Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN JOURNAL READING

Efektivitas terapi psikologis terintegrasi terhadap hasil fungsional, klinis,


neuropsikologis, dan emosional pada skizofrenia: penelitian acak terkontrol

Stase Ilmu Kesehatan Jiwa

Disusun oleh :
Dinda Alsayla
(15711005)

Dosen Pembimbing Klinik


dr. Kardimin Sp.Kj

RSUD DR. SOEROTO NGAWI


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2021
Efektivitas terapi psikologis terintegrasi terhadap hasil fungsional,
klinis, neuropsikologis, dan emosional pada skizofrenia: penelitian
acak terkontrol
Matteo Aloi, Renato de Filippis, Francesca Grosso Lavalle, Enrico Chiappetta,
Caterina Viganò, Cristina Segura-Garcia & Pasquale De Fazio

Pendahuluan
Skizofrenia (SZ) adalah sebuah sindrom klinis dan heterogen yang mungkin
berasal dari gangguan saat perkembangan otak akibat faktor lingkungan dan/ genetik
(Owen, Sawa, & Mortensen, 2016).
Bukti bahwa gangguan kognitif memegang peran penting dalam definisi klinis
pasien dengan SZ telah menyebabkan munculnya beragam program terapi yang
tujuannya untuk rehabilitasi fungsi fungsi tersebut. (Schulz & Murray, 2016; Zai,
Robbins, Sahakian, & Kennedy, 2017).
Belakangan ini, intervensi farmakologis telah digunakan untuk mencapai
perbaikan kognitif, tapi perbaikan fungsionalnya tidak maksimal (Harvey & Sand,
2017; Zhou, Zhu, Wang, & Zhu, 2016). Strategi terapi lainnya, seperti intervensi
perilaku kognitif (ex: Cognitive Behavior Therapy, Cognitive Remediation Therapy),
telah menunjukkan efikasi dengan pendekatan tunggal (Contreras, Lee, Tan, Castle,
& Rossell, 2016; Nowak, Sabariego, Switaj, & Anczewska, 2016; Revell, Neill,
Harte, Khan, & Drake, 2015), begitu pula pentingnya kualitas pengalaman pasien
selama terapi rehabilitasi (Bassi, Ferrario, Ba, Delle Fave, & Vigano, 2012;
Tsoutsoulis, Maxwell, Menon Tarur Padinjareveettil, Zivkovic, & Rogers, 2018).
Terapi terintegrasi menggabungkan beberapa pendekatan spesifik. Diantara
intervensi-intervensi tersebut, telah banyak penelitian yang meneliti efikasi integrated
psychological therapy (IPT) pada pasien dengan SZ (Borriello, Balbi, Menichincheri,
& Mirabella, 2015; Roder, Mueller, & Schmidt, 2011; Vita et al., 2011a). IPT
merupakan cognitive-behavioral therapy (CBT) manual berbasis kelompok untuk
pasien SZ yang mengintegrasikan remediasi neurokognitif dan kognitif sosial dengan
rehabilitasi psikososial (Brenner, Hodel, Roder, & Corrigan, 1992). Program
intervensi terstruktur ini didesain untuk kelompok berisi 5-12 pasien dan
konseptualisasinya berdasarkan pada asumsi primer bahwa defisit dasar dalam fungsi
kognitif dapat menembus organisasi perilaku yang lebih tinggi seperti ketrampilan
sosial dan fungsi global. (Mueller, Schmidt, & Roder, 2013; Roder et al., 2011).
IPT terdiri dari 5 subprogram, dan level kesulitan latihannya akan semakin
meningkat. Tiga subprograms pertama bertujuan untuk fungsi dasar kognitif (yaitu:
diferensiasi kognitif, persepsi sosial, komunikasi verbal); subprogram keempat dan
kelima terdiri dari latihan bermain peran dan penyelesaian masalah dan membahas
gangguan sosial dan perilaku (ex: kemampuan sosial, penyelesaian masalah
interpersonal).
Beberapa metaanalisis belakangan ini telah merangkum dan menganalisis
banyak uji coba klinis dalam kondisi berbeda terhadap aplikasi dan efikasi IPT pada
pasien SZ. (Mueller et al., 2013; Roder, Mueller, Mueser, & Brenner, 2006; Roder et
al., 2011). IPT telah menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan terapi standar
(TAU) baik dalam memperbaiki gejala negatif pada SZ maupun memperbaiki fungsi
kognitif lainnya (Vita et al., 2011b), hasil kognisi sosial dan fungsional pada pasien,
