Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

BRADIKARDI DURANTE SPINAL ANALGESIA


UNTUK PASIEN OPEN PROSTATECTOMY

Disusun Oleh:

Husnul Chotimah Sukma Putri (1261050301)

Mawar Suci Daeng Puji (1361050067)

Pembimbing:

dr. Ratna E. Hutapea, Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK ANESTESIOLOGI

PERIODE KEPANITERAAN 28 AGUSTUS-30 SEPTEMBER 2017

RUMAH SAKIT UMUM FK UKI

JAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN

Open prostatetomi atau Operasi terbuka prostat adalah tindakan mengangkat


jaringan kelenjar prostat periurethral dengan batas capsula chirurgica. Tindakan
open prostatektomi biasanya diindikasikan untuk pembesaran prostat dengan
ukuran diatas 80 cm3, maupun terdapat penyempitan uretra sehingga alat
endoskopik yang dimiliki tidak dapat masuk. Pada tindakan operasi open
prostatektomi dapat menggunakan anesthesia secara spinal.1

Anestesi spinal merupakan teknik anestesi regional yang paling sering


digunakan pada operasi di bagian inferior tubuh, selain karena teknik yang
sederhana, juga memiliki kualitas blok yang kuat walaupun dengan volume dan
dosis yang kecil. Efek samping yang biasanya terjadi adalah bradikardi namun
biasanya efek samping lebih minim bila dibandingkan dengan anestesi umum.2
Salah satu obat anestesi lokal yang paling sering digunakan dalam operasi adalah
bupivacaine. Bupivacaine dapat digunakan oleh dewasa maupun anak. Bupivacaine
dapat digunakan untuk mengurangi rasa nyeri baik akut maupun kronis. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa bupivacaine merupakan obat anestesi lokal yang
banyak digunakan untuk anestesi spinal, epidural, maupun kaudal yang dapat
menginhibisi NMDA (N-methyl-D-aspartate) reseptor, yaitu reseptor untuk rasa
nyeri di sel saraf.3

Sinus bradikardia dapat didefinisikan sebagai irama sinus dengan 60 denyut


per menit atau kurang. Namun, beberapa pasien baru terlihat mengalami gejala jika
denyut jantung mereka menurun hingga kurang dari 50 denyut per menit. Potensial
aksi yang bertanggung jawab atas ritme jantung ini berasal dari nodus sinus dan
menyebabkan gelombang P pada gambaran EKG yang normal baik dari segi
amplitudo dan vektor. Kehadiran sinus bradikardia itu sendiri tidak menyebabkan
perubahan pada kompleks QRS dan gelombang T. Biasanya kebanyakan sinus
bradikardia tidak diketahui, mengingat kebanyakan kasus memperlihatkan
gambaran EKG yang normal. Meskipun tidak diketahui pada populasi umum, pada
pasien jantung diperkirakan 3 dari 5000.4
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tn, B
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat, tanggal lahir : Yogyakarta, 12/10/1949
Usia : 68 tahun
Agama : Kristen
Status : menikah
Pekerjaan : Pensiunan
Alamat : Jl. Sambiloto K. 16A/6 RT 02/08, Kel. Cibubur

2.2 Anamnesis
Pasien datang ke poli urologi dengan keluhan nyeri saat BAK. Keluhan
dirasakan sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan dirasakan semakin lama semakin
mengganggu. Pasien belum mengobati keluhannya. Selain itu pasien juga mengeluh
kencing tidak lampias.
Riwayat anestesi dan operasi : tahun 2002 operasi batu ginjal dengan general
anestesi
Riwayat penyakit paru : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat penyakit diabetes : disangkal
Riwayat penyakit neurologis : disangkal
Riwayat penyakit urologi : nefrolitiasis
Alergi obat : disangkal

2.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 69 x/menit
Frekuensi pernapasan : 20 x.menit
Suhu : 36,3C
Tinjauan Sistemik:
Kepala : Normocephali
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak icterus
Mulut : buka mulut 3 cm, Mallampati 2
Leher :Kelenjar getah bening tidak teraba membesar, deviasi
trakea (-)
Paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri
Palpasi : Vocal fremitus simetris kanan dan kiri
Perkusi : Sonor-sonor
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Tidak terdapat vena-vena yang melebar
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak datar
Auskultasi : Bising usus 5 x/menit
Perkusi : Timpani. Nyeri ketok (-)
Palpasi : Supel. Nyeri tekan (+) suprapubik
Ekstremitas : Edema (-), sianosis (-), fraktur (-)
2.4 Pemeriksaan Penunjang
USG (3/8/2017)
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal pemeriksaan: 8/8/2017
Hemoglobin : 13,6 g/dl
Leukosit : 6,0 ribu/dl
Hematokrit : 39,2 %
Trombosit : 192 ribu/UL
Masa Pendarahan : 1,30 menit
Masa pembekuan : 12 menit

Elektrokardiogram
Old inferior MCI. HR 74x/menit

Radiologi
Foto Thoraks ( 16/8/2017 )

Cor : CTR <50%

Pulmo : Tidak ada infiltrate


Sinus & Diafraghma : Dalam batas normal
Costae & Tulang : dalam batas normal
Kesan : Jantung dan paru dalam batas normal

Tanggal pemeriksaan 23/8/2017


Gula darah sewaktu : 108 U/L
SGOT : 15 U/L
SGPT : 16 U/L
Ureum darah: 27 mg/dl
Creatinine darah : 1,26 mg/dl
Echocardiografi (31/8/2017)

Diagnosis Pra Bedah :


Retensio urin ec. BPH
Rencana Tindakan : Open Prostatektomi

Kesimpulan
Pasien termasuk kategori ASA III

Rencana Anestesi

Rencana anestesi adalah dengan regional anetesi (sub arakhnoid block)


Anjuran
1. Puasa 8 jam pre operasi
Identifikasi Masalah:
1. Masalah medis:
- Terdapat Kristal di kedua ginjal dan hidronefrosis ringan di ginjal kanan
- Gambaran old inferior MCI pada pemeriksaan EKG
2. Masalah pembedahan:
- Komplikasi infeksi,
- Pemilihan teknik anestesi
- Bradikardi yang terjadi akibat obat-obat anestesi
- Nyeri postoperatif

Persiapan preoperative
1. Berikan informasi ke pasien dan keluarga pasien tentang prosedur anestesi
yang akan dilakukan dan persetujuan tindakan, termasuk risiko, penyulit
dan komplikasi yang dapat terjadi.

Intraoperatif

Jalannya operasi :
- Operasi berlangsung selama 135 menit (dimulai pukul 10.00 sampai dengan
12.15)
- Perdarahan 1400 cc
- Cairan preoperative : RL 300 cc
- Cairan intraoperative : Ringer Laktat 500 cc
Maintenance dengan nasal kanul 2 lpm

Post Operatif
A. Waktu selesai operasi : 12.15
B. Masuk ruang RR : 12.25
C. Kesadaran : Compos Mentis
D. Tekanan Darah : 124/69 mmHg
E. Nadi : 64x/menit
F. Pernafasan : 20x/menit
G. Suhu : 36,5oC
H. SpO2 : 100%
I. Skor bromage :0

3.1 Pembahasan
Pasien laki-laki usia 68 tahun datang ke poli urologi dengan keluhan nyeri
saat BAK sejak 2 bulan yang lalu. Pasien belum mengobati keluhannya. Keluhan
dirasa semakin mengganggu. Selain itu pasien juga mengeluh kencing tidak
lampias. Pasien memiliki riwayat operasi batu ginjal 15 tahun yang lalu dan
dilakukan anestesi umum. Kemudia pasien dilakukan USG, dan didapatkan hasil
vesika urinaria normal, prostat membesar 111cm3, hepar, limpa, pancreas,
kandung empedu normal. Kedua ginjal terdapat Kristal dan terlihat hidronefrosis
ringan di ginjal kanan. Pasien direncanakan untuk operasi open prostatectomy oleh
spesialis urologi dan dilakukan beberapa konsultasi antara lain ke dokter spesialis
paru, dokter spesialis penyakit dalam, dokter spesialis jantung, dan dokter spesialis
anestesi. Kemudian untuk pemeriksaan penunjang dilakukan EKG dan didapatkan
hasil old inferior MCI. Kemudian saran dokter jantung untuk memeriksakan
Echocardiografi dan rontgen thorax. Pada pemeriksaan Echocardiografi di dapatkan
EF 58%, fungsi sistolik dan diastolic baik, dan katup-katup dalam batas normal.
Kemudian pada rontgen thorax didapatkan hasil Cardiothoracic ratio <50%, paru-
paru tidak ada infiltrate. Sinus dan diafraghma dalam batas normal. Costae dan
tulang dalam batas normal. Kesan. Jantung dan paru dalam batas normal.

Persiapan Preoperatif
Dasar untuk preoperative yang efektif adalah riwayat penyakit dan
pemeriksaan fisik yang meliputi penggunaan obat-obatan yang digunakan selama
ini, riwayat alergi, dan reaksi terhadap obat anestesi sebelumnya.1 Pasien yang akan
menjalani anestesi dan pembedahan harus dilakukan persiapan preoperatif. Pasien
juga puasa 8 jam sebelum operasi sehingga pasien terakhir makan pukul 12 malam.
Pada persiapan preoperative, tanda-tanda vital pasien yaitu tekanan darah
120/80mmHg, frekuensi nadi 68x/menit, frekuensi pernapasan 20x/menit, dan suhu
36,3C. Pasien memiliki BMI 23. Pada hasil EKG terdapat old inferior MCI dan
hasil USG ditemukan Kristal pada ginjal dan hidronefrosis di kedua ginjal sehingga
didapatkan penilaian ASA 3. Pasien memakai gigi palsu sebanyak 2 pada gigi seri
atas kiri dan 1 pada gigi taring atas kiri. Pada pemeriksaan EKG, didapat hasil Old
inferior MCI, namun pasien tidak pernah merasa nyeri dada menjalar ke lengan
maupun nyeri ulu hati. Miokardium infark merupakan keadaan tersumbatnya arteri
coroner yang memberi nutrisi ke otot jantung. Otot jantung menjadi nekrosis karena
tidak ada suplai. Old inferior MCI merupakan penyumbatan yang berjalan lama dan
bersifat kronik di bagian inferior pembuluh koroner. Pada bagian inferior,
pembuluh darah coroner yang terkena adalah arteri coronary dextra. Dapat
ditemukan gambaran P patologis di lead II, III dan AVF pada pemeriksaan EKG.
Pada pasien ini, kemungkinan bagian pembuluh darah koroner yang lain masih
dapat berkompensasi sehingga pada pemeriksaan echocardiografi dan foto rontgen
jantung masih dalam batas normal. Pada pasien dengan old MCI, diberiksan edukasi
untuk mengubah gaya hidup seperti olahraga teratur, hindari makan-makanan
berlemak tinggi, hindari merokok. Pasien tidak diberi pengobatan karena bagian
jantung yang lain masih dapat berkompensasi dengan baik.
Pada hasil pemeriksaan USG, didapatkan hasil vesika urinaria normal,
prostat membesar 111cm3, hepar, limpa, pancreas, kandung empedu normal.
Kedua ginjal terdapat kristal dan terlihat hidronefrosis ringan di ginjal kanan.
Pembesaran pada prostat dapat diakibatkan oleh banyak hal, seperti
ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron, berkurangnya kematian sel prostat,
interaksi stroma-epitel, dan teori sel stem. Kristal yang terlihat pada gambaran USG
dapat disebabkan oleh karena pembesaran prostat yang membuat penyempitan
lumen uretra pars prostatika dan menghambat aliran urin sehingga menyebabkan
tingginya tekanan intravesika. Untuk dapat mengeluarkan urin, kandung kemih
harus berkontraksi lebih kuat dan menyebabkan perubahan anatomic dari kandung
kemih, yakni hipertropi otot destrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan
divertikel kandung kemih. Gejala ini dapat membuat pasien harus menunggu pada
permulaan miksi, miksi terputus, dan menetes pada akhir miksi. Terputusnya aliran
urin menyebabkan adanya sisa urin di dalam vesica urinaria sehingga pasien
biasanya belum puas sehabis miksi. Tekanan intravesika akan semakin tinggi
keseluruh bagian kandung kemih tidak terkecuali pada kedua muara ureter, dan
terjadi refluks vesikoureter. Jika berlangsung terus akan terjadi hidroureter,
hidronefrosis, dan gagal ginjal. Saat diperiksa menggunakan usg, maka akan
muncul gambaran kristal dan hidronefrosis di daerah ginjal. Oleh karena itu,
sebaiknya memperbaiki dulu penyebab awal dari gejala yang timbul. Akan lebih
baik jika pasien di lakukan open prostatektomi, dilihat dari besarnya ukuran prostat
dan juga merupakan penyebab awal terbentuknya kristal dan hidronefrosis ringan
pada ginjal.5
Manajemen Intra Operatif
Teknik anestesi yang digunakan untuk pasien ini adalah spinal analgesia.
Teknik yang digunakan yaitu mencari spina ischiadica anterior superior bagian
sinistra dan dextra, kemudian bayangkan garik penghubung antara kedua sias
tersebut. Penyuntikan dilakukan pada L2-L4. Spinal analgesia tanpa sedative
memiliki keuntungan untuk pasien lanjut usia, antara lain mengurangi delirium atau
disfungsi kognitif post operatif.1 Obat analgetik yang digunakan pada pasien ini
adalah lidocaine 2% 40mg dan bupivacaine spinal heavy 0,5% 20mg. Bupivacaine
dan lidocaine merupakan analgetik golongan amida.2 Pemilihan golongan amida
dikarenakan durasi kerja yang relative lebih lama dan onset yang cepat.

Dosis maksimal untuk bupivacaine tanpa epinephrine ada 2mg/kgBB, sedangkan


dosis maksimal dengan epinephrine adalah 3mg/kgBB. Untuk lidocaine, dosis
maksimal tanpa epinephrine adalah 4,5mg/kgBB dan dosis maksimal dengan
epinephrine ada 7mg/kgBB. Epinephrine dapat memperpanjang durasi kerja dari
bupivacaine dan lidocaine, kurang lebih memperpanjang 30 menit dari pemberian
tanpa epinephrine.1
Pemberian spinal analgesia dapat memblok saraf simpatis dan
menyebabkan vasodilatasi dari pembuluh darah dan resistensi vascular menurun
dan mengakibatkan hipotensi. Sebagai kompensasi untuk tetap mempertahankan
perfusi jaringan, frekuensi nadi meningkat dan menyebabkan takikardia. Jika tubuh
sudah tidak mampu mengompensasi keadaan tersebut, frekuensi nadi perlahan-
lahan menurun sehingga terjadilah bradikardi. Hal yang paling ditakutkan dari
hipotensi dan brdikardi adalah cardiac arrest. Risiko untuk terjadinya hipotensi
antara lain: 1) tekanan darah sistolik >120 mmHg, 2) usia di atas 40 tahun, 3) blok
setinggi T5 atau lebih, 4) lokasi spinal analgesia di L3-L4. Sedangkan untuk risiko
terjadinya bradikardi antara lain: 1) frekuensi nadi <60x.menit, 2) penggunaan -
adrenergic blocker, 3) adanya PR interval yang memanjang pada EKG. Jika terjadi
hipotensi dapat diberikan normal saline 10ml/kg dan atropine IV. Pada pasien
terjadi bradikardi saat 10 menit dari pemberian anestesi spinal. Nadi pasien
mengalami penurunan, yaitu dari 68x/menit menjadi 43x/menit dan pasien
diberikan sulfas atropine 1,5 mg. Sulfas atropine dapat meningkatkan frekuensi
nadi dan cardiac ouput sehingga frekuensi nadi pasien kembali naik menjadi
67x/menit. Hipotensi dan bradikardi sering terjadi pada lanjut usia seperti pada
pasien.6
Efek samping yang biasanya terjadi pada pemberian bupivacaine terhadap
gastrointestinal yaitu hiperperistaltik gastrointestinal akibat aktivitas parasimpatis
dikarenakan oleh simpatis yang terblok. Hal ini menguntungkan pada operasi
abdomen karena kontraksi usus dapat menyebabkan kondisi operasi menjadi
maksimal. Efek samping anesthesia spinal pada ginjal adalah autoregulasi aliran
darah ginjal dan akan terganggu jika aliran darah ginjal menurun.
Pemberian ondancentron pada pasien yaitu sebanyak 4mg bertujuan untuk
mencegah mual. Ondancentron merupakan selektif antagonis 5-HT3 yang dapat
memblock reseptor serotonin perifer yaitu pada abdominal dan reseptor serotonin
di central yaitu pada CTZ. Karena obat anestetik termasuk golongan opioid dan
terdapat reseptor di CTZ, ondancentron memblok reseptor opioid tersebut dan
menghilangkan rasa mual dan muntah.
Obat golongan opioid seperti fentanyl dapat dikombinasikan dengan
bupivacaine untuk mengurangi efek obat-obatan tersebut dan untuk meningkatkan
efek analgetik dari bupivacaine3, seperti yang digunakan untuk pasien ini yaitu
fentanyl 50mcg.
BAB III
KESIMPULAN

Open prostatetomi atau Operasi terbuka prostat adalah tindakan


mengangkat jaringan kelenjar prostat periurethral dengan batas capsula chirurgica.
Tindakan open prostatektomi biasanya diindikasikan untuk pembesaran prostat
dengan ukuran diatas 80 cm3, maupun terdapat penyempitan uretra sehingga alat
endoskopik yang dimiliki tidak dapat masuk. Pada tindakan operasi open
prostatektomi dapat menggunakan anesthesia secara spinal.
Manajemen perioperative dimulai sejak evaluasi prabedah hingga
optimalisasi keadaan penderita penting untuk menghindari terjadinya komplikasi,
baik selama intraoperative maupun post operatif. Hal ini didapatkan dengan
pemahaman teknik anestesi, pengetahuan obat obat yang digunakan, baik obat
antidiabetik maupun obat-obat anestesi.

Dengan manajemen perioperative yang baik terhadap pasien yang menjalani


pembedahan, diharapkan dapat menghindari terjadinya kejadian bradikardia post
pembedahan yang dapat mengurangi komplikasi dan meminimalkan angka
morbiditas maupun mortalitas.
DAFTAR PUSTAKA

1. Moslemi MK, Abedin Zadeh M. A modified technique of simple suprapubic


prostatectomy: no bladder drainage and no bladder neck or hemostatic
sutures. Urol J. 2010 Winter. 7(1):51-5.
2. Arif SK, Setiawan I. Perbandingan Efek Kecepatan Injeksi 0,4 ml/dtk Dan
0,2 ml/dtk Prosedur Anestesi Spinal Terhadap Kejadian Hipotensi Pada
Seksio Sesaria. Jurnal Anestesiologi Indonesia. 2015; 7(2) 79-88
3. Paganelli MA, Popescu GK. Actions of Bupivacaine, a Widely Used Local
Anesthetic,on NMDA Receptor Responses. The Journal of Neuroscience.
Januari 2015; 35(2):831-842.
4. Wung SF. Bradyarrhythmias: clinical presentation, diagnosis, and
management. Crit Care Nurs Clin North Am. 2016 Sep. 28 (3):297-308.
5. Purnomo. Dasar-Dasar Urologi, Ed. Kedua. 2008. Jakarta: CV.Sagung Seto.
h.69-85.
6. Butterworth JF. Mackey DC. Wasnick JD. Morgan & Mikhails Clinical
Anesthesiology. Ed. 5. 2013. h. 295-307.
7. Baranidharan G, Briggs M. Local and Regional Anaesthetic Techniques in
Wound Management. Surgery, 2017.
8. Mani KV, Veerapandian A, Radhakrishnan S. Comparison of Low-Dose
Bupivacaine with Fentanyl and Bupivacaine Alone for Spinal Anesthesia
for Lower Limb Surgeries. Journal of Evidence Based Medicine and
Healthcare. Juli 2017;4(53): 3241-3246.
9. Estebe J-P. Intravenous Lidocaine, Best Practice and Research Clinical
Anaesthesiology. 2017.
10. Sigdel S. Prophylaxis use of IV Atrophine for Prevention of Spinal
Aenesthetic Induced Hypotension and Bradicardia in Elderly: a
Randomized Contolled Trial. Journal of Anesthesiology & Clinical Science.
2015; 4(5): 1-5.
11. Ersoy A, Kara D, Ervatan Z, et al. Sedation in Hypoalbuminemic Geriatric
Patients Under Spinal Anesthesia in Hip Surgery. Saudi Medical Journal.
Oktober; 36(10): 11911198.
12. Pourfakhr P, Gatavi E, Najafi A. Local Administration of Tranexamic Acid
During Prostatectomy Surgery: Effects on Reducing the Amount of
Bleeding. Nephro-Urology Monthly. November 2016; 8(6).
13. Dewoto HR. Antikoagulan, Antitrombotik, Trombolitik, dan Hemostatik.
Dalam: Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Departemen Farmakologi dan
Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012. h. 804-819.

Anda mungkin juga menyukai