Anda di halaman 1dari 23

PERTEMUAN KE – 1

FARAHDINNY SISWAJANTHY , S.H, M.H.


Definisi Hukum Waris
Menurut Vollmar :
“suatu perpindahan dari sesuatu harta kekayaan
seutuhnya yaitu tentang bgmn cara-cara
beralihnya keseluruhan hak dan kewajiban orang
yg mewariskan (meninggal) kepada ahli warisnya
(definisi ini diikuti oleh Prof Wiyono
Prodjodokoro, SH dan Ali Affandi).”
Menurut Pitlo :
“Suatu kumpulan peraturan-peraturan atau
ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang
mengatur mengenai kekayaan karena wafatnya
seseorang yaitu mengenai pemindahan harta
kekayaan yg ditinggalkan oleh si yg meninggal
dan akibat hukum dr pemindahan-pemindahan
itu bagi orang-orang yg memperolehnya, baik
dlm hubungan antara mereka dengan mereka,
maupun dalam hubungan antara mereka dg
pihak ketiga.”
Dari rumusan di atas, pada hakikatnya dapat
disimpulkan unsur-unsur pokok sbb :

1. Aturan ttg perpindahan harta kekayaan


seseorang yg meninggal dunia kepada seseorang atau
kepada orang lainnya;
2. Aturan tentang akibat hukum dari kematian
seseorang terhadap harta kekayaan.
Dalam sistematika Burgerlijk Wetboek (BW),
Hukum Waris terdapat dalam Buku II yaitu tentang
Benda (zaken).

Sistematika KUHPerdata :
Buku I :Tentang Orang (persoon)
Buku II :Tentang Benda (zaken)
Buku III :Tentang Perikatan (verbintennis)
Buku IV :Tentang Pembuktian dan Daluarsa
(bewijs en
verjaring)
Istilah-istilah dalam Hk Waris

1. Pewaris :
orang yg meninggal dunia dengan meninggalkan
harta kekayaan.
2. Ahli Waris :
mereka-mereka yg ditinggalkan oleh pewaris
sekaligus yg menggantikan pewaris dalam bidang
hk kekayaan.
3.Warisan :
seluruh kekayaan, baik aktiva maupun pasiva si
pewaris yg berpindah kpd para ahli waris.
l
4. Boedel :
warisan atau harta kekayaan baik aktiva maupun
pasiva yg merupakan milik bersama beberapa
orang ahli waris (belum dibagi-bagi)
5. Wasiat :
pernyataan kehendak dr pewaris mengenai harta
kekayaannya setelah ia meninggal dunia
6. Erfstelling:
penunjukan seseorang sebagai ahli waris didalam
surat wasiat
7. Legaat :
pemberian melalui srt wasiat kpd orang tertentu
atas barang tertentu. Penerimanya disebut
legataris
8. Legitieme Portie :
bagian minimum dari warisan yg dijamin oleh
undang-undang yg hrs diterima oleh ahli waris
tertentu.
Ahli waris yg dijamin haknya disebut legitiemaris.
Unsur atau syarat yg harus dipenuhi untuk memperoleh
warisan, yaitu :

1.Mesti ada orang yg meninggal (dalam hal ini


pewaris/erflaten),
yaitu orang yang telah meninggal dunia dan meninggalkan
harta kekayaan.

2.Untuk memperolehnya haruslah orang yang masih


hidup pada saat pewaris meninggal dunia
(erfgenaam/ahli waris),
yaitu orang-orang yang menerima warisan setelah pewaris
meninggal dunia.
Ahli waris dapat dibagi 2, yaitu :

a. Ahli waris karena undang-undang (ab-intestato),


diatur dlm Buku II Bab XII mulai Pasal 830 dst.
Pasal 832 : “mnt UU yg berhak menjadi ahli waris
adalah keluarga sedarah, baik sah
maupun luar kawin dan si suami atau
istri yang hidup terlama.”
Ahli waris karena undang-undang ini, dibagi
dalam 4 golongan. Ahli waris disini termasuk pula
pada akibat hk yg dilakukan pewaris dikala hidupnya,
seperti perbuatan hukum pengakuan anak,
pengangkatan anak/adopsi, dll.
b. Ahli waris karena wasiat/kehendak pewaris (ab-
testamentair), diatur dlm. Buku II Bab XIII Pasal
874 dst.