bahkan efeknya dapat dipertahankan (Rakitzi, Georgila, Efthimiou, & Mueller, 2016).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas IPT dibandingkan
dengan TAU pada dua kelompok pasien skizofren, menggunakan uji komprehensif
berurutan dari area klinis, kognitif (seperti fungsi eksekutif, inhibisi semantic),
kognisi sosial (seperti mengenali ekspresi emosi) dan hasil fungsional. Kami
menghipotesiskan bahwa pasien yang di terapi dengan IPT akan menunjukkan
berkurangnya gejala, fungsi psikososial dan kognitif dan fungsi kognisi sosial yang
lebih baik dibandingkan kelompok TAU.
Metode
Pasien dan prosedur
Pasien direkrut dari pasien rawat inap klinik rehabilitasi di Catanzaro (Itali).
Pasien memenuhi syarat apabila: (1) berumur 18-65 tahun serta bisa membaca dan
memahami borang inform consent (2) didiagnosis skizofrenia oleh psikiatris ahli
berdasarkan DSM-5 (American Psychiatric Association, 2013); (3) durasi penyakit
lebih dari 5 tahun; (4) tidak kambuh dalam 6 bulan sebelum penelitian dimulai; (5)
dalam masa remisi pada pemeriksaan neuropsikologikal menurut Clinical Global
Impression-Skizofrenia Scale (CGI-SCH) (Haro et al., 2003) score 3; (6) pada
partisipan belum pernah dilakukan terapi IPT; (7) partisipan bebas dari kondisi medis
atau neurologis serius (8) IQ >70; dan (9) bebas dari diagnosis penyalah gunaan obat
selama 6 bulan dan ketergantungan selama 12 bulan.
Pasien diekslusi apabila: (1) baru terdiagnosis atau diagnosis tidak pasti (2)
terdapat gangguan psikiatrik komorbid lain selain skizofrenia (seperti gangguan
afektif, gangguan cemas, gangguan obsesif kompulsif, gangguan disosiatif, psikosis
akut dan gangguan psikotik lain); (3) rekam medis yang tidak masuk akal atau tidak
terdokumentasi; (4) penyalahgunaan obat dalam 6 bulan terakhir dan ketergantungan
dalam 12 bulan; dan(5) Riwayat penyakit medis atau neurologis yang dapat
mempengaruhi fungis kognitif.
Secara keseluruhan, 12 individuals tidak memenuhi syarat penelitian untuk
beberapa alasan: 7 pasien tidak tertarik untuk berpartisipasi atau tidak bisa baca tulis
dan 5 pasien drop out sebelum didapatkan kesimpulan terapi (3 kelompok IPT, 2
kelompok TAU). Sample akhir terdiri dari 41 partisipan yang secara berurutan
direkruit untuk penelitian acak terkontrol ini (Gambar 1).
Pada baseline (T0), pemeriksaan pada partisipan dilakukan oleh psikologis
yang buta saat pelaksanaan neuropsikiatrik, neuropsikologikal dan emosional secara
berurutan untuk mengevaluasi kondisi klinis, fleksibilitas kognitif dan fungsi
emosional pada saat perawatan normal.
Lalu prosedur randomisasi dilakukan oleh penilai buta yang membagi pasien
kedalam kelompok eksperimen (kelompok 1, n ¼ 21), yang selain TAU juga
menjalani IPT dan kelompok kontrol (kelompok 2, n ¼ 20) dengan TAU saja.
Penilaian kedua, dengan urutan uji yang sama diadministrasikan oleh peneliti yang
sama, dilakukan setelah 36 minggu intervensi(T1).
Kelompok IPT, terdiri dari 8–10 pasien, mendatangi sesi terapi dua kali
seminggu, dengan 45 menit setiap sesinya selama 36 minggu. Seluruhnya dilakukan
oleh psikologis ahli dan petugas rehabilitasi psikiatrik dari tim klinik yang
melaksanakan 5 subprograms setelah IPT manual versi itali (Brenner et al., 1997).
Pada partisipan diberikan deskripsi komplit mengenai tujuan dan metode
penelitian, dan mereka memberikan persetujuan setelah diberikan informasi untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini sebelum prosedur dilaksanakan. Penelitian yang
dilakukan di klinik pribadi ini, secara langsung dissetujui oleh direktur medis klinik
sehingga persetujuan etik tidak diperlukan. Penelitian ini dilakukan dari April 2016
hingga Maret 2017.

Pemeriksaan
Penilaian klinis
Positive and Negative Syndrome Scale (PANSS) (Kay, Fiszbein, & Opler,
1987) digunakan untuk menilai keberadaan dan keparahan gejala positif, negatif dan
umum, yang konsepnya terbagi menjadi tiga sub-skala: skala 7 item untuk gejala
positif dan negative dan skala 16 item membahas psikopatologi umum.

Penilaian fungsional
 Skala Global Assessment of Functioning (GAF) (American Psychiatric
Association, 2000) merupakan instrument yang mudah digunakan untuk
menilai secara subyektif fungsi sosial, okupasional dan psikologikal seorang
individu untuk melanjutakan hipotesis pada penyakit kesehatan mental, tapi
tidak termasuk gangguan fungsi akibat keterbatasan fisik atau lingkungan.
 World Health Organization Quality of Life (WHOQOL) (The WHOQOL
Group, 1995), menilai persepsi individu terhadap kualitas hidupnya
berdasarkan berbagai aspek subyektif, seperti kesehatan fisik, status
psikologis, kepercayaan personal, hubungan sosial dan hubungan mereka
dengan fitur penting dalam lingkungannya.
Penilaian Neuropsikologikal
Seluruh partisipan menyelesaikan deretan uji neuropsikologikal berikut untuk
mengukur fungsi eksekutif (Ben-David, Tewari, Shakuf, & Van Lieshout, 2014;
Liu, Tsai, Fleck, & Strakowski, 2011; Wang et al., 2013):
 Uji Stroop Color-Word Interference (Golden, 1978) dilakukan untuk
mengevaluasi visual dan fokus perhatian serta kapasitas untuk
menginhibisi gangguan kognitif. Terbagi menjadi tiga subtes: membaca
daftar nama warna, menyebutkan nama warna yang memiliki beberapa
titik warna lain, atau menyebutkan nama warna yang menuliskan nama
warna lain (sebagai contoh jika terdapat kata “hijau” yang tertulis dengan
tulisan berwarna kuning, maka harus disebutkan “kuning”).
 Trial Making Task (TMT) (Reitan, 1958) terbagi menjadi dua bagian, A
dan B, dan memberikan informasi terkait pencarian visual, pengalihan
tugas dan kecepatan pemrosesan. Pada awal tes, pasien diminta
menggambar garis secara berurutan menyambungkan 25 angka dalam
lingkaran yang tersebar, lalu urutan 25-item alfanumerik. Skor pada setiap
bagian mewakili total waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas
secepat mungkin.
 Hayling Sentence Completion Test (HSCT) (Burgess & Shallice, 1997)
terdiri dari 20 kalimat dimana kata terakhirnya menghilang, tapi dapat
ditebak dari konteks kalimatnya. Partisipan diminta untuk menyelesaikan
setiap kalimat baik secara logis (Latihan A, tugas inisiasi) atau tidak logis
(Latihan B, tugas inhibisi) dengan kata pertama yang muncul dalam
pikiran. Indeks lain yang disediakan oleh Latihan B adalah tipe jawaban:
jawaban tipe C untuk melengkapi kalimat, tipe S untuk jawaban yang
berhubungan dengan semantik dan tipe U untuk jawaban yang tidak
berhubungan dengan semantik. Jumlah jawaban S dan C menyediakan
skor eror, sedangkan indeks terakhir adalah waktu rata-rata untuk jawaban
tipe U.
 Wisconsin Card Sorting Test (WCST) (Berg, 1948) mengevaluasi fungsi
eksekutif dan persistensi serta ketidakmampuan abstraksi/pemisahan.
Terdiri dari 4 kartu stimulus dan 128 kartu jawaban dengan gambar
geometrik dengan 3 fitur (warna, bentuk, atau angka) dalam berbagai
kombinasi. Tugasnya mengharuskan subyek untuk mencari prinsip
klasifikasi yang benar melalui coba-coba dan dari umpan balik pemeriksa.
Penilaian kognisi sosial
Dua tugas dberikan untuk menilai fungsi emosional partisipan.
 Reading the Mind in the Eyes (RME) (BaronCohen, Wheelwright,
Hill, Raste, & Plumb, 2001) tugas ini mengevaluasi afektif lanjutan
tugas Theory of Mind (ToM) berdasarkan tingkat empati pasien yang
diekspresikan dengan kemampuan untuk mengerti status afek orang
lain dengan hanya mengobservasi matanya. 36 item versi lengkap dari
RME melibatkan presentasi dari 36 foto wajah manusia daerah mata
(19 pasang mata laki-laki dan 17 perempuan). Partisipan harus
memilih dari 4 pilihan yang diberikan mana yang paling
mendeskripsikan kompleks mental yang ditunjukkan pada setiap
gambar.
 Latihan Ekman 60-Faces (EK-60F) terdiri dari 60 gambar hitam putih
yang dipilih dari rangkaian gambar afek wajah oleh Ekman dan
Friesen (Ekman & Friesen, 1976), yang menggambarkan 10 wajah
orang (enam perempuan dan empat laki-laki), masing-masingnya
menunjukkan enam emosi dasar (seperti: terkejut, marah, bahagia,
sedih, jijik dan takut). Subyek diwajibkan menjawab secara verbal,
memilik pilihan terbaik yang mendeskripsikan ekspresi wajah yang
ditunjukkan oleh aktor.
Seluruh pemeriksaan neuropsikiatrik, fungsional, neuropsikologikal dan
emosional diberikan pada sesi yang sama dengan urutan sebagai berikut: PANSS,
GAF, WHOQOL, Stroop test, TMT, HSCT, WCST, RME and EK-60F.

Analisis statistik
Analisis data menggunakan Statistical Package for Social Sciences Versi 21
(SPSS, Chicago, IL). Deskripsi statistik meliputi frekuensi, persentase, rata-rata dan
standar deviasi, sebagaimana mestinya. Perbedaan antar kelompok diamati dengan
chi-squared dan T-tests, sebagaimana mestinya. Selain itu, Cohen’s effect sizes (ES)
dikalkulasi untuk semua temuan signifikan, dan nilai 0.2, 0.6, 1.2 dan >1.2 dapat
secara umum dikategorisasi menjadi ukuran efek sedikit, kecil, sedang dan besar,
masing-masingnya (Cohen, 1988). Akhirnya, analisis regresi linear dilakukan untuk
mengidentifikasi variable klinis dan sosiodemografi yang mungkin berkaitan dengan
perubahan fungsi kognitif dan emosional antar partisipan. Perubahan pada uji kognitif
neuropsikologikal dan social kognitif dipertimbangkan sebagai variabel terikat,
sedangkan variabel klinis dan demografi merupakan prediktor bebas. Tingkat
signifikansi adalah pada p ≤ 0.05.

Hasil
Tabel 1 menunjukkan, tidak ditemukannya perbedaan terkait umur, jenis
kelamin, tingkat Pendidikan, durasi penyakit dan rata-rata dosis obat (setara
chlorpromazine) antar kelompok.

Tabel 2 mengilustrasikan hasil perbandingan kelompok pada deretan uji saat


baseline (T0). Tidak terdapat perbedaan signifikan yang muncul pada seluruh variable
yang diinvestigasi antar kelompok.
Tabel 3 menunjukkan pengamatan perubahan pada penilaian fungsional,
neuropsikologikal, emosional, dan klinis antar kelompok. Tidak didapatkan
perbedaan yang signifikan pada PANSS Positif, Stroop Test, RME dan 4 variabel
HSCT (yaitu: Bagian A, Total eror, jawaban tipe S dan U) antar kelompok,
sedangkan kelompok IPT menunjukkan perbaikan yang signifikan pada PANSS
Negatif dan Total, GAF, WHOQOL, TMT, WCST, Ek-60F dan 4 variabel HSCT
(yaitu: Bagian B, bagian B-bagian A, jawaban tipe C dan waktu rata-rata jawaban tipe
U), dengan ES yang bervariasi dari kecil-besar (0.68–1.66), ketika dibandingkan
dengan kelompok TAU.

