Anda di halaman 1dari 32

Laporan kasus

SADDLE BLOCK PADA HEMOROID


INTERNA GRADE III

Disusun oleh :
Risa Muthmainah – I4061171014

Pembimbing :
dr. Wisnu Cahyana, Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI


RS TK.II KARTIKA HUSADA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA
Identitas
• Nama : Tn. ME
• Jenis Kelamin : Laki-laki
• Usia : 28 tahun
• Berat Badan : 55 kg
• Agama : Islam
• Alamat : Jln. Raya Desa Kapur Gg H.M Yusuf
011/003, Kapur, Sungai Raya, Kubu Raya
• No. RM : 170781
• Diagnosis : Hemoroid Interna Grade III
Anamnesis
•A : tidak ada riwayat alergi obat-obatan dan makanan
• M : tidak didapatkan riwayat pengobatan sebelumnya
• P : riwayat HT (-), DM (-), asthma (-), pembedahan (-)
• L : makan dan minum terakhir jam 02.00 tanggal 5
desember 2019 (7 jam pre-operasi)
• E : Terdapat benjolan di dubur, keluhan dirasakan
sejak 1 bulan terakhir. Awalnya benjolan terasa nyeri saat
BAB namun, lama kelamaan terdapat benjolan di dubur
yang semakin lama semakin menonjol, tapi masih bisa
dimasukkan lagi dengan bantuan jari
Pemeriksaan Fisik
• Berat Badan : 55 kg
• Breath : Paten, benda asing (-), suara tambahan (-),
spontan 18 x/m, reguler simetris,rh(-),wh (-),
suara vesikuler simetris, SpO2 98 % free
air, retraksi intercostal (-)
• Blood : TD 110/80 mmHg, HR 82x/m, Akral hangat,
CRT < 2’’, nadi radialis reguler kuat angkat,
• Brain : GCS E4V5M6, Pupil bulat isokor, reflek
cahaya +/+
Pemeriksaan Fisik
• Bladder : BAK (+), urin warna kuning jernih (+),
terpasang kateter urin,
• Bowel : flat, muscular defanse (-),mual (-),muntah(-).
• Bone : deformitas (-)
Pemeriksaan laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan
Hematologi
Leukosit 2,8 x 103/ul 3,5 -10,6
Eritrosit 5 x 106 / mm3 3.30-5.50
Hemoglobin 15.1 g/dL 11,5 – 16,5
Trombosit 194 x 103/ul 150-400
Hitung Jenis
Granulosit 30 35– 80%
Limfosit 61,5% 20 – 40%
Mid% 8,5 2 – 15%
GDS
Glukosa Darah Sewaktu 107 < 200 mg/dL
Fungsi Ginjal
Ureum 26 15-45 mg/dl
Creatinin 0,61 0,9-1.3 mg/dl
Faktor Koagulasi
BT (Pasien) 3’00” 1-3 menit
CT (Pasien) 4’00” 6 menit
 Assesment
• Status fisik ASA I - Pasien sehat organik, fisiologik,
psikiatrik & biokimia.
• Mallampati grade I
• Diagnosis prabedah : Hemorhoid Interna grade III

 Planning
• Jenis Operasi : Hemoroidektomi
• Jenis Anastesi : Spinal anastesi- saddle block
• Tanggal dilakukan anestesi : 5 Desember 2019
Laporan anestesi
 Operatif : Jenis Anestesi : Spinal anastesi- saddle block

 Pre-operatif
 Diagnosa pre operasi : Hemoroid interna grade III
 Tindakan operasi : Hemoroidektomi
 Cek Informed consent (+)
 Pasien dipuasakan selama 6 jam pre-operatif
 IV line terpasang pada tangan kiri pasien dengan infus RL 20 tpm
 Persiapan obat dan alat anestesi regional
 Menyiapkan meja operasi dan mesin dan alat anestesi
 Menyiapkan obat anestesi spinal yang diperlukan: Bunascan
(Bupivacain HCl in Dextrose injection) 20 mg, Catapress 50 mg
 Menyiapkan obat-obat resusitasi: ephedrine, sulfat atropine,
 Menyiapkan obat-obat lainnya : tramadol, ketorolac, ondansentron,
 Menyiapkan alat-alat anestesi regional: Spuit, Handscoon, Antiseptic,
Kassa, Jarum spinal (Spinocain).
Laporan anestesi – Intra operatif
• Pasien masuk ruang operasi dengan hanya mengenakan baju operasi.
Kemudian di posisikan di atas meja operasi, dan dipasang alat monitoring.
• Pasien diminta duduk tegak dengan kepala menunduk, lalu dilakukan
tindakan aseptic dan antiseptic dengan betadine dan kasa steril secara
melingkar dari sentral ke perifer.
• Tentukan lokasi penyuntikan yaitu pada L3-L4, tepat pada perpotongan
garis antar crista iliaca dextra dan sinistra.
• Kemudian dilakukan penyuntikan dengan menggunakan jarum spinal no
25 G menuju ke ruang subarachnoid, tunggu sampai LCS mengalir keluar
pada jarum spinal, lalu di injeksikan Catapres 50 mg dan Bunascan 5 mg
secara perlahan
• Setelah semua obat habis di injeksi, cabut jarum spinal perlahan,
Selanjutnya pasien dibiarkan duduk selama 10 menit kemudian posisikan
pasien berbaring pada meja operasi dengan posisi litotomi.
• Kemudian, dipasang juga kanul oksigen 2 L/menit
Laporan anestesi – Intra operatif
Pukul Tekanan Darah Nadi Tindakan
(WIB) (mmHg) (kali/menit)
08.35 80/40 70  Desinfeksi lokal lokasi suntikan anestesi lokal. Posisi pasien
duduk tegak dengan kepala menunduk, dilakukan tindakan
anestesi spinal dengan menggunakan jarum spinal no 27
diantara L3-L4 dengan Bupivacaine 15 mg, LCS (+), darah (-)
 Maintanance oksigenasi dengan O2 menggunakan selang kanul
oksigen (3 L/menit)
 Injeksi Ephedrine 20 mg IV

08.40 130/70 90 Operasi dimulai


08.45 140/60 92
08.50 150/70 88
08.55 140/70 94 Kondisi terkontrol selama proses hemoroidektomi
09.00 150/70 89
09.05 150/70 87
09.10 150/70 76 Operasi selesai
09.15 140/80 80 Pasien dipindahkan ke ruang Recovery Room dan dilakukan
monitoring
Recovery room
Pasien tiba di recovery room jam 09.15 WIB
Cairan infus : RL kolf ke-3
TD :140/80 mmHg
Nadi : 94 x/menit
SPO2 : 99 %
Aldrete’s score : 9
Variabel Skor Skor pasien
Aktivitas Gerak ke-4 anggota gerak atas perintah 2 2
Gerak ke-2 anggota gerak atas perintah 1
Tidak merespon 0
Respirasi Dapat bernapas dalam dan batuk 2 2
Dispnoe, hipoventilasi 1
Apneu 0
Sirkulasi Perubahan <20% TD sistol pre operasi 2 1
Perubahan 20-50% sistol pre operasi 1
Perubahan >50% TD sistol pre operasi 0
Kesadaran Sadar penuh 2 2
Dapat dibangunkan 1
Tidak merespon 0
Warna kulit Merah 2 2
Pucat 1
Sianotik 0
Skor total 9
Recovery room
Instruksi post operasi  observasi : Selama 24 jam
Infus : RL + Drip Tramadol, Ketorolac, Ondansentron 20 tpm
Monitoring Kesadaran, tanda vital, dan keseimbangan cairan
Bed rest total 24 jam post op dengan bantal tinggi.
Ukur TD dan N tiap 30 menit selama 1 jam pertama.
Bila tidak ada mual muntah boleh minum sedikit-sedikit
dengan sendok
Antibiotik dan obat-obatan lain : Sesuai dokter operator
Pasien bisa dipindahkan ke ruang rawat.
TINJAUAN PUSTAKA
Anestesi regional
• Adalah penggunaan obat analgetik lokal untuk menghambat hantaran
saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari suatu bagian tubuh diblokir
untuk sementara (reversible).

• Klasifikasi Anestesi Regional


• Blok sentral (blok neuroaksial) meliputi blok spinal, epidural dan
kaudal.
• Anestesi spinal  teknik anestesi regional yang dihasilkan
dengan menghambat saraf spinal di dalam ruang subaraknoid
oleh zat-zat anestetik lokal.
• Anestesi epidural merupakan blokade saraf dengan
menempatkan obat di ruang epidural (peridural, ekstradural)
• Anestesi kaudal blokade saraf yang menempatkan obat di
kanalis kaudalis melalui hiatus sakralis,
• Blok perifer (blok saraf) meliputi blok pleksus brakialis, aksiler,
analgesia regional intravena, dan lain-lainnya
Anastesi spinal
• Indikasi :
• Bedah ekstremitas bawah
• Bedah panggul
• Tindakan sekitar rektum dan perineum
• Bedah obstetri-ginekologi
• Bedah urologi
• Bedah abdomen bawah
• Pada bedah abdomen atas dan bedah pediatri biasanya
dikombinasi dengan anestesi umum ringan
Anastesi spinal
• Kontraindikasi absolut: • Kontraindikasi relatif
• Infeksi pada tempat • Infeksi sistemik
suntikan.
• Infeksi sekitar tempat
• Hipovolemia berat
suntikan
• Koagulapatia atau
mendapat terapi koagulan. • Kelainan neurologis
• Tekanan intrakranial • Bedah lama
meningkat
• Penyakit jantung
• Fasilitas resusitasi dan
obat-obatan yang minim • Hipovolemia ringan
• Kurang pengalaman tanpa • Nyeri punggung kronik
didampingi konsulen
anestesi.
Teknik anastesi spinal
• Setelah dimonitor, posisikan
pasien untuk duduk. Beri bantal
kepala, selain enak untuk
pasien juga supaya tulang
belakang stabil. Buat pasien
membungkuk maksimal agar
prosesus spinosus mudah
teraba.
• Tentukan tempat tusukan
misalnya L2/3, L3/4 atau L4/5.
• Sterilkan tempat tusukan
dengan betadine atau alcohol.
Teknik anastesi spinal
• Untuk jarum spinal besar 22G, 23G atau 25G dapat
langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau
29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum (intoducer),.
Jika menggunakan jarum tajam (Quincke/Babcock) irisan
jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater
• Setelah jarum terpasang dan keluar liquor, pasang spuit
berisi obat dan obat dapat dimasukan pelan-pelan (0,5
ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan
posisi jarum tetap baik.
• Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal
misalnya bedah hemoroid (wasir) dengan anestetik
hiperbarik. Jarak kulit/ligamentum flaflum dewasa kurang
lebi 6 cm.
Anetesi Lokal untuk Anestesi Spinal
1. Lidokain -> Sangat mudah larut dalam air dan sangat
stabil. Diperlukan waktu 2 jam untuk hilang sama sekali
dari tempat suntikan. Mempunyai afinitas tinggi pada
jaringan lemak. Untuk infiltrasi lokal diberikan larutan
0,5%, untuk blok saraf yang kecil diberikan larutan 1%,
untuk bloksaraf yang lebih besar diberikan larutan
1,5%, untuk blok epidural diberikan larutan 1,5%-2%.
Untuk blok subarakhnoid diberikan larutan hiperbarik
5%.(7)
Anetesi Lokal untuk Anestesi Spinal
• Bupivikain  Ikatan dengan HCL mudah larut dalam air.
Potensinya 3-4 kali dari lidokain dan lama kerjanya 2-5
kali lidokain. Sifat hambatan sensorisnya lebih dominan
dibandingkan dengan hambatan motorisnya. Jumlah obat
yang terikat pada saraf lebih banyak dibandingkan
dengan yang bebas didalam tubuh. Untuk infiltrasi
lokaldigunakan larutan 0,25%, blok saraf kecil digunakan
larutan 0,25%, blok saraf yang lebih besar digunakan
larutan 0,5%, blok epidural digunakan larutan 0,5%-0,7%,
untuk blok spinal digunakan larutan 0,5%-0,75%. (7)
Anestesi Lokal Berat Jenis Sifat Dosis

