Anda di halaman 1dari 4

UAS HUKUM WARIS

Nama : Talita Priscilla Sirait


NPM : 2017200233

Kelas : B
Dosen : Djaja Sembiring Meliala, S.H., M.H.

1. Apakah dapat terjadi penggantian tempat dalam pewarisan testamen? Mengapa


dan jelaskan?

Dalam pewarisan testamen tidak dapat terjadi penggantian tempat karena surat
wasiat merupakan perbuatan yang bersifat pribadi dan juga untuk menerima hibah
wasiat tidak dapat digantikan orang lain selain yang ditunjuk oleh pewaris.
Penggantian tempat hanya dilakukan terhadap pewarisan ab instestato legitimaris,
dimana dalam pewarisan ab-intestato legitimaris ini seseorang dapat memperoleh
warisan. Dasar hak mewarisnya adalah hubungan darah dengan pewaris dalam garis
lurus ke bawah/ keluarga sedarah dalam garis lurus kebawah yaitu keturunan-
keturunan sah. Keluarga sedarah dalam menyimpang/ menyimpang ke atas tidak
berhak mewaris dengan pergantian. Hal ini sejalan dalam Pasal 842 dan 843 BW
bahwa:
“Penggantian yang terjadi dalam garis lurus ke bawah yang sah, berlangsung terus
tanpa akhir. Penggantian itu diizinkan dalam segala hat, baik bila anak-anak dan
orang yang meninggal menjadi ahli waris bersama-sama dengan keturunan-
keturunan dan anak yang meninggal lebih dahulu, maupun bila semua keturunan
mereka mewaris bersama-sama, seorang dengan yang lain dalam pertalian keluarga
yang berbeda-beda derajatnya.”

Namun terdapat pengecualian, dalam Pasal 975 BW yang merupakan satu-satunya


penggantian waris (plaatvervulling) yang dimungkinkan berdasarkan testamen. Di
pasal ini dijelaskan bahwa bilamana seseorang yang mengharapkan harta warisan itu
meninggal terlebih dahulu daripada yang dibebani menyimpan harta warisan itu,
maka hak daripada orang yang mengharapkan tadi beralih kepada anak-anak atau
keturunannya. Seperti contohnya: seorang A yang mempunyai anak B, kemudian
membuat suatu penetapan Fidei Commis kepada B untuk kepentingan anak-anaknya
B yaitu C dan D. Maka bila kemudian C meninggal terlebih dahulu daripada B, maka
hak C beralih kepada anak-anaknya C. Jadi kalau B kemudian meninggal, maka harta
warisan harus diserahkan kepada D dan anak-anak C. Begitu juga apabila D
mendahului mati B dengan meninggalkan anak-anak, maka setelah D meninggal
,warisan A beralih kepada anak-anak C dan anak-anak D

Jadi dalam hal waris dengan wasiat meninggal dunia lebih dahulu daripada pewaris,
maka ini berarti pemberian itu hapus dan tidak ada penggantian tempat. Namun
dalam pasal 975 BW memungkinkan adanya penggantian waris (plaatsvervulling)
yang merupakan suatu pengecualian.

2. Jelaskan mengapa bagian mutlak tidak boleh diserahkan kepada orang lain baik
secara hibah maupun hibah wasiat?

Bagian mutlak tidak boleh diserahkan kepada orang lain baik secara hibah maupun
hibah wasiat sebab bagian mutlak hanyak untuk keluarga sedarah dalam garis lurus
(baik ke atas maupun ke bawah) menurut Undang-Undang. Adanya bagian mutlak
yang dimasukkan, agar pewaris secara moral tidak mengabaikan keturunan
sedarahnya sebab yang berhak atas bagian mutlak adalah semua keluarga sedarah
ab intestato legitimaris, sedangkan suami/istri, adik atau kakak kandung dll tidak
wajib. Hal ini mengacu dalam Pasal 913 bahwa, legitieme portie atau bagian warisan
menurut undang-undang ialah bagian dan harta benda yang harus diberikan kepada
para ahli waris dalam garis lurus menurut undang-undang, yang terhadapnya orang
yang meninggal dunia tidak boleh menetapkan sesuatu, baik sebagai hibah antara
orang-orang yang masih hidup, maupun sebagai wasiat. Berdasarkan pasal ini bagian
mutlak tidak boleh diserahkan secara hibah maupun hibah wasiat. Selain itu dengan
adanya bagian mutlak, dianggap sebagai pembatasan terhadap kehendak seseorang
untuk membuat surat wasiat.

3. Jelaskan akibat daripada pemisahan atau pembagian harta peninggalan?

Pemisahan atau pembagian harta warisan dapat dilakukan sebagian demi sebagian
atau seluruhnya dapat dibagi apabila disetujui oleh semua ahli waris. Dalam Pasal
1050 menentukan bahwa cara penerimaan ahli waris harus sama atau satu sikap.
Jika salah satu menerima secara murni maka yg lain pun juga harus menerima secara
murni, jika yang satu menerima secara benefisier maka yang lain juga harus
benefisier. Tidak boleh ahli waris yang satu menerima secara murni, namun yg lain
secara benfisier kecuali menolak warisan. Oleh karena itu ada dua kemungkinan
untuk menentukan sikap yaitu apakah menerima secara murni, benefiser,atau
menolak warisan.

Akibat menerima warisan secara murni, ahli waris baik secara diam-diam maupun
dengan tegas ,bertanggung jawab sepenuhnya atas segala kewajiban yang melekat
pada harta warisan termasuk utang-utang pewaris. Kalau sudah menyatakan
menerima dengan murni, maka ahli waris tidak mungkin lagi menerima secara
benefisier, tetapi apabila ahli waris menerima secara benefisier, ia masih dapat
menerima secara murni.

Akibat menerima warisan secara benefisier, ahli waris hanya bertanggungjawab


terhadap utang-utang pewaris sepanjang harta warisan yang ditinggalkan cukup
untuk membayar hutang itu. Dengan ini maka harta warisan terpisah dari harta
pribadi ahli waris dan tidak terjadi percampuran harta kekayaan antara kekayaan ahli
waris dengan harta warisan
Akibat menolak warisan, dianggap tidak pernah menjadi ahli waris, dan bagian yang
ditolak kemudian ditambahkan ke bagian ahli waris yang menerima, serta tidak ada
penggantian tempat kecuali atas kedudukan sendiri. Ahli waris yang sudah menolak
warisan, tidak dapat lagi menerima dengan cara bagaimana pun juga, kecuali jika
harta warisan belum dibagi, ia masih dapat menerimanya.

4. P meninggal dunia meninggalkan ayahnya bernama b, ibunya c dan 4 orang


saudara sekandung bernama d e f dan g . P telah menghibahwasiatkan kepada b
atau ayahnya sebesar 1.600.000, kepada d e f g saudara2nya masing2 2.900.000.
Harta warisan p berjumlah 14.400.000, berapa besar bagian masing2?

 Laksanakan hibah wasiat kepada


b= Rp1.600.000
d= Rp2.900.000
e=Rp2.900.000
f=Rp2.900.000
g=Rp2.900.000
+
Rp13.200.000

 Sisa harta warisan, 14.400.000- 13.200.000= 1.200.000, sehingga apabila


dibagi, bagian b dan c masing-masing sebagai orangtua mendapat (Rp
1.200.000 x ¼ )= Rp300.000 sebab orangtua mempunyai bagian minimum
masing ¼ dari harta peningggalan, dan bagian d,e,f,g masing-masing
mendapat (¼ x ½ x1.200.000)= Rp.150.000
 Pembagian secara ini telah melanggar LPb (ayah) dan LPc (ibu) yang
merupakan keluarga sedarah dalam garis lurus.
 Maka besar LPb&LPc = ½ X ( ½ . Rp14.400.000)= Rp3.600.000 ( Berdasarkan
Pasal 915 KUHPerdata , ahli waris garis keatas seperti orangtua , besar bagian
mutlak mereka adalah ½ dari bagian yang seharusnya mereka terima sebagai
ahli waris menurut UU, dan menurut Pasal 916 a jika Pewaris selain
meninggalkan Ahli Waris Legitimaris, tetapi jugameninggalkan ahli waris Non
Legitimaris, maka ahli waris Non Legitimaris tersebut tidak digunakan sebagai
perhitungan dalam mencari bagian LP-nya para Legitimaris, atau dengan kata
lain Ahli Waris Non Legitimaris tersebut ditiadakan)
 Untuk menutup LPb ( Rp 3.600.000-1.600.000= 2.000.000) dan LPc
(Rp3.600.000) , terdapat kekurangan Rp5.600.000-1.200.000= 4.400.000
 Menurut Pasal 920 , Pemberian atau hibah, baik antara yang masih hidup
maupun dengan surat wasiat, yang merugikan bagian legitieme portie, boleh
dikurangi pada waktu terbukanya warisan itu, sehingga terjadi inkorting dari
hibah wasiat d,e,f,dan g yang berjumlah Rp.11.600.000-4.400.000=
Rp7.200.000. Sehingga masing masing mendapat Rp1.800.000

 Mereka ahli waris legitimaris hanya boleh menerima bagian mutlaknya


hanya sebesar yg ditentukan oleh undang-undang tidak boleh lebih tidak
boleh kurang,harus seperti bagian mutlaknya.
 Sehingga bagian masing-masing adalah
b= Rp3.600.000
c=Rp3.600.000
d=Rp1.800.000
e=Rp1.800.000
f=Rp1.800.000
g=Rp1.800.000

Anda mungkin juga menyukai