1. Pengertian – Pengertian
Hukum Waris adalah
Himpunan aturan yang mengatur akibat – akibat hukum harta kekayaan
pada orang yang meninggal dunia dan akibat – akibat hukum yang
ditimbulkan adanya peralihan bagi para ahli warisnya atau para
penerimanya baik dalam hubungan dan perimbangan di antara mereka
maupun dengan pihak ketiga.
Pewaris :
Orang yang meninggal dunia dan menimbulkan harta waris/harta
kekayaan.
Ahli Waris :
Mereka yang menempati kedudukan hukum harta kekayaan sang pewaris
baik untuk seluruhnya maupun untuk bagian yang seimbang sebagai
penerima dengan alas hak umum.
Pasal 875 BW
Adapun yang dinamakan surat wasiat atau testamen adalah suatu akta
yang memuat pernyataan seorang tentang apa yang dikehendaki akan
terjadi setelah ia meninggal dunia , dan yang olehnya dapat dicabut lagi.
Legataris :
Penerima hibah atau orang yang menerima hibah, berarti penerima hibah
dengan alas hak khusus, yaitu melalui wasiat
Legat/ hibah wasiat barang yang dihibahkan dan diterima oleh penerima
hibah.
Schenking / hibah diberikan secara cuma – cuma pada saat calon
pewaris masih hidup, dan tanpa syarat, apabila dalam hibah diberikan
syarat, maka hibah tersebut batal.
Pasal 1666 BW
Hibah adalah suatu persetujuan dengan mana si penghibah, diwaktu
hidupnya dengan cuma – cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali,
menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah yang
menerima penyerahan itu.
Undang – Undang tidak mengakui lain – lain hibah selainnya hibah-hibah
diantara orang-orang yang masih hidup.
Pasal 1667 BW
Hibah hanyalah dapat mengenai benda-benda yang sudah ada.
Jika hibah itu meliputi benda – benda yang baru akan ada dikemudian
hari, maka sekadar mengenai itu hibahnya adalah batal.
Erftelling
Pengangkatan sebagai ahli waris / waris dan merupakan pemberian
melalui wasiat. Ini disebut pewarisan istimewa, karena kemungkinan yang
diangkat bukanlah anak kandung atau keluarga sedarah, melainkan teman
baik/sahabat.
Legitimaris
Ahli waris / waris karena adanya kematian, yang oleh Undang – Undang
dicadangkan bagian minimal dari harta peninggalan = ahli waris menurut
undang – undang.
Pewaris tidak dapat mengambil hak ini dari mereka baik melalui hibah
maupun wasiat. Mengapa ? karena ahli waris / waris yang dimaksudkan
disini adalah anak kandung golongan I yang memiliki Legitime Portie.
Pasal 913 BW
Bagian mutlak atau legitime portie adalah suatu bagian dari harta
peninggalan yang harus diberikan kepada para waris dalam garis lurus
menurut undang – undang , terhadap bagian mana si yang meninggal tak
diperbolehkan menetapkan sesuatu, baik selaku pemberian antara yang
masih hidup, maupun selaku wasiat.
Pasal 833 BW
Sekalian ahli waris dengan sendirinya karena hukum memperoleh hak
milik atas segala barang , segala hak dan segala piutang si yang meninggal
dunia.
Pasal 834 BW
Tiap – tiap waris berhak memajukan gugatan guna memperjuangkan
hak warisnya, terhadap segala mereka, yang baik atas dasar hak yang
sama, baik tanpa dasar suatu hak pun menguasai seluruh atau sebagian
harta peninggalan, seperti pun terhadap mereka, yang secara licik telah
menghentikan penguasaannya.
Ia boleh memajukan gugatannya itu untuk seluruh warisan, jika ia
adalah waris satu – satunya, atau hanya untuk sebagian, jika ada
beberapa waris lainnya.
Gugatan demikian adalah untuk menuntut, supaya diserahkan
kepadanya, segala apa yang dengan dasar hak apapun juga terkandung
dalam warisan beserta segala hasil, pendapatan dan ganti rugi, menurut
peraturan termaktub dalam bab ke tiga bukti ini terhadap gugatan akan
pengembalian barang milik.
Pasal 836 BW
Dengan mengingat ketentuan Pasal 2 BW, supaya dapat bertindak sebagai
waris, seorang harus telah ada, pada saat warisan jatuh meluang.
Artinya : pada saat pewaris meninggal dunia, ahli waris harus ada dan
hidup.
Kalau ternyata ada salah satu anak dari pewaris yang meninggal dunia
terlebih dahulu dari pewaris, maka haknya dapat digantikan oleh cucunya,
yang mewaris langsung kepada Pewaris/kakeknya, karena anaknya yang
meninggal dunia lebih dulu itu memiliki legitime portie.
Beda jika yang meninggal adalah posisi single/belum kawin, tidak punya
anak adopsi atau anak luar kawin, tidak membuat wasiat, maka ahli
warisnya adalah golongan II, yaitu :
a. orang tua dan saudara – saudaranya;
b. jika orang tua sudah tidak ada, maka ahli warisnya adalah saudara –
saudaranya yang masih hidup pada saat pewaris meninggal dunia.
Catatan :
Dalam hal ini jika ada saudara pewaris yang meninggal dunia lebih dahulu
dari pewaris, maka tidak ada penggantian tempat untuk digantikan hak
warisnya oleh keponakan, karena saudara adalah kesamping, bukan turun
temurun ke bawah derajat 1 maupun derajat 2, maka saudara yang
meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris tidak memiliki Legitime Portie,
sehingga keponakan tidak dapat menggantikan kedudukan orang tuanya.
Hereditas Petition :
Hak yang tidak diturunkan dari pewaris, melainkan hak ahli waris sendiri,
yang diberikan undang – undang. Undang – Undang memberikan kepada
ahli waris dalam kualitasnya sebagai ahli waris, suatu tuntutan hukum
berkaitan dengan harta peninggalan.
Pasal 830 BW
Pewarisan terjadi karena kematian. Jadi pada intinya :
- ada kematian;
- ada harta yang ditinggalkan;
- ada ahli waris
kita baru berbicara mengenai warisan bila ada yang meninggal dunia. Jadi
pewaris harus sudah mati dan harus dipenuhi syarat – syarat lain.
2. Hukum Waris Dalam Sistimatika Doktrin dan BW
Dahulu, sistimatika menurut doktrin ilmu pengetahuan hukum
(1) Hukum pribadi;
(2) Hukum Keluarga;
(3) Hukum Kekayaan;
(4) Hukum waris