Lidokain (Xylokain,
Lignokain)

- 2% plain 1.006 isobarik 20-100 mg (2-5 ml)

- 5% dalam Dextrosa 1.033 Hiperbarik 20-50 mg (1-2 ml)


7,5%

Bupivikain (Markain)

- 0,5% dalam air 1.005 Isobarik 5-20 mg (1-4 ml)

- 0,5% dalam Dextrosa 1.027 Hiperbarik 5-15 mg (1-3 ml)


8,25%
Komplikasi anastesi spinal
• Komplikasi sirkulasi
• Hipotensi terjadi karena vasodilatasi, pencegahan hipotensi dilakukan
dengan memberikan infus cairan kristaloid ( NaCL, Ringer Lactat, dll)
secara cepat sebanyak 10-15 ml/kgBB dalam 10 menit segera
setealah penyuntikan anestesi spinal. Bila dengan cairan infus cepat
tersebut masih terjadi hipotensi harus diobati dengan vasopresor
seperti efedrin iv sebanyak 10 mg diulang tiap 3-4 menit sampai
tercapai tekanan darah yang dikehendaki. atau karena blok simpatis
T1-T4, dapat diatasi denga pemberian sulfas atropin 1/8-1/4 mg iv.
• Komplikasi respirasi
• Apneu : dapat disebabkan karena blok spinal yang terlalu tinggi atau
karena hipotensi berat dan iskemia medulla.
• Komplikasi gastrointestinal
• Nausea dan muntah, karena hipotensi, hipoksia, tonus parasimpatis
berlebihan, pemakian obat narkotik, reflek karena traksi pada traktus
gastrointestinal serta komplikasi kemudian
Saddle block
• Saddle Block merupakan bentuk dari anestesi spinal
bawah. Posisi ini memungkinkan agen anestetik lokal
dapat dikontrol dan menghasilkan anestesi yang terbatas
sepenuhnya pada wilayah saddle.
• Posisi duduk sangat baik digunakan untuk anestesi
lumbal bawah atau sacral, pada kasus pasien
gemuk/obesitas, dan bila ada kesulitan dalam mencari
garis tengah di posisi lateralis.
• Ketika melakukan blok saddle, pasien harus tetap dalam
posisi duduk setidaknya 5 menit setelah hyperbaric
anestesi spinal diinjeksikan sehingga memungkinkan
agen anestetik lokal bekerja pada daerah anelgesia
Saddle block anesthesia pada
hemorrhoidectomy
• Anestesi spinal untuk operasi perianal dapat dipilih dengan
berbagai variasi berkaitan dengan sasaran blokade sensorik,
tergantung pada jenis operasi, posisi selama operasi, atau
jenis anestesi lokal.
• Dalam kasus-kasus di mana pasien mengalami operasi dalam
sebuah posisi jack-knife, saddle block biasanya dapat
dilakukan menggunakan anestesi lokal hyperbaric.
• Untuk mencegah terjadinya hipotensi karena re-distribusi
anestesi setempat mengikuti perubahan posisi untuk prosedur
bedah, pasien dianjurkan untuk mengambil posisi duduk
selama beberapa menit setelah injeksi agen anestesi.
• Faktor risiko retensi urine postoperasi yang berkaitan dengan
pembedahan perianal dibawah anestesi spinal telah banyak
dilaporkan dalam rentang 7.9%-20.3%.
PEMBAHASAN
• Sebelum dilakukan operasi, kondisi penderita tersebut
termasuk dalam ASA I karena penderita berusia 28 tahun dan
kondisi pasien tersebut sehat organik, fisiologik, psikiatrik, dan
