“PEMERINTAHAN
DAERAH”
M. YUSRIZAL ADI SYAPUTRA, S.H.,MH.
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MEDAN AREA
2020
TINJAUAN UMUM
•ATRIBUSI
•DELEGASI
•MANDAT
Delegasi
Penyerahan wewenang ( untuk membuat besluit) oleh pejabat pemerintahan
(Pejabat TUN) kepada pihak lain dan wewenang tersebut menjadi
tanggungjawab pihak lain tersebut
Mandat
Mandat merupakan suatu pelimpahan wewenang kepada bawahan.
Pelimpahan itu bermaksud memberi wewenang kepada bawahan untuk
membuat keputusan a.n. pejabat TUN yang memberi mandat. Keputusan itu
merupakan keputusan pejabat TUN yang memberi mandat. Dengan demikian
tanggungjawab dan tanggung gugat tetap ada pada pemberi mandat.
Atribusi
Dalam dekonsentrasi tidak terdapat pembentukan lembaga baru yang terpisah
dari organ pemerintah pusat. Artinya lembaga yang melaksanakan tugas
dekonsentrasi adalah unsur pemerintah pusat.
ASAS DESENTRALISASI
Menurut Phillipus M. Hadjon, Desentralisasi adalah wewenang untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan tidak semata-mata
dilakukan oleh pemerintah pusat, melainkan dilakukan juga oleh satuan-
satuan pemerintahan yang lebih rendah, baik dalam bentuk satuan
teritorial maupun fungsional. Satuan pemerintahan yang lebih rendah
diserahi dan dibiarkan mengatur serta mengurus sendiri sebagaian urusan
pemerintahan
Adapun proses penyerahan wewenang kepada
daerah dalam UU Pemerintahan daerah yang
pernah berlaku dapat dilakukan melalui dua cara,
yaitu:
a. Penyerahan penuh artinya baik tentang asas-
asasnya (prinsip-prinsipnya) maupun tentang
caranya menjalankan kewajibannya yang
diserahkan itu, diserahkan semuanya kepada
daerah;
b. Penyerahan tidak penuh, artinya
PENGATURAN TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH
Sebelum kemerdekaan RI
• Decentralisatie wet tahun 1903
• BestuurS.H.ervorming tahun 1922
Setelah kemerdekaan RI
• Di dalam UUD 1945, diatur didalam Bab VI dengan judul “ pemerintah
Daerah” Pasal 18
• Di dalam UUD RIS 1949, diatur didalam Pasal 42-67
• Di dalam UUD Semetara 1950, diatur dalam pasal 131 dan 132
• Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945
• Undang-undang nomor 22 tahun 1948 tentang
pemerintah di daerah
• Undang-Undang Nomor 44 tahun 1950 tentang
pemerintahan daerah-daerah indonesia timur
• Undang-Undang Nomor 1 tahun 1957 tentang
pokok-pokok Pemerintahan Daerah
• Penetapan Presiden No 6 tahun 1959 tentang
Pemerintahan daerah
• UU No. 18 tahun 1965 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah
• UU No. 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa
• UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah Daerah beserta peraturan
pelaksananya yang ditetapkan pada tahun 1999 dan tahun 2000
• UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan daerah beserta peraturan pelaksananya
• UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah beserta peraturan-
peraturan pelaksananya
• UU No 23 tahun 2014 jo UU No 9 Tahun 2015 tentagn Pemerinthan Daerah
• UU No. 22 Tahun 1948
Pertama kali Pemerintahan daerah diatur didalam UU No. 1 tahun 1945, akan
tetapi materi yang diatur masih sangat sedikit dan umum, sehingga sulit
untuk menerapkannya. Maka dibentuklah UU No. 22 tahun 1948.
Menurut Amrah Muslimin, UU No. 22 tahun 1948 mengandung prinsip,
yakni:
Penghapusan perbedaan cara pemerintahan di jawa dan madura dengan
daerah luar bisa disatukan atau uniformitas pemerintahan daerah di seluruh
indonesia
Membatasi tingkatan badan-badan pemerintahan daerah sedikit mungkin,
yaitu provinsi, kabupaten/kota besar, dan tingkat terendah yang belum
ditentukan namanya karena namanya berbeda-beda bagi daerah-daerah
Penghapusan dualisme pemerintahan daerah
Pemberian hak otonomi dan medebewind seluas-luasnya kepada badan-
badan pemerintahan daerah yang tersusun secara demokratis (collegiaal
bestuur)atas dasar permusyawaratan
Pasal 1 ayat (1) UU No 22 tahun 1948 Menegaskan bahwa NKRI terdiri dari
wilayah;
- Provinsi
- Kabupaten (kota besar)
- Desa (kota kecil), Negeri , Marga dan sebagainya
• UU No. 22 tahun 1948 pada tingkat pemerintah daerah, bermaksud
memperbaiki pemerintahan daerah agar dapat memenuhi harapan rakyat,
yaitu pemerintahan daerah yang collegial berdasarkan kedaulatan rakyat
(demokrasi) dengan batas-batas kekuasaan.
• Menurut Wajong , UU No. 22 tahun 1948;
Memberi isi pada pasal 18 UUD 1945 dan meletakkan dasar bagi
susunan pemerintahan daerah dengan hak otonomi yang rasional
sebagai jalan untuk mempercepat kemajuan rakyat didaerah;
Membentuk tiga tingkatan daerah yang diatur didalam suatu
Undang-Undang;
Memodernisir dan mendinamisir pemerintahan desa dengan status
sebagai Dati III;
Menghilangkan pemerintahan di daerah yang dualistis, dengan
menetapkan DPRD dan DPD sebagai Instansi pemegang kekuasaan
tertinggi
Memungkinkan daerah-daerah yang mempunyai hak asal-usul di zaman
sebelum RI mempunyai pemerintahan sendiri dengan status daerah
istimewa
UU No. 1 tahun 1957
Menurut Soetardjo, UU No.1 tahun 1957 memiliki kesalahan prinsip yaitu
bentuk pemerintahan Dati III, disamaratakan dengan daerah otonom lainnya,
yaitu Dati I, Dati II, dan Dati III.
UU No. 1 tahun 1957 merupakan hasil kerja dari DPR pemilu 1955, di dalam
UU ini menjanjikan demokratisasi pemerintahan daerah dengan otonomi
seluas-luasnya.
Menurut Soetardjo, UU ini memuat prinsip negara serikat atau bondstaat
karena pemerintah pusat tidak memiliki kewenangan untuk menjalankan
kekuasaannya didaerah.
UU ini menganjurkan negara kesatuan tapi dipihak lain membentuk negara
federasi.
Setelah berlakunya kembali UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959,
sistem demokrasi berubah dengan jargon demokrasi terpimpin. Dampak
langsung terhadap otonomi daerah adalah diberlakukannya penetapan presiden
(penpres) Nomor 6 tahun 1959 dan Penpres No. 5 tahun 1960.
Menerut The Liang Gie, kedua Penpres tersebut merubah tujuan
desentralisasi dari demokrasi ke pencapaian stabilitas dan efisiensi
pemerintahan didaerah. ( asas desentralisasi menjadi asas sentralisasi)
Penetapan presiden ini sebenarnya memiliki maksud untuk memulihkan dan
memperkokoh kewibawaan kepala daerah (KDH) sebagai alat pemerintah
pusat dengan diberi kedudukan dan fungsi rangkap sebagai alat dekonsentrasi
(gubernur, bupati, atau walikota) dan sekaligus desentralisasi (KDH).
Dengan fungsi rangkat tersebut persoalan did daerah diharapkan dapat
ditanggulangi oleh setiap KDH, sehingga KDH dapat tetap exist sebagai
kepanjangan tangan pemerintah pusat (nasional) dalam sistem pemerintahan
presidensial NKRI.
UU No. 18 tahun 1965 tentang Pemerintahan Daerah
UU No. 18 tahun 1965 melanjutkan ide Penpres No. 6 tahun 1959.
UU ini membagi wilayah negara dalam tingkatan daerah-daerah otonom Pasal
2 ayat (1) terdiri dari provinsi/kotapraja sebagai Dati I, kabupaten/kotamadya
sebagai Dati II, dan kecamatan sebagai daerah Dati III.
Menurut Amrah Muslimin, UU ini memberi peluang bagi terciptanya tiga
tingkatan daerah otonom biasa di mana desa atau masyarakat Hukum Adat
akan menjadi Daerah Tingkat III.
UU No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah
- Menganut prinsip Otonomi Daerah
Di dalam penjelasan UU No. 5 tahun 1974 anka 1 huruf I menyebutkan bahwa
:
“ tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk meningkatkan
daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan di daerah,
terutama dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan terhadap
masyarakat serta untuk meningkatkan pembinaan kestabilan politik dan
kesatuan bangsa.”
• UU No. 5 tahun 1974 menyoroti desentralisasi dan Dekonsentrasi sekaligus.
l. penanaman modal;
m. kepemudaan dan olah raga;
n. statistik;
o. persandian;
p. kebudayaan;
q. perpustakaan; dan
r. kearsipan.
URUSAN PEMERINTAHAN
PILIHAN
• Urusan Pemerintahan Pilihan meliputi: