Anda di halaman 1dari 48

Bagian Ilmu Bedah Refleksi Kasus

Appendisitis Akut

 Disusun oleh :
Nini Inriani Lukman, S.Ked
(12 17 777 14 178)
 
Pembimbing :

dr. Alfreth Langitan, Sp.B.,FInaCS.,FICS


BAB I
PENDAHULUAN
 Appendisitis adalah peradangan yang terjadi pada
Appendiks vermicularis.
 Organ ini mensekresikan IgA namun seringkali
menimbulkan masalah bagi kesehatan.
 Appendisitis
akut merupakan keadaan darurat abdomen
paling umum yang membutuhkan perawatan bedah dan
menunjukkan resiko seumur hidup sebesar 7%.
 Hipotesis
penyebab paling umum adalah adanya obstruksi lumen
yang berlanjut menjadi kerusakan dinding appendiks dan
pembentukan abses.

 Semua kasus Apendisitis memerlukan tindakan pengangkatan


apendiks yang terinflamasi, baik dengan laparatomi maupun dengan
apendektomi.

Berikut ini akan dibahas refleksi kasus Nn.N dengan diagnosis susp.
Appendisitis yang dirawat di ruang perawatan Garuda Atas RSU
Anutapura Palu Desember 2019.
 BAB II
 LAPORAN KASUS
b. Riwayat penyakit sekarang:

Pasien masuk Rumah Sakit dengan keluhan nyeri perut bagian kanan bawah yang dirasakan
sejak tadi malam sebelum ke Rumah Sakit sekitar pukul 18.00 malam (6 jam sebelum masuk
masuk RS), nyeri perut dirasakan secara tiba-tiba, terus menerus, dan seperti tertusuk-
tusuk. Awalnya 2 hari sebelumnya pasien mengeluhkan nyeri ulu hati tetapi membaik dengan
istirahat dan konsumsi promag, tetapi pada malam hari nyeri berpindah ke bagian perut
kanan bawah dan dirasakan semakin memberat terutama pada saat pasien bergerak. Nyeri
ulu hati (+), mual(+), muntah(+) sejak tadi pagi sebanyak kurang lebih 7 kali, muntah berupa
makanan dan minuman yang dikonsumsi, penurunan nafsu makan (-), demam (+) sejak
malam hari, pusing(+), sakit kepala (-), BAB (+) terakhir 2 hari yang lalu, kosistensi biasa,
bercampur darah(-), lendir(-), riwayat BAB tidak lancar (+), dan BAK lancar.

Riwayat menarche umur 11 tahun, menstruasi teratur tiap bulan, siklus 30 hari. Riwayat
keputihan tidak ada.
5. RESUME
Pasien perempuan umur 19 tahun, masuk Rumah Sakit
dengan keluhan nyeri abdomen regio kuadran kanan bawah yang
dirasakan sejak tadi malam, sekitar pukul 18.00 malam (6 jam
sebelum masuk RS), nyeri abdomen dirasakan secara tiba-tiba,
terus menerus, dan seperti tertusuk-tusuk. 1 hari sebelumnya
pasien mengeluhkan nyeri epigastrium yang membaik dengan
istirahat dan konsumsi promag, pada malam hari nyeri dirasakan
berpindah ke regio kanan bawah dan dirasakan semakin memberat
terutama pada saat pasien bergerak. Nyeri epigastrium(+),
nausea(+), vomitus(+) dengan frekuensi lebih dari 7 kali, vomitus
berupa makanan dan minuman yang dikonsumsi, febris(+) sejak
malam hari, vertigo(+), BAB(+) terakhir 2 hari yang lalu, kosistensi
biasa, bercampur darah(-), lendir(-), riwayat konstipasi (+), dan
BAK lancar. Riwayat menarche umur 11 tahun, menstruasi teratur
tiap bulan, siklus 30 hari. Riwayat keputihan tidak ada.
Berdasarkan pemeriksaan fisik yang dilakukan didapatkan :
Keadaan umum sakit sedang dengan kesadaran compos mentis E4 M6 V5,
tanda vital didapatkan tekanan darah : 120/80 mmHg, nadi : 123
x/menit, pernapasan : 24 x/menit. Suhu axilla : 37,6°C. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada epigastrium dan regio Mc
Burney.

Status lokalis: pada regio inguinal dextra didapatkan, inspeksi:


tampak abdomen datar kesan normal, distensi abdomen(-), sikatriks(-),
jejas(-). Auskultasi: peristaltic(+) kesan normal. Palpasi: Nyeri tekan
pada regio epigastrium dan regio Mc Burney. Rovsing sign(+). Alvarado
score total 8 dengan interpretasi kemungkinan besar appendicitis. Pada
pemeriksaan penunjang hasil laboratorium didapatan WBC : 17,4. PLT ;
4,52 dan Neut% : 92,4%.
Pemeriksaan USG (18/12/2019)

Area Mc.Burney : Tampak target sign yang uncompresible


Kesan : Appendisitis akut
Lampiran foto operasi:
BAB III

PEMBAHASAN
Teori

 Appendisitis merupakan salah satu penyakit akut abdomen


dimana terjadi inflamasi pada appendiks vermiformis.
 Appendisitis akut adalah peradangan appendiks yang
disebabkan oleh bakteri akibat tersumbatnya lumen karena
fekalit, hiperplasia jaringan limfoid dan cacing usus.

Pada kasus ini didapatkan beberapa hasil pemeriksaan yang


mengarahkan diagnosis pada appendisitis akut.
Temua pada kasus Teori

 Pada anamnesis  Nyeri disebabkan oleh adanya obstruksi


didapatkan gejala berupa lumen appendiks yang akan menyebabkan
nyeri epigastrium. peningkatan tekanan intralumen. Tekanan
yang meningkat akan menyebabkan
appendiks mengalami hipoksia,
menghambat aliran limfe dan
memudahkan invasi bakteri.
 Infeksi menyebabkan appendiks edema
sehingga merangsang serabut saraf aferen
viseral yang masuk ke sumsum tulang
belakang di T8-T10.
 Pada saat inilah terjadi appendisitis akut
fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium
Temua pada kasus Teori

 Pasien mengeluhkan  Nyeri tersebut merupakan nyeri visceral yang


nyeri perut kanan bawah berubah menjadi nyeri somatis.
yang bersifat kontinu  Nyeri disebabkan oleh sekresi mukus yang
terus berlanjut, tekanan akan terus
meningkat. Kemudian hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema
bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding.
 Eksudat inflamasi yang berasal dari dinding
apendiks berhubungan dengan peritoneum
parietale, serabut saraf somatik akan
teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal
pada apendiks, khususnya di titik Mc Burney.
Temua pada kasus Teori

 pasien ini didapatkan  Gejala gastrointestinal yang terjadi


adanya mual yang akibat adanya distensi yang semakin
disertai muntah bertambah sehingga pusat muntah akan
diaktifkan dari saluran pencernaan
melalui aferen nervus vagus dan
menyebabkan mual dan muntah dalam
beberapa jam setelah timbul nyeri
perut.
 Jika mual muntah timbul mendahului
nyeri perut, dapat dipikirkan diagnosis
lain
Temua pada kasus Teori

 Pada pemeriksaan fisik  Pengukuran suhu tubuh merupakan salah satu


didapatkan suhu axilla : pemeriksaan yang dilakukan pada kasus-kasus
37,6°C dengan kecurigaan appendisitis. Kenaikan
suhu tubuh melebihi suhu normal terjadi
sebagai tanda adanya infeksi seperti pada
appendisitis.
 Pada appendisitis akut demam biasanya
**pada kasus ini pasien menolak untuk
dilakukan pemeriksaan suhu rectal
ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,50C. Bila
sehinggal sulit untuk menilai perbedaan suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi
antara suhu axilla dan suhu rektal. perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu
aksilar dan rektal sampai 10C.1
Temua pada kasus Teori

 Didapatkan nyeri tekan  Nyeri tersebut merupakan nyeri visceral yang


pada Mc Burney (+) dan berubah menjadi nyeri somatis. Eksudat
rovsing sign (+). inflamasi yang berasal dari dinding apendiks
mensensitisasi peritoneum parietale,
sehingga terjadi aktivasi serabut saraf
somatik dan nyeri akan dirasakan lokal pada
apendiks, khususnya di titik Mc Burney.
 Berdasarkan teori, pemeriksaan fisik pada
palpasi dilakukan penekanan perut kiri bawah
akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah
yang disebut tanda Rovsing.
Teori
Temua pada kasus  uji psoas dan uji obturator merupakan
pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk
 Pada pasien ini, pada uji mengetahui letak appendiks.
psoas dan uji obturator  Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot
didapatkan hasil negatif
psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan
atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian
paha kanan ditahan. Bila apendiks yang
meradang menempel di otot psoas mayor,
tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.
 Uji obturator digunakan untuk memeriksa
apakah apendiks yang meradang bersentuhan
dengan otot obturator internus yang merupakan
dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan
endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang
akan menimbulkan nyeri pada apendisitis
pelvika
Temua pada kasus Teori

 Pemeriksaan rectal toucher  Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri


tidak dilakukan karena bila daerah infeksi bisa dicapai dengan jari
pasien menolak untuk telunjuk.
dilakukan pemeriksaan
Temua pada kasus Teori

 Pada pemeriksaan penunjang  Berdasarkanteori jumlah leukosit


pasien didapatkan leukosit umumnya meningkat pada appendisitis
17,4 103/uL atau <18.000
akut yakni sekitar 10.000-18.000
sel/mm3.
sel/mm3.
 Jumlah leukosit yang <18.000 sel/mm3
umumnya terjadi pada apendisitis
simpel
 Leukosit yang >18.000 sel/mm3
menunjukkan adanya perforasi
 Berbagai sistem penilaian telah dikembangkan untuk membantu
diagnosis apendisitis akut, dan sistem penilaian Alvarado adalah
salah satunya.
 Alvarado skor memiliki enam variabel klinis dan dua
laboratorium kuantifikasi dengan total poin sepuluh, skor
mencakup unsur-unsur dari riwayat pasien, pemeriksaan fisik
dan dari tes laboratorium
 Sebuah mnemonic populer digunakan untuk mengingat Alvarado
yang dimodifikasi, yaitu MANTRELS.
Teori
 MANTRELS. Dimana poin-poin tersebut
Temua pada kasus mencakup 1. Migration of pain: 2. Anorexia,
3. Nausea/ Vomitus, 4. Tenderness, 5.
Rebound pain, 6. Elevated temperature,
7.Leucocytosis, 8.Shift to the left.
 Leukositosis adalah dua faktor yang paling
penting ditetapkan masing-masing dua poin
dan enam faktor lainnya masing-masing satu
poin, sehingga mencapai total skor 10 poin
 Interpretasi Skor :
 1-4 menunjukkan sangat tidak mungkin untuk
appendisitis,
 5-7 kemungkinan appendisitis dan
 8-10 sangat mungkin appendisitis.
Temua pada kasus Teori

 Pada kasus pasien berjenis  Pada keadaan tertentu beberapa penyakit


kelamin perempuan sehingga perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis
perlu untuk disingkirkan banding. Terutama pada perempuan yang
kemungkinan-kemungkinan masih muda, sering timbul gejala-gejala yang
penyakit lain yang dapat menyerupai Appendisitis akut.
menimbulkan gejala nyeri  Menurut teori terdapat beberapa penyakit
perut kanan bawah. yang dapat memberikan gejala nyeri perut
 sehingga pada kasus kanan bawah seperti: Infeksi Radang Panggul
didiagnosis banding dengan (Pelvic nflamatory Disease), Kehamilan
PID, Kehamilan ektopik dan Ektopik, dan Torsio Kista.
Torsio Kista. Serta dilakukan
pemeriksaan penunjang untuk
membantu menyingkirkan
diagnosis banding tersebut.
Teori PID Temuan Pada Kasus

 Salpingitis akut kanan sering  Pada pasien nyeri terlokalisir pada


dikacaukan dengan appendisitis akut. regio abdomen kanan bawah dan
Dimana biasanya suhu lebih tinggi pada anamnesis pasien tidak
daripada appendisitis dan nyeri perut mempunyai riwayat keputihan.
bagian bawah lebih difus.
 Pasien menolak dilakukan rectal
 Infeksi panggul pada wanita biasanya toucher sehingga sulit untuk menilai
disertai keputihan dan infeksi urin
ada nyeri goyang portio atau tidak.
vagina, akan timbul nyeri hebat di
panggul jika uterus digoyangkan.
 Pada perempuan yang belum menikah
dapat dilakukan colok dubur jika
perlu untuk diagnosis banding (PID).
Teori KET Temuan Pada Kasus

 Pada kehamilan ektopik hampir  Pada kasus, berdasarkan anmnesis


selalu ada riwayat terlambat haid diketahui bahwa pasien memiliki
dengan keluhan yang tidak menentu. riwayat menstruasi teratur tiap
Jika ada ruptur tuba atau abortus bulan, dan nyeri yang dialami
kehamilan di luar kandungan dengan terlokalisir disatu titik pada region
perdarahan, maka akan timbul nyeri kanan bawah.
yang mendadak dan difus pada  Pemeriksaan urin β-Hcg pasien
daerah pelvis dan mungkin terjadi
didapatkan hasil negatif
syok hipovolemik. Pada pemeriksaan
vagina, didapatkan nyeri,
penonjolan rongga douglas dan pada
kuldosintesis didapatkan darah
Teori Torsio Kista Temuan Pada Kasus

 Pada torsio kista terdapat nyeri  Pada kasus, nyeri abdomen timbul
mendadak dengan intensitas tinggi secara mendadak
dan teraba massa dalam rongga  Terdapat peningkatan suhu 37,6 C
̊
pelvis saat pemeriksaan palpasi (demam),
abdomen, pada pemeriksaan
vaginal toucher atau rectal
 Pada palpasi abdomen tidak
toucher. Serta tidak terdapat didapatkan massa pada regio
demam. Pemeriksaan ultrasonografi abdomen kanan bawah, sedangkan
dapat menentukan diagnosis rectal toucher tidak dilakukan
karena pasien menolak untuk
dilakukan pemeriksaan
Teori
 Meskipun pemeriksaan klinis dilakukan dengan
Temuan Pada Kasus
cermat dan teliti, diagnosis klinis appendisitis
akut masih mungkin salah pada sekitar 15-20%.
 Pada pasien dilakukan pemeriksaan
ultrasonografi dengan hasil
 Kesalahan diagnosis lebih sering terjadi pada
perempuan dibandingkan dengan laki-laki.
didapatkan pada Area Mc.Burney:
Tampak target sign yang
 Hal tersebut didasari mengingat perempuan,
terutama pada perempuan yang masih muda,
uncompressible. Kesan : sering timbul gejala-gejala yang menyerupai
Appendisitis akut. appendisitis akut, seperti yang telah dijelaskan
 Sehingga ketiga diagnosis banding diatas.
yang diajukan diatas dapat  Ultrasonografi abdomen perlu dilakukan bila
disingkirkan, dan memperkuat diagnosis diragukan terutama pada pasien
wanita untuk menyingkirkan penyebab
diagnosis Appendisitis yang
ginekologi.
ditegakkan berdasarkan kriteria
Alvarado skor
Temua pada kasus Teori

 Pada kasus, pasien  Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan


dilakukan operasi cito paling tepat dan merupakan satu-satunya
Appendectomy pilihan yang terbaik adalah Appendectomy.
Penundaan tindak bedah sambil memberikan
antibotik dapat mengakibatkan abses atau
perforasi.
Teori
Temua pada kasus
 Komplikasi yang paling membahayakan dari
 Pada pasien tidak ditemukan Appendisitis akut adalah perforasi, baik
tanda-tanda komplikasi baik itu
berupa perforasi bebas maupun perforasi
massa periappendicular ataupun
tanda-tanda perforasi. pada Appendiks yang telah mengalami
pendindingan sehingga menjadi massa yang
 Dimana pada palpasi abdomen
tidak ditemukan massa pada regio terdiri atas kumpulan appendiks, caecum,
kanan bawah yang mengindikasikan omentum, usus halus atau adneksa sehingga
adanya massa periappendicular. terbentuk massa periapendikuler.
 Kemudian terdapat peningkatan  Perforasi Apendiks akan mengakibatkan
suhu yang tidak lebih dari 38,5 C,̊ peritonitis purulenta yang ditandai dengan
nyeri terlokalisir pada epigastrium
dan regio kanan bawah, tidak
adanya demam tinggi, nyeri semakin hebat
ditemukan adanya defans muscular yang meliputi seluruh abdomen, perut
yang merupakan tanda adanya menjadi kembung dan tegang. Nyeri tekan
supurasi dan atau peritonitis. dan defans muskuler terjadi diseluruh perut.
Temua pada kasus Teori

 Pada pasien diberikan  Setelah diagnosis apendisitis akut dibuat,


antibiotik golongan pasien tidak boleh diberi intake oral.
sefalosforin berupa Pemberian cairan berupa Ringer laktat harus
Ceftriaxon 1 gr/12 jam/IV dimulai. Penggunaan antibiotik pasca operasi
 Analgetik golongan AINS dianjurkan untuk mengurangi resiko infeksi
Ketorolac 30mg/8 jam/IV, luka.
 H2 reseptor blocker untuk
 Appendectomy harus dilakukan tanpa
mencegah regurgitasi asam penundaan.
lambung Ranitidin 50mg/8  Pada Apendisitis dengan komplikasi
jam/IV pemberian antibiotik intravena harus dimulai
 Anti perdarahan Asam segera dan dilanjutkan sampai pasien
Traneksamat 500 mg/ 8 berhenti demam dan leukositosis terkoreksi.
jam/IV
Pada pasien tidak didapatkan komplikasi ataupun penyulit sehingga prognosis
pada pasien adalah bonam.
TERIMA KASIH 

Anda mungkin juga menyukai