Anda di halaman 1dari 7

Legitieme Portie

Legitieme Portie adalah suatu bagian tertentu dari harta peninggalan yang
tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan. Seorang yang
menerima legitieme portie dinamakan legitimaris. Ia memiliki beberapa hak, yaitu :
a. Berhak meminta pembatalan tiap testament yang melanggar haknya.
b. Menuntut agar diadakan pengurangan terhadap segala macam pemberian warisan,
baik yang berupa erfstelling maupun yang berupa legaat, atau pemberian yang
bersifat hadiah.
Seorang suami-istri walaupun menurut undang-undang dipersamakan
statusnya dengan seorang anak untuk menerima warisan, dalam hal ini tidak termasuk
golongan yang menerima legitieme Portie, sehingga ia dapat dihapuskan haknya sama
sekali untuk menerima warisan.
Peraturan mengenai legitieme portie ini oleh undang-undang dipandang
sebagai suatu pembatasan kemerdekaan seseorang untuk membuat wasiat atau
testament menurut kehendak hatinya sendiri. Karena itu pasal-pasal tentang legitieme
portie ini dimasukkan dalam bagian mengenai hak mewarisi menurut wasiat
(testament erfrecht).
Adapun besarnya Legitieme Portie, adalah :
a. Menurut pasal 914 BW bagi anak-anak sah, adalah :
1. Jika ada seorang anak yang sah maka Legitieme Portie berjumlah separuh dari
bagian yang sebenarnya, diperolehnya sebagai ahli waris menurut undangundang
2. Jika ada 2 orang yang sah, maka jumlah Legitieme Portie untuk masingmasing 2/3 dari bagian yang sebenarnya akan diperolehnya sebagai ahli waris
menurut undang-undang
3. Jika ada 3 orang yang sah atau lebih dari 3 orang, maka jumlah Legitieme
Portie mamsing-masing ahli waris menurut undang-undang. Jika ada seorang
anak yang meninggal lebih dahulu, maka haknya dapat diganti oleh anaknanaknya.

b. Menurut pasal 915 BW, bagi ahli waris lencang ke atas (orang tua/nenek), jumlah
Legitieme Portie selalu separuh dari bagiannya sebagai ahli waris menurut
undang-undang
c. Menurut pasal 916 BW, bagi seorang anak yang lahir diluar perkawinan yang
diakui, jumlah Legitieme Portie adalah separuh dari bagiannya sebagai ahli waris
menurut undang-undang.
Sumber :
Sugito,S.H., Paparan Kuliah/Buku Ajar Hukum Perdata, Semarang, 2005
Halaman : 60-61
Prof. Subekti,S.H., Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta, 1985
Halaman : 114

Dalam buku ke dua BW tentang Kebendaan


BAB XIII Tentang Surat Waris

Halaman :239 - 244


Bagian Ke Dua
Tentang bagian mutlak atau legitime portie dan tentang pengurangan dari tiap-tiap
pemberian yang kiranya akan mengurangkan bagian mutlak itu
913. Bagian mutlak atau legitime portie , adalah suatu bagian dari harta
peninggalan yang harus diberikan kepada para waris dalam garis lurus menurut
undang-undang, terhadap bagian mana si yang meninggal tak diperbolehkan
menetapkan sesuatu, baik selaku pemberian antara yang masih hidup, maupun selaku
wasiat.
914. Dalam garis lurus ke bawah, apabila si yang mewariskan hanya
meninggalkan anak yang sah satu-satunya saja, maka terdirilah bagian mutlak itu atas
setengah dari harta peninggalan, yang mana oleh si anak itu Dallam perwarisan
sedianya harus diperolehnya.
Apabila dua oranglah anak yang ditinggalkannya maka bagian mutlak itu adalah
masing-masing dua pertiga dari apa yang sedianya harus diwarisi oleh mereka
masing-masing dalam perwarisan.
Tiga oorang atau lebih pun anak yang ditinggalkannya, maka tiga perempatlah
bagian mutlak itu dari apa yang sedianya masing-masing mereka harus mewarisnya,
dalam perwarisan.
Dengan sebuatan anak, termasuk juga didalamnya, sekalian keturunannya, dalam
deraajat ke berapa pun juga, akan tetapi mereka terakhir ini hanya dihitung sebagai
pengganti si anak yang mereka wakili dalam mewarisi warisan si yang
mewariskannya.
915. Dalam garis lurus ke atas bagian mutlak itu adalah selamanya setengah dari
apa yang menurut undang-undang menjadi bagian tiap-tiap mereka dalam gars itu
dalam perwarisan karena kematian.

916. Bagian mutlak seorang anak luar kawin yang telah diakui dengan sah, adalah
setengah dari bagian yang menurut undnag-undang sedianya harus diwarisinya dalam
perwarisan karena kematian.
916a. Dalam hal-hal, bilamana guna menentukan besarnya bagian metlak harus
diperhatikan adanyabeberapa waris, yang kendati menjadi waris karena kematian,
namun bukan bagian mutlak maka, apabila kepada orang-orang selain ahli waris tak
mutlak tadi, baik dengan suatu perbuatan perdata antara yang masih hidup, maupun
dengan surat wasiat, telah dihibahkan barang-barang sedemikian banyak, seingga
melebihi jumalah yang mana, andaikata ahli waris tak mutlak tadi tidak ada, sedianya
adalah jumlah terbesar yang diperbolehkan, dalam hal-hal demikian pun, haruslah
hibah-hibah tadi mengalami pemotongan-pemotongan yang demikian sehingga
mmenjajdi sama dengan jumlah yang diperbolehkan tadi, sedangkan tuntutan oleh itu
harus dilancarkan oleh dan untuk kepentingan para waris mutlak, beserta sekalian ahli
waris besrta para pengganti mereka.
Pasal 920-929 berlaku dalam hal ini.
917. Dalam hal taka danya keluarga sedarah dalam garis ke atas atau ke bawah,
pun tak adanya anak-anak diluar kawin yang diakui dengan sah, hibah-hibah antara
yang masih hidup atau dengan surat wasiat, boleh meliputi segenap harta
peninggalan.
918. Apabila ketetapan yang diambilnya dengan sesuatu perbuatan antara yang
masih hidup atau dengan surat wasiat, boleh meliputi suatu hak pakai atausuatu
Bungan cagak hidup yang jumlahnya merugikan bagian mutlak, maka para waris
yang berhak akan bagian itu diperbolehkan memilih, apakah mereka akan
melaksanakan ketetapan itu, atau menyerahkan hak milik atas bagian yang tersedia,
kepada merekan yang dikaruniai atau yang mendapat hibah wasiat.
919. Bagian dari harta kekayaan seorang, yang mana ia diperbolehkan
mengguanaknnya secara bebas, bolehlah ia memberikan atau menghibahkannya
kepada orang lain, baik seluruhnya, maupun untuk sebagian, baik dengan perbuatan

perdata antara yang masih hidup, maupun dengan surat wasiat, baik kepada orangorang, bukan ahli waris, maupun kepada anak-anaknya atau kepada mereka yang
berhak menerima warisan, namu kesemuanya itu dengan tak mengurangi kewajiban
sekalian penerima pemberian atau hibah tadi, untuk memasukkan kembali dalam
warisan, segala apa yang telah diberikan atau dihibahkan kepada mereka, dalam halhal bilamana terhubung dengan kketentuan dalam bab ke tujuh belas buku ini,
pemasukan itu kepada mereka diwajibkannya.
920. Terhadap segala pemberian atau penghibahan, baik antara yang masih hidup,
maupun dengan surat wasiat yang mengakibatkan menjadi kurangnya bagian mutlak
dalam sesuatu warisan, bolehlah kelak dilakukan pengurangan, bilamana warisan itu
jatuh meluang, akan tetapi hanyalah atas tuntutan para waris mutlak dan ahli waris
atau pengganti mereka.
Namun demikian, para ahli waris mutlak tak diperbolehkan menikmati sedikit pun
dari sesuatu pengurangan atas kerugian para berpiutang si meninggal.
921.Untuk menentukan beasrnya bagian mutlak dalam sesuatu warisan,
hendaknya dilakukan terlebih dahulu suatu penjumlahan akan segala harta
peninggalan yang ada di kala si yang menghibahkan atau mewariskan meninggal
dunia; kemudian ditambahkannyalah pada jumlah itu, jumalaj dari barang-barang
yang telah dihibahkan di waktu si meninggal masih hidup, barang-barang mana harus
ditinjau dalam keadaan tatkala hibah dilakuaknnya, namun mengenai harganya,
menurut harga pada waktu si penghibah atau si yang mewariskan meninggal dunia;
akhirnya dihitungnyalah dari jumlah satu sama lain, setelah yang ini dikurangi
dengan semua utang si meninggal berapakah, dalam keseimbangan dengan
kederajatan para ahli waris mutlak, besarnya bagian mutlak mereka, setelah mana
bagian-bagian ini harus dikurangi dengan sengaja apa yang telah mereka terima dari
si meninggal, pun sekiranya mereka dibebaskan dari wajib pemasukan.
922. Memindahtangankan sesuatu kebendaan kepada salah seorang waris
keluarga seluruh dalam garis lurus, baik dengan pembebasan bunga cagak, hidup,

maupun dengan memperjanjikan hak pakai hasil, harus dianggap sebagai pemberian
atau penghibahan.
923. Apabila sesuatu kebendaan yang telah dihibahkan, diluar kesalahan si yang
menerimanya hilang sebelum si pemberi hibah meninggal dunia, maka keadaan yang
demikian tak usah diperhitungkan dalam penjumlahan guna menentukan besarnya
bagian mutlak dalam waris si meninggal.
924. Segala hibah antara yang masih hidup, sekali-kali tidak boleh dikurangi,
melainkan apabila ternyata, bahwa segala barang-barang yang diwasiatkan, tak
cukup guna menjamin bagian mutlak dalam sesuatu warusan. Apabila kendati hal itu
masihlah harus dilakukan pengurangan terhadap hibah-hibah antara yang masih
hidup, maka pengurangan ini harus dilakukan mulai dengan hibah yang terkemudian,
lalu dari yang ini hibah yang lebih tua dan demikian selanjutnya.
925. Penyerahan kembali akan barang-barang tak bergerak yang diwajibkan
karena pasal yang lalu, biar adanya ketentuan yang bertentangan sekalipun harus
dilakukan dalam ujudnya.
Jika sementara itu sesuatu pengurangan harus dilakukan terhadap sebuah
pekarangan, dan pekarangan ini tak mungkin dibagi-baginya, maka si penerima
hibah, pun sekiranya orang ini bukan seorang waris, berhaklah ia membayar dengan
uang, barang apa yang sedianya harus diserahkan kepada si waris mutlak.
926. Pengurangan terhadap segala apa yang telah diwasiatkan, harus dilakukan
dengan tak mengadakan perbedaan antara mereka yang diangkat menjadi waris dan
mereka yang menerima hibah, kecuali kiranya oleh si yang mewasiatkan, dengan
tegas ditetapkannya, bahwa pengangkatan waris yang ini atau pemberian hubah yang
itu harus teristimewa dilaksanakan, dalam hal mana wasiat yang demikian tak boleh
dikurangi, mellainkan dalam hal bilamana ternyata, bahwa wasiat-wasiat lainnya tak
cukup guna menghasilkan bagian mutlak dalam warisan.
927. Tiap-tiap penerima pengaruniaan yang telah menerima barang-barang lebih
dari semestinya, diwajibkan mengembalikan segala hasil dari barang-barang

selebihnya terhitung mulai hari si yang mengaruniai meninggal dunia, jika tuntutann
pengurangan dimajukan dalam waktu satu tahun semenjak hari kematian, dan dalam
hal-hal lainnya, semenjak hari tuntutan dimajukannya.
928. Segala barang tak bergerak yang karena pengurangan harus kembali lagi
dalam harta peninggalan, karena pengembalian itu pun bebaslah dari segala beban
utang atau hipotik, dengan mana si penerima pengaruniaan telah membebaninya.
929. Para waris yang berkepentingan berhak melancarkan tuntutan mereka untuk
pengurangan atau pengembaliaan, terhadap pihak-pihak ke tiga yang menduduki
barang-barang yang dikaruniakan dan telah dijual kepada mereka oleh si yang
dikaruniai, dan tuntutan itu harus dimajukan dengan cara yang sama dan menurut urut
tertib yang sama pula, seperti terhadap para penerima pengaruniaan sendiri.
Tuntutan yang demikian harus dimajukan menurut urut tertib dari tanggal
penjualan, mulai dengan penjualan yang terkemudian.
Sementara itu tuntutan untuk pengurangan atau pengembalian tadi tak boleh
dilancarkan terhadap pihak ke tiga, melainkan sekadar si yang dikaruniai sendiri tidak
masih menduduki barang-barang lainnya yang termausk juga dalam barang-barang
yang dikaruniakan dan barang-barang ini tidak cukup guna memenuhi bagian mutlak
dalam warisan, atau jika harga dari barang-barang milik pribadi pihak ke tiga itu.
Hak untuk memajukan tuntutan itu, bagaimanapun, akan gugur setelah lewat
waktu tiga tahun lamanya terhitung mulai dari waris mutlak menerima warisan.

DAFTAR PUSTAKA
Sugito, Paparan Kuliah/Buku Ajar Hukum Perdata, Semarang, 2005
Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Anda mungkin juga menyukai