beri O2 nasal canul 3 Lpm
 Observasi KU dan Vital Sign setiap 15 menit sampai pasien
sadar penuh.
 Bila Alderete skor ≥ 8 pasien dapat pindah ruangan.
 Jika pasien sadar penuh tanpa disertai mual dan muntah, bisa
dicoba berikan minum sedikit sedikit.

VIII. PEMBAHASAN ANESTESI

Anestesi merupakan suatu usaha berupa tindakan yang bertujuan untuk


menghilangkan rasa, baik rasa nyeri, takut, dan tidak nyaman sehingga
pasien nyaman. Proses anestesi digunakan sebelum proses operasi
pembedahan dilakukan. Persiapan pra anestesi sebelum pelaksanaan
proses operasi merupakan sesuatu yang sangat penting sebagai upaya
dalam mengurangi terjadinya kecelakaan anastesi. Salah satu yang
dilakukan saat pra anestesi adalah memeriksa kesesuaian identitasnya.
Selain memastikan identitas, evaluasi pra anestesi meliputi anamnesis
berupa keluhan dan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium yang berhubungan. Dari sini dapat diketahui jenis anestesi
yang sesuai dengan keadaan pasien dan jenis operasi yang akan dilakukan

Hasil dari evaluasi pra anestesi yang dilakukan harus dilengkapi


dengan klasifikasi status fisik pasien berdasarkan skala ASA. Status fisik
ASA (American Society of Anesthesiologist) bertujuan untuk menilai
kesehatan pasien sebelum dilakukannya operasi. Adapun klasifikasi dari
ASA menurut Doyle & Garmon adalah sebagai berikut:

Bila suatu operasi yang akan dilakukan bersifat darurat (emergency) maka
 ASA I Pasien normal, sehat fisik, mental, dan pasien non obese
 ASA II Pasien dengan penyakit sistemik ringan, tidak ada
keterbatasan fungsional, dan pasien dengan penyakit yang
sudah terkontrol
 ASA III Pasien dengan penyakit sistemik sedang hingga berat yang
menyebabkan keterbatasan fungsi.
 ASA IV Pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam hidup
dan menyebabkan ketidakmampuan fungsi
 ASA V Pasien yang tidak dapat hidup/bertahan dalam 24 jam dengan
atau tanpa operasi
 ASA VI Pasien mati otak yang organ tubuhnya dapat diambil untuk
dilakukan transplantasi pada pasien lain.

penggolongan ASA akan diikuti dengan huruf E.

Pada pasien Tn. DS usia 55 tahun dengan diagnosis Abses Mandibula


Sinistra akan dilakukan tindakan operasi berupa Insisi Drainase. Dari hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik serta penunjang, pasien ini layak untuk dilakukan
operasi dengan klasifikasi ASA I. Berdasarkan konsultasi yang telah dilakukan,
pasien ini akan mendapatkan general anesthesia (GA) dengan teknik TIVA.

GA merupakan anestesi umum yang berfungsi untuk menghilangkan


rasa nyeri atau sakit pada seluruh tubuh secara sentral disertai hilangnya
kesadaran dan dapat pulih kembali (reversible). Pada anestesi umum, yang
terpengaruh adalah saraf pusat. Anestesi secara TIVA (Total Intra Venous
Anesthesia) adalah teknik anestesi umum dimana induksi dan
pemeliharaan anestesi didapatkan dengan hanya menggunakan kombinasi
obat-obatan anestesi yang dimasukkan lewat jalur intravena tanpa
penggunaan anestesi inhalasi. TIVA dalam anestesi umum digunakan
untuk mencapai 4 komponen penting dalam anestesi yaitu ketidaksadaran,
analgesia, amnesia dan relaksasi otot.

Indikasi dari TIVA ialah operasi kecil dan sedang yang tidak
memerlukan relaksasi lapangan operasi yang optimal dan berlangsung
singkat, dengan perkecualian operasi didaerah jalan nafas dan intraokuler.
Kontraindikasi TIVA ialah pasien yang rentan terhadap obat-obat
simpatomimeti (misalnya: penderita diabetes melitus, hipertensi,
tirotoksikosis dan paeokromo sitoma), pasien yang menderita hipertensi
intracranial, pasien penderita glaucoma, operasi intra okuler.

