Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN KASUS

ANESTESI
Removal Implant
Dengan Spinal Anestesi
IDENTITAS PASIEN
 Nama : Tn.E
 Usia : 72 tahun
 No.CM : 11351556
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 BB : 60 kg
 Alamat :Neglasari,kel.Cipatujah Kab. Tasikmalaya
 Diagnosis pre operasi : Fraktur Union Tibia
 Jenis Operasi : Removal Implant Tibia
 Jenis Anestesi : Regional Anestesi
 Tanggal masuk : 10-12-2012
 Tanggal Operasi : 11-12-2012
ANAMNESA
 Keluhan utama : Paien datang ke RSUD
Kota Tasikmalaya untuk melakukan
pelepasan pin.
 Riwayat Penyakit Sekarang : Paien datang
ke RSUD Kota Tasikmalaya untuk melakukan
pelepasan pin, karena 1 tahun yang lalu
pasien mengalami kecelakaan motor yang
mengakibatkan tungkai kanan patah sehingga
dilakukan operasi.
Riwayat penyakit dahulu:
 Riwayat Asma disangkal
 Riwayat Alergi obat dan makanan disangkal
 Riwayat DM disangkal

Riwayat penyakit keluarga:


 Tidak Ada

Riwayat alergi:
 Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi terhadap debu
maupun udara dingin. Alergi makanan dan obat-obatan juga tidak
ada.

Riwayat pengobatan:
 Riwayat operasi ORIF 1 tahun yang lalu
PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis
 Berat Badan : 60 kg / gizi kesan cukup
 Tanda Vital T : 120/80 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36  C
Status generalis
 Kepala : Normocephal
 Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-) pupil isokor reflek cahaya +/+
 Telinga : dalam batas normal
 Hidung : deviasi septum -/-
 Mulut dan tenggorokan : mulut normal ,
lidah bersih, pharyng tidak hiperemis
 Leher :

KGB : tidak membesar


Thoraks Jantung
Paru-paru anterior-  Inspeksi : ictus
posterior
 Inspeksi : simetris ka-ki, cordis tidak terlihat
tidak ada nafas tertinggal  Palpasi : ictus
 Palpasi : tidak nyeri, cordis tidak teraba
Vokal fremitus simetris
 Perkusi : Batas
ka-ki
 Perkusi : sonor seluruh jantung Normal
lapang paru  Auskultasi : Bj I
 Aukultasi : vesikuler
dan II murni reguller
seluruh lapang paru, rh -,
whz –
Abdomen
 Inspeksi : supel, datar
 Auskultasi : Bu + normal
 Palpasi : tidak ada nyeri tekan
 Perkusi : tympani

Genitalia : tidak diperiksa


 Ekstremitas : Oedem : -
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Laboratorium
 Hb : 12,4 g/dl  Glukosa Puasa: 93
 Ht : 38 %  Glukosa 2 jam PP: 135
 Leukosit : 10.000  SGOT : 31
 Trombosit : 251.000  SGPT : 19
 BT : 1
 Kolesterol Total : 267
 CT : 2
 Kolesterol HDL : 31
 LED : 25/35
 Ureum : 35
 Kolesterol LDL : 197
 Kreatinin : 1,73
 Trigliserida : 196
RONTGEN

Thoraks Kruris
DIAGNOSA
 Removal Implant , Union Fraktur Tibia
dextra

KESIMPULAN
 Berdasakan pemeriksaan fisik, pasien
diklasifikasikan dalam ASA (2), pasien dalam
keadaan kelainan sistemik Ringan sampai
sedang.
PENATALAKSANAAN
 Terapi Operatif : Removal Implant dengan
Spinal Anestesi

 TINDAKAN ANESTESI ( Spinal Anestesi)


a. Pre-operatif
1. Persiapan Operasi
o Persetujuan operasi tertulis ( + )
o Puasa 6-8 jam
o Pasang IV line
2. Jenis Anestesi : Spinal anestesi
b. Intra Operatif
 Tindakan Operasi : Removal Implant
 Tindakan Anestesi : Spinal Anestesi
 Posisi : Supine
 Premedikasi : Midazolam 2,5 mg
 Ondansetron 4 mg
 Obat Anestesi : Buvipacain 15 mg
 - Ventilasi : O2  3 L
Perhitungan Kebutuhan cairan yang digunakan :
BB = 60 kg
Puasa 6 jam
Iwl maksimal = 8
Maintenece = 10 x 4 = 40
10 x 2= 20
40 x 1 = 40
100 cc
Puasa = Lama puasa x M
6 x 100 = 600
IWL = 8 x 60= 480
Kebutuhan cairan 1 jam pertama = 1 x puasa + maintenence + IWL
2
= 1 x 600 + 100 + 480 = 880 ml = 2 flabot
2
Kebutuhan cairan 2 jam berikutnya = 1 x puasa + maintenence + IWL
4
= 1 x 600 + 100 + 480 = 730ml = 2 flabot
4
LANGKAH-LANGKAH ANESTESI
 Jam 10.00 pasien masuk kamar operasi,
saturasi dan monitor dipasang, pemberian
premedikasi dengan ondansetron IV line 4 mg
dan Midazolam 2,5 mg.
 Pemberian O2 dengan canul 3 liter
 Jam 10.10 dilakukan anestesi spinal dengan
Buvipacain 15 mg
 Jam 10.30 operasi dimulai dan tanda vital
dimonitor tiap 5 menit. Kemudian diberikan
infus RL 500cc.
 Jam 11.30 Operasi selesai pasien dipindah.
TINJAUAN PUSTAKA
MEDULA SPINALIS
 Bagian susunan saraf pusat terletak di dalam
kanalis vertebralis bersama ganglion radiks
posterior yang terdapat pada setiap foramen
intervertebralis terletak berpasangan kiri dan
kanan.
 Organ ini mengurus persarafan tubuh,
anggota badan serta bagian kepala. Dimulai
dari bagian bawah medulla oblongata
setinggi korpus vertebra servikalis I,
memanjang sampai ke korpus vertebra
lumbalis I dan II
DEFINISI ANASTESI SPINAL
 Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi
regional dengan tindakan penyuntikan
obatanestetik lokal ke dalam ruang
subaraknoid.
 Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga
sebagaianalgesi/blok spinal intradural atau
blok intratekal.
  Anestesi spinal dihasilkan bila kita
menyuntikkan obat analgesik lokal ke dalam
ruang sub arachnoid di daerah antara
vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5
TABEL DOSIS DAN DURASI OBAT ANASTESI SPINAL
 Buvipacain
 Struktur mirip dengan lidokain kecuali yang
mengandung amin dan butyl piperydin.
Merupakan anestetik local yang mempunyai masa
kerja yang panjang dengan efek blockade
terhadap sensorik lebih besar dari pada motorik.
 Indikasi : Bupivakain digunakan untuk anestesi
local termasuk infiltrasi, block saraf, epidural,
dan anestesi intratekal
INDIKASI ANASTESI SPINAL

 Indikasi anastesi spinal:


 1. Bedah ekstremitas bawah
 2. Bedah panggul
 3. Tindakan sekitar rektum perineum
 4. Bedah obstetrik-ginekologi
 5. Bedah urologi
 6. Bedah abdomen bawah
 7. Pada bedah abdomen atas dan bawah
pediatrik biasanya dikombinasikan
dengananesthesia umum ringan
KONTRA INDIKASI ABSOLUT:

 1. Pasien menolak 
 2. Infeksi pada tempat suntikan
 3. Hipovolemia berat, syok
 4. Koagulapatia atau mendapat terapi
koagulan
 5. Tekanan intrakranial meningkat
 6. Fasilitas resusitasi minim
 7. Kurang pengalaman tanpa didampingi
konsulen anestesi
 Kontra indikasi relatif:
 Infeksi sistemik
 Infeksi sekitar tempat suntikan
 Kelainan neurologis
 Kelainan psikis
 Bedah lama
 Penyakit jantung
 Hipovolemia ringan
 Nyeri punggung kronik
PERSIAPAN PRA ANESTESI

 Menentukan teknik anestesi


 Menentukan status fisik penderita dengan
klasifikasi ASA (American Society
Anesthesiology), yaitu
 ASA 1 : Pasien dalam keadaan sehat, kelainan bedah
terlokalisir, tanpa kelainan faali, biokimia dan
psikiatri. Angka mortalitas mencapai 2 %.
 ASA 2 : Pasien dengan kelainan sistemik ringan
sampai sedang karena penyakit bedah maupun proses
patofisiolgis. Angka mortalitas mencapai 16 %.
 ASA 3 : Pasien dengan gangguan atau penyakit
sistemik berat sehingga aktivitas harian terbatas .
Angka mortalitas mencapai 36 %.
 ASA 4 : Pasien dengan kelainan sistemik berat
yang secara langsung mengancam kehidupannya
dan tidak selalu sembuh dengan operasi. Angka
mortalitas mencapai 68 %.
 ASA 5 : Pasien dengan kemungkinan hidup kecil.
Tindakan operasi hampir tidak ada
harapan.Tidak ada harapan hidup dalam 24 jam
walaupun dioperasi atau tidak. Angka mortalitas
mencapai 98 %.
PREMEDIKASI ANESTESI
 Obat –obat yang sering digunakan sebagai
premedikasi adalah :
 Golongan hipnotik sedatif : Barbiturat,
Benzodiazepin, Transquilizer.
 Analgetik narkotik : Morfin, Petidin, Fentanil.
 Neuroleptik : Droperidol, Dehidrobenzoperidol.
 Anti kolinergik : Atropin, Skopolamin.
PERSIAPAN ANALGESIA SPINAL

 Pada dasarnya persiapan untuk analgesia


spinal seperti persiapan pada anastesia
umum .Daerah sekitar tempat tusukan
diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan,
misalnya adakelainan anatomis tulang
punggung atau pasien gemuk sekali sehingga
tak teraba tonjolanprosesus spinosus
PERLENGKAPAN

 Jarum spinal dan obat anestetik spinal


disiapkan. Jarum spinal memiliki permukaan
yang rata dengan stilet di dalam lumennya
dan ukuran 16G sampai dengan 30G.
 Obat anestetik lokal yang digunakan adalah
prokain, tetrakain, lidokain, atau bupivakain
 Perlengkapan lain berupa kain kasa steril,
povidon iodine, alcohol, dan duk steril juga
harus disiapkan.
 Jarum spinal, dikenal 2 macam jarum spinal,
yaitu jenis yang ujungnya runcing seperti
ujung bamboo runcing (Quincke-Babcock
atau Greene) dan jenis yang ujungnya seperti
ujung pensil (whitacre).
 Ujung pensil banyak digunakan karena
jarang menyebabkan nyeri kepala pasca
penyuntikan spinal
Tipe Whitacre Tipe Quincke
TEKNIK ANESTESI SPINAL

 Posisi pasien duduk atau dekubitus lateral. Posisi


duduk merupakan posisi termudah untuk tindakan
punksi lumbal. Pasien duduk di tepi meja
operasidengan kaki pada kursi, bersandar ke depan
dengan tangan menyilang di depan. Pada posisi
dekubitus lateral pasien tidur berbaring dengan
salah satu sisi tubuh berada di meja operasi.
 Posisi permukaan jarum spinal ditentukan kembali,
yaitu di daerah antara vertebrata lumbalis
(interlumbal).
 Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis kulit
daerah punggung pasien.
 Lakukan penyuntikan jarum spinal di tempat
penusukan pada bidang medial dengan sudut 10o -
30o terhadap bidang horizontal ke arah cranial.
Jarum lumbal akan menembus ligamentum
supraspinosum, ligamentum interspinosum,
ligamentum flavum, lapisan duramater, dan
lapisan subaraknoid.
 Cabut stilet lalu cairan serebrospinal akan menetes
keluar.
 Suntikkan obat anestetik local yang telah disiapkan
ke dalam ruang subaraknoid. Kadang-kadang untuk
memperlama kerja obat ditambahkan
vasokonstriktor seperti adrenalin.
POSISI SPINAL ANESTESI

 Posisi Duduk 
 Pasienduduk di atas meja operasi
 Dagu di dada Tangan istirahat di lutut
 Posisi Lateral
 Bahu sejajar dengan meja operasi
 Posisikan pinggul di pinggir meja operasi
 Memeluk bantal/knee chest position

 
KOMPLIKASI ANESTESIA SPINAL 

 Komplikasi analgesia spinal dibagi menjadi komplikasi


dini dan komplikasi delayed. Komplikasi tindakan :
 Hipotensi berat. Akibat blok simpatis terjadi venous pooling.
Pada dewasa dicegah dengan memberikan infuse cairan
elektrolit 1000ml atau koloid 500ml sebelum tindakan.
 Bradikardia. Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau
hipoksia, terjadi akibat blok sampai T-2
 Hipoventilasi. Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi
pusat kendali nafas
 Trauma pembuluh saraf 
 Trauma saraf 
 Mual-muntah
 Gangguan pendengaran
 Blok spinal tinggi atau spinal total
KOMPLIKASI PASCA TINDAKAN

 1. Nyeri tempat suntikan


 2. Nyeri punggung
 3. Nyeri kepala karena kebocoran likuor 
 4. Retensio urine
 5. Meningitis
 
GERIATRI
Pembagian terhadap populasi berdasarkan
usia lanjut meliputi :
 Usia pertengahan (middle age) : usia 45-59
tahun
 Lanjut usia (elderly) : usia 60-74 tahun
 Lanjut usia tua (old) : usia 75-90 tahun
 Usia sangat tua (very old) : usia > 90 tahun
(WHO)
 
ASPEK ANESTESI PADA PASIEN
USILA
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada
perioperative care pasien usila, adalah:
 a. Rehidrasi, bila terjadi dehidrasi
 b. Gangguan saluran cerna diatasi
 c. Mengatasi sepsis
 d. Mengatasi pendarahan (blood loss) bila
ada
 e. Mengatasi edem pada gagal jantung
kongestif
EVALUASI PREOPERATIF
Morbiditas dan mortalitas operasi pada lansia
secara umum disebabkan oleh:
 Berbagai penyakit lain yang diderita
bersama-sama dengan penyakit primernya.
 Penyakit primer (penyakit yang memerlukan
tindakan operatif) seringkali sudah dalam
keadaan lanjut.
 Penyakit yang didapat bersama tersebut sering ikut
meningkatkan risiko operasi:
 Yang selalu terdapat pada lansia dalam berbagai derajat
(misalnya: gangguan ginjal, gangguan hati, dll.)
 Yang tidak selalu terdapat, tetapi insidens meningkat
pada lansia (misalnya: penyakit jantung iskemik, PPOM,
dll.)
 Yang tidak berhubungan dengan usia tetapi konsekuensi
pada lansia meningkat (misalnya: anemia, dll.)
 Status nutrisi

Status nutrisi dapat mempengaruuhi keberhasilan lansia


dalam menahan stress akibat operasi. Banyak lansia
dengan penyakit kronis / akan operasi dalam keadaan
malnutrisi. Keadaan ini perlu diperbaiki dulu.
 Masalah kesehatan mental
Dementia, biasanya tidak berespon baik
terhadap instruksi dari petugas kesehatan,
sehingga penyembuhan akibat konfusio pasca
operasi lebih sukar.
Depresi, menyebabkan keinginan hidup dan
respon terhadap penyembuhan buruk.
 
PERTIMBANGAN POSTOPERATIF
Operator dan anestesiologis harus memonitor
keadaan lansia lebih cermat untuk mencegah
komplikasi pasca operatif:
 Pemilihan obat anestesi harus hati-hati
karena mungkin sudah terjadi penurunan
sirkulasi jantung dan organ vital lain yang
mengakibatkan penderita lebih sensitif
terhadap hipoksemia dan hipovolemia.
 Pemilihan posisi operasi yang tepat,
pemasangan bantal-bantalan dll., sehingga
meminimalkan trauma operasi.
 Pasien yang berisiko tinggi terhadap cairan
antara lain pasien dengan status kognitif
yang terganggu (demensia atau depresi),
status fungsional yang terganggu (imobilitas,
instabilitas,gangguan penglihatan), tak
mampu minum obat, mengalami gangguan
kesehatan seperti diare atau panas (demam).
 Monitoring seperti pada usia muda, tetapi lebih
cermat, terutama temperature (lansia lebih
mudah hipotermia). Untuk mempertahankan
temperature tubuh :
 Semua cairan (darah / kristaloid) harus
dihangatkan terlebih dahulu.
 Mengupayakan temperature ruangan yang baik.
 Menguayakan agar viscera tetap berada dalam
rongga abdomen, atau kalau tidak, dihangatkan
dengan bantalan laparotomy.
 Meminimalkan waktu operasi.

 
FRAKTUR
ANATOMI
 Tulang panjang terdiri dari : epifisis,
metafisis dan diafisis. Epifisis merupakan
bagian paling atas dari tulang panjang,
metafisis merupakan bagian yang lebih
lebar dari ujung tulang panjang, yang
berdekatan dengan diskus epifisialis,
sedangkan diafisis merupakan bagian
tulang panjang yang di bentuk dari pusat
osifikasi primer.
 Seluruh tulang diliputi oleh lapisan
fibrosa yang disebut periosteum, yang
mengandung sel-sel yang dapat
berproliferasi dan berperan dalam proses
pertumbuhan transversal tulang panjang.
Kebanyakan tulang panjang mempunyai
arteria nutrisi
DEFINISI

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya


kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulangrawan yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa
KLASIFIKASI