c. Ada harta yang ditinggalkan (harta warisan/


peninggalan/nalafenschaap)
Harta yg ditinggalkan oleh pewaris, tdk otomatis
sbg harta warisan/peninggalan, krn hrs dikrtahui
lebih dahulu status hk perkawinannya dan hal-hal
lain yang membebani harta yang ditinggalkan
oleh orang yang meninggal. Jadi berarti harta tsb hrs
dibersihkan lebih dulu.
Menurut KUHPerdata, status perkawinan ada 3
kategori (Buku I Bab VII Pasal 139-154 KUHPerdata),
yaitu :
a.Perkawinan yg dilangsungkan dengan perjanjian
kawin bahwa antar suami dan isteri ybs tidak ada
percampuran harta benda atau harta kekayaan.

b.Perkawinan yg dilangsungkan dengan perjanjian


kawin bahwa antara suami dan isteri ybs ada
percampuran harta benda secara bulat.
c.Perkawinan yg dilangsungkan dengan perjanjian
kawin bahwa antara suami dan isteri ybs ada
percampuran harta benda, tetapi ada
pengecualiannya.

Dasar dr ke 3 hal tsb yaitu Ps 139 KUHPerdata :


“Dengan mengadakan perjanjian kawin, kedua
calon suami isteri berhak menyiapkan beberapa
penyimpangan dari peraturan perundang-
undangan sekitar persatuan harta kekayaan, asal
perjanjian itu tidak menyalahi tata susila yang baik
atau tata tertib umum dan asal diindahkan pula
segala ketentuan di bawah ini.”
s
Yang dimaksud dengan harta tersebut harus
dibersihkan terlebih dahulu yaitu misalnya apabila
sewaktu pewaris masih hidup telah mengadakan
perjanjian utang piutang dengan pihak lain, yang
sampai meninggalnya pewaris, utang tersebut belum
dibayar, atau masalah pajak yang belum dibayar atau
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk keperluan
pemakaman si pewaris.
Menurut Pasal 119 KUHPerdata, apabila sewaktu
melangsungkan perkawinan tidak membuat
perjanjian perkawinan tentang harta kekayaan, maka
demi hukum terjadi percampuran harta
kekayaan secara bulat. Akibat hukum apabila
perkawinan dilangsungkan dengan percampuran
harta kekayaan, baik karena perjanjian kawin maupun
demi hukum, maka tidak semua harta kekayaan yg
ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia,
termasuk ke dalam harta warisan.
Pasal 128 KUHPerdata menyatakan :
“Setelah bubarnya persatuan, maka harta benda
kesatuan dibagi 2 antara suami isteri, atau antara
para ahli waris mereka masing-masing, dengan tak
mempedulikan soal dari pihak manakah
barang- barang itu diperolehnya, ketentuan-ketentuan
tertera dalam Bab XVII Buku II mengenai
pemisahan harta kekayaan berlaku terhadap bagian harta
benda persatuan menurut undang-undang.”
Jadi berarti mnt Ps 128 KUHPerdata, ½ bagian dari
harta kekayaan merupakan harta warisan/peninggalan,
dan ½ bagian lainnya merupakan hak suami atau isteri yg
masih hidup (hidup terlama) sbg akibat dari perkawinan
dengan percampuran harta kekayaan. Pembagian harta
menjadi 2 bagian, setelah harta tersebut dibersihkan dari
beban-beban seperti tsb di atas.
Pada dasarnya, untuk dapat menjadi seorang ahli
waris harus mempunyai hubungan darah dengan si
pewaris. Hubungan darah tsb dapat sah atau luar
kawin melalui garis ibu maupun garis bapak.
Hubungan darah yang sah adalah hubungan darah
yg ditimbulkan dari perkawinan yang sah. Sedangkan
hubungan darah tak sah timbul sbg akibat dari
hubungan antara seorang laki-laki dan seorang
perempuan.
Maksud kata-kata yang hidup terlama yaitu
suami atau isteri yg hidup lebih lama daripada suami
atau isteri yang meninggal, artinya janda atau duda
yang masih hidup serta pengakuan anak secara sah.
Ketentuan yg mempersamakan seorang isteri
atau suami dengan seorang anak, hanya berlaku
dalam hal kita menerapkan pasal-pasal dalam bab
yang mengatur tentang pewarisan karena
kematian, karena mnt undang-undang, isteri tidak
diberikan legitieme portie.

Jadi berarti disini berbicara mengenai janda atau


duda karena adanya kematian, berarti bila janda atau
duda karena perceraian, maka mereka tidak saling
mewaris. Sebaliknya, apabila suami atau isteri yg
pisah meja dan tempat tidur, dapat saling mewaris,
karena dalam hal ini perkawinan mereka masih
berlangsung.
Mengenai keluarga sedarah, Ps 290 KUHPerdata
menentukan :
“kekeluargaan sedarah adalah suatu pertalian
keluarga antara mereka, dimana yang satu adalah
keturunan yang lain atau yang semua
mempunyai nenek moyang yang sama.”

Keluarga sedarah, bisa keluarga sedarah yang sah


maupun keluarga sedarah luar kawin. Keluarga
sedarah yang sah yaitu mereka yang mempunyai
hubungan keluarga satu dengan yang lain, karena atau
sebagai akibat perkawinan yang sah atau mereka yang
mempunyai nenek moyang yang sama melalui
perkawinan-perkawinan yang sah.
Orang yg tidak patut atau tidak pantas menerima
warisan (onwaardig), diatur dalam Psl. 838 dan 840
BW/KUHPerdata, yaitu :

1. Orang yg telah dihukum karena ia telah membunuh


orang yg meninggal (pewaris) atau sekurang-
kurangnya telah mencoba utk membunuhnya.
2. orang yg telah ternyata mendapat vonis hakim,
bahwa ia secara fitnah telah mengajukan pengaduan
thd si wafat (pewaris), yaitu suatu pengaduan bahwa
si wafat telah melakukan suatu kejahatan yg diancam
dg hukuman penjara 4 tahun/lebih.
3. Orang yang dengan kekerasan atau perbuatan yang
nyata telah menghalangi si wafat (pewaris) membuat
atau menarik kembali suatu wasiat.
4. Orang yang telah menggelapkan, memusnahkan atau
memalsukan wasiat si wafat (pewaris).

Catatan:
Untuk poin 1 dan 2 harus sudah ada vonis, sedangkan
untuk poin 3 dan 4 tidak diperlukan suatu vonis, jadi
secara otomatis.
s
Menurut undang-undang, pewarisan karena
kematian ada 2(dua), yaitu :

1. Orang yang mewaris karena diri sendiri, adalah


orang yang mempunyai kedudukan sebagai ahli waris
dalam harta peninggalan
2. Orang yang mewaris karena penggantian, adalah
orang yang muncul dalam harta peninggalan utk
orang lain
Orang lain itu harus sudah meninggal sebelum
pewaris meninggal dunia (Ps 841-848
BW/KUHPerdata).
Syarat untuk dapat bertindak dengan
penggantian (plaatsvervulling), yaitu :
1. Orang yang menggantikan, mesti memenuhi syarat
ahli waris. Ia tidak boleh tidak pantas dan tidak boleh
dicabut haknya oleh pewaris untuk mewaris dengan
wasiat.
2. Orang yang digantikan tempatnya, mesti sudah
meninggal lebih dahulu. Orang tidak dapat sebagai
pengganti dari orang yang masih hidup.
3. Pergantian hanya terjadi oleh keturunan yang sah,
berarti hukum tidak mengenal pergantian dalam garis
ke atas.

Anda mungkin juga menyukai