Anda di halaman 1dari 67

MATERI

“PEMERINTAHAN
DAERAH”
M. YUSRIZAL ADI SYAPUTRA, S.H.,MH.
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MEDAN AREA
2020
TINJAUAN UMUM

• Menurut Philipus M. Hadjon, UUD 1945 menganut dua pola


pembagian kekuasaan negara yaitu pembagian kekuasaan negara secara
horisontal dan secara vertikal.
• Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa Negara Indonesia
ialah negara kesatuan yang berbentuk Republik.
Menurut Moh. Kusnardi dan Bintan R Saragih,
disebut negara kesatuan apabila kekuasaan
pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah tidak
sama dan tidak sederajat. Kekuasaan pemerintahan
pusat merupakan kekuasaan yang menonjol dalam
negara, dan tidak ada saingannya dari badan
legislatif pusat dalam membentuk undang-undang.
Kekuasaan pemerintahan yang di daerah bersifat
derivatif (tidak langsug) dan sering dalam bentuk
otonomi yang luas,
• Dalam kaitannya dengna desentralisasi, Joeniarto mengatakan bahwa:
“ Dalam negara kesatuan semua urusan negara menjadi wewenang
sepenuhnya dari pemerintah (pusat)nya. Kalau negara yang
bersangkutan mempergunakan asas desentralisasi, dimana di daerah-
daerah dibentuk pemerintah lokal yang berhak mengatur dan
mengurus rumah tangga sendiri kepadanya dapat diserahkan urusan-
urusan tertentu untuk diurus sebagai rumah tangganya sendiri.”
ASAS SENTRALISASI
Sentralisasi merupakan konsekuensi dari negara kesatuan. Konsepsi dasar
pemerintahan dalam negara kesatuan adalah suatu rancangan yang harus
dibangun di atas pondasi sentralisasi. Semua kewenangan berada ditangan
pemerintah pusat.
Seiring perkembangan paham negara modern, model pemerintahan sentralistik
dengan tugas pemerintahan yang semakin luas tidak dapat dilaksanakan secara
maksimal oleh pemerintah pusat dalam suatu wilayah yang sangat luas
sehingga menimbulkan asas dekonsentrasi.
ASAS DEKONSENTRASI
Menurut Instituut voor besturrswetenscahppen dalam laporan penelitian
tentang organisasi pemerintahan 1975 (dikutip oleh Phillipus M. Hadjon),
mengatakan bahwa:
“Dekonsentrasi adalah penugasan kepada pejabat atau dinas-dinas yang
mempunyai hubungan hierarki dalam suatu badan pemerintahan untuk
mengurus tugas-tugas tertentu yang disertai hak untuk mengatur dan
membuat keputusan dalam masalah-masalah tertentu,
pertanggungjawaban terakhir tetap pada badan pemerintahan yang
bersangkutan”
Menurut Bagir Manan, Dekonsentrasi hanya bersangkutan dengan
penyelenggaraan administrasi negara, karena sifat kepegawaian.
Dekonsentrasi adalah unsur dari sentralisasi.
Dekonsentrasi dalam UU No. 5 tahun 1974 pasal 1 huruf f adalah
pelimpahan kewenangan dari pemerintah atau kepala instansi vertikal
tingkat atasnya kepada pejabat-pejabat didaerah.
Pasal 1 huruf h UU No. 22 tahun 1999, Dekonsentrasi adalah pelimpahan
wewenang dari pemerintah gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau
perangkat pusat didaerah.
PELIMPAHAN KEWENANGAN

•ATRIBUSI
•DELEGASI
•MANDAT
Delegasi
Penyerahan wewenang ( untuk membuat besluit) oleh pejabat pemerintahan
(Pejabat TUN) kepada pihak lain dan wewenang tersebut menjadi
tanggungjawab pihak lain tersebut
Mandat
Mandat merupakan suatu pelimpahan wewenang kepada bawahan.
Pelimpahan itu bermaksud memberi wewenang kepada bawahan untuk
membuat keputusan a.n. pejabat TUN yang memberi mandat. Keputusan itu
merupakan keputusan pejabat TUN yang memberi mandat. Dengan demikian
tanggungjawab dan tanggung gugat tetap ada pada pemberi mandat.
Atribusi
Dalam dekonsentrasi tidak terdapat pembentukan lembaga baru yang terpisah
dari organ pemerintah pusat. Artinya lembaga yang melaksanakan tugas
dekonsentrasi adalah unsur pemerintah pusat.
ASAS DESENTRALISASI
Menurut Phillipus M. Hadjon, Desentralisasi adalah wewenang untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan tidak semata-mata
dilakukan oleh pemerintah pusat, melainkan dilakukan juga oleh satuan-
satuan pemerintahan yang lebih rendah, baik dalam bentuk satuan
teritorial maupun fungsional. Satuan pemerintahan yang lebih rendah
diserahi dan dibiarkan mengatur serta mengurus sendiri sebagaian urusan
pemerintahan
Adapun proses penyerahan wewenang kepada
daerah dalam UU Pemerintahan daerah yang
pernah berlaku dapat dilakukan melalui dua cara,
yaitu:
a. Penyerahan penuh artinya baik tentang asas-
asasnya (prinsip-prinsipnya) maupun tentang
caranya menjalankan kewajibannya yang
diserahkan itu, diserahkan semuanya kepada
daerah;
b. Penyerahan tidak penuh, artinya
PENGATURAN TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH
Sebelum kemerdekaan RI
• Decentralisatie wet tahun 1903
• BestuurS.H.ervorming tahun 1922
Setelah kemerdekaan RI
• Di dalam UUD 1945, diatur didalam Bab VI dengan judul “ pemerintah
Daerah” Pasal 18
• Di dalam UUD RIS 1949, diatur didalam Pasal 42-67
• Di dalam UUD Semetara 1950, diatur dalam pasal 131 dan 132
• Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945
• Undang-undang nomor 22 tahun 1948 tentang
pemerintah di daerah
• Undang-Undang Nomor 44 tahun 1950 tentang
pemerintahan daerah-daerah indonesia timur
• Undang-Undang Nomor 1 tahun 1957 tentang
pokok-pokok Pemerintahan Daerah
• Penetapan Presiden No 6 tahun 1959 tentang
Pemerintahan daerah
• UU No. 18 tahun 1965 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah
• UU No. 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa
• UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah Daerah beserta peraturan
pelaksananya yang ditetapkan pada tahun 1999 dan tahun 2000
• UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan daerah beserta peraturan pelaksananya
• UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah beserta peraturan-
peraturan pelaksananya
• UU No 23 tahun 2014 jo UU No 9 Tahun 2015 tentagn Pemerinthan Daerah
• UU No. 22 Tahun 1948
Pertama kali Pemerintahan daerah diatur didalam UU No. 1 tahun 1945, akan
tetapi materi yang diatur masih sangat sedikit dan umum, sehingga sulit
untuk menerapkannya. Maka dibentuklah UU No. 22 tahun 1948.
Menurut Amrah Muslimin, UU No. 22 tahun 1948 mengandung prinsip,
yakni:
Penghapusan perbedaan cara pemerintahan di jawa dan madura dengan
daerah luar bisa disatukan atau uniformitas pemerintahan daerah di seluruh
indonesia
Membatasi tingkatan badan-badan pemerintahan daerah sedikit mungkin,
yaitu provinsi, kabupaten/kota besar, dan tingkat terendah yang belum
ditentukan namanya karena namanya berbeda-beda bagi daerah-daerah
Penghapusan dualisme pemerintahan daerah
Pemberian hak otonomi dan medebewind seluas-luasnya kepada badan-
badan pemerintahan daerah yang tersusun secara demokratis (collegiaal
bestuur)atas dasar permusyawaratan

Pasal 1 ayat (1) UU No 22 tahun 1948 Menegaskan bahwa NKRI terdiri dari
wilayah;
- Provinsi
- Kabupaten (kota besar)
- Desa (kota kecil), Negeri , Marga dan sebagainya
• UU No. 22 tahun 1948 pada tingkat pemerintah daerah, bermaksud
memperbaiki pemerintahan daerah agar dapat memenuhi harapan rakyat,
yaitu pemerintahan daerah yang collegial berdasarkan kedaulatan rakyat
(demokrasi) dengan batas-batas kekuasaan.
• Menurut Wajong , UU No. 22 tahun 1948;
 Memberi isi pada pasal 18 UUD 1945 dan meletakkan dasar bagi
susunan pemerintahan daerah dengan hak otonomi yang rasional
sebagai jalan untuk mempercepat kemajuan rakyat didaerah;
 Membentuk tiga tingkatan daerah yang diatur didalam suatu
Undang-Undang;
 Memodernisir dan mendinamisir pemerintahan desa dengan status
sebagai Dati III;
 Menghilangkan pemerintahan di daerah yang dualistis, dengan
menetapkan DPRD dan DPD sebagai Instansi pemegang kekuasaan
tertinggi
 Memungkinkan daerah-daerah yang mempunyai hak asal-usul di zaman
sebelum RI mempunyai pemerintahan sendiri dengan status daerah
istimewa
UU No. 1 tahun 1957
Menurut Soetardjo, UU No.1 tahun 1957 memiliki kesalahan prinsip yaitu
bentuk pemerintahan Dati III, disamaratakan dengan daerah otonom lainnya,
yaitu Dati I, Dati II, dan Dati III.
UU No. 1 tahun 1957 merupakan hasil kerja dari DPR pemilu 1955, di dalam
UU ini menjanjikan demokratisasi pemerintahan daerah dengan otonomi
seluas-luasnya.
Menurut Soetardjo, UU ini memuat prinsip negara serikat atau bondstaat
karena pemerintah pusat tidak memiliki kewenangan untuk menjalankan
kekuasaannya didaerah.
UU ini menganjurkan negara kesatuan tapi dipihak lain membentuk negara
federasi.
Setelah berlakunya kembali UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959,
sistem demokrasi berubah dengan jargon demokrasi terpimpin. Dampak
langsung terhadap otonomi daerah adalah diberlakukannya penetapan presiden
(penpres) Nomor 6 tahun 1959 dan Penpres No. 5 tahun 1960.
Menerut The Liang Gie, kedua Penpres tersebut merubah tujuan
desentralisasi dari demokrasi ke pencapaian stabilitas dan efisiensi
pemerintahan didaerah. ( asas desentralisasi menjadi asas sentralisasi)
Penetapan presiden ini sebenarnya memiliki maksud untuk memulihkan dan
memperkokoh kewibawaan kepala daerah (KDH) sebagai alat pemerintah
pusat dengan diberi kedudukan dan fungsi rangkap sebagai alat dekonsentrasi
(gubernur, bupati, atau walikota) dan sekaligus desentralisasi (KDH).
Dengan fungsi rangkat tersebut persoalan did daerah diharapkan dapat
ditanggulangi oleh setiap KDH, sehingga KDH dapat tetap exist sebagai
kepanjangan tangan pemerintah pusat (nasional) dalam sistem pemerintahan
presidensial NKRI.
UU No. 18 tahun 1965 tentang Pemerintahan Daerah
UU No. 18 tahun 1965 melanjutkan ide Penpres No. 6 tahun 1959.
UU ini membagi wilayah negara dalam tingkatan daerah-daerah otonom Pasal
2 ayat (1) terdiri dari provinsi/kotapraja sebagai Dati I, kabupaten/kotamadya
sebagai Dati II, dan kecamatan sebagai daerah Dati III.
Menurut Amrah Muslimin, UU ini memberi peluang bagi terciptanya tiga
tingkatan daerah otonom biasa di mana desa atau masyarakat Hukum Adat
akan menjadi Daerah Tingkat III.
UU No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah
- Menganut prinsip Otonomi Daerah
Di dalam penjelasan UU No. 5 tahun 1974 anka 1 huruf I menyebutkan bahwa
:
“ tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk meningkatkan
daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan di daerah,
terutama dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan terhadap
masyarakat serta untuk meningkatkan pembinaan kestabilan politik dan
kesatuan bangsa.”
• UU No. 5 tahun 1974 menyoroti desentralisasi dan Dekonsentrasi sekaligus.

• Penjelasan Umum Angka 2 UU No. 5 tahun 1974 menyatakan bahwa:


“ adanya pemerintah daerah yang bersifat otonom adalah sebagai
konsekuensi dilaksanakannya asas desentralisasi dari pemerintah pusatu
atau daerah otonomi tingkat atasnya kepala daerah menjadi urusan rumah
tangga sendiri. Sedangkan wilayah administrasi sebagai konsekuensi
dilaksanakannya asas dekonsentrasi.”
Penjelasan umum UU No. 5 tahun 1974 menegaskan tujuan pemberian
otonomi kepada daerah, yaitu:
a. Agar daerah yang bersangkutan dapat mengatur dan
mengurus rumah tangga sendiri.
b. Untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna
penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan
terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan;
c. Memberikan wewenang kepada daerah untuk melaksanakan
berbagai urusan pemerintahan sebagai urusan rumah
tangganya.
• UU No. 5 tahun 1974 melaksanakan prinsip-prinsip digariskan oleh
Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 tentang Pelaksanaan Otonomi Daerah
sebagai berikut:
“ dalam rangka melancarkan pelaksanan pembangunan yang tersebar
diseluruh pelosok negara, dan dalam membina kestabilan politik serta
kesatuan bangsa maka hubungan yang serasi antara pemerintah pusat
dan daerah atas dasar keutuhan negara kesatuan, diserahkan pada
pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab yang
dapat menjamin perkembangan dan pembangunan daerah dan
dilaksanakan bersama-sama dengan dekonsentrasi”.
• Berdasarkan ketentuan tersebut terlihat bahwa UU No. 5 tahun 1974 prinsip
penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan berdasarkan otonomi
nyata dan bertanggungjawab. UU ini tidak lagi menggunakan otonomi nyata
dan seluas-luasnya dianggap dapat menimbulkan kecendrungan yang dapat
membahayakan keutuhan negara kesatuan.
Menurut Bagir Manan, kekhawatiran mengenai otonomi seluas-luasnya lebih
disebabkan karena persepsi yang kurang tepat, yakni;
a. Pandangan bahwa urusan itu mempunyai jumlah (kuantitas) tertentu.
Pendekatan kuantitas mengenai urusan pemerintahan tidaklah begitu
tepat bahkan menyesatkan. Kemampuan untuk menjalankan kekuasaan
secara efektif tidaklah ditentukan oleh kuantatias tetap kualitas.
b. Pandangan seolah-olah otonomi luas dapat berjalan tanpa batas, atau
tanpa tanggungjawab. Telah disebutkan bahwa otonomi adalah pranata
negara kesatuan. Keluasan dan keleluasaan otonomi tidak mungkin
melampaui prinsip negara kesatuan.
• Sistem rumah tangga nyata adalah dasar untuk melaksanakan otonomi
luas, oleh karena itu menurut Bagir Manan, sistem rumah tangga nyata
tidak mungkin dipisahkan dari pemberi otonomi seluas-luasnya kepada
daerah. Sistem rumah tangga nyata memuat konsep bahwa daerah diberi
keleluasaan mengembangkan diri sesuai dengan kemampuannya.
Dengan keleluasaan, kebebasan administratif otonomi daerah akan
selalu berkembang sesuai dengan kenyataan yang ada didaerah.
Kesempatan berkembang inilah inti otonomi seluas-luasnya.
• Penyelenggaraan otonomi nyata dan bertanggunjawab dalam UU No. 5
tahun 1974 lebih dimaksudkan pada keserasian antara kebijakan pusat dan
daerah, hal tersebut diliahat dari penjelasan umum angka 1 huruf h, yakni:
“ pemberian otonomi daerah dilaksanakan bersama-sama dengan
asas dekonsentrasi. Asas dekonsentrasi tidak lagi sekedar komplemen
atau pelengkap terhadap asas desentralisasi, akan tetapi sama
pentingnya dalam penyelenggaraan pemerintah di daerah”.
Dalam UU No.5 tahun 1974, kemungkinan-kemungkinan untuk memperluas
dan mempersempit urusan pemerintahan pada daerah otonom menganut
penyerahan secara bertahap sesuai dengan kemampuan dan keadaan masing-
masing daerah, tidak secara integral, sehingga isi otonomi masing-masing
daerah tidak perlu sama. Menurut UU ini penambahan urusan pemerintahan
kepada daerah ditetapkan dengan peraturan pemerintah (Pasal 8 ayat 1) tetapi
suatu urusan pemerintahan yang telah diserahkan dapat ditarik kembali (Pasal
9).
UU NO. 22 TAHUN 1999 TENTANG
PEMERINTAH DAERAH

• UU No. 22 tahun 1999 disahkan 4 mei dan mulai berlaku 1 januari


2001.
• Penyelenggaraan otonomi menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi,
peran serta masyarakat, pemerataan keadilan, serta memperhatikan
potensi dan keanekaragaman daerah.
• Daerah dibagi menjadi daerah provinsi, daerah kabupaten/kota sebagai
daerah otonom (pasal 2 ayat 1)
• Daerah otonom berdiri sendiri tidak memiliki hierarki satu sama lain (pasal
4 ayat 2)
• Otonomi daerah yang luas dan utuh dilaksanakan pada daerah kabupaten
dan daerah kota. Sedangkan otonomi daerah provinsi merupakan otonomi
terbatas.
• Konsep otonomi daerah menurut Pasal 1 huruf h UU No. 22 tahun
1999, yakni:
“otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan”.
• Menurut Muchsan, ada tiga sendir
yang merupakan pilar otonomi
daerah, yaitu:
1. Sharing of power ( pembagian
kewenangan)
2. Distribution of income
( pembagian pendapatan)
3. Empowering (kemandirian
• UU No. 22 tahun 1999, pelaksanaan otonomi seluas-luasnya menonjolkan
aspek, yakni:
a. Aspek politis, desentralisasi ini dimaksudkan untuk
mendemontrasikan pemerintah daerah;
b. Aspek teknis, pelaksanaan desentralisasi ditujukan untuk
memperoleh efisiensi dan efektivitas yang maksimal dalam
penyelenggaraan pemerintahan Daerah.
c. Aspek ekonomis, dengan pelaksanaan otonomi daerah seluas-luasnya
diharapkan daerah dapat mengurus rumah tangganya sendiri, karena
daerah mempunyai kewenangan untuk menggali potensi daerah yang
dapat menghasilkan baik yang SDM maupun SDA.
Menurut Afan Gaffar, ciri khas dari UU No. 22 tahun 1999, yakni:
 demorkasi dan demokrastisasi berkaitan dengan hal ini UU ini mengatur
mengenai, pertama tentang rekrutmen pejabat pemerintahan daerah, dan
kedua mengenai proses legislasi di daerah;
 mendekatkan pemerintah dengan rakyat. UU ini menentukan bahwa
otonomi daerah diletakkan secara utuh dan bulat pada daerah
kabupaten/kota, bukan pada provinsi;
UU ini menganut sistem otonomi luas dan nyata, dengan sistem ini
pemerintah daerah berwenang untuk melakukan apa saja yang menyangkut
penyelenggaraan pemerintahan selain yang dikecualikan dalam pasal 7
 UU ini tidak menggunakan sistem otonomi bertingkat, sebagaimana dianut
UU No. 5 tahun 1974 yang memiliki susunan daerah bertingkat (daerah
tingkat I, II, III)
 no mandate without funding, persoalan klasik yang selalu diperdebatkan
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah keuangan daerah.
Menurut Nur Rif’ah Masykur, 8 Prinsip pemberian otonomi daerah yang
dijadikan pedoman UU No. 22 tahun 1999, yakni:
Penyelenggaraan otonomi dilaksanakan dengan memperhatikan aspek
demokrasi, keadilan, pemerataan, potensi dan keanekaragaman daerah;
Pelaksanaan otonomi daerah luas, nyata, dan bertanggungjawab;
Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah
kabupaten/kota sedangkan provinsi otonomi terbatas.
 pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara
sehingga tetap terjamin hubungna yang serasi antara pusat dan daerah serta
antar daerah;
 pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah
otonom, dan karenanya dalam daerah kabupaten/kota tidak ada lagi wilayah
administrasi.
 pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi
badan legislatif daerah, baik fungsi legislasi, fungsi pengawasan, maupun
fungsi anggaran atas penyelengggara pemerintahan daerah
Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada
daerah provinsi dalam kedudukannya sebagai wilayah
administrasi untuk melaksanakan kewenangan
pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada
gubernur sebagai wakil pemerintah;
Pelaksanaan asas tugas pembantuan, dimungkinkan
tidak hanya dari pemerintah kepada daerah, tetapi juga
dari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai
dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta
sumber daya manusia dengan kewajiban melaoporkan
pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada
yang menugaskan.
UU NO. 32 TAHUN 2004 TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH
• UU No. 32 tahun 2004 disahkan 15 oktober 2004
• Asas desentraslisasi
• Hal yang mendasar dalam UU No. 32 tahun 2004, adalah mendorong
untuk memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan
kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan
peran dan fungsi DPRD, serta mekanisme pemilihan kepala daerah
yang demokratis.
Otonomi Daerah Menurut Pasal 1 angka 5
UU No. 32 tahun 2004, yaitu:
“ hak, wewenang, dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan”
Dalam konteks hubungan hierarki, dikaitkan dengan pembagian
kekuasaan secara vertikal otonomi daerah diartikan yakni:
“ penyerahaan kepada atau membiarkan setiap pemerintahan yang
lebih rendah mengatur dan mengurus urusan pemerintahan tertentu
secara penuh baik mengenai asas-asas maupun cara menjalankannya
( wewenang mengatur, mengurus asas dan cara menjalankannya)
• Pasal 1 angka 9 UU No. 32 tahun 2004
menyebutkan tugas pembantuan
(medebewind) adalah;
“ penugasan dari pemerintah kepada
daerah dan/atau desa dari pemerintah
provinsi kepada kabupaten/kota dan atau
desa serta dari pemerintah
kabupaten/kota kepada desa untuk
melaksanakan tugas tertentu”
• Menurut Harsono, Medebewind ( tugas pembantuan) merupakan
penyerahan yang dilakukan tidak penuh, artinya penyerahan hanya
mengenai caranya menjalankan saja, sedangkan prinsip-prinsipnya (asas-
asasnya) ditetapkan pemerintah pusat sendiri.
• Menurut Philipus M. Hadjon, hakekat otonomi daerah, merupakan
kebebasan bukan kemerdekaan, (indepence ; onafhankelijkheid ), otonomi
merupakan sub sistem dari negara kesatuan.
• UU No. 32 tahun 2004 menyebutkan bahwa bidang-bidang yang tidak
diserahkan kepada pemerintah daerah oleh pemerintah pusat, seperti :
a. Politik luar negeri;
b. Pertahanan;
c. Keamanan;
d. Yustisi;
e. Moneter dan fiskal nasional,dan
f. agama
Konsekuensi dari pemilihan asas otonomi daerah dalam penyelenggaraan
pemerintahan, pemerintah pusat melaksanakan desentralisasi kewenangan.
Perumusan desentralisasi di dalam Pasal 1 angka 7 UU No. 32 tahun 2004
yakni:
“ penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia “.
UU No 32 tahun 2004 membawa perubahan yang signifikan, yakni:
a. Didalam UU No. 22 tahun 1999 hubungan gubernur, bupati, walikota
tidak memiliki hubungan hierakis satu dengan yang lain. Sedangkan
menurut UU No. 32 tahun 2004 hubungan gubernur, bupati, walikota
memiliki hubungan.
b. Didalam UU No. 32 tahun 2004, Pemilihan kepala daerah dipilih
secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan.
c. UU No. 32 tahun 2004, pemberhetian kepala daerah melalui mekanisme
impechment ke mahkamah agung. Apabila DPRD berpendapat bahwa
kepala daerah telah melakukan pelanggaran sumpah/janji jabatan dan atau
tidak melaksanakan kewajiban maka seorang kepala daerah dapat
diusulkan oleh DPRD ke mahkamah agung untuk diberhentikan.
UU NO 23 TAHUN 2014 JO UU NO 9
TAHUN 2015 TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH
• Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan negara Republik Indonesia yang
dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
SIAPAKAH PEMDA ?

• Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan


oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-
luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
• Pemerintah Daerah adalah kepala
daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah yang memimpin
pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah otonom.
• Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya
disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat
daerah yang berkedudukan sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah.
• Urusan Pemerintahan adalah kekuasaan pemerintahan
yang menjadi kewenangan Presiden yang
pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian negara
dan penyelenggara Pemerintahan Daerah untuk
melindungi, melayani, memberdayakan, dan
menyejahterakan masyarakat.
OTONOMI DAERAH MENURUT UU
NO 9 TAHUN 2015

• Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan


kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
• Asas Otonomi adalah prinsip dasar penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah berdasarkan Otonomi Daerah.
• Desentralisasi adalah penyerahan Urusan
Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah
otonom berdasarkan Asas Otonomi.
• Dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah
Pusat kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah
Pusat, kepada instansi vertikal di wilayah tertentu,
dan/atau kepada gubernur dan bupati/wali kota
sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan
umum.
• Instansi Vertikal adalah perangkat kementerian
dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian yang
mengurus Urusan Pemerintahan yang tidak diserahkan
kepada daerah otonom dalam wilayah tertentu dalam
rangka Dekonsentrasi.
• Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah
adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan
mengurus Urusan Pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
URUSAN DAERAH OTONOMI

• Urusan Pemerintahan Wajib adalah Urusan Pemerintahan yang wajib


diselenggarakan oleh semua Daerah.
• Urusan Pemerintahan Pilihan adalah Urusan Pemerintahan yang
wajib diselenggarakan oleh Daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki
Daerah.
• Pelayanan Dasar adalah pelayanan public untuk memenuhi kebutuhan
dasar warga negara.
• Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah yang selanjutnya
disingkat RPJPD adalah dokumen perencanaan Daerah untuk periode 20
(dua puluh) tahun.
• Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang selanjutnya
disingkat RPJMD adalah dokumen perencanaan Daerah untuk periode 5
(lima) tahun.
• Rencana Pembangunan Tahunan Daerah yang selanjutnya disebut
Rencana Kerja Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat RKPD adalah
dokumen perencanaan Daerah untuk periode 1 (satu) tahun.
• Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan
sebagaimana Daerah dilaksanakan berdasarkan:
A. asas Desentralisasi,
B. Asas Dekonsentrasi,
C. dan Tugas Pembantuan.
Pasal 10 UU PEMDA
• Urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud
meliputi:
a. politik luar negeri;
b. pertahanan;
c. keamanan;
d. yustisi;
e. moneter dan fiskal nasional; dan
f. agama.
URUSAN PEMERINTAHAN
KONKUREN
• Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana di maksud Pasal 9 ayat
(3) yang menjadi kewenangan Daerah terdiri atas:
• Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan.
• Urusan Pemerintahan Wajib sebagaimana dimaksud terdiri atas Urusan
Pemerintahan yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar dan Urusan
Pemerintahan yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar.
• Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan
dengan Pelayanan Dasar adalah Urusan
Pemerintahan Wajib yang sebagian
substansinya merupakan Pelayanan Dasar.
URUSAN PEMERINTAH WAJIB

• Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar


sebagaimana dimaksud meliputi:
1. pendidikan;
2. kesehatan;
3. pekerjaan umum dan penataan ruang;
4. perumahan rakyat dan kawasan permukiman;
5. ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat; dan
6. sosial.
• Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar
meliputi:
a. tenaga kerja;
b. pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak;
c. pangan;
d. pertanahan;
e. lingkungan hidup;
f. administrasi kependudukan dan pencatatan sipil;
g. pemberdayaan masyarakat dan Desa;
h. pengendalian penduduk dan keluarga berencana;
i. perhubungan;
j. komunikasi dan informatika;
k. koperasi, usaha kecil, dan menengah;
LANJUTAN……….

l. penanaman modal;
m. kepemudaan dan olah raga;
n. statistik;
o. persandian;
p. kebudayaan;
q. perpustakaan; dan
r. kearsipan.
URUSAN PEMERINTAHAN
PILIHAN
• Urusan Pemerintahan Pilihan meliputi:

a. kelautan dan perikanan;


b. pariwisata;
c. pertanian;
d. kehutanan;
e. energi dan sumber daya mineral;
f. perdagangan;
g. perindustrian; dan
h. transmigrasi.

Anda mungkin juga menyukai