 Fraktur menurut ada tidaknya hubungan


antara patahan tulang dengan dunia luar
dibagi menjadi dua, yaitu fraktur tertutup
dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup jika
kulit diatas tulang yang fraktur masih utuh,
tetapi apabila kulit diatasnya tertembus
maka disebut fraktur terbuka
PATAH TULANG TERBUKA DIBAGI MENJADI TIGA DERAJAT
YANG DITENTUKAN OLEH BERAT RINGANNYA LUKA
DAN BERTA RINGANNYA PATAH TULANG.
KLASIFIKASI SALTER HARIS UNTUK PATAH TULANG
YANG MEANGENAI LEMPENG EPIFISIS DISTAL TIBIA
DIBAGIMENJADI LIMA TIPE :

Tipe 1 : Epifisis dan cakram


epifisis lepas dari metafisis tetapi
periosteumnya masih utuh.
Tipe 2 : Periost robek di satu
sisi sehingga epifisis dan cakram
epifisis lepas sama sekali
darimetafisis.
Tipe 3 : Patah tulang cakram
epifisis yang melalui sendi
Tipe 4 : Terdapat fragmen
patah tulang yang garis patahnya
tegak lurus cakram epifisis
Tipe 5 : Terdapat kompresi
pada sebagian cakram epifisis yang
menyebabkan kematian
darisebagian cakram tersebut.
BERDASARKAN GARIS PATAH
TULANG
ETIOLOGI

2 faktor mempengaruhi terjadinya fraktur :


 Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi
trauma yang mengenai tulang, arah
dankekuatan trauma.
 Intrinsik meliputi kapasitas tulang
mengasorbsi energi trauma, kelenturan,
kekuatan,dan densitas tulang.
PATOFISIOLOGI
Trauma yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan seseorang
mempunyai keterbatasan gerak dan ketidakseimbangan berat
badan. Fraktur yang terjadi dapat berupa fraktur tertutup
ataupun fraktur terbuka. Fraktur tertutup tidak disertai
kerusakan jaringan lunak disekitarnya sedangkan fraktur
terbuka biasanya disertai kerusakan jarigan lunak seperti otot,
tendon, ligamen, dan pembuluh darah.Tekanan yang kuat atau
berlebihan dapat mengakibatkan fraktur terbuka karena
dapatmenyebabkan fragmen tulang keluar menembus
kulit sehingga akan menjadikan luka terbukadan akan
menyebabkan peradangan dan memungkinkan untuk terjadinya
infeksi. Keluarnya darah dari luka terbuka dapat mempercepat
pertumbuhan bakteri. Tertariknya segmen tulang disebabkan
karena adanya kejang otot pada daerah fraktur
menyebabkandisposisi pada tulang, sebab tulang berada pada
posisi yang kaku.
MANIFESTASI KLINIS

 Nyeri kontinue/terus-menerus dan meningkat semakin berat sampai


fragmen tulang tidak  bisa digerakkan.
 Gangguan fungsi .Setelah terjadi fraktur ada bagian yang tidak dapat
digunakan dan cenderungmenunjukkan pergerakan abnormal,
ekstremitas tidak berfungsi secara teratur karenafungsi normal otot
tergantung pada integritas tulang yang mana tulang tersebut
saling berdekatan.
 Deformitas/kelainan bentuk Perubahan tulang pada fragmen
disebabkan oleh deformitas tulang yang diketahui ketikadibandingkan
dengan daerah yang tidak luka.
 PemendekanPada fraktur tulang panjang terjadi pemendekan yang
nyata pada ekstremitas yangdisebabkan oleh kontraksi otot yang
berdempet di atas dan di bawah lokasi fraktur.
 Krepitasi Suara detik tulang yang dapat didengar atau dirasakan
ketika fraktur digerakkan.
 Bengkak dan perubahan warnaHal ini disebabkan oleh trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur.
DIAGNOSIS
 Anamnesa
 Pemeriksaan Fisik

 inspeksi / Look 
 Palpasi / Feel ( nyeri tekan (tenderness), Krepitasi)
 Gerakan / Moving
 Pemeriksaan trauma di tempat lain 

 Pemeriksaan Penunjang
- Lab
- Radiologi
PENATALAKSANAAN

Rekognisi
Reposisi
Imobilisasi/Fiksasi
OREF
ORIF
Rehabilitasi
KOMPLIKASI
Komplikasi fraktur dapat dibagi menjadi :
a. Komplikasi Dini
1) Nekrosis kulit
2) Osteomielitis
3) Kompartement sindrom
4) Emboli lemak
5) Tetanus
b. Komplikasi Lanjut
1) Kelakuan sendi
2) Penyembuhan fraktur yang abnormal : delayed union, mal
union dan non union.
3) Osteomielitis kronis
4) Osteoporosis pasca trauma
5) Ruptur tendon
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai