Anda di halaman 1dari 3

RESUME TENTANG SEJARAH LAHIRNYA HIR/RBG SEBAGAI

SUMBER HUKUM ACARA PERDATA

Pengertian HIR dan RBg

Apa itu HIR? Istilah Inlandsch Reglement (IR) yang memiliki arti Reglemen Bumiputera
merupakan nama yang pertama digunakan untuk Hukum Acara, kemudian lahirlah istilah
Herziene Indonesisch Reglement (HIR). HIR berlaku sebagai Hukum Acara untuk wilayah
Jawa dan Madura. Mengapa HIR diberlakukan? Sebelum HIR diberlakukan, terdapat
berbagai macam hukum acara perdata yang berlaku di wilayah Jawa dan Madura, seperti
hukum adat, hukum Islam, dan hukum Eropa dan ketidakpastian hukum dan kesulitan dalam
menyelesaikan perkara perdata. Bagaimana sistem pemberlakuan HIR? Pada tahun 1847,
Gubernur Jenderal Hindia Belanda J.J. Rochussen membentuk komisi yang bertugas untuk
menyusun peraturan hukum acara perdata yang seragam bagi penduduk pribumi di Jawa dan
Madura. Komisi yang dibentuk oleh Rochussen tersebut dipimpin oleh Mr. C.L. van der
Wijck. Dalam penyusunannya, komisi tersebut mengacu pada beberapa peraturan hukum
acara perdata di Eropa, seperti Burgerlijke Rechtsvordering (Hukum Acara Perdata Belanda)
dan Code de Procédure Civile (Hukum Acara Perdata Perancis). Orang yang merancang HIR
ini merupakan Warga Negara Belanda yang bernama Mr. H.L. Wichers sekaligus orang yang
menjabat sebagai Presiden dari Hooggerechtschof (Pengadilan Tertinggi) di Indonesia pada
zaman Belanda.

Apa itu RBg? Rechtsreglement voor de Buitengewesten (RBg) adalah hukum perdata Eropa
yang dibawa oleh Belanda ke Indonesia. RBG (Rechtsreglement voor de Buitengewesten)
yang diterjemahkan Reglemen Hukum Daerah Seberang (di luar Jawa, Madura), yaitu hukum
acara yang berlaku di persidangan perkara perdata maupun pidana di pengadilan di luar Jawa
dan Madura. Tercantum dalam Staatblad 1927 No. 227. RBG terdiri dari lima bab dan bab
tujuh ratus dua puluh tiga pasal yang mengatur tentang pengadilan pada umumnya, dan
hukum acara pidananya tidak berlaku lagi dengan adanya Undang-Undang Darurat Nomor 1
Tahun 1951. Mengapa ada pemberlakuan HIR dan RBg? Dalam pelaksanaanya, ternyata
tidak cocok dengan Indonesia dan karena itu diadakan penyesuaian dan dibentuklah HIR.
Kemudian setelah beberapa lama, terjadi ketidaksesuaian dengan daerah luar Jawa dan
Madura, maka dibentuklah RBG (Rechtsreglement voor de Buitengewesten).
Ketentuan hukum acara perdata yang sudah ada dalam IR untuk golongan bumiputera dan
timur asing di Jawa dan Madura ditambah ketentuan-ketentuan hukum acara perdata yang
telah ada dan berlaku di kalangan mereka sebelumnya. Dengan terbentuknya RBg ini maka di
Hindia Belanda terdapat tiga macam reglemen acara untuk pemeriksaan perkara di muka
pengadilan, yaitu:

1) Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering (BRv), untuk golongan eropa yang


berperkara di Raad van Justitie dan Residentie Gerecht;
2) Herziene Inlandsch Reglement (HIR), untuk golongan bumiputera dan timur asing di
Jawa dan Madura yang berperkara di Laandlard;
3) Rechtsreglement voor de Buitengewesten (RBg), untuk golongan bumiputera dan
timur asing di luar Jawa dan Madura.

Sejarah HIR dan RBg

Pada zaman pendudukan Jepang, setelah penyerahan kekuasaan oleh pemerintah Belanda
kepada bala tentara Dai Nippon pada bulan Maret 1942, maka pada tanggal 7 Maret 1942
untuk daerah Jawa dan Madura pembesar bala tentara Dai Nippon mengeluarkan
Undang-Undang No. 1 Tahun 1942. Berdasarkan undang-undang ini, maka peraturan hukum
acara perdata untuk Jawa dan Madura masih tetap berlaku HIR. Untuk daerah di luar Jawa
dan Madura badan kekuasaan bala tentara Dai Nippon juga mengeluarkan peraturan yang
sama seperti di Jawa dan Madura. Dengan demikian hukum acara perdata untuk luar Jawa
dan Madura masih tetap berlaku RBg. Pada bulan April 1942, pemerintah bala tentara Dai
Nippon mengeluarkan peraturan baru tentang susunan dan kekuasaan pengadilan.
Berdasarkan peraturan tersebut, semua golongan penduduk termasuk golongan eropa tunduk
pada satu jenis pengadilan untuk pemeriksaan perkara pada tingkat pertama, yaitu pengadilan
negeri menggantikan Laandlard. Sedangkan Raad van Justitie dan Residente Gerecht
dihapuskan. Kemudian, pada pasca kemerdekaan perkembangan peraturan hukum acara
masih memakai ketentuan pada masa pemerintahan bala tentara Dai Nippon yang didasarkan
atas ketentuan Aturan Peralihan Pasal II dan Pasal IV Undang-Undang Dasar 1945 tanggal 18
Agustus 1945 jo. Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1945 tanggal 10 Oktober 1945.

Pemberlakuan HIR dan RBg di Indonesia

Prof. Efa Laela Fakhriah menyebutkan bahwa HIR dan RBg diberlakukan pasca
kemerdekaan dengan ketentuan peralihan UUD 1945 serta Undang-Undang Darurat Nomor 1
Tahun 1951 tentang Tindakan-Tindakan Sementara Untuk Menyelenggarakan Kesatuan
Susunan, Kekuasaan dan Acara Pengadilan-Pengadilan Sipil. Kemudian terdapat Surat
Edaran Mahkamah Agung Nomor 19 Tahun 1964 yang mempertegas keberlakuan HIR dan
RBg dengan berisi: perizinan Mahkamah Agung untuk melakukan pemeriksaan dan memutus
perkara hanya dengan seorang hakim oleh karena resminya HIR dan RBg masih berlaku.

HIR ini dibagi menjadi 2 (dua) yaitu bagian hukum acara pidana dan acara perdata. Dalam
HIR, bagian acara pidana dari Pasal 1 sampai dengan 114 dan Pasal 246 sampai dengan Pasal
371 dan bagian acara perdata dari Pasal 115 sampai dengan 245. Sedangkan Rbg yang g
ditetapkan dalam Pasal 2 Ordonansi 11 Mei 1927 adalah pengganti berbagai peraturan yang
berupa reglemen yang tersebar dan berlaku hanya dalam suatu daerah tertentu saja. Seiring
dengan perkembangan zaman maka hukum pun berkembang, HIR dan RBG telah dilengkapi
dengan peraturan perundang-undangan lain sehingga hukum acara perdata diatur dalam
berbagai peraturan yang terpisah yaitu sebagai berikut:

1. Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman


2. Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana diubah
dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 dan terakhir diubah dengan
Undang-Undang No. 3 Tahun 2009.

Anda mungkin juga menyukai