Sebelum dilakukan pemberian obat induksi anestesi, terlebih dahulu


diberikan obat premedikasi. Premedikasi merupakan tindakan pemberian
obat-obatan pendahuluan dalam rangka pelaksanaan anesthesia. Tujuan
pemberian pramedikasi adalah untuk mengurangi kecemasan, mengurangi
nyeri akibat obat induksi, mengurangi kebutuhan obat-obatan anastetik,
mengurangi sekresi saluran pernapasan, dan mencegah reflex-refleks yang
tidak diinginkan. Obat yang digunakan sebagai pramedikasi pada Tn. DS
adalah Sulfas Atropine 0,25 mg dan Sedacum 3 mg.
Sulfas Atropine (SA) merupakan obat golongan antikolinergik yang
dapat membantu dalam mengurangi stimulasi saraf parasimpatik. Efek
penurunan stimulasi parasimpatik juga diakibatkan SA sebagai obat
vagolitik. Efek vagolitik dapat menyebabkan terjadinya penurunan tonus
otot vagal. Mekanisme kerja adalah dengan cara menghalangi eksitasi
asetilkolin sehingga sekresi kelenjar ludah, getah lambung, air mata, serta
sekresi lendir lainnya akan berkurang. Akibat dari penurunan respon
simpatik maka tubuh melakukan kompensasi dengan mengkatifkan efek
simpatis pada system saraf. Efek simpatis tersebut berupa peningkatan
denyut jantung, tekanan darah, dan pelemahan usus. Sediaan obat SA
dalam 1 ampul adalah 1 ml dengan komposisi SA sebanyak 0,25 mg/ml.
Dosis pemberian SA adalah 0,01 – 0,02 mg/kgBB. Berdasarkan berat
badan pasien yakni 73 kg maka dosis yang diberikan adalah 0,73 – 1.46
mg. Pada pasien Tn. DS diberikan Sulfat Atropin sebanyak 0,50 mg
Sehingga, pemberian SA pada pasien belum sesuai dosis.
Pada Pasien diberikan obat pramedikasi lain yaitu Sedacum. Sedacum
merupakan salah satu jenis obat yang berisikan midazolam. Midazolam
merupakan obat golongan benzodiazepine yang memiliki efek sedative dan
anticemas serta menimbulkan rasa kantuk. Secara umum, benzodiazepin
bekerja pada asam Ɣ aminobutirat (GABA) yang merupakan
neurotransmitter utama pada susunan saraf pusat. Obat golongan
benzodiazepine yang berikatan dengan reseptor spesifik GABAA akan
meningkatkan afinitas neurotransmitter inhibisi dengan reseptor GABA.
Ikatan ini akan membuka kanal Cl- sehingga menghasilkan hiperpolarisasi
pada membrane sel pasca sinaps dan saraf pasca sinaps menjadi resisten
untuk dirangsang. Hal tersebut berdampak pada inhibisi system kerja saraf
pusat. Sediaan pada 1 ampul terdapat 5 ml dengan komposisi midazolam
sebesar 5 mg/ml. Dosis pada dewasa 0,1 – 0,2 mg/kgBB . Berdasarkan
berat badan pasien yakni 73 kg maka dosis yang diberikan adalah 7.3 –
14,6 mg. Pada pasien Ny. T diberikan Sedacum sebanyak 3 mg. Sehingga,
pemberian sedacum pada pasien belum sesuai dosis.
Setelah pramedikasi dilakukan, kemudian proses inti pada anestesi bisa
dilakukan. Pemberian anestesi dimulai dengan induksi yaitu memberikan
obat sehingga pasien tertidur. Induksi yang diberikan pada pasien ini
berupa Propofol 100 mg. Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak
berwarna putih susu yang bersifat isotonik dengan kepekatan 1% (1 ml =
10 mg). Propofol hanya memiliki efek hipnotik dan tidak memiliki efek
analgetik maupun relaksasi otot. Propofol memiliki onset kerja yang cepat
dibandingkan thiopental. Proses pemulihan kesadaran juga cepat
dibandingkan dengan obat anestesi yang lain. Pasien cepat kembali sadar
setelah pembiusan sehingga efek konfusi pasca bedah minimal. Selain
efek utamanya tersebut propofol juga memiliki efek lain sebagai
antiemetik, antipruritik, antikonvulsan dan mengurangi konstriksi bronkus.
Sehingga mengakibatkan efek muat atau muntah pasca pembedahan
sangat minimal. Efek samping yang mungkin timbul dengan pemberian
propofol adalah hipotensi dan apnea sementara. Propofol tidak dianjurkan
untuk anak < 3 tahun dan wanita hamil. Dosis induksi Propofol yaitu 2-2,5
mg/kgBB.

Pada pasien ini diberikan propofol sebanyak 100 mg. Ditinjau dari
berat badan pasien yaitu 73 kg, maka rentang dosis anjuran adalah 146-
182.5 mg. Pemberian propofol pada pasien belum memenuhi dosis
anjuran.
Selama pemantauan proses anestesi, program pergantian cairan pada
pasien merupakan hal penting unuk mencegah terjadinya hipotensi pada
pasien. Program pergantian cairan adalah sebagai berikut Berat badan Tn
DS ialah 73 kg, puasa 7 jam, jumlah perdarahan (JP) 20 cc :

- Maintenance (M) = 2 cc/kgBB/jam = 2 x 73 = 146 cc


- Stress operasi (SO) = 4 cc/kgBB/jam = 4 x 73 = 292 cc
- Pengganti puasa (PP) = M x jam puasa = 146 x 7 = 1022 cc
- EBV = BB x 70 cc/kgBB = 73 x 70 = 5110 cc
- EBL = EBV x 10% = 5110 x 20% = 1022 cc
Kebutuhan cairan
M + SO + ½PP + 3 (JP) = 146 + 292 + 511 + 60 = 1009 cc
Berdasarkan perhitungan diatas, maka dapat dikatakan bahwa
pemberian cairan selama proses operasi belum sesuai dengan kebutuhan.
Pada pasien dengan GA setelah selesai operasi harus dinilai
keadaannya dengan menggunakan system penilaian aldrette score untuk
selanjutnya dipindahkan ke ruangan pemulihan. Jika skor aldrette telah
mencapai ≥8 selama berada di ruangan pemulihan, maka pasien boleh
dipindahkan kembali ke ruangan.

IX. KESIMPULAN

Proses pelaksanaan general anesthesia dan obat-obatan yang


digunakan pada kasus ini sebagian besar belum sesuai dengan yang
seharusnya.

Anda mungkin juga menyukai