Anda di halaman 1dari 17

makalah hukum waris di indonesia

MAKALAH

HUKUM WARIS DI INDONESIA


Disusun untuk memenuhi persyaratan tugas mata kuliah
HUKUM PERDATA
Universitas Terbuka

Disusun oleh :
EKA ARLIYAN JUNEDRIA
NIM : 021005354
UPBJJ : BANDAR LAMPUNG

FISIP UNIVERSITAS TERBUKA


UPBJJ BANDAR LAMPUNG
2015

PENDAHULUAN
Di negara kita RI ini, hukum waris yang berlaku secara nasioal belum terbentuk, dan hingga kini ada 3
(tiga) macam hukum waris yang berlaku dan diterima oleh masyarakat Indonesia, yakni hulum waris yang
berdasarkan hukum Islam, hukum Adat dan hukum Perdata Eropa (BW). Hal ini adalah akibat warisan hukum
yang dibuat oleh pemerintah kolonial Belanda untuk Hindia Belanda dahulu.

Kita sebagai negara yang telah lama merdeka dan berdaulat sudah tentu mendambakan adanya hukum
waris sendiri yang berlaku secara nasional (seperti halnya hukum perkawinan dengan UU Nomor 2
Tahun1974), yang sesuai dengan bangsa Indonesia yang berfalsafah Pancasila dan sessuai pula dengan aspirasi
yang benar-benar hidup di masyarakat.
Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata secara keseluruhan dan merupakan bagian
terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum waris erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia,
sebab setiap manusia akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian mengakibatkan masalah
bagaimana penyelesaian hak-hak dan kewajiban . Sebagaimana telah diatur dalam Kitab Undang-undang
Hukup Perdata (KUHPerdata) buku kedua tentang kebendaan dan juga dalam hukum waris Islam, dan juga
hukum waris adat.
Pada prinsipnya kewarisan adalah langkah-langkah penerusan dan pengoperaan harta peninggalan baik
yang berwujud maupun yang tidak berwujud dari seorang pewaris kepada ahli warisnya. maksudnya dari
pewaris ke ahli warisnya. Akan tetapi di dalam kenyataannya prose serta langkah-langkah pengalihan tersebut
bervariasi, dalam hal ini baik dalam hal hibah, hadiah dan hibah wasiat. ataupun permasalahn lainnya . Disini
penulis akan sedikit memaparkan bagaimana hukum kewarisan dalam persfektif hukum perdata barat
KUHPedata(BW), hukum waris Islam dan Hukum adat.

BAB II PEMBAHASAN
A. Hukum Waris Menurut BW
1. PENGERTIAN WARIS
Hukum waris ( erfrecht ) yaitu seperangkat norma atau aturan yang mengatur mengenai berpindahnya
atau beralihnya hak dan kewajiban ( harta kekayaan ) dari orang yang meninggal dunia ( pewaris ) kepada
orang yang masih hidup ( ahli waris) yang berhak menerimanya. Atau dengan kata lain, hukum waris yaitu
peraturan yang mengatur perpindahan harta kekayaan orang yang meninggal dunia kepada satu atau beberapa
orang lain.
Menurut Mr. A. Pitlo, hukum waris yaitu suatu rangkaian ketentuan ketentuan, di mana, berhubung dengan
meninggalnya seorang, akibat- akibatnya di dalam bidang kebendaan, diatur, yaitu : akibat dari beralihnya
harta peninggalan dari seorang yang meninggal, kepada ahli waris, baik di dalam hubungannya antara mereka
sendiri, maupun dengan pihak ketiga.
2. UNSUR UNSUR PEWARISAN

Di dalam membicarakan hukum waris maka ada 3 hal yang perlu mendapat perhatian, di mana ketiga
hal ini merupakan unsur unsur pewarisan :
1. Orang yang meninggal dunia / Pewaria / Erflater
Pewaris ialah orang yang meninggal dunia dengan meningalkan hak dan kewajiban kepada orang lain
yang berhak menerimanya. Menurut pasal 830 BW, pewarisan hanya berlangsung karena kematian. Menurut
ketentuan pasal 874 BW, segala harta peninggalan seorang yang meninggal dunia adalah kepunyaan sekalian
ahli warisnya menurut undang undang sekedar terhadap itu dengan surat wasiat tidak telah diambil setelah
ketetapan yang sah. Dengan demikian, menurut BW ada dua macam waris :
Hukum waris yang disebut pertama, dinamakan Hukum Waris ab intestato (tanpa wasiat). Hukum waris
yang kedua disebut Hukum Waris Wasiat atau testamentair erfrecht.
2. Ahli waris yang berhak menerima harta kekayaan itu / Erfgenaam
Ahli waris yaitu orang yang masih hidup yang oleh hukum diberi hak untuk menerima hak dan
kewajiban yang ditinggal oleh pewaris. Lalu, bagaiman dengan bayi yang ada dalam kandungan ?. Menurut
pasal 2 BW, anak yang ada dalam kandungan dianggap sebagai telah dilahirkan bilamanakeperluan si anak
menghendaki. Jadi, dengan demikian seorang anak yang ada dalam kandungan, walaupun belum lahir dapat
mewarisi karena dalam pasal ini hukum membuat fiksi seakan akan anak sudah dilahirkan.
Ahli waris terdiri dari :
Ahli waris menurut undang undang ( abintestato )
Ahli waris ini didasarkan atas hubungan darah dengan si pewaris atau para keluarga sedarah. Ahli waris
ini terdiri atas 4 golongan. Golongan I, terdiri dari anak anak, suami
( duda ) dan istri ( janda ) si pewaris;
Golongan II, terdiri dari bapak, ibu ( orang tua ), saudara saudara si pewris; Golongan III, terdiri dari
keluarga sedarah bapak atau ibu lurus ke atas ( seperti, kakek, nenek baik garis atau pancer bapak atau ibu ) si
pewaris; Golongan IV, terdiri dari sanak keluarga dari pancer samping ( seperti, paman , bibi ).
Ahli waris menurut wasiat ( testamentair erfrecht )
Ahli waris ini didasarkan atas wasiat yaitu dalam pasal 874 BW, setiap orang yang diberi wasiat secara
sah oleh pewaris wasiat, terdiri atas, testamentair erfgenaam yaitu ahli waris yang mendapat wasiat yang berisi
suatu erfstelling ( penunjukkan satu ataubeberapa ahli waris untuk mendapat seluruh atau sebagian harta
peninggalan ); legataris yaitu ahli waris karena mendapat wasiat yang isinya menunjuk seseorang untuk
mendapat berapa hak atas satu atau beberapa macam harta waris, hak atas seluruh dari satu macam benda
tertentu, hak untuk memungut hasil dari seluruh atau sebagian dari harta waris.
Jadi, dengan demikian ada tiga dasar untuk menjadi ahli waris, yaitu, ahli waris atas dasar hubungan
darah dengan si pewaris, ahli waris hubungan perkawianan dengan si pewaris, ahli waris atas dasar wasiat.
3. Harta Waris
Hal hal yang dapat diwarisi dari si pewaris, pada prinsipnya yang dapat diwarisi hanyalah hak hak
dan kewajiban dalam lapangan harta kekayaan. Hak dan kewajiban tersebut berupa, Aktiva ( sejumlah benda
yang nyata ada dan atau berupa tagihan atau piutang kepada pihak ketiga, selain itu juga dapat berupa hak
imateriil, seperti, hak cipta ); Passiva ( sejumlah hutang pewaris yang harus dilunasi pada pihak ketiga maupun
kewajiban lainnya ). Dengan demikian, hak dan kewajiban yang timbul dari hukum keluarga tidak dapat
diwariskan.

3. HAK DAN KEWAJIBAN PEWARIS


1. Hak Pewaris
Pewaris sebelum meninggal dunia berhak menyatakan kehendaknya dalam testament atau wasiat yang
isinya dapat berupa, erfstelling / wasiat pengangkatan ahli waris ( suatu penunjukkan satu atau beberapa orang
menjadi ahli waris untuk mendapatkan seluruh atau sebagian harta peninggalan ( menurut pasal 954 BW ),
wasiat pengangkatan ahli wari ini terjadi apabila pewaris tidak mempunyai keturunanatau ahli waris ( menurut
pasal 917 BW )); legaat / hibah wasiat ( pemberian hak kepada seseorang atas dasar wasiat yang khusus berupa
hak atas satu atau beberapa benda tertentu, hak atas seluruh benda bergerak tertentu, hak pakai atau memungut
hasil dari seluruh atau sebagian harta warisan ( menurut pasal 957 BW )).
2. Kewajiban Pewaris
Pewaris wajib mengindahkan atau memperhatikan legitime portie, yaitu suatu bagian tertentu dari harta
peningalan yang tidak dapat dihapuskan atau dikurangi dengan wasiat atau pemberian lainnya oleh orang yang
meninggalkan warisan ( menurut pasal 913 BW ). Jadi, pada dasarnya pewaris tidak dapat mewasiatkan
seluruh hartanya, karena pewaris wajib memperhatikan legitieme portie, akan tetapi apabila pewaris tidak
mempunyai keturunan , maka warisan dapat diberikan seluruhnya pada penerima wasiat.
4. HAK DAN KEWAJIBAN AHLI WARIS
1. Hak Ahli Waris
Setelah terbukanya warisan ahli waris mempunyai hak atau diberi hak untuk menentukan sikapnya,
antara lain, menerima warisan secara penuh, menerima dengan hak untuk mengadakan pendaftaran harta
peninggalan atau menerima dengan bersyarat, dan hak untuk menolak warisan.
2. Kewajiban Ahli Waris
Adapun kewajiban dari seorang ahli waris, antara lain, memelihara keutuhan harta peninggalan sebelum
harta peninggalan itu dibagi, mencari cara pembagian sesuai ketentuan, melunasi hutang hutang pewaris jika
pewaris meninggalkan hutang, dan melaksanakan wasiat jika pewarismeninggalkan wasiat.

5. PEMBAGIAN WARIS MENURUT BW


1. Golongan I,
Merupakan ahli waris dalam garis lurus ke bawah dari pewaris, yaitu anak, suami / duda, istri / janda
dari si pewaris. Ahli waris golongan pertama mendapatkan hak mewaris menyampingkan ahli waris golongan
kedu, maksudnya, sepanjang ahli waris golongan pertama masih ada, maka, ahli waris golongan kedua tidak
bisa tampil.
pasal 852 : Seorang anak biarpun dari perkawinan yang berlain lainan atau waktu kelahiran , laki atau
perempuan, mendapat bagian yang sama ( mewaris kepala demi kepala ). Anak adopsi memiliki kedudukan
yang sama seperti anak yang lahir di dalam perkawinannya sendiri .
Berbicara mengenai anak, maka, kita dapat menggolongkannya sebagai berikut :

Anak sah, yaitu anak yang dilahirkan atau ditumbuhkan sepanjang perkawinan dengan tidak
mempermasalahkan kapan anak itu dibangkitkan oleh kedua suami istri atau orang tuanya. Anak sah mewaris
secara bersama sama dengan tidak mempermasalahkan apakah ia lahir lebih dahulu atau kemudian atau
apakah ia laki laki atau perempuan.
Anak luar perkawinan, yaitu anak yang telah dilahirkan sebelum kedua suami istri itu menikah atau anak
yang diperoleh salah seorang dari suami atau istri dengan orang lain sebelum mereka menikah. Anak luar
perkawinan ini terbagi atas :
Anak yang disahkan, yaitu anak yang dibuahkan atau dibenihkan di luar perkawinan, dengan kemudian
menikahnya bapak dan ibunya akan menjadi sah, dengan pengakuan menurut undang undang oleh kedua
orang tuanya itu sebelum pernikahan atau atau dengan pengakuan dalam akte perkawinannya sendiri.
Anak yang diakui, yaitu dengan pengakuan terhadap seorang anak di luar kawin, timbullah hubungan
perdata antara si anak dan bapak atau ibunya tau dengan kata lain, yaitu anak yang diakui baik ibunya saja atau
bapaknya saja atau kedua duanya akan memperoleh hubungan kekeluargaan dengan bapak atau ibu yang
mengakuinya. Pengakuan terhadap anak luar kawin dapat dilakukan dalam akte kelahiran anak atau pada saat
perkawinan berlangsung atau dengan akta autentik atau dengan akta yang dibuat oleh catatan sipil.
Menurut pasal 693, hak waris anak yang diakui; 1/3 bagian sekiranya ia sebagai anak sah, jika ia
mewaris bersama sama dengan ahli waris golongan pertama, dari harta waris jika ia mewaris bersama
sama dengan golongan kedua, dari harta waris jika ia mewaris bersama dengan sanak saudara dalam yang
lebih jauh atau jika mewaris dengan ahli waris golongan ketiga dan keempat, mendapat seluruh harta waris jika
si pewaris tidak meninggalkan ahli wari yang sah.
Jika anak diakui ini meninggal terlebih dahulu, maka anak dan keturunannya yang sah berhak menuntut
bagian yang diberikan pada merka menurut pasal 863, 865.
Anak yang tidak dapat diakui, terdiri atas; anak zina ( anak yang lahir dari orang laki laki dan perempuan,
sedangkan salah satu dari mereka itu atau kedua duanya berada dalam ikatan perkawinan dengan orang
lain ), anak sumbang ( anak yang lahir dari orang lki laki dan perempuan, sedangkan diantara mereka
terdapat larangan kawin atau tidak boleh kawin karena masih ada hubungan kekerabatan yang dekat. Untuk
kedua anak ini tidak mendapatkan hak waris, mereka hanya mendapatkan nafkah seperlunya.
a. : Bagian seorang isteri ( suami ), kalau ada anak dari perkawinannya dengan yang meninggal dunia,
adalah sama dengan bagiannya seorang anak. Jika perkawinan itu bukan perkawinan yang pertama, dan dari
perkawinan yang dahulu ada juga anak anak, maka bagian dari janda ( duda ) itu tidak boleh lebih dari
bagian terkecil dari anak anak yang meninggal dunia. Bagaimanapun juga seorang janda ( duda ) tidak boleh
mendapat lebih dari dari harta warisan. Di atas disebut bahwa jika ada anak dari perkawinan yang dahulu,
maka bagian dari seorang janda ( duda ) tidak boleh lebih dari bagian terkecil dari anak anak peninggal
warisan. Lebih dahulu telah ada ketentuan bahwa bagian dari seorang anak adalah sama, meskipun dari lain
perkawinan. Untuk dapat mengerti arti dari kata terkecil itu, perlu diingat bahwa pasal ini adalah pasal yang
disusulkan kemudian yaitu dengan Stbld. 1935 No. 486, dengan maksud supaya memperbaiki kedudukan
seorang janda ( duda ) yang dengan adanya pasal itu bagiannya dipersamakan dengan seorang anak.
2. Golongan II
Merupakan, ahli waris dalam garis lurus ke atas dari pewaris, yaitu, bapak, ibu dan saudara saudara si
pewaris. Ahli waris ini baru tampil mewaris jika ahli waris golongan pertama tidak ada sama sekali dengan
menyampingkan ahli waris golongan ketiga dan keempat.

Dalam hal tidak ada saudara tiri :


854 : Jika golongan I tidak ada, maka yang berhak mewaris ialah : bapak, ibu, dan saudara. Ayah dan
ibu dapat : 1/3 bagian, kalau hanya ada 1 saudara; bagian, kalau ada lebihh dari saudara. Bagian dari saudara
adalah apa yang terdapat setelah dikurangi dengan bagian dari orang tua.
855 : Jika yang masih hidup hanya seorang bapak atau seorang ibu, maka bagiannya ialah : kalau ada
1 saudara; 1/3 kalau ada 2 saudara; kalau ada lebih dari 2 orang saudara. Sisa dari warisan, menjadi
bagiannya saudara ( saudara saudara )
856 : Kalau bapak dan ibu telah tidak ada, maka deluruh warisan menjadi bagian saudara saudara.
857 : Pembagian antara saudara saudara adalah sama, kalau mereka itu mempunyai bapak dan ibu
yang sama.
Dalam hal ada saudara tiri :
Sebelum harta waris dibagikan kepada saudara saudaranya, maka harus dikeluarkan lebih dulu untuk
orang tua si pewaris, jika masih hidup. Kemudian sisanya baru dibagi menjadi dua bagian yang sama. Bagian
yang ke satu adalah bagian bagi garis bapak dan bagian yang kedua adalah sebagai bagian bagi garis ibu.
Saudara saudara yang mempunyai bapak dan ibu yang sama mendapat bagian dari bagian bagi gariss bapak
dan bagian bagi garis ibu. Saudara saudara yang hanya sebapak atau seibu dapat bagian dari bagian bagi
garis bapak atau bagi garis ibu saja.
3. Golongan III
Merupakan, keluarga sedarah si bapak atau ibu pewaris, yaitu kakek, nenek baik pancer bapak atau ibu
dari si pewaris. Dalam hal ini, ahli waris golongan ketiga baru mempunyai hak mewaris, jika ahli waris
golongan pertama dan kedua tidak ada sama sekali dengan menyampingkan ahli waris golongan keempat.
853 : 858 ayat 1. Jika waris golongan 1 dan garis golongan 2 tidak ada, maka warisan dibelah menjadi
dua bagian yang sama.
Yang satu bagian diperuntukkan bagi keluarga sedarah dalam garis bapak lurus ke atas; yang lain bagian
bagi keluarga sedarah dalam garis ibu lurus ke atas. Waris yang terdekat derajatnya dalam garis lurus ke atas.
Waris yang terdekat derajatnya dalam garis lurus ke atas mendapat setengah warisan yang jatuh pada garisnya (
pancernya ). Kalau derajatnya sama, maka waris itu pada tiap garis pancer mendapat bagian yang sama
( kepala demi kepala ). Kalau di dalam satu garis ( pancer ) ada keluarga yang terdekat derajatnya, maka orang
itu menyampingkan keluarga dengan derajat yang lebih jauh.
Pasal ini menguraikan keadaan jika anak ( dan keturunannya ), isteri orang tua, dan saudara tidak ada.
Maka di dalam hal ini warisan jatuh pada kakek dan nenek. Karena tiap orang itu mempunyai bapak dan ibu,
dan bapak dan ibu itu mempunyai bapak dan ibu juga, maka tiap orang mempunyai 2 kakek dan 2 nenek.
1 kakek dan 1 nenek dari pancer bapak dan 1 kakek dan 1 nenek dari pancer ibu. Dengan telah
meninggalnya bapak dan ibu maka adalah wajar jika warisan itu jatuh pada orang orang yang menurunkan
bapak dan ibu. Di dalam hal ini maka warisan dibelah menjadi dua. Satu bagian diberikan kepada kakek dan
nenek yang menurunkan bapak dan bagian lain kepada kakek dan nenek yang menurunkan ibu. Jika kakek dan
nenek tidak ada maka warisan jatuh kepada orang tuanya kakek dan nenek. Jika yang tidak ada itu hanya kakek
atau nenek maka bagian jatuh pada garisnya, menjadi bagian yang masih hidup.
4. Golongan IV
Merupakan, sanak keluarga dalamgaris ke samping dari si pewaris, yaitu paman, bibi.

858 ayat 2. Kalau waris golongan 3 tidak ada maka bagian yang jatuh pada tiap garis sebagai tersebut
dalam pasal 853 dan pasal 858 ayat 2, warisan jatuh pada seorang waris yang terdekatpada tiap garis. Kalau
ada beberapa orang yang derajatnya sama maka warisan ini dibagi bagi berdasarkan bagian yang sama.
861. Di dalam garis menyimpang keluarga yang pertalian kekeluargaannya berada dalam suatu derajat
yang lebih tinggi dari derajat ke 6 tidak mewaris.
Kalau hal ini terjadi pada salah satu garis, maka bagian yang jatuh pada garis itu,menjadi haknya
keluarga yang ada di dalam garis yang lain, kalau orang ini mempunyai hak kekeluargaan dalam derajat yang
tidk melebihi derajat ke 6.
873. Kalau semua orang yang berhak mewaris tidak ada lagi maka seluruh warisan dapat dituntut oleh
anak di luar kawin yang diakui.
832. Kalau semua waris seperti disebut di atas tidak ada lagi, maka seluruh warisan jatuh pada Negara.
5. Ahli Waris berdasarkan Penggantian Tempat / Ahli Waris Pengganti (Plaatsvervulling / representatie)
Adapun syarat syarat untuk menjadi ahli waris pengganti adalah sebagai berikut :
Orang yang digantikan tempatnya itu harus telah meninggal dunia terlebih dahulu dari si pewaris.
Orang yang sudah meninggal dunia itu meninggalkan keturunan .
Orang yang digantikan tempat itu tidak menolak warisan.
WARIS WASIAT ( TESTAMENT )
Suatu wasiat atau testament ialah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki
setelahnya ia meninggal.
Pasal 875, surat wasiat atau testament adalah suatu akta yang berisi pernyataan sesorang tentang apa
yang akan terjadi setelah ia meninggal, dan yang olehnya dapat ditarikkembali.
SYARAT SYARAT WASIAT
1. Syarat Syarat Pewasiat
Pasal 895 : Pembuat testament harus mempunyai budi akalnya, artinya tidak boleh membuat testament
ialah orang sakit ingatan dan orang yang sakitnya begitu berat, sehingga ia tidak dapat berpikir secara teratur.
Pasal 897 : Orang yang belum dewasa dan yang belum berusia 18 tahun tidak dapat membuat testament.
2. Syarat Syarat Isi Wasiat
Pasal 888 : Jika testament memuat syarat syarat yang tidak dapat dimengerti atau tak mungkin dapat
dilaksanakan atau bertentangan dengan kesusilaan, maka hal yang demikian itu harus dianggap tak tertulis.
Pasal 890 : Jika di dalam testament disebut sebab yang palsu, dan isi dari testament itu menunjukkan
bahwa pewaris tidak akan membuat ketentuan itu jika ia tahu akan kepalsuannya maka testament tidaklah
syah.
Pasal 893 : Suatu testament adalah batal, jika dibuat karena paksa, tipu atau muslihat.
Selain larangan larangan tersebut di atas yang bersifat umum di dalam hukum waris terdapat banyak
sekali larangan larangan yang tidak boleh dimuat dalam testament. Di antara larangan itu, yang paling
penting ialah larangan membuat suatu ketentuan sehingga legitieme portie ( bagian mutlak para ahli waris )
menjadi kurang dari semestinya.
JENIS JENIS WASIAT

1. Jenis Wasiat menurut Isinya


Menurut isinya, maka ada 2 jenis wasiat :
Wasiat yang berisi erfstelling atau wasiat pengangkatan waris. Seperti disebut dalam pasal 954 wasiat
pengangkatan waris, adalah wasiat dengan mana orang yang mewasiatkan, memberikan kepada seorang atau
lebih dari seorang, seluruh atau sebagian ( setengah, sepertiga ) dari harta kekayaannya, kalau ia meninggal
dunia. Orang orang yang mendapat harta kekayaan menurut pasal itu adalah waris di bawah titel umum.
Wasiat yang berisi hibah ( hibah wasiat ) atau legaat. Pasal 957 memberi keterangan seperti berikut :
Hibah wasiat adalah suatu penetapan yang khusus di dalam suatu testament, dengan mana yang mewasiatkan
memberikan kepada seorang atau beberapa orang; beberapa barang tertentu, barang barang dari satu jenis
tertentu, hak pakai hasil dari seluruh atau sebagian dari harta peninggalannya. Orang orang yang mendapat
harta kekayaan menurut pasal ini disebut waris di bawah titel khusus.
2. Jenis Wasiat menurut Bentuknya
Selain pembagian menurut isi, masih ada lagi beberapa jenis wasiat dibagi menurut bentuknya. Menurut
pasal 931 ada 3 rupa wasiat menurut bentuk :
Wasiat ologafis, atau wasiat yang ditulis sendiri
Wasiat ini harus ditulis dengan tangan orang yang akan meninggalkan warisan itu sendiri, harus diserahkan
sendiri kepada seorang notaris untuk disimpan, penyerahan harus dihadiri oleh dua orang saksi.
Wasiat umum ( openbaar testament )
Dibuat oleh seorang notaris, orang yang akan meninggalkan warisan menghadap para notaris dan menyatakan
kehendaknya. Notaris ini membuat suatu akta dengan dihadiri oleh 2 orang saksi.
Wasiat rahasia atau wasiat tertutup
Dibuat sendiri oleh orang yang akan meninggalkan warisan, tetapi tidak diharuskan menuliskan dengan
tangannya sendiri, testament ini harus selalu tertutup dan disegel. Penyerahannya kepada notaris harus
disaksikan 4 orang saksi.
6. PENCABUTAN DAN WASIAT
Di antara pencabutan dan gugurnya wasiat ada perbedaan; pencabutan ialah di dalam hal ini ada suatu
tindakan dari pewaris yang meniadakan suatu testament, sedangkan, gugur ialah tidak ada tindakan dari
pewaris tapi wasiat tidak dapat dilaksanakan, karena ada hal hal di luar kemauan pewaris.
1. Tentang Pencabutan Suatu Wasiat
Mengenai pencabutan wasiat secara tegas ada ketentuan ketentuan seperti berikut :
992 : Suatu surat wasiat dapat dicabut dengan ; surat wasiat baru dan akta notaris khusus. Arti kata
khusus di dalam hal ini ialah bahwa isi dari akta itu harus hanya penarikan kembali itu saja.
2. Tentang Gugurnya Suatu Wasiat
997 : Jika suatu wasiat memuat suatu ketetapan yang bergantung kepada suatu peristiwa yang tak tentu :
maka jika si waris atau legataris meninggal dunia, sebelum peristiwa itu terjadi, wasiat itu gugur.
998 : Jika yang ditangguhkan itu hanya pelaksanaannya saja, maka wasiat itu tetap berlaku, kecuali ahli
waris yang menerima keuntungan dari wasiat itu.
B. Hukum Waris Dalam Islam
1. RUKUN WARIS

Menurut bahasa, sesuatu dianggap rukun apabila posisinya kuat dan dijadikan sandaran, seperti
ucapan: saya berukun kepada Umar. Maksudnya adalah saya bersandar pada pendapat Umar.
Menurut istilah, rukun adalah keberadaan sesuatu yang menjadi bagian atas keberadaan sesuatu yang
lain. Contohnya adalah sujud dalam shalat. Sujud dianggap sebagai rukun, karena sujud merupakan bagian
darai shalat. Karena itu, tidak dikatan shalat jika tidak sujud. Dengan kata lain, rukun adalah sesuatu yang
keberadaannya mampu menggambarkan sesuatu yang lain, baik sesuatu itu hanya bagian dari sesuatu yang lain
maupun yang mengkhususkan sesuatu itu.
Dengan demikian, rukun waris adalah sesuatu yang harus ada untuk mewujudkan bagian harta waris
di mana bagian harta waris tidak akan ditemukan bila tidak ada rukun-rukunnya. Rukun-rukun untuk mewarisi
ada tiga.
1.
Al-Muwaris, yaitu orang yang meninggal dunia atau mati, baik mati hakiki maupun mati hukmiy suatu
kematian yang dinyatakan oleh keputusan hakim atas dasar beberapa sebab, kendati sebenarnya ia belum mati,
yang meninggalkan harta atau hak.
2.
Al-Warits, yaitu orang hidup atau anak dalam kandungan yang mempunyai hak mewarisi, meskipun
dalam kasus tertentu akan terhalang.
3.
Al-Mauruts, yaitu harta benda yang menjadi warisan. Sebagian ulama faraidh menyebutnya
dengan mirats atau irts. Termasuk dalam kategorti warisan adalah harta harta atau hak hak yang mungkin
dapat diwariskan, seperti hak qishash (perdata), hak menahan barang yang belum dilunasi pembayaranya, dan
hak menahan barang gadaian.

2. Syarat Waris
Lafal syuruth syarat syarat adalah bentuk jamak dari syarath syarat. Menurut bahasa syarat
berarti tanda, seperti syarth as-saah tanda-tanda hari kiamat. Allah swt berfirman.
Sedangkan syarat menurut istilah adalah sesuatu yang karena ketiadaannya, tidak akan ada hukum.
Misalnya thahara bersuci adalah syarat sahnya shalat. Jika tidak bersuci sebelum melakukan shalat, niscaya
shalatnya tidak sah. Akan tetapi, melakukan thaharar bukan berarti hendak shalat saja. Dengan demikian,
apabila tidak ada syarat-syarat waris, berarti tidak ada pembagian harta waris. Meskipun syarat-syarat waris
terpenuhi, tidak serta merta harta waris langsung dibagikan. Contoh untuk kasus ini adalah keberadaan ahli
waris yang masih hidup merupakan salah satu syarat mewarisi harta si mayit. Jika syarat hidupnya tidak
terpenuhi, tentunya pembagian harta waris juga tidak bisa dilakukan. Meskipun syarat-syarat itu telah
terpenuhi, tidak serta merta ahli waris mendapatkan harta waris, karena ahli waris dapat terhalang oleh ahli
waris yang lain untuk mendapatkan bagian harta waris kendati syarat mendapatkan harta waris telah terpenuhi.
Oleh karena itu, persoalan warisan memerlukan syarat-sayarat sebagai berikut.
Pertama, matinya orang yang mewariskan. Kematian orang yang mewariskan, menurut ulama
dibedakan menjadi tiga: 1) mati hakiki (sejati); 2) matihukmiy (menurut putusan hakim); dan 3)
mati taqdiriy (menurut perkiraan).

Kedua, ahli waris yang hidup, baik secara hakiki maupun hukmiy, setelah kematian si mayit,
sekalipun hanya sebentar, memiliki hak atas harta waris. Sebab Allah swt. di dalam ayat-ayat waris dengan
huruf lam yang mewujudkan kepemilikan, di mana kepemilikan tidak terwujud, kecuali hanya bagi orang yang
hidup.
Adapun cara penyelidikan hidup tidaknya ahli waris setelah kematian si mayit, dilakukan dengan
pengujian, pendeteksian, dan kesaksian dua orang yang adil. Contoh dari hidupnya ahli waris
secara hukmiy adalah anak yang berada di dalam kandungan. Ia dapat mewarisi dari si mayit, jika
keberadaannya benar-benar terbukti di saat kematian si mayit, dengan satu syarat bahwasannya ia benar-benar
hidup ketika lahirnya nanti.
Ketiga, mengetahui sebab-sebab yang mengikat ahli waris dengan si mayit, seperti garis kekerabatan
perkawinan, dan perwalian. Maksudnya, ahli waris harus mengetahui bahwa dirinya adalah termasuk ahli
waris dari garis kerabat nasab (kerabat yang tidak memperoleh bagian tertentu, tetapi mendapatkan sisa
dari ash-habul furudh atau mendapatkan peninggalan bila tidak ada ash-habul furudhseorang pun), atau garis
kerabat nasab dan perkawinan, serta dari garis wala. Hal yang seperti itu diberitahukan karena setiap garis
keturunan memiliki hukum yang berbeda-beda.
3. SEBAB-SEBAB MEWARISKAN
Sebab menurut bahasa ialah sesuatu yang menyampaikan kepada sesuatu yang lain, baik sesuatu
tersebut bisa diraba, seperti tali, sebagaimana firman Allah swt.,
... Hendaklah ia merentangkan tali ke langi... (al-Hajj : 15), atau, sesuatu itu
abstrak, seperti ilmu; ia menjadi sebab kepadakebaikan, sebagai firman Allah swt.,

.kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu. (al-kahfi : 84).
Adapun sebab menurut istilah adalah satu hal yang mengharuskan keberadaan hal yang lain, sehingga hal yang
lain itu menjadi ada dan ketiadaan satu hal itu menjadikan hal yang lain tidak ada secara substansial.
Contohnya api merupakan sebab terjadinya kebakaran.
Definisi ulama yang mengatakan bahwa keberadaan sesuatu mengharuskan adanya sesuatu lain, dengan
sendirinya mengecualikan makna syarat, karena syarat tidak mengharuskan adanya sesuatu.
Dengan demikian, sebab-sebab adanya pewarisan adalah sesuatu yang mewajibkan adanya hak
mewarisi, jika sebab-sebabnya terpenuhi. Demikian juga hak mewarisi menjadi tidak ada jika sebab-sebabnya
tidak terpenuhi.
Sebab-sebab mewarisi terbagi menjadi dua; pertama, yang disepakati;kedua,yang diperselisihkan oleh
para ulama faraidh. Sebab-sebab mewarisi yang disepakati, ada tiga, yaitu sebagai berikut.
a.

1. Sebab-Sebab Mewariskan yang Disepakati.


Kekerabatan

Kekerabatan ialah hubungan nasab antara rang yang mewariskan dengan orang yang mewarisi, yang
disebabkan oleh kelahiran, baik dekat maupun jauh. Dalil-dalil wariskarena sebab kekerabatan, antara lain
terdapat dakama firmana Allah swt., di bawah ini.







Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bagian seorang anak
lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari
dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka
ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta
yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai
anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu
mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas)
sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan
anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu.
Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (an-Nisa : 11).







Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak
mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang
ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri
memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai
anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat
yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun
perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara
laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua
jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka
bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar
hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu
sebagai) syariat yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun. (an-Nisa :
176).
Yang dapat mewarisi dari garis hubungan kekerabatan adalah ushul leluhur si mayit, furu keturunan
mayit dan hawasyi si mayit keluarga dari jalur horizontal.
a.
Golongan ushul adalah;

Ayah, kakek dan jalurnya keatas


Ibu, nenek (ibunya suamai dan ibunya istri), dan jalur keatasnya.

b.

Golongan furu adalah;


Anak laki-laki, cucu, cicit dan jalur ke bawahnya.

c.

Anak perempuan, cucu, cicit dan jalur ke bawahnya.


Golongan hawasyi adalah;

Saudara laki-laki dan perempuan secara mutlak, baik saudara kandung maupun, seayah, atau seibu.
Anak-anak saudara kandung atau seayah.

Paman sekandung, seayah, dan anak laki-lakinya paman sekandung.


Terkadang, Faktor nasab menjadi sebab seorang dapat mewarisi harta peninggalan dari dua jalur,

seperti anak laki-laki mewarisi bersama ayahnya, saudara laki-lakinya. Faktor nasab pun dapat menjadi sebab

seseorang mewarisi harta peninggalan dari satu jalur, seperti anak laki-laki saudara laki-laki sekandung atau
seayah mewarisi bersama saudara perempuan ayah. Ketika saudara perempuan ayah meninggal dunia, anak
laki-laki dari saudara laki-laki sekandung atau seayah dapat mewarisi harta peninggalan saudara perempuan
ayah, dan bukan sebaliknya.
Demikian juga ketika anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung atau seayah meninggal dunia,
saudara perempuan ayah tidak bisa mewarisi harta peninggalannya, karena saudara perempuan ayah termasuk
golongan dzawi al-arham, seperti ibunya mewarisi bersama anak dari anak perempuannya. Oleh karena itu,
nenek dari ibu dapat mewarisi peninggalan cucu dari anak perempuan jika ia meninggal dunia. Bukan
sebaliknya, cucu dari anak perempuan tidak bisa mewarisi warisan nenek dari ibu karena cucu dari anak
perempuan termasuk golongan dzawi al-arham. Ketetapan ini dibuat berdasarkan pendapat ulama yang
menegaskan bahwa golongan dzawi al-arham tidak bisa mewarisi.
b.
Pernikahan
Pernikahan merupakan akad yang sah (menurut sytariat) sekalipun hubungan intim
dan khulwah belum dilakukan, dan meskipun orang yang menikah menderita sakit keras. Sementara itu, Imam
Malik berpendapat bahwa akad dianggap batal jika salah satu dari orang yang menikah sakit keras. Kalau
kondisinya demikian, waris-mewarisi tidak dapat dilakukan.
Dalil yang menyebutkan adanya ikatan perkawinan sebagai salah satu sebab terjadinya waris-mewarisi
adalah,
Lalu, siapa saja dari ahli waris yang dapat mewarisi karena garis perkawinan? Mereka adalah
suami yang istrinya meninggal dan istri yang suaminya meninggal. Mereka telah terikat dengan akad yang sah,
mesikpun belum terhubung intim dan khulwah, karena keumuman ayat, bagimu (suami-suami) seperdua
dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu. Seorang wanita menjadi istri seorang laki-laki melalui akad
perkawinan di mana ia tidak dapat menjadi seorang istri melainkan dengan akad perkawinan yang sah.
c. Hak Waris bagi Istri yang Ditalak
Talak ada yang berstatus rajiy sewaktu-waktu bisa kembali, bain tidak dapat kembali lagi, dalam
keadaan sehat, atau dalam keadaan sakit keras. Bila talak dilakukan ketika suami istri dalam keadaan sakit
keras, waris-mewarisi dapat dilakukan dan dalam kondisi yang lain tidak dapat dilakukan. Jika talaknya
adalahrajiy, yakni bila suami menalak istrinya dalam suatu pernikahan yang sah, baik sudah digauli atau
belum, yang kurang dari tiga kali talak, dengan tanpa membayar mas kawin baru.
Talak rajiy tidak dapat menjadi penghalang bagi laki-laki dan perempuan yang pernah memiliki akad
pernikahan untuk saling mewarisi, baik seseorang suami menalak istrinya dalam keadaan sehat maupun sakit.
Dengan demikian, hak suami-istri untuk saling mewarisi tidak hilang. Jadi, bila suami meninggal dunia,
dengan meninggalkan istrinya yang sedang iddah rajiy, maka istrinya masih dapat mewarisi harta peninggalan
suaminya. Demikian pula sebaliknya, suami dapat mewarisi harta peninggalan istrinya yang meninggal dunia
sebelum masa iddah-nya berakhir.
Adapun jika talaknya adalah bain (tidak dapat kembali) dan jatuh di saat penalakannya dalam keadaan
sehat, talak semacam ini dapat menghalangi hak waris-mewarisi, dengan demikian, istri yang ditalak oleh
suaminya, pada kondisi seperti ini, tidak dapat mewarisi harta peninggalan suaminya, menurut kesepakatan
para ulama; karena putusnya ikatan perkawinan sejak talak dijatuhkan. Demikian pula suami, tidak dapat
mewarisi peninggalan istri, bila istri meninggal dunia dalam kondisi seperti ini, karena sebab yang sama, yakni
putusnya tali perkawinan, sehingga hak waris-mewarisi menjadi hilang.

d. Wala
Wala berarti tetapnya hukum syara karena membebaskan budak. Dalam konteks ini, wala yang
dimaksud adalah wala al-ataqah, yakni yang disebabkan adanya pembebasan budak, dan bukan dimaksudkan
dengan wala al-mawlah danmuhalafah membebaskan budak karena kepemimpinan dan adanya ikatan sumpah,
karena keduanya mempunyai muatan yang berbeda-beda dalam sebab-sebab pewarisan.
Adapun yang dimaksud dengan wala al-ataqah adalah ushubah. Penyebabnya adalah kenikmatan
pemilik budak yang dihadiahkan kepada budaknya dengan membebaskan budak melalui pencabutan hak
mewakilkan dan hak mengurusi harta bendanya, baik secara sempurna maupun tidak. Tujuannya
adalah tathawwu melaksanakan anjuran syariat atau kewajiban, sekalipun dengan imbalan. Dalam hal ini
bentuk pembebasan mengakibatkan pada penetapan hakwala.
Adapun yang dapat mewarisi dengan sebab wala adalah pemilik budak laki-laki dan perempuan yang
telah melangsungkan pembebasan budak. Lalu, keduanya menjadi ashabah, yaitu ashabah bin nafs .
sebab, wala dapat mewarisi dan bukan diwarisi. Tanpa budak yang dibebaskan, niscaya wala tidak dapat
mewarisi dari pembebasan budak atau tuannya. Dengan demikian, waladapat mewarisi hanya dari satu sisi
saja, yakni sisi orang yang memerdekakan budak.
2. Sebab-Sebab Mewariskan yang Diperselisihkan
Termasuk sebab-sebab mewariskan yang diperselisihkan oleh para ulama faraid adalah baitulmal
dan wala al-muwalah. Berikut secara ringkas mengenai keduanya.
a.

Baitulmal
Para ahli fiqih berselisih pendapat tentang baitulmal yang menjadi salah satu sebab boleh

tidaknya mewarisi. Dalah hal ini, ada tiga pendapat sebagaimana berikut.
Pertama, baitulmal sebagai penyebab mewarisi secara mutlak, baik baitulmal yang terorganisasi
maupun tidak. Jika seorang muslim mengenai dunia dan tidak mempunyai seorang pun ahli waris yang
mewarisi harta peninggalannya, dengan salah satu dari sebab-sebab mewarisi yang telah disepakati, maka
baitulmal berhak mewarisi harta peninggalan tersebut serta menggunakannya untuk kemaslahatan kaum
muslimin. Sebab, kaum muslimin pun dibebani kewajiban membayar diyah (denda) untuk saudaranya sesama
muslim yang tidak berkerabat. Dengan demikian, kedudukan mereka bagaikan ashabah (golongan yang
mewarisi) dalam lingkungan kerabat. Pendapat ini dikemukakan oleh kalangan Malikiyah dan Imam SyafiI
dan qaul qadim pendapat lamanya berbeda di Baghdad.
Kedua, baitulmal menjadi ahli waris jika terorganisasi. Dengan demikian, andai seorang muslim
meninggal dunia tidak memiliki ahli waris sama sekali, harta peninggalan tersebut diserahkan ke baitulmal,
bukan atas dasar kemaslahatan tau kepentingan sosial, tetapi untuk diwarisi oleh kaum muslimin
secara ushubah. Pendapat ini dikemukakan Imam Syafii dalam qaul jadid fatwa-fatwa beliau ketika beliau
pindah ke Mesir. Kalangn Malikiyah dan Syafiiyyah yang bersandar pada pendapat ini berargumentasi
dengan sabda Rasulullah saw.,Aku adalah ahli waris yang tidak mempunyai ahli waris. Aku dapat membayar
dendanya dan mewarisi.
Ketiga, baitulmal bukan menjadi penyebab mewarisi secara mutlak, naik ia terorganisir maupun
tidak. Ini adalah pendapat kalangan Hanafiyyah dan Hambaliyyah. Kalangan ulama yang berpegang pada
pendapat ini bersandar pada firman Allah swt

Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu, sebagian mereka lebih berhak terhadap
sesamanya (dari yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. (al-Anfaal (8):75)
b.

Wala al-Muawalah
Wala al-muwalah adalah waris-mewarisi dengan akad muawalah(perwalian). Ada tiga pendapat

mengenai waris-mewarisi dengan sebab wala al-muwalah di dalam Islam. Pertama, wala al-muwalah sama
sekali tidak dikenal di dalam ajaran Islam. Pendapat ini diceritakan oleh ar-Rafiiy dari al-Qhadi arRayyaniy. Kedua, wala al-muwalah telah dikenal di masa awal-awal Islam, kemudian di-nashkan. Ini adalah
pendapat Imam Malik, dan Imam Syafii.
B.4. BEBERAPA PENGHALANG DALAM HUKUM WARIS
Kata al-mawani beberapa penghalang adalah bentuk jamak dari mani. Meurut
bahasa, mani berarti penghalang diantara dua hal. Contohnya, ini merupakan mani antara ini dengan ini.
Maksudnya, merupakan penghalang diantara keduanya. Sedangkan menurut istilah mani berarti sesuatu yang
mengharuskan ketiadaan sesuatu yang lain. Tentu saja ketiadaan sesuati yang lain itu, tidak serta merta
bermakna secara substansial. Dengan demikian, mani adalah keberadaannya, syarat adalah ketiadaannya, dan
sebab adalah keberadaan dan ketiadaannya.
Jadi, yang dimaksud dengan beberapa penghalang mewarisi ialah keberadaan penghalang yang
menggugurkan hak seseorang untuk mewarisi harta peninggalan. Namun, ketiadaan penghalang bukan berarti
harus memberikan hak waris kepada seseorang. Dengan kata lain, yang dimaksud dengan penghalangpenghalang mewarisi ialah tindakan atau hal-hal yang dapat mengguhurkan hak seseorang untuk mewarisi
harta peninggalan setelah adanya sebab-sebab mewarisi.
Beberapa penghalang mewarisi terbagi menjadi dua bagian;
Pertama, bagian yang telah disepakati.
Kedua, bagian yang diperselihsihkan.
Bagian pertama (bagian yang disepakati) ada tiga macam, yakni, berlainan agama, perbudakan, dan
pembunuhan. Ketiga macam ini telah disepakati oleh para ulama sebagai penghalang-penghalang mewarisi,
sehingga dinamakan denganmawani.
Sedangkan yang kedua (yang diperselihsihkan), ada dua macam; pertama, yang disepakati sebagai
penghalang, namun terjadi perselihsihan dalam penamaannya dengan mani. Penghalang macam ini adalah
murtad (keluar dari agama). Para ulama fiqih telah bersepakat bahwa murtad merupakan penghalang mewarisi
harta peninggalan, namun perselihsihannya hanya pada penamaan saja, yakni apakah namanya mani yang
independen atau dimasukkan dalam kategori penghalang berlainan agama; kedua, yang diperselisihkan dalam
menghalangi mewarisi dan dalam penamaannya sebagai mani, adalah ketidakjelasan waktu kematian dan
berlainan negara.
1. Penghalang-penghalang yang Disepakati
a.
Berlainan Agama
Para ahli fiwih telah bersepakat bahwasannya, berlainan agama antara orang yang mewarisi dengan
orang yang mewariskan, merupakan salah satu penghalang dari beberapa penghalang mewarisi. Berlainan
agama terjadi anatara satu agama dengan syariat yang berbeda.

Agama ahli waris yang berlainan merupakan penghalang untuk mewarisi dalam hulum waris. Dengan
demikian, orang kafir tidak bisa mewarisi orang Islam dan seorang muslim tidak dapat mewarisi harta orang
kafir. Sebagaimana sabda Nabi saw.


Orang Islam tidak dapat mewarisi harta orang harta orang kafir dan orang kafir pun tidak dapat mewarisi
harta orang Islam. (HR Mutafaq alaih)
b.

Perbudakan
Perbudakaan dianggap sebagai penghalang waris-mewarisi ditinaju dari dua sisi. Oleh karena itu,

budak tidak dapat mewarisi harta peningggalan dari ahli warisnya dan tidak dapat tidak dapat mewariskan
harta untuk ahli warisnya. Sebab, ketika ia mewarisi harta peninggalan dari ahli warisnya, niscaya yang
memiliki warisan tersebut adalah tuannya, sedangkan budak tersebut merupakan orang asing (bukan anggota
keluarga tuannya).
c.

Pembunuhan
Pembunuhan ialah kesengajaan seseorang mengambil nyawa orang lain secara langsung atau tidak.

Para ulama fiqih telah bersepakat bahwa pembunuhan merupakan salah satu penghalang dalam hukum waris.
Dengan demikian seorang pembunuh tidak bisa mewarisi harta peninggalan orang yang dibunuhnya. Hal ini
berdasarkan sabda Nabi saw.

seorang pembunuh tidak dapat mewarisi harta sedikit pun.(HR Abu Daud).
2. Penghalang-Penghalang yang diperselisihkan
a. Riddah
Adapun yang dimaksud dengan riddah ialah keluar dari agam Islam. Orangnya di sebut murtad, baik
dalam keadaan dapat membedakan secara sadar, maupun dalam keadaan bercanda. Para ulama fiqh bersepakat
bahwasannya riddah dapat menghalangi hak mewarisi. Seorang yang murtad tidak dapat mewarisi harta
peninggalan kerabatnya yang sama-sama murtad, orang kafir dan seorang muslim. Dengan demikian, tidak ada
jalan untuk saling mewarisi dari kerabatnya yang sama-sama murtad karena harta peninggalannya
merupakan fai (harta benda atau kekayaan negara yang diperoleh dari nonmuslim dengan jalan menarik pajak,
bea, dan mengurus harta orang murtad).
b. Berlainan negara di antara Sesama Orang Kafir
Termasuk dalam kategori ini adalah kaum dzimmiy (golongan nonmuslim yang mendapat perlindungan
dari pemerintahan Islam yang mendapat perlindungan dari pemerintahan Islam dan bersedia tunduk aturan
pemerintahan Islam ), danmustamin dan harbiy termasuk dalam golongan warga negara dari dar harb (wilayah
perang) karena kemungkinannya dia kembali ke negara asalnya, sedangkan dzimmiy tergolong warga negara
Islam.
c.
Ketidakjelasan Waktu Kematian
Penghalang yang ketiga ini (ketidakjelasan waktu kematian) telah disebutkan oleh Imam an-Nawawi
dalam kitab Minhaj.
penghalang yang kelima dari penghalang-penghalang waris-mewarisi ialah ketidak jelasan waktu kematian.
Dengan demikian, bila orang yang dapat mewarisi meninggal dunia bersama-sama, misalnya akibat

tenggelam, kebakaran, keruntuhan bangunan atau hilang di hutan, kemudian tidak diketahui siapa di antara
mereka berdua yang lebih dahulu meninggal dunia, muka kedua-duanya tidak dapat saling mewarisi.[1]
Hal tersebut dikarenakan salah satu syarat waris-mewarisi ialah hidupnya orang yang mewarisi di saat
kematian orang yang mewariskan,sedangkan pada contoh yang di atas syarat tersebut tidak terwujud. Dengan
demikian, harta waris setiap mayit yang meninggal akibat tenggelam atau yang lainnya dibagikan untuk ahli
waris mereka yang lain, karean Allah swt. Memberikan warisan kepada ahli waris yang masih hidup, di mana
harta waris tersebut diambil dari kerabat yang sudah meninggal dunia. Sedangkan pada kesempatan ini, kita
tidak mengetahui hidupnya ahli waris, sehingga ahli waris itu tidak bisa mewarisi.
Adapun kebanyakan ahli fiqh tidak menggap ketidakjelasan waaktu kematian merupakan salah satu
penghalang mewarisi, karena yang dimaksud dengan mani ialah sesuatau yang menghimpun sebab dan syarat.
Artinya, maniakan ditemukan bersamaan dengan adanya sebab dan syarat . ketiadaan waris-mewarisi akibat
ketidakjelasan waktu kematian disebabkan oleh ketiadaan syarat, yakni kepastian hidupnya ahli waris di saat
kematian orang yang mewariskan.
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa penghalang-penghalang waris-mewarisi yang
sudah disebutkan terbagi menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.
1) Hal-hal yang disepakati sebagai penghalang waris-mewarisi, yang diberi nama dengan mani (penghalang),
dadalah berlainan agama, perbudakan, dan pembunuhan.
2) Hal-hal yang disepakati sebagai penghalang waris-mewarisi, namun penamaannya diperselisihkan, yaitu
kemurtadan.
3)
Hal-hal yang diperselisihkan sebagai penghalang dan penamaannya dengan mani adalah berlainan
negara diantara orang-orang kafirdzimmiy dan harbiy serta ketidak jelsan waktu kematian.

PENUTUP
a. Kesimpulan
Perbandingan waris dalam hukum waris islam, hukum perdata barat (BW, terdapat beberapa persamaan dan
perbedaan pengaturan waris. Dalam hal persamaan terdapat sepuluh persamaan yaitu mengenai keadaan
masyarakat dan pengaruh politik hukum terhadap hukum waris, persamaan pengertian perwarisan, tujuan
perwarisan, konsep harta warisan harus sudah bersih, unsur-unsur pewarisan, sifat komulatif, sistematika
unsur, konsep harta, sistim pewarisan/pembagian, dan terbukanya warisan setelah adanya kematian, namum

tidak menutup kemungkinan masih ada hal-hal lain yang sama dan masih belum dituliskan oleh penulis.
Sedangkan untuk perbedaannya terdapat 22 perbedaan hal itupun masih dirasa kurang oleh penulis.
Sedangkan dalam Perbandingan Pengaturan Waris menurut Hukum Islam.Pengertian pewarisan,Tujuan
Pewarisan, Unsur-unsur pewarisan, Sifat kumulatif, Konsep Harta, Sistim pewarisan/ pembagian, dan terdapat
20 perbedaan.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam pengaturan waris di Indonesia terdapat bermacam-macam pengaturan
perwarisan, maka dari itu pemerintah menyerahkan urusan perwarisan terserah pada hukum masing-masing
golongan.
b.

Saran
Untuk masalah waris di serahkan sepenuhnya pada hukum masing-masing golongan, diharapkan dalam
pembgian waris ini harus adil, meskipun adil itu berbeda-beda pemahamannya.
Untuk anggota keluarga yang bukan ahli waris seperti anak angkat, dan kerabat yang lain diharapkan tetap
mendapatkan warisan seperti dalam pengaturan dalam KHI yaitu wasiat wajibah.

Daftar/Referensi
1. R, Subekti. 1977. Pokok-pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa.
2. Komite Fakultas Syariah Univ Al-Azhar, Mesir. 2004. Hukum Waris (ahkamul-Mawaarits fil-Fiqahil-Islami).
Jakarta : Senayan Abadi
3. http://statushukum.com/hukum-waris-islam.html (diakses tanggal 14 april 2015)
4. http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl6967/warisan-dan-harta-gono-gini (diakses tanggal 14
april 2015)
5. http://www.indosiar.com/gossip/sidang-rebutan-warisan-adi-firansyah_60517.html (diakses tanggal 14
6.
7.

april 2015)
http://www. wikipedia.org/wiki/Hukum_Waris
www.alkhoirot.net/2012/09/warisan-dalam-islam.html

Anda mungkin juga menyukai