Anda di halaman 1dari 3

BALIK NAMA TANAH WARIS

Syarat Balik Nama Tanah Warisan.

Balik Nama tanah warisan dikelompokan :


1. Sertifikat masih terdaftar atas nama Pewaris dan akan dibalik nama ke seluruh ahli waris
2. Sertifikat masih terdaftar atas nama pasangan pewaris (suami/isteri pewaris)

1. Sertifikat masih terdaftar atas nama pewaris.


1. Surat Keterangan Kematian
2. Surat Keterangan Waris
3. Surat Nikah
4. Kartu Keluarga
5. Akte Kelahiran Ahli Waris
6. Pembayaran BPHTB Waris
7. Pembuatan Akte Pembagian Harta Bersama di Kantor PPAT
8. Balik Nama Menjadi Nama Seluruh Ahli Waris

2. Sertifikat masih terdaftar atas nama pasangan pewaris (suami/isteri pewaris) 1. Surat Keterangan
Kematian 2. Surat Keterangan Waris 3. Surat Nikah 4. Kartu Keluarga 5. Akte Kelahiran Ahli Waris
6. Pembayaran BPHTB Waris 7. Surat Pernyataan Pasangan Pewaris & Ahli Waris 8. Pembuatan
Akte Pembagian Harta Bersama di Kantor PPAT 9. Balik Nama Menjadi Nama Seluruh Ahli Waris

Siapa yang Mendapat Hak Waris


0 comments Posted by Nuraida
Siapa yang Mendapat Hak Waris
Hukum waris di Republik Indonesia masih terdapat 3 (tiga) sistem hukum waris yaitu:
1. Sistem hukum waris berdasar Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.
2. Sistem hukum waris secara berdasar Hukum Islam
yang terbagi dalam beberapa mashab, yaitu:
a. Perhitungan waris berdasarkan Mashab Syafei
b. Perhitungan waris berdasarkan Mashab Hambali
c. Perhitungan waris berdasarkan Kompilasi Hukum Islam
3. Sistem hukum berdasar Hukum Adat

Pembahasan kita kali ini adalah sistem pewarisan menurut hukum perdata Barat, yang terutama
berlaku untuk warga negara Indonesia yang beragama selain Islam, atau yang bagi yang beragama
Islam namun “menundukkan ” diri ke dalam hukum pewarisan perdata Barat.
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum perdata barat (untuk selanjutnya akan lebih mudah jika kita
sebut “BW” atau Burgerlijk Wetboek”, prinsip dari pewarisan adalah:
1. Harta Waris baru terbuka (dapat diwariskan kepada pihak lain) apabila terjadinya suatu kematian.
(pasal 830 BW)
2.Adanya hubungan darah di antara pewaris dan ahli waris, kecuali untuk suami atau isteri dari
pewaris. (pasal 832 BW)
Sebagai konsekwensi dan kedua hal tersebut maka, dapat diartikan bahwa dalam hal pemilik harta
masih hidup, dia tidak dapat mewariskan apapun kepada ahli warisnya. Sehingga, dalam hal terjadi
suatu pemberian atas suatu barang kepada keturunannya yang ditujukan agar keturunannya dapat
memiliki hak atas barang tersebut setelah meninggal dunia (dalam bentuk hibah misalnya) maka hal
tersebut dianggap sebagai “Hibah Wasiat”. Dimana barang tersebut baru beralih pada saat pemberi
hibah telah meninggal dunia.. Dalam hal pemberian barang tersebut diberikan pada saat si pemberi
barang masih hidup, tanpa diberikan suatu imbalan berupa uang, maka hal tersebut disebut sebagai
“Hibah” saja. Mengenai hibah ini akan saya bahas lebih detil pada section tersendiri.
Kembali lagi kepada prinsip pewarisan, yaitu mengenai “hubungan darah”/ Berdasarkan Prinsip
tersebut, maka yang berhak mewaris hanyalah orang-orang yang mempunyai hubungan darah dengan
pewaris. Baik itu berupa keturunan langsung. maupun orang tua, saudara, nenek/kakek atau
keturunannya dari saudara-saudaranya. Sehingga, apabila dimasukkan dalam kategori, maka yang
berhak mewaris adalah:
1. Golongan I, yang terdiri dari: suami/isteri yang hidup terlama dan anak2 serta cucu (keturunan)
pewaris (dalam hal anak pewaris meninggal dunia). (pasal 852 BW)
2. Golongan II adalah: orang tua dan saudara kandung dari pewaris termasuk keturunan dari saudara
kandung pewaris. (pasal 854 BW) Golongan II ini baru bisa mewarisi harta pewaris dalam hal
golongan I tidak ada sama sekali. Jadi, apabila masih ada ahli waris golongan I, maka golongan I
tersebut “menutup” golongan yang diatasnya
3. Golongan III :
Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris (pasal . Contohnya: kakek dan
nenek pewaris, baik dari pihak ibu maupun dari pihak bapak. Mereka mewaris dalam hal ahli waris
golongan I dan golongan II tidak ada
4. Golongan IV
-Paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu
-keturunan paman dan bibi sampai derajat ke enam dihitung dari pewaris
- saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat ke enam di hitung
dari pewaris.
Bagaimana dengan anak angkat?
Karena prinsip dari pewarisan adalah adanya hubungan darah, maka secara hukum anak angkat atau
anak tiri (yang bukan keturunan langsung dari pearis ) tidak berhak mendapatkan warisan secara
langsung dari pewaris. Namun dimungkinkan bagi anak angkat tersebut untuk menerima warisan
dengan cara pemberian Hibah atau “Hibah wasiat” (pasal 874 BW).

Proses Balik Nama Karena Pewarisan


0 comments Posted by Nuraida
Proses Balik Nama Karena Pewarisan

Pada artikel sebelumnya sudah disinggung mengenai istilah Balik Nama dalam hubungannya dengan
transaksi Jual Beli tanah. Dalah hal jual beli tersebut hanya menyangkut Jual Beli dari pihak penjual
kepada pihak pembeli dengan kondisi si penjual masih hidup, maka proses yang terjadi cukup dalam
satu tahapan saja, yaitu proses balik nama dari penjual dan ke pembeli.

Bagaimana halnya apabila nama pemilik yang tertera di dalam sertifikat tersebut sudah meninggal
dunia ?

Untuk hal ini memerlukan suatu tahapan lagi sebelum dilakukannya balik nama. Dengan
meninggalnya si pemilik sedangkan tanah tersebut hendak di jual oleh para ahli warisnya, maka
harus dilengkapi dengan Surat Keterangan Waris. Surat Keterangan Waris ini bisa kita urus di
Kelurahan/Kecamatan setempat dengan melampirkan surat kematian dari almarhum.
Selanjutnya dilakukan proses Balik Nama Waris oleh Kantor Pertanahan setempat, yaitu balik nama
yang dilakukan dari nama almarhum kepada nama para ahli waris yang ada yaitu isteri beserta anak-
anaknya. Sehingga nantinya akan tercantum nama para ahli waris tersebut di dalam sertifikat. Setelah
adanya Balik Nama ke para ahli waris tersebut barulah di proses balik namanya kepada Pembeli.
Pada akhirnya nama Pembeli akan dicantumkan pada sertifikat dengan mencoret nama para ahli
waris yang ada sebelumnya.

Ada kewajiban tambahan bagi Pihak Penjual (selain pembayaran Pajak Penghasilan) dalam hal ini
yaitu pembayaran Pajak Waris. Hal ini diatur dalam PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2000 TENTANG PENGENAAN BEA PEROLEHAN HAK
ATAS TANAH DAN BANGUNAN KARENA WARIS DAN HIBAH WASIAT .

Pasal 2 dari Peraturan Pemerintah ini menyatakan :


‘Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang terutang atas perolehan hak karena waris dan
hibah wasiat adalah sebesar 50% (lima puluh persen) dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan yang seharusnya terutang.’

Jadi sebelum semuanya diproses lebih lanjut maka Penjual juga diwajibkan untuk membayar Pajak
berdasarkan perolehan hak yang diperolehnya karena kewarisan.

Anda mungkin juga menyukai