Anda di halaman 1dari 135

HUKUM WARIS BW

HUKUM WARIS AB INTESTATO & TESTAMENTER.


GOLONGAN HUKUM WARIS
PEMBAGIAN WARIS

Dr. WIDHI HANDOKO, SH.,Sp.N


Ketua Pengwil Jateng INI
Dosen S2 PTS-PTN
Dosen S3 STIK-PTIK POLRI
MENGAPA NOTARIS PERLU
MEMAHAMI HUKUM WARIS
BW
• Seluk beluk hukum waris dan pewarisan,
pewarisan menurut ketentuan UU (Ab
Intestato) bagi keluarga sedarah yang sah
dan luar kawin, wasiat, bagian mutlak
(Legitieme Portie), pewarisan secara
lompat tangan (Testamenter) merupakan
bagian dari tugas yang akan dikerjakan
oleh Notaris.
WARIS DALAM BW

A. Pewarisan Menurut UU (ab Intestato)


1. Dasar pewarisan ab intestato
2. Pewarisan bagi keluarga sedarah yang sah
3. Pewarisan dalam hal ada anak luar kawin
4. Pewarisan karena adanya pergantian tempat
B. Pewarisan Testamenter
1. Dasar pewarisan testamenter
2. Testamen / wasiat
3. Bagian mutlak menurut UU / Legitieme Portie
4. Pewarisan secara lompat tangan
LITERATUR TENTANG WARIS
BW
• Ali Afandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga,
Hukum Pembuktian, Bina Aksara, Jakarta.
• Klaasen, J.C & Eggens, J, Huwelijksgoederen
en Erfrecht, Tjeenk Willink Zwolle.
• Komar Andasasmita, Notaris III (Hukum Harta
Perkawinan dan Waris), INI Jawa Barat,
Bandung.
• Pitlo, A., Hukum Waris Menurut KUH Perdata,
Alih Bahasa Isa Arief, Intermasa, Jakarta.
WARIS BW

• Hukum waris (erfrecht) yaitu seperangkat norma atau aturan yang


mengatur mengenai berpindahnya atau beralihnya hak dan kewajiban
(harta kekayaan) dari orang yang meninggal dunia (pewaris) kepada
orang yang masih hidup (ahli waris) yang berhak menerimanya. Atau
dengan kata lain, hukum waris yaitu peraturan yang mengatur
perpindahan harta kekayaan orang yang meninggal dunia kepada satu
atau beberapa orang lain.
• Mr. A. Pitlo, Hukum waris yaitu Serangkaian ketentuan yang ber-
hubungan dengan meninggalnya seseorang dan akibat-akibatnya di
dalam bidang kebendaan, (yaitu akibat dari beralihnya harta
peninggalan dari seorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya
baik di dalam hubungan diantara mereka sendiri maupun dengan pihak
ketiga).
Tempat Pengaturan

• Hukum Waris terletak pada Buku II tiltel XII- XVIII


KUH Perdata.
• Mengapa hukum waris diatur dalam Buku II KUH
Perdata ?
Menurut Pitlo :
• Penempatan hukum waris pada buku II KUH
Perdata, karena ada kerancuan dua sistem
hukum yang mempengaruhi KUH Perdata
pada masa pertumbuhannya, yaitu :
HUKUM WARIS MENURUT
PENDANGAN ROMAWI & GERMAN

• Hukum Romawi
Hak waris termasuk hak kebendaan
karena warisan dipandang sebagai suatu
barang yang berdiri sendiri, sehingga
hukum waris merupakan hukum benda.
• Hukum Germania Kuno
Hak waris bukan hak kebendaan,
karenanya warisan tidak dikenal sebagai
barang yang berdiri sendiri.
BAGAIMANA HUKUM WARIS DALAM
KETENTUAN KUH PERDATA ?

• Dari segi materi lebih menyerupai Hukum


Germania Kuno, buktinya para ahli waris
mempunyai hak milik bersama yang terkait
pada harta warisan.
• Dari segi sistematikanya yang diikuti adalah
sistematika Hukum Romawi sehingga
dimasukkan dalam Buku II tentang Benda.
PEWARISAN

Pengertian :
• Suatu peristiwa hukum atas perpindahan harta
peninggalan dari orang yang meninggal dunia (Pewaria /
Erflater) kepada orang lain yang masih hidup.
Ada 3 unsur Pewarisan :
1. Kematian
2. Ahli Waris
3. Harta Warisan
Pewaris ialah orang yang meninggal dunia dengan meningalkan
hak dan kewajiban kepada orang lain yang berhak
menerimanya.

• Pasal 830 BW, pewarisan hanya berlangsung karena kematian.


• Pasal 874 BW, segala harta peninggalan seorang yang meninggal
dunia adalah kepunyaan sekalian ahli warisnya menurut
undang–undang sekedar terhadap itu dengan surat wasiat tidak
telah diambil setelah ketetapan yang sah.
• Ahli Waris, yaitu orang kepada siapa harta tersebut akan
beralih : (1)ahli waris atas dasar hubungan darah dengan si
pewaris, (2) ahli waris hubungan perkawianan dengan si pewaris,
(3) ahli waris atas dasar wasiat.
Ahli Waris Yang Berhak Menerima Harta
Kekayaan Pewaris/ Erfgenaam

• Orang yang masih hidup


• Patut: secara hukum diberi hak untuk menerima
hak dan kewajiban yang ditinggal oleh pewaris.
• Anak dalam kandungan: Berdasarkan Pasal 2
BW, anak yang ada dalam kandungan dianggap
sebagai telah dilahirkan bilamana keperluan si
anak menghendaki.
Pasal 830 BW

Pasal 830 BW, menimbulkan persoalan :


• Jika 2 (dua) orang yang saling mewaris satu
sama lain meninggal pada saat yang bersamaan
dan tidak diketahui siapa yang meninggal lebih
dahulu.
• Jika hidup matinya seseorang tidak diketahui
karena meninggalkan tempat kediaman dalam
jangka waktu yang lama.
Ahli Waris atas ketentuan Undang –
Undang (Abintestato)
• Ahli waris ini didasarkan atas hubungan darah dengan si pewaris
atau para keluarga sedarah.
Ahli waris ini terdiri atas 4 golongan.
• Golongan I, terdiri dari anak – anak, suami (duda) dan istri
(janda) si pewaris;
• Golongan II, terdiri dari bapak, ibu (orang tua), saudara – saudara
si pewris;
• Golongan III, terdiri dari keluarga sedarah bapak atau ibu lurus
ke atas (seperti, kakek, nenek baik garis atau pancer bapak atau
ibu) si pewaris;
• Golongan IV, terdiri dari sanak keluarga dari pancer samping
(seperti, paman , bibi).
Ahli waris atas wasiat
(testamentair erfrecht)

Pasal 874 BW, setiap orang yang diberi wasiat secara sah oleh
pewaris pemberi wasiat. Terdiri dari:
1) Testamentair erfgenaam yaitu ahli waris yang mendapat wasiat
yang berisi suatu erfstelling (penunjukkan satu atau beberapa ahli
waris untuk mendapat seluruh atau sebagian harta peninggalan)
2) Legataris yaitu ahli waris karena mendapat wasiat yang isinya
menunjuk seseorang untuk mendapat berapa hak atas satu atau
beberapa macam harta waris, hak atas seluruh dari satu macam
benda tertentu, hak untuk memungut hasil dari seluruh atau
sebagian dari harta waris.
Harta Waris

• Yang dapat diwarisi hanyalah hak–hak dan kewajiban dalam


lapangan harta kekayaan. Berupa:
1) Aktiva (sejumlah benda yang nyata ada dan atau berupa tagihan
atau piutang kepada pihak ketiga, selain itu juga dapat berupa
hak imateriil, seperti, hak cipta );
2) Passiva (sejumlah hutang pewaris yang harus dilunasi pada
pihak ketiga maupun kewajiban lainnya).
Catatan:
 hak dan kewajiban yang timbul dari hukum keluarga tidak dapat
diwariskan.
SIMPULAN

Syarat Pewaris :
• Pewaris harus sudah meninggal dunia
(pasal 830 BW : “Pewarisan hanya
berlangsung karena kematian).
Syarat Ahli Waris

1. Sudah ada atau masih ada pada saat pewaris


meninggal dunia (pasal 836 BW), dengan
mengingat pasal 2 BW.
2. Mempunyai hak atas harta peninggalan
Pewaris, karena :
- hubungan darah (pasal 832 BW);
- perkawinan (S.1935 No.486);
- wasiat.
SYARAT HARTA
PENINGGALAN

• Hak dan Kewajiban yang bersumber pada


hukum harta kekayaan, kecuali:
- hak pakai hasil;
- hak mendiami rumah;
- hak memakai suatu barang;
- hak yang bersumber dari
perjanjian perburuhan.
HAK INGKAR KEABSAHAN
ANAK

• Hak mengingkari keabsahan anak yang


dilahirkan oleh isterinya bersumber pada
Hukum Keluarga, tetapi menurut pasal 256 –
257 BW dapat diwariskan.
HAK-HAK AHLI WARIS
1. Hak untuk menuntut pemecahan harta peninggalan
• Perhatikan ketentuan Pasal 1066 KUHPerdata. Kesepakatan untuk tidak membagi warisan adalah
dalam waktu lima tahun, setelah lima tahun tersebut dapat diadakan kesepakatan kembali di antara
para ahli waris.
2. Hak saisine
• Perhatikan ketentuan Pasal 833 KUHPerdata. Seseorang dengan sendirinya karena hukum
mendapatkan harta benda, segala hak, dan piutang dari pewaris, namun seseorang dapat menerima
atau menolak bahkan mempertimbangkan untuk menerima suatu warisan.
3. Hak beneficiary
• Perhatikan Pasal 1023 KUHPerdata. Hak beneficiary yakni hak untuk menerima warisan dengan
meminta pendaftaran terhadap hak dan kewajiban, utang, serta piutang dari pewaris.
4. Hak hereditas petitio
• Perhatikan Pasal 834 KUHPerdata. Hak hereditas petitio yakni hak untuk menggugat seseorang atau
ahli waris lainnya yang menguasai sebagian atau seluruh harta warisan yang menjadi haknya.
TIDAK PATUT & MENOLAK
WARISAN TERHALANG MENDAPAT
WARISAN

Salah satu syarat AW untuk mendapat harta


waris yaitu:
• Bukan orang yang dinyatakan tidak patut
(pasal 838 BW) mewaris
• Bukan orang yang menolak warisan (pasal
1057 BW).
Pasal 838 KUHPerdata seseorang yang dianggap tidak patut
untuk mewaris dari pewaris adalah sebagai berikut :

1) Mereka yang telah dihukum karena membunuh atau


melakukan percobaan pembunuhan terhadap pewaris.
2) Mereka yang pernah divonis bersalah karena memfitnah
pewaris telah melakukan kejahatan yang diancam hukuman
lima tahun atau lebih.
3) Mereka yang mencegah pewaris untuk membuat atau
mencabut surat wasiat.
4) Mereka yang terbukti menggelapkan, merusak, atau
memalsukan surat wasiat dari pewaris.
Catatan :

• Ahli waris memperoleh hak milik Pewaris tanpa


melakukan perbuatan hukum apapun;
• Hak ini dapat menguntungkan maupun
merugikan ahli waris;
• Negara tidak memiliki hak sa’ isine.
Hak Menuntut Pembagian Harta
Warisan (pasal 1066 BW)
• Seketika suatu warisan terbuka maka haruslah
segera diadakan pembagian diantara sekalian
ahli waris;
• Tak seorangpun ahli waris dapat dilarang
untuk menuntut bagiannya atas harta
peninggalan Pewaris;
• Boleh diperjanjikan bahwa untuk waktu
tertentu (5 tahun) harta peninggalan tidak
dibagi.
Catatan :
• Harta peninggalan yang belum dibagi
berada di luar lalu lintas perdagangan.
GOLONGAN AHLI WARIS
SESUAI KETENTUAN BW
GOLONGAN I

Anak-anak dan keturunan ke bawah tanpa


batas serta suami/isteri yang hidup terlama.
Contoh :
P A
B C D

E F G

H I
Meskipun di sini A, B, C, D, E, F, G tampil
bersama, tetapi untuk melihat siapa yang
lebih berhak, dilihat dalam perderajatan-
nya
BCD : ahli waris derajat 1
EFG : ahli waris derajat 2
jadi prioritasnya adalah B, C, D serta A
PASAL 850 BURGERLIJK WETBOEK
(PEMBELAHAN HARTA
PENINGGALAN/KLOVING):

“Dengan tak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam


Pasal 854, 855 dan Pasal 859 Burgerlijk Wetboek, tiap-
tiap warisan yang mana, baik seluruhnya maupun untuk
sebagian terbuka atas kebahagiaan para keluarga sedarah
dalam garis lurus ke atas, atau dalam garis menyimpang,
harus dibelah menjadi dua bagian yang sama, bagian
yang mana yang satu adalah untuk sekalian sanak dalam
garis si bapak dan yang lain untuk sanak saudara dalam
garis si ibu”
GOLONGAN II
 Pasal-pasal 854, 855 dan Pasal 859 Ahli waris yang termasuk
Burgerlijk Wetboek, mengatur golongan II ini adalah:
tentang bagian ahli waris golongan II
(bapak/ibu, saudara). • Ayah dan ibu (A & B),
 P meninggal tanpa keturunan. saudara-saudara (CDEF) dan
 CDEF saudara P dari A, B (orang tua keturunan saudara sampai
P sdh mati), derajat yang di perbolehkan
 Maka harta warisan yang oleh UU (GHIJKLM).
ditinggalkan P, terlebih dulu dibagi • Pasal 861 KUH Perdata,
dua yang sama besarnya. Satu bagian
untuk keluarga garis bapak, dan satu sampai derajat ke-6.
bagian lain untuk keluarga di garis
ibu
Contoh :

A B

C D P† E F

G H I J

K L M
BAGIAN POSISI KASUS GOL II

Pembagiannya ialah:
• C & D memperoleh setengah dari warisan dan E & F juga
setengah.
• Pembagiannya menjadi dua itu disebut “kloving”.
• Kloving terjadi apabila ahli garis golongan I (isteri/suami
anak-anak dan keturunannya) dan golongan II (ayah/ibu,
saudara-saudara dan keturunannya) tidak ada.

Keterangan:
Ahli waris golongan yang lebih dekat mengenyampingkan ahli
waris golongan yang lebih jauh.
• G dan H tidak mendapat warisan, sebab tertutup
oleh C.
• K adalah ahli waris golongan III,
• F dan G ahli waris golongan IV.
Ahli waris golongan yang lebih dekat
mengenyampingkan ahli waris golongan yang lebih
jauh.
Jika E meninggal terlebih dahulu dari A, maka bagian
dari garis bapak (yang X itu) jatuh pada F, sedangkan
bagian di pihak ibu tetap jatuh pada D
GOLONGAN III

Ahli waris disini :


• Keluarga sedarah dalam garis lurus ke
atas, baik dari garis Ayah (AB & EFGH)
maupun garis Ibu (CD & IJKL), tanpa
batas.
Contoh :

E F G H I J K
L

A B C D

P†
• AB (EFGH) : kakek/nenek
dari garis ayah.
• CD (IJKL) : kakek/nenek
dari garis ibu.
Pada Gol. III dan Gol. IV, terjadi
pembelahan atau kloving , Pasal.
858 ayat (1).
GOLONGAN IV

Ahli Waris yang dimaksud :


• Garis ke samping : paman dan bibi dari pihak
ayah; ABEFHI
• Garis ke samping : paman dan bibi dari pihak ibu;
CDGJ
• Berlaku batasan Pasal 861 KUH Perdata (sampai
derajat ke-6).
Contoh :

A B C D

E F G
P †

H I J
Catatan :

• Golongan ahli waris tampil berurutan


yaitu yang satu menutup yang lain.
 Jika masih ada Gol. I, Gol. II belum
muncul;
 Jika ada Gol. II, Gol. III belum muncul.
• Adanya pembelahan pada Gol. III dan IV,
memungkinkan kedua Gol, tersebut tampil
mewaris bersama-sama, yaitu :
1. Pada garis ayah yang tampil Gol. III;
(AB)
2. Pada garis ibu yang tampil Gol. IV
(CDEF)
Contoh :

A B

C D

P† E F
PENGGANTIAN WARIS DALAM
PENGGOLONGAN & DERAJAT WARIS
Pasal 842 Burgerlijk Wetboek “Penggantian dalam garis lurus ke bawah yang
sah, berlangsung terus dengan tiada akhirnya. Dalam segala hal, pergantian
seperti di atas selamanya diperbolehkan, baik dalam hal bilamana beberapa anak
si yang meninggal mewaris bersama-sama dengan keturunan seorang anak yang
telah meninggal lebih dulu, maupun sekalian keturunan mereka mewaris
bersama-sama, satu sama lain dalam pertalian keluarga yang berbeda-beda
derajatnya”
• Mereka tidak mewaris secara uit eigen hoofed (atas diri sendiri).
• Mereka ini dapat mewaris secara uit eigen hoofed apabila semua anak pewaris
ternyata tidak pantas atau menolak atau dicabut hak mewarisnya.
• Penggantian waris hanya dapat terjadi kalau ada yang meninggal dunia.
• Contoh: Penjelasan di Bawah ini
CONTOH KASUS PENGGANTIAN DERAJAT
DALAM PENGHITUNGAN WARIS

• P adalah Pewaris yang meninggal dunia meninggalkan 3 orang anak, yaitu


A, B, dan C.
• A meninggal dunia demikian pula C meninggal dunia.
• C mempunyai 2 orang anak, yaitu E dan F.
• E meninggal dan mempunyai 3 orang anak, yaitu K, L, dan M.
• M meninggal, mempunyai 2 orang anak, yaitu R dan S.

 Dalam kasus tersebut yang berhak mewaris adalah B dan C.


 A karena tidak mempunyai keturunan, maka tidak digantikan oleh
siapapun.
 Bagian C karena meninggal, digantikan oleh K, L, dan M
 Demikian juga bagian M yang meninggal lebih dahulu, maka
kedudukannya digantikan oleh R dan S.
BAGAN PENGGANTIAN DERAJAT
PENGHITUNGAN WARIS BW

†P

A B C

E F
L
K M

Catatan:
R S
Pasal 853 Ayat (2): B,C = ½ bagian (ab Intestato)
BAGIAN WARIS SAMA BESAR
KEPALA DEMI KEPALA

• Pasal 853 Ayat (2) KUHPerdata


menyebutkan “Mereka mewarisi bagian-bagian yang
sama besarnya kepala demi kepala, bila dengan yang
meninggal mereka semua bertalian keluarga dalam
derajat pertama dan masing-masing berhak karena
dirinya sendiri, mereka mewarisi pancang demi
pancang, bila mereka semua atas sebagian mewarisi
sebagai pengganti”.
• Catatan: Baca pula Pasal 852, 852a
CONTOH POSISI KASUS

• P meninggal dunia, meninggalkan 2 (dua) orang cucu, D dan E,


3 (tiga) orang cicit F, G, H. C, D, dan E anak-anak dari A, C
anak luar kawin. A telah meninggal terlebih dahulu dari P.
• Maka yang berhak mewaris adalah D, E, F, G dan H cucu dari
P. Pembagiannya adalah : D, E, dan C masing-masing mendapat
bagian sebesar 1/3 hak waris (ab-Intestato atau sesuai UU).
• Bagian C (1/3 sesuai UU dikalikan 1/3 sbg ALK)= 1/9,
• Posisi C digantikan oleh anak-anaknya, yaitu F, G, dan H yaitu
masing-masing=1/9 X 1/3, sehingga masing-masing mendapat
bagian: 1/18
POSISI KASUS PENGGANTIAN DERAJAT
DALAM PENGHITUNGAN WARIS

anak-anak luar kawin C


†P (bersama D & E)
†A mewarisi 1/3 bagian dari
bagian yang seharusnya
mereka terima jika
†C D E mereka sebagai anak-anak
yang sah (lihat Pasal 863
G KUH Perdata);
F H

Bagian: C, D, E = 1/3 HW sesuai Psl. 852-853 BW


Keterangan
Bagian C = 1/3 X1/3 (ALK diakui Psl. 863 BW) = 1/9 HW
Kedudukan C digantikan oleh F, G, H (1/3 X 1/9 = 1/18)
PENJELASAN: BAGIAN ANAK LUAR KAWIN
DIAKUI BERBEDA DARI BAGIAN ANAK SAH

Mengenai pewarisan terhadap anak luar kawin ini diatur dalam Pasal 862 s.d.
Pasal 866 KUH Perdata:
• Jika yang meninggal meninggalkan keturunan yang sah atau seorang suami
atau istri, maka anak-anak luar kawin mewarisi 1/3 bagian dari bagian yang
seharusnya mereka terima jika mereka sebagai anak-anak yang sah
(lihat Pasal 863 KUH Perdata);
• Jika yang meninggal tidak meninggalkan keturunan maupun suami atau
istri, tetapi meninggalkan keluarga sedarah, dalam garis ke atas (ibu, bapak,
nenek, dst.) atau saudara laki-laki dan perempuan atau keturunannya, maka
anak-anak yang diakui tersebut mewaris 1/2 dari warisan. Namun, jika
hanya terdapat saudara dalam derajat yang lebih jauh, maka anak-anak yang
diakui tersebut mendapat 3/4 (lihat Pasal 863 KUH Perdata);
Bagian anak luar kawin harus diberikan lebih dahulu. Kemudian
sisanya baru dibagi-bagi antara para waris yang sah (Pasal 864
KUH Perdata)

• Jika yang meninggal tidak meninggalkan ahli waris yang sah,


maka mereka memperoleh seluruh warisan (lihat Pasal 865
KUH Perdata)
• Jika anak luar kawin itu meninggal dahulu, maka ia dapat
digantikan anak-anaknya (yang sah) (lihat Pasal 866 KUH
Perdata).
• Jadi, sesuai pengaturan KUH Perdata, waris mewaris hanya
berlaku bagi anak luar kawin yang diakui oleh ayah dan/atau
ibunya. Tanpa pengakuan dari ayah dan/atau ibu, anak luar
kawin tidak mempunyai hak mewaris.
Anak luar kawin baru dapat mewaris jikalau mempunyai hubungan
hukum dengan Pewaris. Hubungan hukum itu timbul dengan
dilakukannya pengakuan

Pasal 285 KUHPerdata menentukan :


• “Pengakuan yang dilakukan sepanjang perkawinan oleh suami
atau istri atas kebahagiaan anak luar kawin, yang sebelum
kawin telah olehnya dibuahkan dengan orang lain dari istri
atau suaminya, tak akan merugikan baik bagi istri atau suami
maupun bagi anak yang dilahirkan dari perkawinan mereka”.
• Pengakuan sepanjang perkawinan, maksudnya pengakuan yang
dilakukan suami atau istri yang mengakui anak itu sewaktu
dalam suatu ikatan perkawinan.
Hak Waris Aktif Anak Luar Kawin (yang diakui)

• Hal ini diatur di dalam Pasal 862 KUHPerdata sampai dengan Pasal 866
KUHPerdata dan Pasal 873 ayat (1). Ahli waris anak luar kawin timbul
jika Pewaris mengakui dengan sah anak luar kawin tersebut.
• Undang-undang tidak secara tegas mengatur mengenai siapa yang
dimaksud dengan anak luar kawin tersebut.

Di dalam Pasal 272 KUHPerdata mengatakan sebagai berikut::


• “Anak luar kawin yang dapat diakui adalah anak yang dilahirkan oleh
seorang ibu, tetapi tidak dibenihkan oleh seorang pria yang berada dalam
ikatan perkawinan yang sah dengan ibu anak tersebut, dan tidak termasuk
dalam kelompok anak zina atau anak sumbang”.
Anak luar kawin yang diakui sah tidak dapat menggantikan bapak dan ibu
dari Pewaris (nenek) sebagai ahli waris, karena ALK yang diakui tidak
mempunyai hubungan hukum dengan pewaris (nenek)

• A meninggal dunia, dan mempunyai dua


orang anak, B dan C.
†A • C telah meninggal terlebih dahulu dari A.
• C mempunyai seorang anak D dan
seorang anak luar kawin yang diakui sah
yaitu X.
B C • Dalam hal ini harta waris A dibagi antara
B dan D.
• B mewaris secara pribadi, atas dasar
D kedudukannya sendiri,
• D menggantikan C.
• Sedangkan X tidak berhak mewarisi dari
X A, karena antara A dan X tidak ada
hubungan hukum.
Anak sah dari anak luar kawin yang diakui sah dapat
menggantikan kedudukan orang tuanya sebagai ahli
waris

A† • A meninggal dunia dan meninggalkan


dua orang cucu Y dan Z anak dari X,
• X anak luar kawin yang diakui sah oleh A,
dan X telah meninggal terlebih dahulu
dari A.
Dalam hal ini Y dan Z menggantikannya
X sebagai ahli waris
• Jika yang meninggal tidak meninggalkan ahli
Y Z waris yang sah, maka mereka memperoleh
seluruh warisan (lihat Pasal 865 KUH
Perdata)

Bagian X= 1 bagian
A= X digantikan oleh Y & Z = masing-masing
mendapat 1/2 bagian yg semestinya diterima X
Pasal 844 Burgerlijk Wetboek

“Dalam garis menyamping pergantian diperbolehkan


atas keuntungan sekalian anak dan keturunan saudara
laki dan perempuan yang telah meninggal terlebih
dahulu, baik mereka mewaris bersama-sama dengan
paman atau bibi mereka, maupun warisan itu setelah
meninggalnya semua saudara si meninggal lebih
dahulu harus dibagi antara sekalian keturunan mereka,
yang mana satu sama lain bertalian keluarga dalam
perderajatan yang tak sama”.
BAGAN KASUS PENGGANTIAN DERAJAT DALAM
Pasal 844 mengulangi Pasal 842 ayat (2)

† †A †B
P E
F
C D

Keterangan

Bagian: A, B, E = 1/3 HW
Bagian A = 1/3 HW digantikan oleh F (1/3 utuh)
Bagian B = 1/3 HW digantikan oleh C, B (1/3 X 1/2 = 1/6)
Berlaku ketentuan penggantian posisi A & B (berlaku Psl 844 BW)
CONTOH POSISI KASUS
• A meninggal dunia, meninggalkan 4 (empat) orang keponakan
D, E, F, dan G. (D dan E adalah anak B).
• B adalah saudara kandung A yang telah meninggal, (F dan G
adalah anak kandung C).
• C adalah saudara kandung A yang juga telah meninggal terlebih
dahulu dari A.
• Ahli waris A adalah D, E (menggantikan kedudukan B) dan F, G
(menggantikan kedudukan C).
• Bagian D dan E masing-masing ¼, karena menggantikan bagian
B.
• Bagian C digantikan oleh F dan G masing-masing ¼ bagian.
BAGAN KASUS PENGGANTIAN DERAJAT DALAM
Pasal 844 mengulangi Pasal 842 ayat (2)

† A † B † C

F G
Keterangan D E
Berlaku ketentuan penggantian posisi B & C (berlaku Psl 844 BW)
Ahli Waris A (D, E) menggantikan posisi B 1/2 (D, E) = 1/4 HW
Ahli Waris A (F, G) menggantikan posisi C 1/2 (F, G) = 1/4 HW
Mereka memperoleh seluruh warisan (sesuai Psl. 852-853 BW)
Pasal 845 Burgerlijk Wetboek
• “Pergantian dalam garis menyimpang
diperbolehkan juga bagi pewarisan bagi para
keponakan, ialah dalam hal bilamana di
samping keponakan yang bertalian keluarga
sedarah terdekat dengan si meninggal, masih
ada anak-anak dan keturunan saudara laki-laki
atau perempuan darinya saudara-saudara mana
telah meninggal lebih dahulu”.
BAGAN (1) SESUAI Pasal 845 BW

 Anak-anak atau
2 3 keturunan-keturunan dari
keponakan yang bertalian
keluarga sedarah
1 4 4 terdekat, menggantikan
tempat orang tuanya dan
† † mewaris bersama-sama
A B C 5 5 dengan keponakan
pewaris.
F
 Yang mewaris adalah B
D derajat ke- 4 dan C yang
digantikan oleh D, F;
derajat ke- 5
BAGAN (2) SESUAI Pasal 845 BW

• Ahli waris adalah


2 3 3 C, derajat ke – 4
merupakan ahli
1 waris yang
4 4
mempunyai
† † hubungan darah
A B C
5 terdekat dengan
pewaris dlm garis
D menyamping
• D derajat ke 5
tidak dapat
menggantikan B.
BAGAN (3) SESUAI Pasal 845 BW

 Yang berhak mewaris


2 3 3 adalah B dan E
(menggantikan C).
 F tidak mewaris,
1 4 4 karena B adalah
derajat ke–4, yang
† mengenyampingkan
A B C 5 5 derajat ke – 5 yaitu E.
 Namun bila dilihat, E
meskipun ia derajat
E F ke–5 ternyata berhak
mewaris karena ia
ditarik, ikut mewaris
karena B dan C
bersaudara.
BAGAN (4) SESUAI Pasal 845 BW

• Yang mewaris hanya D.


2 3 3 • F sebagai derajat ke-6
dikesampingkan oleh D
sebagai derajat ke–5.
1 4 4
† † † C
A 5 B 5

D E 6

F
Pasal 846 Burgerlijk Wetboek:

“Dalam segala hal, bilamana pergantian diperbolehkan,


pembagian berlangsung pancang demi pancang apabila
pancang yang sama mempunyai pula cabang-
cabangnya, maka pembagian lebih lanjut, dalam tiap-
tiap cabang berlangsung pancang demi pancang pula,
sedangkan antara orang-orang dalam cabang yang
sama pembagian dilakukan kepala demi kepala”
BAGAN KASUS SESUAI Pasal 846
BURGERLIJK WETBOEK

† A A meninggal. Pembagian
1 1 1 warisan:
1) Dibagi dulu dalam
† † pancang B, C, D.
2 2 B C D 2 2
2) Pancang B
3 † † bercabang L dan M.
3 3 M L E F
3 3  Bagian B dibagi
antara L dan M.
N O P †  Bagian M bercabang
4 4 4 H G ke anak-anaknya: N,
O, P.
 Bagian D idem (dibagi
K J I kepala demi kepala
dan cabang-cabang
pancang)
BAGAN (1) SESUAI Pasal 847 BW

• A meninggal, B dan C anak A


† A yang masih hidup.
1 1 • D dan E anak C, cucu A.
• D dan E tidak dapat
B C 2 2 bertindak menggantikan C.
• Jika C onwaardig (dinyatakan
tidak layak menjadi ahli waris
D E A), maka D dan E tidak dapat
warisan.
• Demikian juga halnya jika C
• Pasal 847 BW menyatakan: menolak warisan A atau C
“Tiada seorang pun diperbolehkan dikesampingkan (orterfd)
bertindak untuk orang yang masih hidup oleh A, maka D dan E juga
selaku penggantinya” tidak dapat menggantikan C
BAGAN (2) SESUAI Pasal 847 BW

• A meninggal & C meninggal


† A lebih dulu dari A.
1 1 • D mengganti C sebagai ahli
waris & D memperoleh
B Con 2 haknya bukan dari C, tetapi
wa D onwaardig thd C,
ar d
ig • D masih juga boleh
D mengganti C menerima
D Ketarik B warisan A karena ketarik B

• Pasal 848 Burgerlijk Wetboek menyatakan: “Seorang anak yang


mengganti orang tuanya, memperoleh haknya itu tidaklah dari
orang tuanya tadi, bahkan bolehlah terjadi seorang pengganti
orang lain, yang mana ia telah menolak menerima warisan”.
PERBEDAAN
ON WAARDIG & ONTARFD

On waardig adalah ahli waris yang berdasarkan keputusan pengadilan tidak


berhak sebagai ahli waris. Disebabkan oleh:
1) Ahli waris tersebut membunuh pewaris/ mencoba mambunuh pewaris.
2) Dengan putusan hakim dipesalahkan karena memfitnah pewaris telah
melakukan kejahatan yang diancam 5 tahuna tau lebih
3) Mereka yang telah mencegah pewaris untuk membuat atau mencabut surat
wasiatnya baik dengan kekerasan atau perbuatan
4) Yang telah menggelapkan atau merusak surat wasiat pewaris

Ontarfd adalah pemecatan sebagai ahli waris atau juga ahli waris tersebut
menolak menerima warisan
SIFAT & ASAL HW

Pasal 849 Burgerlijk Wetboek menyatakan:


“Undang-undang tidak memandang akan sifat
atau asal daripada barang-barang dalam suatu
peninggalan, untuk mengatur pewarisan
terhadapnya”.
Pasal 850 ayat (2) Burgerlijk Wetboek

• “Bagian-bagian warisan tak boleh beralih dari


garis yang satu ke garis yang lain, kecuali
apabila dalam salah satu garis tiada seorang
keluarga pun, baik keluarga sedarah dalam
garis lurus ke atas maupun keponakan-
keponakan”.
BAGAN (1) SESUAI Pasal 850 ayat (2)
BURGERLIJK WETBOEK

• Tiada keluarga lain di garis


1 bapak (B), yang ada hanya di
D garis ibu (C), maka bagian
100%
garis bapak (B) beralih ke
B 2 C garis ibu (C).
• Jadi, seluruh (100%) harta
†A warisan dari A jatuh pada D.
• Sebaliknya juga berlaku,
apabila di garis ibu tiada
keluarga seorang pun
sedangkan di garis bapak
terdapat keluarga, misalnya
keponakan.
BAGAN (2) SESUAI Pasal 850 ayat (2)
BURGERLIJK WETBOEK

• Tiada keluarga lain di


garis Ibu (C), yang
2 2
ada hanya di garis
bapak (B), maka
3 D B 1 C bagian garis Ibu (C)
beralih ke garis
bapak (B-D-E-F).
E 4 † A
• Dalam hal keadaan
seperti ini, seluruh
F 100%
(100%) harta warisan
A, jatuh kepada
keluarga dari garis
bapak yaitu F.
Pasal 851 Burgerlijk Wetboek:

“Setelah pembelahan pertama dalam garis


bapak dan ibu dilakukan, maka dalam
cabang-cabang tidak usah dilakukan
pembelahan lebih lanjut; dengan tak
mengurangi hal-hal, bilamana harus
berlangsung sesuatu pergantian, setengah
bagian dalam tiap-tiap garis adalah untuk
seorang waris atau lebih yang terdekat
derajatnya”.
PEMBELAHAN HANYA
TERJADI SATU KALI
• Jadi setelah dibelah satu kali dalam garis
bapak dan garis ibu selanjutnya tidak usah
dibelah lagi, tetapi pergantian dalam garis ke
bawah tetap diperbolehkan.
• Dalam garis ke atas tidak ada pergantian,
hanya ada pergantian dalam garis ke bawah
• Perhatiakan bagan kasus sesuai pasal 846
BW di bawah ini.
BAGAN KASUS SESUAI Pasal 846
BURGERLIJK WETBOEK

• A meninggal. B dan C meninggal


2 2 2 2 lebih dulu dari A.
• D, E, F dan G juga meninggal
† lebih dulu dari A. Dalam garis ibu
3 K †B † C D 3 3 (C) boleh terjadi penggantian,
yaitu I dan J menggantikan G.
1/2 1 • Dalam hal ini I dan J ikut mewarisi
L M † †
4 4 F E karena G dan H bersaudara.
†A • Lihat uraian sehubungan dengan
Pasal 845 Burgerlijk Wetboek.

H G† 5 5 Dalam garis bapak (B) yang ada


ialah keluarga garis ke samping.
1/4 I K adalah paman A; sedangkan L
J dan M adalah saudara sepupu A.
1/8 1/8 Derajat K terhadap A adalah lebih
dekat dari derajat L dan M
K = 1/2 bagian 1/2 bagian terhadap A. Dalam hal ini, maka
H = 1/2 X 1/2 = 1/4 bagian garis bapak yang
G (I,J) = 1/2 X 1/4 = 1/8 setengah itu jatuh pada K.
Bij Plaatsvervulling
• Menurut Eggens, sesungguhnya Burgerlijk Wetboek hendak
mengatakan bahwa orang yang menggantikan mendapat hak-
hak dan kewajiban-kewajiban yang seharusnya diperoleh oleh
orang yang digantikan itu, andaikata orang itu tidak mendahului
meninggal.
• Oleh karenanya, gambaran yang diberikan oleh Pasal 841
Burgerlijk Wetboek kurang tepat, yaitu seakan-akan
penggantian waris itu memberikan hak sepenuhnya kepada ahli
waris “bij plaatsvervulling”, sehingga penggantian waris itu
adalah karena hukum dan mungkin saja merugikan orang yang
menggantikan itu.
Posisi Kasus Pasal 841 BW
Bij Plaatsvervulling

• Misalnya, P mempunyai dua orang anak yang


telah mendahului meninggal, yaitu X dan Y.
• X mempunyai dua orang anak, A dan B;
• Y mempunyai seorang anak , C.
†P
• A dan B akan lebih menguntungkan jika mereka
mewaris bersama-sama dengan C atas diri
sendiri, karena dalam hal ini mereka masing-
†X † masing akan mendapat 1/3 bagian.
Y • Akan tetapi, dalam hal mereka harus mewaris
berdasarkan penggantian waris, maka A dan B
masing-masing akan memperoleh 1/4 bagian
B A C dan C memperoleh 1/2 bagian.
1/4 1/4 1/2 • Dari contoh tersebut, terbukti bahwa dari
penggantian waris ini dapat bergantung tidak
A dan B masing-masing akan saja mengenai siapa-siapa yang mewaris, akan
memperoleh 1/4 bagian dan tetapi juga berapa yang masing-masing mereka
C memperoleh 1/2 bagian. waris.
PENENTUAN Bij Plaatsvervulling
MENURUT BW

• Pasal 841 dan 848 BW, bahwa perwakilan (vertegenwoordigen)


untuk memperoleh pengertian yang tepat mengenai penggantian
tempat, bukan perwakilan.
• Keluarga sedarah yang jauh tidak “mewakili” yang meninggal
lebih dahulu, dan tidak bertindak atas nama yang mati, akan
tetapi hanya menggantikan tempatnya, yang menjadi lowong
karena kematian.
• Dalam Pasal 841 BW menyebutkan tentang menggantikan hak-
hak dari yang meninggal dunia. Menggantikan tempat bermkna
memperoleh hak orang yang digantikannya.
Bandingkan misalnya dengan
Pasal 848 Burgerlijk Wetboek:
• Seseorang menggantikan orang lain, yang mana ia telah
menolak untuk menerima warisannya.
• Undang-undang (BW) memberi penjelasan bahwa dia yang
menggantikan tempat, akan memperoleh hak-hak (dan juga
kewajiban) dari orang yang digantikannya, jika sekiranya ia
tidak meninggal sebelum pewaris meninggal dunia.
• Oleh karena itu adalah benar bahwa Pasal 841 Burgerlijk
Wetboek menggambarkan penggantian tempat sebagai sesuatu
pemberian hak (recht gevende).
Hanya Anak-anak Sah dan Keturunannya yang Dapat
Menggantikan Orang Tua atau Kakek/Nenek terhadap Warisan
Keluarga Sedarah dari Orang Tuanya.

• Anak-anak luar kawin dalam hal ini tidak


dapat sebagai pengganti.
• Tetapi sebaliknya keturunan sah (sebegitu
jauh pernah diakui) dari anak luar kawin
dapat menggantikan tempatnya, apabila Pasal
866 dan 871 ayat (2) Burgerlijk Wetboek
dapat dianggap sebagai penerapan dari Pasal
841 Burgerlijk Wetboek.
Syarat Mewaris karena
Penggantian
• Ditinjau dari orang yang digantikan;
• Orang yang digantikan harus meninggal terlebih
dahulu dari pewaris.
• Pasal 847 BW : “Tiada seorang pun
diperbolehkan bertindak untuk orang yang masih
hidup selaku penggantinya”
• Hal tsb jika ditinjau dari orang yang
menggantikan kedudukan AW.
Ditinjau dari Orang yang
Menggantikan Kedudukan AW:
1) Yang menggantikan harus keturunan yang sah dari yang digantikan,
termasuk keturunan sah dari anak luar kawin.
2) Yang menggantikan harus memenuhi syarat untuk mewaris pada
umumnya: (a) Hidup pada saat warisan terbuka (836 BW) dengan
pengecualian pasal 2 ayat (2) “anak dalam kandungan dianggap
sudah lahir”; (b) Bukan orang yang dinyatakan tidak patut mewaris,
(Pasal 840 BW) “maka tidak tertutup kemungkinan bagi anak-anak
orang yang tidak patut ini untuk mendapatkan warisan berdasarkan
kedudukannya sendiri, dan tidak menggantikannya.”(c) Tidak
menolak warisan. Orang yang menolak warisan atau verwerpen
adalah orang yang masih hidup dan tidak diwakili dengan cara
penggantian sebagaimana diatur dalam Pasal 1060 Burgerlijk
Wetboek. Pada prinsipnya orang tidak dapat menggantikan
kedudukan seorang ahli waris yang masih hidup. Jadi kedudukannya
tidak dapat digantikan oleh para ahli warisnya (bij plaatsvervulling).
Posisi Kasus Pasal 841 BW
Bij Plaatsvervulling

• Anak-anak P yaitu X & Y, dan


keduanya bersekongkol untuk
†P
membunuh P semasa hidup (P),
maka berdasarkan putusan
Pengadilan Negeri keduanya
X Y dinyatakan tidak patut untuk
mewaris. “Pasal 838 BW” tidak patu
A B C D “tidak berhak untuk mewaris.”
1/3 1/3 1/3 • Namun cucu-cucu pewaris (P) yaitu
A, B & C dpt mewaris berdasarkan
kedudukannya sendiri (uit eigen
A, B & C mewaris hoofde), bukan menggantikan
berdasarkan kedudukannya kedudukan X & Y (Pasal 840
sendiri (uit eigen hoofde) Burgerlijk Wetboek).
Bagian Warisan Yang Diterima Masing-Masing Waris Dalam
Penggantian Dengan Mengingat Dasar Kedudukan Masing-
Masing Waris Sesuai Pasal 842 BW

• P meninggal dunia. Ia adalah seorang


(duda), mempunyai dua orang anak, X dan
†P Y. & Y meninggal lebih dahulu dari pada P.
• Y mempunyai dua orang anak A dan B. B
meninggal dengan meninggalkan dua
orang anak, C dan D.
X †Y • Pembagian harta warisan dari P terjadi
1/2 sebagai berikut: keturunan Y (A & B)
† bersama-sama, beserta X memperoleh
A B warisan P.
1/4 • X menerima 1/2 bagian, keturunan Y (A &
B) menerima 1/2 bagian yang lain.
C D • Bagian A= ½ x ½ = 1/4 bagian,
1/8 1/8 sedangkan sisanya dibagi untuk dua orang
keturunan B yaitu C dan D, sehingga
masing-masing menerima ¼ x ¼ = 1/8
bagian.
Penggantian Waris Sesuai Pasal 844 BW (Penggantian
Waris Dalam Garis Menyimpang)

Pada penggantian waris yang terjadi di sini dapat


digambarkan di mana tiap saudara yang
meninggal, baik sekandung maupun saudara tiri,
jika meninggal lebih dahulu, digantikan oleh
anak-anak dan/atau keturunannya. Pembagian
dalam setiap pancang juga berlaku di sini.
Posisi Kasus Penggantian Waris Sesuai Pasal 844 BW
(Penggantian Waris Dalam Garis Menyimpang)

• A meninggal dunia, meninggalkan tiga (3)


sdr kandung B, C, D (masing-masing= 1/3)
• C meninggal lebih dahulu, meninggalkan
anak E dan F.
• D juga meninggal lebih dahulu, dengan
meninggalkan cucu H (anak dari G yang
† A B †C †D
sudah meninggal).
1/3 Pembagian harta warisan dari A terjadi sebagai
† berikut:
E F G  B menerima 1/3 bagian,
1/6 1/6  E dan F menggantikan kedudukan orang
tuanya C yang besar bagiannya 1/3,
H sehingga masing-masing menerima
1/3 1/2x1/3=1/6 bagian,
 Sedangkan keturunan dari garis D yaitu H
yang menggantikan kedudukan orang
tuanya G menerima 1/3 bagian.
Posisi Kasus Penggantian Waris Sesuai Pasal 845 BW
(Penggantian Waris Dalam Garis Menyimpang)

• A meninggal dunia (pewaris)


meninggalkan keponakan (anak
dari B yaitu C & D).
• B meninggal lebih dahulu dari pada
A. Demikian juga D lebih dahulu
† A meninggal dari pada A
B • D mempunyai dua anak (yaitu E dan
F) merupakan cucu dari B (saudara
C D pewaris A)
1/2 Pembagian harta warisan sebagai
berikut:
E F • C (sebagai keponakan) mendapat
1/4 1/4 1/2 bagian,
• E dan F menggantikan kedudukan
D sehingga masing-masing dari E,
& F, menerima 1/2 x1/2=1/4 bagian.
SKHW & WASIAT
◦ -Surat Direktur Jenderal atas nama Menteri
Dalam Negeri tanggal 20-12-1969 No:
Dpt/12/63/12/69, tentang Surat Keterangan dan
pembuktian Kewarganegaraan juncto Pasal 42
(1) PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah juncto Pasal 111 (1) huruf c
Peraturan Menteri Agraria / Kepala BPN
nomor 3 tahun 1997 tentang Ketentuan
Pelaksanaan PP Nomor 24 tahun 1997
menyebutkan ttg SKHW sebagai berikut:
Surat Keterangan Hak Warisan
(SKHW)
◦ -Pada prinsipnya Surat Keterangan Hak
Warisan (SKHW) merupakan pernyataan /
keterangan sepihak notaris - yang dibuat bukan
dalam akta otentik, dimana dalam
pembuatannya didahului dengan akta
Pernyataan / Keterangan yang biasanya dibuat
dalam akta notaris.
Surat tanda bukti sebagai ahliwaris
yang dapat berupa :
◦ wasiat dari pewaris, atau
◦ putusan pengadilan , atau
◦ penetapan Hakim / ketua pengadilan, atau
◦ –bagi Warga Negara Indonesia penduduk asli : surat
keterangan ahliwaris yang dibuat oleh para ahliwaris
dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi yang dikuatkan
oleh Kepala Desa dan Camat tempat tinggal pewaris pada
waktu meninggal dunia.
◦ –bagi Warga Negara Indonesia keturunan
Tionghoa : akta keterangan hak mewaris dari
Notaris.
◦ –bagi Warga Negara Indonesia keturunan
Timur Asing lainnya : surat keterangan waris
dari Balai Harta Peninggalan.
-Dalam rangka pembuatan SKHW, biasanya perlu :
a.-meminta kepada klien akta-akta Catatan Sipil :
-akta Kelahiran,
-akta Perkawinan,
-akta WNI dan ganti nama (jika ada),
-akta Perceraian (jika ada),
-akta Kematian,
-akta Kelahiran anak-anak,
-akta Kematian anak (jika ada yang
meninggal),
-akta Wasiat yang pernah dibuat dihadapan
notaris.
TESTAMENT

◦ Untuk memastikan apakah wasiat itu


berlaku atau tidak dengan / atau
terlebih dahulu mengecek pada Seksi
Daftar Pusat Wasiat pada Kementrian
Hukum dan HAM RI.
KETERANGAN APA YANG
DICANTUMKAN DI DALAM SKW
1) Siapa Pewarisnya.
2) Kapan meninggal dunia.
3) Dimana meninggalnya Pewaris dan domisili terakhirnya Pewaris.
4) Perkawinan Pewaris.
5) Ada tidaknya Perjanjian Perkawinan.
6) Ada tidaknya anak-anak yang dilahirkan.
7) Ada tidaknya anak luar kawin yang diakui sah atau anak yang diadopsi.
8) Ada tidaknya wasiat, jika ada maka isi wasiat tersebut harus disebutkan
secara rinci.
9) Siapa ahliwarisnya menurut peraturan perundangan yang berlaku.
10) Berapa hak bagian masing-masing ahliwaris.
11) Kewenangan apa saja dari para ahliwaris menurut peraturan perundangan
yang berlaku.
BERBAGAI BENTUK WASIAT

Menurut pasal 931 KUH Perdata :


Wasiat atau kehendak terakhir itu
ada 3 macam / cara, yaitu :
1.-Wasiat Olografis
2.-Wasiat Umum, dan
3.-Wasiat Rahasia (Tertutup).
WASIAT OLOGRAFIS
◦ Pasal 931 KUH Perdata
mensyaratkan bahwa suatu wasiat
olografis itu harus seluruhnya ditulis
dan ditanda-tangani oleh Pewaris
sendiri. Di sini tampak ada
perbedaan dengan wasiat rahasia
yang dapat ditulis oleh Pewaris atau
oleh orang lain.
WASIAT OLOGRAFIS MERUPAKAN
WASIAT TERTUTUP

Pewaris menghendaki agar isi


kehendaknya terakhir tidak diketahui
oleh siapapun sampai ia meninggal
dunia termasuk oleh notaris dan saksi.
◦ Tujuan Pewaris hanya bisa tercapai apabila surat itu
diserahkan secara tertutup kepada notaris untuk
disimpan. Bila tidak demikian, maka wasiat hanya
berkekuatan sebagai suatu codicil (Pasal 935 KUH
Perdata), Pasal 932 (3) KUH Perdata menetapkan
bahwa notaris yang dibantu oleh dua orang saksi
berkewajiban segera membuat akta penyimpanan
yang ditanda-tangani oleh notaris, Pewaris dan para
saksi itu. Akta Penyimpanan Wasiat dimaksud selain
dari oleh notaris sendiri, boleh juga ditulis oleh
orang lain.
CARA MEMBUATNYA
-Jika surat wasiat itu disampaikan dalam
keadaan terbuka, maka akta
penyimpanannya ditulis pada bagian paling
bawah.
-Jika surat wasiat itu disimpan secara
tetutup dan disegel, maka akta
penyimpanannya dibuat secara tersendiri.
◦Menurut potongan kalimat akhir dari
ayat 3 pasal 932 KUH Perdata dalam hal
ini, Pewaris dihadapan notaris dan para
saksi harus membubuhkan catatan di
atas sampul surat itu, bahwa sampul itu
berisikan surat wasiatnya dengan
dikuatkan oleh tanda tangannya sendiri.
WASIAT UMUM.
◦ -Pasal 938 dan 939 KUH Perdata mengatur tentang
formalitas khusus yang harus dipenuhi
(diindahkan) dalam pembuatan akta umum.
◦ -Menurut pasal 938, semua surat wasiat umum
artinya dibuat dengan akta yang dibuat secara
umum harus diselenggarakan dihadapan notaris
dengan dihadiri oleh dua orang saksi (baca pasal
44 UUJN).
-Seseorang yang hendak membuat wasiat dalam
bentuk akta umum mula-mula menyatakan
kehendaknya itu kepada notaris dengan kata-kata yang
jelas / terang.

Penyusunan redaksinya selanjutnya diserahkan kepada


notaris agar aman dan mengenai sasaran dan tujuan.

Pada waktu menyatakan untuk permulaan itu, para


saksi tidak usah hadir (tidak disyaratkan), bila
pernyataan itu dihadiri oleh para saksipun boleh jadi,
mana suka
-Cara menyampaikan kehendaknya itu
Pewaris punya kebebasan boleh secara lisan
maupun secara tertulis atau dengan tanda pun
bisa.

Pewaris boleh mengajukan siapa yang akan


menjadi saksi dalam pembuatan akta wasiat
ini, asalkan tentunya sesuai dengan yang
diizinkan oleh Undang-Undang.
-Apabila penuturan semula dari
Pewaris itu telah berlansung
dengan tidak dihadiri para
saksi, maka konsep wasiat yang
telah disiapkan itu harus
dituturkan kembali oleh tertutur
sekarang dihadapan para saksi.
Notaris membacakan akta itu, dan kemudian
menanyakan kepada yang menyatakan
kehendak terakhir itu, apakah apa yang
dibacakan itu benar-benar
mengandung kehendak terakhirnya, dan
Pewaris menjawab persetujuannya, hal
mana dicatat oleh notaris.
-Setelah dilakukan pembacaan dan pertanyaan
itu, maka akta wasiat itu selanjutnya harus
ditanda-tangani oleh penghadap, notaris dan
para saksi.
-Ditentukan dalam ayat berikutnya,
dalam pasal 939 KUH Perdata,
bilamana Pewaris menerangkan
bahwa ia tidak dapat atau
berhalangan untuk menanda-tangani
akta itu, maka keterangan dan sebab
halangan itu harus dicantumkan
dalam akta yang bersangkutan.
◦ -Notaris berkewajiban menerangkan dengan
jelas dalam akta wasiat umum itu, bahwa
semua formalitas (tertib acara) yang
disyaratkan oleh Undang-Undang telah
dipenuhi sebagaimana mestinya.
WASIAT RAHASIA
◦ -Pasal 940 dan 941 KUH Perdata
mengatur tentang tata cara
menyelenggarakan wasiat rahasia .

◦ Wasiat Rahasia boleh ditulis sendiri atau


orang lain, asalkan ditanda-tangani
sendiri oleh Pewaris.
◦ -Penanda-tanganan sendiri itu merupakan
syarat yang sah dapat dihilangkan/dihindari,
sehingga seseorang yang tidak bisa
melakukan penanda-tanganan tidak mungkin
membuat wasiat rahasia, jalan kedua baginya
tidak lain kecuali menyatakan kehendaknya
terakhir dengan membuat wasiat dengan akta
umum.
◦-Seperti halnya dengan wasiat olografis
untuk wasiat rahasia tanggal yang di
indahkan itu hanya tanggal
penyimpanan untuk disimpan
kepada/oleh notaris, jadi bukan tanggal
wasiat itu sendiri.
-Kertas yang memuat ketetapan Pewaris itu
atau kertas yang dipakai sebagai sampul harus
ditutup dan tersegel.
-Pewarislah yang menyampaikan surat wasiat
rahasia itu secara tertutup dan tersegel kepada
notaris dengan hadirnya 4 (empat) orang
saksi.
◦ -Pada saat berlangsungnya penyampaian
orang yang mewariskan itu menerangkan,
bahwa kertas yang bersangkutan
mengandung wasiatnya dan menegaskan
bahwa dia sendiri yang menulis dan
menanda-tangani surat itu, atau orang
lain yang menulis namun dia sendiri yang
menanda-tanganinya,
◦ selanjutnya dari penyampaian tersebut,
notaris membuat akta yang memuat
keterangan di atas, sampul surat wasiat
rahasia tertutup yang lazim disebut acte van
superscriptie (akta Pengalamatan surat
wasiat).
◦ Akta itu harus ditanda-tangani oleh Pewaris,
notaris dan 4 (empat) orang saksi tersebut. Dalam
akta itu, oleh notaris akan dicatat pula, apabila
pembuat wasiat menerangkan bahwa ia
berhalangan menanda-tangani akta Pengalamatan,
atau sehingga pembubuhan halangan serta
alasannya itu seakan-akan menggantikan tanda-
tangan Pewaris.
◦-Wasiat rahasia akan tetap tersimpan
dalam protokol notaris, sehingga
pewaris tidak boleh memintanya
kembali. Juga setelah terjadinya
pencabutan kembali, notaris dilarang
mengembalikannya kepada pewaris.
PEMBUATAN AKTA WASIAT DAN AKTA
PEMISAHAN DAN PEMBAGIAN WARISAN

-Agar supaya tidak melanggar LP, apakah notaris


boleh menanyakan kepada Pembuat Wasiat tentang
keseluruhan hart a yang dimiliki oleh yang
bersangkutan?
-Notaris hanya membuat akta wasiat sesuai dengan
kehendak terakhir yang bersangkutan yang
dituangkan dalam bentuk akta wasiat.
-Kita ketahui bahwa seorang ahliwaris
dapat meminta atau menuntut haknya, bila
warisan yang menjadi bagiannya dikuasai
oleh yang bukan ahliwaris untuk
mengembalikan harta tersebut.
-Setiap ahliwaris mempunyai hak mutlak
yang dilindungi oleh Undang-Undang yang
disebut Legitieme Portie (LP).
-Pasal 8 PP nomor 63 tahun 2008 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Tentang Yayasan.
-Memungkinkan Yayasan didirikan dengan surat wasiat.
Dalam surat wasiat, Pendiri (Pewaris) dapat mengatur
dengan lengkap peraturan-peraturan atau anggaran dasar
dari Yayasanyang didirikan itu, akan tetapi bisa juga
haknya ditentukan pokok-pokoknya saja yang
terpenting, sedangkan peraturan lainnya diserahkan
kepada pengurusnya atau kepada orang yang disebut
namanya dalam surat wasiat itu untuk menyusunnya.
◦ -Pasal 899 KUH Perdata menentukan
bahwa untuk dapat menikmati sesuatu
surat wasiat, seorang harus telah ada,
tatkala si yang mewariskan meninggal
dunia.
-Bolehkah seorang suami keturunan Tionghoa
mewasiatkan 100 % hartanya kepada isterinya padahal dia
mempunyai 3 orang anak yang sudah dewasa ?
Wasiat kepada siapapun silakan saja,
hanya harus dipikirkan juga kemudian,
apakah wasiat tersebut dapat
dilaksanakan atau tidak.
-Jika ada LP yang terlanggar, maka harus dilakukan inkorting
(pemotongan), tuntutan inkorting harus diajukan menurut urutan
hari pemindah-tanganannya, mulai hari -pemindah-tanganan yang
paling akhir, kemudian urutan prioritas pelaksanaan inkorting
sebagaimana dijelaskan pada Pasal 916 a KUHPerdata,
1) dari ahliwaris yang non legitimaris (garis kesamping, janda/duda, saudara-
saudara),
2) dari wasiat (legaat dan erfstelling), dan
3) di-inkorting dari non legitimaris, bagian mutlak belum terpenuhi, maka
dilanjutkan dengan inkorting terhadap ahliwaris dalam wasiat, jika belum
terpenuhi juga bagian mutlak, maka di-inkorting dari hibah-hibah sesama
pewaris hidup.
4) Penolakan sebagai ahliwaris untuk subyek hukum yang tunduk pada hukum
Perdata diatur dalam Pasal 1057 KUH Perdata yaitu harus dilakukan
dihadapan Panitera Pengadilan Negeri.
CARA PEMBUATAN AKTA PENOLAKAN AHLI WARIS

1) Ahliwaris menolak dengan melakukan penolakan dihadapan


Panitera Pengadilan Negeri yaitu sebelum dibuat SKW, sehingga
notaris mengeluarkan SKW berisikan para ahliwaris yang tidak
menolak yang memperoleh Harta Peninggalam Pewaris.
2) Notaris membuat SKW kemudian dengan SKW tersebut,
disampaikan kepada Pengadilan Negeri, baru kemudian akta
Penolakan Waris dari ahliwaris yang menolak, setelah terjadi
penolakan, notaris membuat SKW lagi yang menunjuk penolakan
waris tersebut, yang berisikan para ahliwaris yang tidak menolak
yang memperoleh harta Peninggalan Pewaris.
KETENTUAN-KETENTUAN YANG
PENTING DALAM PEMBUATAN
WASIAT

-Pasal 930 KUH Perdata :


Dalam satu-satunya akta, dua orang atau lebih tak
diperbolehkan menyatakan wasiat mereka, baik untuk
mengaruniai seorang ketiga, maupun atas dasar
pernyataan bersama atau bertimbal balik.
-Pasal 939 KUH Perdata :
Dengan kata-kata yang jelas, notaris tersebut harus menulis atau menyuruh
menulis kehendak si yang mewariskan, sebagaimana hal ini dalam pokoknya
dituturkan.
◦ Jika penuturan itu berlangsung di luar hadirnya saksi-saksi, dan rencana surat
wasiat telah disiapkannya, maka sebelum rencana dibacakannya, si yang
mewariskan harus sekali lagi menuturkan kehendaknya dihadapan saksi-saksi.
◦ Kemudian, dengan dihadiri saksi-saksi, notaris harus membacakan surat tadi,
setelah mana kepada si yang mewariskan harus ditanya, apakah benar yang
dibacakan tadi memuat kehendaknya.
◦ Jika wasiat tadi dituturkan di depan saksi-saksi, dan segera ditulisnya, maka
pembacaan dan penanyaan yang sama harus dilakukan juga.
◦ Setelah itu surat wasiat harus ditanda-tangani oleh si yang mewariskan, notaris
dan saksi-saksi
-Pasal 953 KUH Perdata :
◦ Segala acara yang disyaratkan dalam pembuatan surat-surat wasiat menurut ketentuan-
ketentuan dalam bagian ini, harus dipenuhi atas ancaman kebatalan.
-Pasal 963 KUH Perdata :
◦ Kebendaan yang dihibah-wasiatkan, harus diserahkan dengan segala sangkut pautnya, dan
dalam keadaannya pada hari si yang mewariskannya meninggal dunia.
-Pasal 1069 KUH Perdata :
Jika sekalian waris dapat bertindak bebas dengan harta benda mereka, dan mereka itu
kesemuanya berada di tempat, maka pemisahan harta peninggalan dapat dilakukan dengan
cara yang sedemikian serta dengan perbuatan yang sedekian sebagaimana dikehendaki
mereka
PENGHITUNGAN HARTA WARIS
BERDASARKAN LEGITIME PORTIE
Sistem Waris Barat (KUHPerdata)
“Anak-anak atau sekalian
keturunan mereka, biar
• Para ahli waris memiliki dilahirkan dari lain-lain
bagian yang sama besar
antara anak laki-laki
perkawinan sekali pun,
dengan anak mewaris dari kedua orang
perempuan. Hal ini tua, kakek, nenek, atau
sesuai dengan ketentuan semua keluarga sedarah
Pasal 852 ayat (1) mereka selanjutnya dalam
KUHPerdata yang garis lurus ke atas, dengan
berbunyi sebagai
berikut:
tiada perbedaan antara laki
atau perempuan dan tiada
perbedaan berdasarkan
kelahiran lebih dulu.”
Pasal 852 ayat 2 KUHPerdata:

• “Mereka mewarisi bagian-bagian yang sama


besarnya kepala demi kepala…”
Artinya: seluruh ahli waris mewaris dalam
bagian yang sama besarnya.
• Di dalam sistem waris Barat (KUHPerdata),
dari harta peninggalan yang menjadi hak bagi
para ahli waris tersebut ada yang disebut
sebagai “bagian mutlak” atau dikenal dengan
istilah Legitime Portie (LP)
KETENTUAN ATAU PRINSIP
LEGITIME PORTIE

• Menurut pasal 913 KUHPerdata yang dimaksud dengan


Legitime Portie adalah sesuatu bagian dari harta peninggalan
yang harus diberikan kepada waris, garis lurus menurut
ketentuan undang-undang, terhadap mana si yang meninggal
tak diperbolehkan menetapkan sesuatu, baik selaku pemberian
antara yang masih hidup, maupun selaku wasiat. Jadi, pewaris
boleh saja membuat suatu wasiat atau memberikan hibah
kepada seseorang, namun demikian pemberian tersebut tidak
boleh melanggar hak mutlak (yang harus dimiliki) dari ahli
waris berdasarkan Undang-Undang tersebut.
• Prinsip legitime portie menentukan bahwa ahli waris memiliki
bagian mutlak dari peninggalan yang tidak dapat dikurangi
sekalipun melalui surat wasiat si pewaris.
Bagian Mutlak (LP) untuk ahli waris dalam garis ke
bawah, berdasarkan pasal 914 KUHPerdata adalah:

• jika pewaris hanya meninggalkan 1 orang anak sah maka LPnya


adalah setengah (1/2) dari bagiannya menurut undang-undang
• jika meninggalkan dua orang anak sah, maka besarnya LP
adalah dua pertiga (2/3) dari bagian menurut undang-undang
dari kedua anak sah tersebut, sedangkan
• jika meninggalkan tiga orang anak sah atau lebih, maka
besarnya LP adalah tiga perempat (3/4) dari bagian para ahli
waris tersebut menurut ketentuan undang-undang.
• Untuk ahli waris dalam garis keatas (orang tua, kakek/nenek
pewaris), besarnya LP menurut ketentuan Pasal 915
KUHPerdata, selamanya setengah (1/2) dari bagian menurut
Undang-undang.
Legitieme Portie Untuk Anak Luar Kawin yang di akui:

• Dalam konsep pewarisan menurut hukum perdata barat


(waris barat), yang dimaksud dengan “Anak Luar Kawin”
yang berhak mendapatkan warisan dari pewaris adalah anak
luar kawin yang diakui secara sah oleh pewaris. Anak luar
kawin yang diakui secara sah oleh pewaris tersebut berhak
atas warisan dari pewaris; sedangkan anak luar kawin yang
tidak di akui, tidak termasuk dalam kategori “anak luar
kawin” berdasarkan hukum waris barat.
• Berdasarkan pasal 916 KUHPerdata, bagian mutlak dari anak
luarkawin yang telah diakui adalah: setengah (1/2)
daribagian yang seharusnya diterima oleh anak luar kawin
tersebut menurut ketentuan Undang-Undang.
LEGITIEME PORTIE HARUS DITUNTUT

• Legitieme Portie (bagian mutlak) ini adalah bagian yang ditentukan


berdasarkan Undang-Undang; dalam hal ini adalah Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Artinya para ahli waris yang
berhak yaitu ahli waris dalam garis lurus (yang disebut legitimaris)
memiliki bagian dari harta peninggalan yang tidak dapat diganggu gugat
yang harus menjadi bagiannya dan telah ditentukan pula besar bagian
tersebut berdasarkan KUHPerdata.
• Namun demikian, terhadap setiap pemberian atau penghibahan yang
mengakibatkan berkurangnya bagian mutlak dalam pewarisan, dapat
dilakukan pengurangan hanya berdasarkan tuntutan dari ahli waris
ataupun pengganti mereka. Artinya: konsep dari LP tersebut baru
berlaku kalau dituntut. Kalau para ahli waris sepakat dan tidak
mengajukan tuntutan terhadap berkurangnya bagian mutlak mereka
tersebut, maka wasiat ataupun pembagian waris yang melampaui LP
tersebut tetap berlaku.
SYARAT MUTLAK LEGITIME PORTIE
• Orang tersebut harus merupakan keluarga sedarah dalam garis lurus ke
atas dan ke bawah. Mereka inilah yang disebut: “Legitimaris”. Jadi, yang
dalam hal ini kedudukan suami/isteri adalah berbeda dengan anak-anak
dan orang tua pewaris. Meskipun sesudah tahun 1923 Pasal 852a
KUHPerdata menyamakan kedudukan suami/isteri dengan anak (sehingga
suami/isteri mendapat bagian yang sama besarnya dengan anak), akan
tetapi suami/isteri tersebut bukanlah Legitimaris. Demikian pula saudara
kandung dari pewaris, bukan merupakan Legitimaris. Oleh karena itu
isteri/suami dan saudara kandung tidak memiliki legitime portie atau
disebut non legitimaris (tidak memiliki bagian mutlak).
• Orang tersebut harus ahli waris menurut UU (ab intestato). Melihat syarat
tersebut tidak semua keluarga sedarah dalam garis lurus memiliki hak atas
bagian mutlak. Yang memiliki hanyalah mereka yang juga waris menurut
UU (ab instestato).
• Mereka tersebut, walaupun tanpa memperhatikan wasiat pewaris,
merupakan ahli waris secara UU (ab intestato).
Tn Tau Fiequ Hok menuntut bagian sesuai
Hukum Waris Barat (KUH Perdata) atas HW Ahok :

• 1/4 bagian (misal HW Ahok: Rp. 100 Milyar). Jika ahli


warisnya sebanyak 4 orang, yaitu: Tn. Tau Fiequ Hok, Tn.
Lie Cheng Coe , Nn Cici Suit Swuit & Nn. Cici Cuek Bebek
• Sesuai pasal 852 KUHPerdata, dibagi rata untuk 4 orang
anak secara sama besarnya.
• Legitieme portie dari -Tn. Tau Fiequ Hok yang dituntut
adalah: ¾ x 1/4 = 3/16
• Jumlah Harta Waris Tn. Ahok = Rp. 100 Milyar.
• Jadi Legitieme Portie Tn. Tau Fiequ Hok adalah:
• Rp. 100 Milyar x 3/16 = Rp. 18.75 Milyar.

Anda mungkin juga menyukai