Terakhir, Tabel 4 menunjukkan hasil regresi linear dimana tercatat bahwa


perbaikan variable kognitif bergantung pada pelaksanaan terapi IPT.
Diskusi
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efektivitas IPT dibandingkan
dengan kelompok TAU pada pasien dengan SZ, menggunakan pemeriksaan uji yang
luas dari hasil area klinis, kognitif, kognisi social, dan fungsional dan menguji
performanya dalam kondisi nyata (Singal, Higgins, & Waljee, 2014). Terapi IPT telah
cukup menunjukkan efektivitas dalam perbaikan kognitif, klinis dan fungsional pada
pasien SZ berdasarkan penelitian sebelumnya (Roder et al., 2006; 2011). Untuk
informasi, ini merupakan penelitian pertama dimana inhibisi semantik dan ekspresi
wajah yang dikenali dinilai dalam IPT.
Terkait penilaian klinis dan fungsional, hasil menunjukkan perbedaan
signifikan pada gejala negative, total PANSS dan hasil fungsional (seperti, GAF dan
WHOQOL) di kelompok IPT. Penemuan ini dapat dijelaskan dari efek positif kelima
subprogram rehabilitasi IPT pada keseluruhan gejala (Mueller et al., 2013), kualitas
hidup dalam area psikologis (Rakitzi et al., 2016), fungsi umum, sosial dan pekerjaan
(Zimmer, Duncan, Laitano, Ferreira, & Belmonte-de-Abreu, 2007). Belakangan ini,
area-area ini merupakan target intervensi dimana peneliti bekerja untuk mencapai
kesembuhan skizofrenia berkonsep modern (Rossi et al., 2018; Vita, Corrivetti,
Mannu, Semisa, & Vigano, 2016; Zipursky & Agid, 2015). khususnya, sangat
penting untuk mencatat bahwa jika terapi farmakologis saat ini hanya memiliki
efikasi yang kecil dalam memperbaiki gejala negatif, data ini menunjukkan terapi
rehabilitatif, seperti IPT cenderung memiliki efek yang baik.
Terkait pemeriksaan neuropsikologikal, ditemukan perbedaan signifikan pada
seluruh indeks TMT dan WCST, begitu pula pada empat variabel HSCT variabel dan
hasil ini sesuai dengan penulis lain (Vita et al., 2011a, 2011b). Berdasarkan data
kami, IPT memperbaiki banyak fungsi eksekutif (seperti, pengalihan tugas, kecepatan
pemrosesan) pada pasien dengan SZ yang dievaluasi melalui TMT dan WCST,
sedangkan pada inhibisi gangguan kognitif yang dinilai dengan Stroop test tidak
terdapat perbedaan yang signifikan. Hasil ini sangat menarik karena penelitian
neuroimaging telah membuktikan bahwa kerusakan fungsi eksekutif pada pasien SZ
terjadi akibat kerusakan di area korteks prefrontal (Jirsaraie, Sheffield, & Barch,
2018; Shafritz et al., 2018) yang bertanggung jawab dalam Supervisory Attentional
System (SAS) yang mengatur proses kognitif secara sadar (Shallice, 1988). Maka
dari itu, IPT cenderung dapat memperbaiki fungsi eksekutif yang mengizinkan pasien
SZ untuk secara objektif memformulasikan rencana dan pilihan antara urutan perilaku
berbeda untuk mencapai hasil spesifik.
Hasil paling mencolok dalam penelitian ini adalah perbaikan pada HSCT,
terkait performa kognitif fleksibel, yang dicapai setelah terapi IPT dibandingkan
dengan kelompok TAU. Sepengetahuan kami, penelitian ini adalah uji coba klinis
pertama yang menilai efektivitas IPT pada fleksibilatas kognitif dan inhibisi semantik
menggunakan HSCT. Gangguan fungsi eksekutif pada pasien SZ telah diketahui
dengan baik, dan telah dinilai menggunakan respon awal, latensi respon hambatan,
dan jumlah eror pada HSCT (Chan et al., 2012; Joshua, Gogos, & Rossell, 2009),
sehingga, data dasar kami sejalan dengan literatur internasional. Namun, novelitas
yang kami perkenalkan dalam penelitian ini adalah terkait pengaruh positif yang
besar yang IPT miliki pada beragam indeks HSCT, khususnya pada rata-rata waktu
jawaban tipe U, dengan ES 1.66 dibandingkan dengan kelompok TAU. Temuan ini
memiliki implikasi klinis yang sangat penting karena memperbaiki inhibisi semantic
yang mengizinkan pasien dengan SZ memiliki pembicaraan yang mengalir sehingga
lebih dapat berpartisipasi dalam interaksi sosial sehari-hari.
Gangguan sosial-kognitif, yang bercirikan kesulitan dalam mengenali emosi
berkaitan dengan orang lain, mengganggu pikiran orang dan meberikan respon secara
emosional terhadap orang lain telah diketahui secara luas pada SZ dan telah diteliti
dengan cermat oleh banyak penulis (Green, Horan, & Lee, 2015) dan dengan alat
yang berbeda (Kalin et al., 2015; Rose et al., 2015). Hasil dasar yang didapatkan pada
sample kami serupa dengan yang dideskripsikan pada penelitian lain. Faktanya,
beberapa penulis menggunakan EK-60F (Vazquez-Campo, Marono, Lahera, Mateos,
& Garc ~ ıaCaballero, 2016) atau RME (Bora, Eryavuz, Kayahan, Sungu, &
Veznedaroglu, 2006) atau keduanya (Balogh, Egerh azi, Berecz, & Csukly, 2014)
untuk meneliti defisit persepsi sosial dan emosional pada pasien dengan SZ,
menunjukkan adanya gangguan kognisi social pada tipe pasien ini. Menariknya,
novelitas lain pada penelitian ini terlihat dengan pengaruh IPT pada hasil EK-60F dan
RME. EK-60F menunjukkan perbedaan signifikan antara pasien IPT dan TAU pada
total skor setelah terapi, sedangkan terkait RME, hasilnya tidak menunjukkan adanya
perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok pada fungsi emosional. Dengan
kata lain, kedua kelompok dapat melihat dan mengenali status emosional secara
serupa setelah 36 minggu intervensi berdasarkan RME, tapi kelompok IPT memiliki
kapabilitas yang lebih baik dalam melihat status emosional pada orang ketiga dan
mengenali emosi orang lain yang dinilai dengan EK-60F. Hasil ini dapat dijelaskan
dengan aplikasi, dalam penelitian ini, dari subprogram IPT keempat dan kelima
karena banyak penelitian yang menghapus subprogram sosial dari terapi IPT (Roder
et al., 2011). Sehingga, IPT cenderung menunjukkan kemampuan untuk memperbaiki
kemampuan kognisi sosial yang pada beberapa kasus berujung pada kualitas hidup
dan hasil fungsional yang lebih baik.
Walaupunn penelitian ini memeiliki banyak kelebihan (seperti kelima
subprogram IPT, penilaian fungsi emosional, efek IPT pada HSCT), beberapa batasan
harus dibahas. Pertama, kami mengakui ukuran sampel yang kecil walaupun
kebanyakan penelitian IPT memiliki jumlah sampel yang mirip dengan kami (Roder
et al., 2011). Kedua, hasil kami didapatkan dari efikasi penelitian setelah terapi,
sedangkan penilaian follow-up tidak dilakukan untuk memverifikasi apakah
perbedaan tersebut terjaga seiring berjalannya waktu. Terakhir, berkaitan dengan
pemeriksaan, MATRICS Consensus Cognitive Battery (MCCB), yang paling cocok
untuk mengevaluasi fungsi kognitif, belum digunakan karena kami harus
menginvestigasi area lain.
Kesimpulannya, berdasarkan data kami, hipotesis awal dapat dikonfirmasi.
Kelima sub program IPT cenderung efektif dalam memperbaiki hasil fungsional,
klinis, neuropsikologis, dan emosional pada pasien rawat inap SZ kronik. Sangat
dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk memperdalam implikasi dan area aplikasi
dari IPT sebagai Teknik rehabilitasi psikiatrik untuk pasien SZ kronik, merujuk pada
kemungkinan sembuh dari penyakit jiwa.
Disimpulkan, implikasi klinis dari penelitian ini adalah bahwa IPT terlihat
mudah dilakukan pada layanan Kesehatan jiwa: dimana tidak mahal, berbasis
kelompok, memiliki drop out yang kecil dan apalagi telah menunjukkan perbaikan
signifikan pada seluruh area kerusakan fungsi. Sehingga, dapat dipertimbangkan
sebagai terapi yang efektif dan layak untuk mengurangi biaya terapi SZ dan sangat
cocok untuk kesembuhan, dimana saat ini merupakan tantangan terbesar peneliti dan
dokter.

Anda mungkin juga menyukai