biokimia. Rencana jenis anestesi yang akan dilakukan yaitu
anestesi regional dengan saddle block
• Posisi pasien saat akan dilakukan pembiusan diminta untuk
duduk tegak dengan kepala menunduk, kemudian dilakukan
desinfeksi lokal lokasi suntikan anestesi spinal untuk
mencegah terjadinya infeksi pada lokasi penyuntikkan tersebut.
Penyuntikkan obat anestesi local ini menggunakan jarum
spinal nomor 25G diantara L3-L4. Ketika melakukan blok
saddle, pasien harus tetap dalam posisi duduk setidaknya 5
menit setelah hyperbaric anestesi spinal diinjeksikan sehingga
memungkinkan agen anestetik lokal bekerja pada daerah
anelgesia.
• Obat anestesi yang digunakan pada pasien ini adalah
Bupivacaine 15 mg. Sifat hambatan sensorisnya lebih dominan
dibandingkan dengan hambatan motorisnya. Jumlah obat yang
terikat pada saraf lebih banyak dibandingkan dengan yang
bebas didalam tubuh. Kerja bupivacain adalah dengan
menghambat konduksi saraf yang menghantarkan impuls dari
saraf sensoris.
• Klonidin merupakan salah satu obat adjuvan dalam anestesi
spinal yang mempunyai efek memperkuat analgesi pada teknik
neuroaksial blok dengan cara berikatan pada reseptor
postsinaps α-2 adrenergik kornu dorsalis medula spinalis.
Keuntungan klonidin tidak menyebabkan depresi pernafasan
serta pruritus seperti yang sering terjadi pada penggunaan
opioid, sedangkan kerugiannya dapat menyebabkan efek
samping yaitu hipotensi, bradikrdi serta sedasi yang dalam,
dimana hal tersebut tergantung dari dosis yang diberikan
• Selain obat analgesic, juga diberikan efedrin dikarenakan
pada saat operasi tekanan darah pasien menurun.
Efedrin adalah stimulator langsung alfa dan beta
adrenergic dan membeskan katekolamin (adrenalin dan
noradrenalin) dari tempat reseptor. Obat ini menghambat
penghancuran adrenaline dan nor adrenalin sehingga
memperthankan kadar katekolamin dalam darah tetap
tinggi.
• Perawatan pasien post operasi dilakukan di RR
(Recovery Room). Pemulihan pasien pasca anestesi
spinal ini dapat dinilai dengan penilaian alderette score,
apabila skor mencapai > 8 point maka pasien
diperbolehkan kembali menuju ruangan perawatan.
KESIMPULAN
• Pasien Tn. EM didiagnosis Hemoroid interna grade III
yang didapatkan dari catatan rekam medik pasien dan
dilakukan tindakan Hemoroidektomi. Pasien masuk dalam
ASA I. Anastesi menggunakan induksi anestesi spinal
dengan Bupivacaine 50 mg dan catapress 50 mg.
Analgetik yang diberikan selama operasi adalah Ketorolac
dan Tramadol HCl 100 mg IV. Dalam kasus ini selama
operasi berlangsung tidak ada hambatan yang berarti
baik dari segi anestesi maupun dari tindakan operasinya.
Selama di ruang pemulihan pasien tenang, stabil,
alderette score 9 lalu pasien dipindahkan ke ruang
perawatan. Secara umum pelaksanaan operasi dan
penanganan anestesi berlangsung dengan baik.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai