Kelas : B
Dosen : Djaja Sembiring Meliala, S.H., M.H.
Dalam pewarisan testamen tidak dapat terjadi penggantian tempat karena surat
wasiat merupakan perbuatan yang bersifat pribadi dan juga untuk menerima hibah
wasiat tidak dapat digantikan orang lain selain yang ditunjuk oleh pewaris.
Penggantian tempat hanya dilakukan terhadap pewarisan ab instestato legitimaris,
dimana dalam pewarisan ab-intestato legitimaris ini seseorang dapat memperoleh
warisan. Dasar hak mewarisnya adalah hubungan darah dengan pewaris dalam garis
lurus ke bawah/ keluarga sedarah dalam garis lurus kebawah yaitu keturunan-
keturunan sah. Keluarga sedarah dalam menyimpang/ menyimpang ke atas tidak
berhak mewaris dengan pergantian. Hal ini sejalan dalam Pasal 842 dan 843 BW
bahwa:
“Penggantian yang terjadi dalam garis lurus ke bawah yang sah, berlangsung terus
tanpa akhir. Penggantian itu diizinkan dalam segala hat, baik bila anak-anak dan
orang yang meninggal menjadi ahli waris bersama-sama dengan keturunan-
keturunan dan anak yang meninggal lebih dahulu, maupun bila semua keturunan
mereka mewaris bersama-sama, seorang dengan yang lain dalam pertalian keluarga
yang berbeda-beda derajatnya.”
Jadi dalam hal waris dengan wasiat meninggal dunia lebih dahulu daripada pewaris,
maka ini berarti pemberian itu hapus dan tidak ada penggantian tempat. Namun
dalam pasal 975 BW memungkinkan adanya penggantian waris (plaatsvervulling)
yang merupakan suatu pengecualian.
2. Jelaskan mengapa bagian mutlak tidak boleh diserahkan kepada orang lain baik
secara hibah maupun hibah wasiat?
Bagian mutlak tidak boleh diserahkan kepada orang lain baik secara hibah maupun
hibah wasiat sebab bagian mutlak hanyak untuk keluarga sedarah dalam garis lurus
(baik ke atas maupun ke bawah) menurut Undang-Undang. Adanya bagian mutlak
yang dimasukkan, agar pewaris secara moral tidak mengabaikan keturunan
sedarahnya sebab yang berhak atas bagian mutlak adalah semua keluarga sedarah
ab intestato legitimaris, sedangkan suami/istri, adik atau kakak kandung dll tidak
wajib. Hal ini mengacu dalam Pasal 913 bahwa, legitieme portie atau bagian warisan
menurut undang-undang ialah bagian dan harta benda yang harus diberikan kepada
para ahli waris dalam garis lurus menurut undang-undang, yang terhadapnya orang
yang meninggal dunia tidak boleh menetapkan sesuatu, baik sebagai hibah antara
orang-orang yang masih hidup, maupun sebagai wasiat. Berdasarkan pasal ini bagian
mutlak tidak boleh diserahkan secara hibah maupun hibah wasiat. Selain itu dengan
adanya bagian mutlak, dianggap sebagai pembatasan terhadap kehendak seseorang
untuk membuat surat wasiat.
Pemisahan atau pembagian harta warisan dapat dilakukan sebagian demi sebagian
atau seluruhnya dapat dibagi apabila disetujui oleh semua ahli waris. Dalam Pasal
1050 menentukan bahwa cara penerimaan ahli waris harus sama atau satu sikap.
Jika salah satu menerima secara murni maka yg lain pun juga harus menerima secara
murni, jika yang satu menerima secara benefisier maka yang lain juga harus
benefisier. Tidak boleh ahli waris yang satu menerima secara murni, namun yg lain
secara benfisier kecuali menolak warisan. Oleh karena itu ada dua kemungkinan
untuk menentukan sikap yaitu apakah menerima secara murni, benefiser,atau
menolak warisan.
Akibat menerima warisan secara murni, ahli waris baik secara diam-diam maupun
dengan tegas ,bertanggung jawab sepenuhnya atas segala kewajiban yang melekat
pada harta warisan termasuk utang-utang pewaris. Kalau sudah menyatakan
menerima dengan murni, maka ahli waris tidak mungkin lagi menerima secara
benefisier, tetapi apabila ahli waris menerima secara benefisier, ia masih dapat
menerima secara murni.