Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

ASPEK- ASPEK PIDANA DALAM KENOTARIATAN

MATA KULIAH : Aspek Pidana dalam Praktek Kenotariatan

DOSEN : Prof. Dr. Edi Warman, SH, M.Hum

DISUSUN OLEH :

Nama : NURUL AFIFI SARFANI


NIM : 187011047

Semester / Kelas : III D Reguler

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

REGULER GROUP D

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2019
A. LATAR BELAKANG MASALAH

Notaris adalah adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik
dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini
atau berdasarkan undang-undang lainnya. Notaris mempunyai kewajiban untuk
memasukkan apa yang termuat dalam akta sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai
dengan kehendak para pihak yaitu dengan cara membacakannya sehingga menjadi jelas isi
akta, serta memberikan akses terhadap informasi dan peraturan perundang-undangan
yang terkait bagi para pihak. Dengan demikian para pihak dapat menentukan dengan
bebas untuk menyetujui atau tidak menyetujui isi akta Notaris yang akan ditandatanganinya.

Notaris selaku pejabat umum menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2014


Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris
telah diberi kewenangan untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian
dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan atau yang
dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin
kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan
kutipan akta semuanya itu sepanjang pembuatan akta tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang

Kompetisi antar Notaris yang semakin ketat dapat menggiring para Notaris yang
berdaya saing rendah menghalalkan segala cara untuk mendapatkan klien. Ketatnya
kompetisi terjadi karena terbatasnya pengguna jasa Notaris, tingginya biaya hidup, sehingga
menyebabkan terjadinya kemerosotan moral di kalangan pejabat Notaris dan menurunkan
kualitas Notaris baik dari segi intelektualitas dan profesionalisme. Banyak varian jasa yang
dapat diberikan Notaris kepada masyarakat untuk itu seorang Notaris harus mempunyai
kemampuan profesional dan pengetahuan hukum yang luas serta mengikuti perkembangan
hukum dan masyarakat itu sendiri. Profesionalitas seorang Notaris dapat diartikan sebagai
kemampuan untuk dapat menyelesaikan masalah hukum yang dituangkan dalam sebuah
akta yang diminta oleh kliennya, dengan tetap mengacu dan berpegang pada kaedah
hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak melakukan perbuatan
yang dapat merugikan klien demi keuntungan pribadi.
Notaris yang tidak mampu memberikan pelayanan yang baik atau tidak profesional
maka akan ada pihak yang dirugikan, sebagai akibat dari kesalahan atau kelalaian yang
telah dibuat oleh notaris tersebut. Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila ada
Notaris yang diajukan ke pengadilan sebagai tergugat maupun terdakwa baik dalam perkara
perdata maupun pidana. Hal tersebut terjadi karena akta diragukan keabsahannya,
kebenarannya, dianggap bertentangan dengan hukum dan tidak memenuhi rasa keadilan
bagi kliennya.
Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatan harus memegang prinsip kehati-
hatian, ketelitian dan tidak boleh lepas dari aturan yang ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan. Dalam praktek ditemukan kenyataan bahwa suatu tindakan hukum
atau pelanggaran yang dilakukan Notaris dapat dikualifikasikan sebagai suatu tindak
pidana. Pengkualifikasian perbuatan Notaris dalam membuat akta sebagai tindak pidana
berkaitan dengan aspek seperti :
a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun , dan pukul menghadap;
b. Pihak yang menghadap notaris;
c. Tanda tangan yang menghadap;
d. Salinan akta tidak sesuai dengan minuta akta;
e. Salinan akta ada, tanpa dibuat minuta akta;
f. Minuta akta tidak ditanda tangani secara lengkap, tapi minuta akta dikeluarkan.

B. RUMUSAN MASALAH.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Aspek apa saja yang dihadapi Notaris dalam pembuatan akta terkait dengan tindak
pidana ?
2. Bagaimana penerapan ketentuan hukum pidana terhadap Notaris terkait dengan
akta yang dibuatnya?

C. ASPEK YANG DIHADAPI NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA


TERKAIT DENGAN TINDAK PIDANA.
Sebagai pejabat umum yang memiliki kewenangan khusus untuk membuat akta
otentik, notaris sering terseret perkara pidana terkait akta yang dibuatnya. Penting bagi para
notaris memahami apa saja risiko jerat pidana yang mungkin dihadapinya berdasarkan
peraturan perundang-undangan. Berikut tindak pidana KUHP yang sering terjadi berkaitan
dengan notaris:
BAB XII tentang BAB XXIV tentang BAB XXV tentang
Pemalsuan Surat Penggelapan Perbuatan Curang
(Bedrog)

Pasal 263 KUHP, Pasal Pasal 372 KUHP, Pasal Pasal 378 KUHP
264 KUHP, Pasal 266 374 KUHP
KUHP

Sumber: bahan presentasi Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri

Permasalahan Berpotensi Pemidanaan Yang Sering Terjadi Dalam Tugas Notaris

1. Akta dibuat dengan kondisi para pihak tidak berhadapan


2. Data identitas dari salah satu pihak dalam akta dianggap tidak benar atau dianggap
memberikan keterangan palsu
3. Data mengenai obyek yang diperjanjikan tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya
4. Data yang diberikan oleh salah satu atau kedua pihak tidak benar, sehingga akta
notarisyang diterbitkan dianggap akta palsu
5. Ada dua akta yang beredar di para pihak, yang nomor dan tanggalnya sama tetapi isinya
berbeda
6. Tanda tangan salah satu pihak yang ada dalam minuta dipalsukan
7. Penghadap menggunakan identitas orang lain

Seorang notaris bisa disangka melakukan tindak pidana tersebut baik sebagai pelaku
(pleger) maupun turut serta atau pembantu kejahatan. Terdapat 7 bentuk permasalahan yang
ditemukan penyidik sebagai dasar penetapan notaris sebagai tersangka.
pada dasarnya sepanjang notaris bekerja berdasarkan kewenangan yang diatur
Undang-Undang maka ia akan dilindungi oleh hukum. Dalam hal ini utamanya UU No. 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris jo. UU No.2 Tahun 2014 (UUJN). Oleh karena itu,
pertanggungjawabannya terutama sangat bergantung pada kesengajaannya (opzet) dalam
melanggar ketentuan UUJN. Jika notaris dalam menjalankan kewenangan dan kewajibannya
tidak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait
dalam perbuatan hukum (vide pasal 16 ayat 1 a UUJN), maka ia dapat dikatakan tidak lagi
menjalankan UUJN untuk dapat diminta mempertanggungjawabkan secara pidana.
Pemidanaan tersebut bukan pada jabatan atau kedudukannya tapi pada perbuatannya,
berdasarkan pembuktian unsur kesengajaan (dolus) atau kelalaian (culpa).

bahwa akta yang dibuat di hadapan notaris bernilai sebagai alat bukti otentik yang
paling sempurna di hadapan hukum secara perdata dan pidana serta secara materiil dan
formil. Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), memberikan
penegasan kepada notaris sebagai Pejabat Umum yang berwenang secara luas soal
pembuatan akta otentik: "Suatu akta otentik, ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang
ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh/dihadapan pejabat umum yang berwenang di
tempat dimana akta itu dibuat". Oleh karena itulah, kelalaian notaris apalagi kesengajaannya
menghasilkan akta yang tidak benar memiliki akibat hukum serius bagi kepentingan para
pihak baik pembuat akta maupun yang terkait dengan akta tersebut.

Selain pemidanaan, notaris juga berpotensi digugat secara perdata dan pemeriksaan
pelanggaran admnistrasi (Kode Etik). Dalam pemidanaan, baik penyidik dan penuntut umum
akan melihat terlebih dulu apakah akta yang dipermasalahkan dibuat sesuai ketentuan UUJN
atau tidak. Ia menambahkan bahwa jika akta yang dibuat ternyata menimbulkan sengketa,
perlu dipertanyakan tiga kemungkinan yaitu, Pertama, akta bermasalah karena sepenuhnya
kelalaian notaris dalam pembuatannya. Kedua, kesalahan para pihak yang tidak mau jujur
dalam memberikan keterangannya di hadapan notaris. Ketiga, adanya kesepakatan bernilai
kejahatan yang sengaja dibuat antara notaris dengan pihak penghadap sejak awal. Misalnya
dengan memberikan keterangan palsu di bawah sumpah sebagaimana diatur dalam pasal 242
KUHP.

Berikut 20 perbuatan notaris yang bersinggungan dengan tindak pidana.

1. Tanggal dalam akta tidak sesuai dengan kehadiran para pihak


2. Para pihak tidak hadir tetapi ditulis hadir
3. Para pihak tidak membubuhi tandatangan tetapi ditulis atau ada tandatangannya
4. Akta sebenarnya tidak dibacakan akan tetapi diterangkan telah dibacakan
5. Obyek dalam akta tidak sesuai dengan fakta/berbeda yang diterangkan oleh para
pihak
6. Notaris ikut campur tangan terhadap syarat-syarat perjanjian
7. Dalam akta disebutkan bahwa pihak-pihak telah membayar lunas apa yang
diperjanjikan padahal sebenarnya belum lunas atau bahkan belum ada pembayaran
secara riil
8. Pencantuman pembacaan akta yang harus dilakukan oleh notaris sendiri padahal
sebenarnya tidak
9. Pencantuman mengenal orang yang menghadap padahal sebenarnya tidak
mengenalnya
10. Data identitas dari salah satu pihak dalam akta dianggap tidak benar
11. Ada 2 akta yang beredar sama tapi isinya berbeda
12. Penghadap menggunakan identitas orang lain
13. Ada penyangkalan keabsahan tanda tangan dari para pihak yang menandatangani akta
pada minuta akta
14. Ada penyangkalan keabsahan tanda tangan pada dokumen yang dilekatkan pada
minuta akta
15. Ada ahli waris pembuat akta, atau penerima hak dari pembuat akta atau pihak yang
berkepentingan pada akta menyatakan bahwa pada tanggal pembuatan akta, pembuat
akta telah meninggal dunia
16. Ada keterangan palsu yang dimasukkan dalam minuta akta
17. Dokumen yang dilekatkan atau dilampirkan pada minuta akta palsu
18. Ada dokumen palsu yang dilekatkan atau dilampirkan pada minuta akta
19. Ada pengurangan atau penambahan angka, kata atau kalimat pada minuta akta yang
merugikan pihak lain
20. Ada dugaan notaris melakukan pemunduran tanggal akta yang merugikan pihak lain1

Bahwa notaris harus waspada karena dalam pasal 52 KUHP diatur pemberatan
pemidanaan jika terbukti bersalah: “Bilamana seorang pejabat, karena melakukan perbuatan
pidana melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya, atau pada waktu melakukan
perbuatan pidana memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan kepadanya
karena jabatannya, pidananya dapat ditambah sepertiga”.

1
makalah Koordinator Tindak Pidana Orang dan Harta Benda pada Jampidum Kejagung
Di luar dari pemidanaan berdasarkan KUHP tersebut, notaris juga bisa terseret
tindak pidana pencucian uang, tindak pidana pajak, hingga tindak pidana korupsi yang
dilakukan penghadap. notaris wajib menjalankan prinsip kehati-hatian, jangan selalu
berlindung pada keterangan para pihak yang paling benar, dipikirkan apakah perbuatan para
pihak bisa merugikan orang lain atau tidak.

dalam membuat akta, notaris harus berpegang pada prinsip kehati-hatian seorang
notaris (prudent notarius principle), tidak melampaui batas kewenangan (ultra vires), prinsip
mengenal klien (Know Your Customer), dan mengidentifikasi dokumen berupa penulisan, isi,
legalitas (identify for validity). memang bukan tugas notaris memastikan kebenaran materiil
dari data yang diajukan penghadap. Namun bukan serta merta notaris tidak melakukan
tindakan kehati-hatian untuk menghindari kelalaian. Seperti antisipasi KTP palsu. Notaris
perlu teliti mengetahui soal nomor penanda wilayah dalam standar Nomor Induk
Kependudukan. Selain itu unsur kelalaian bisa juga menjadi penyebab notaris terjerat
pemidanaan.

D. PENERAPAN KETENTUAN HUKUM PIDANA DALAM KUHP TERHADAP


NOTARIS TERKAIT DENGAN AKTA YANG DIBUATNYA

Hukum pidana adalah keseluruhan aturan-aturan ketentuan hukum mengenai


perbuatan-perbuatan yang dapat di hukum dan aturan pidananya.67 Yang menjadi masalah
pokok dalam hukum pidana adalah :68

1. Perumusan perbuatan yang dilarang (kriminalisasi).


2. Pertanggung jawaban pidana (kesalahan).
3. Sanksi yang diancam, baik pidana maupun tindakan.

Tindak pidana notaris adalah tindakan yang hanya bisa dilakukan oleh seorang
Notaris (termasuk juga Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, Pejabat Sementara
Notaris) dalam menjalankan jabatannya terhadap segala sesuatu yang menjadi
kewenangannya sehingga menyebabkan adanya pihak yang dirugikan. unsur-unsur
kekhususan dari TPN yaitu sebagai berikut :
1. Tindakan yang hanya bisa dilakukan oleh seorang Notaris;
2. Dalam menjalankan jabatannya;
3. Yang menjadi kewenangannya;
4. Ada pihak yang dirugikan.
bahwa untuk menentukan TPN harus telah memenuhi semua unsur tersebut,
ataupun unsur 1, 2 dan 4, sedangkan unsur 3 dapat dijadikan kunci pembeda mengenai
berat atau ringannya hukuman pidananya. Namun apabila unsur 4 saja yang terpenuhi
maka pelaku hanya dapat dikenai sanksi dalam KUHP saja, sedangkan apabila unsur 1
sampai 3 saja yang terpenuhi maka hanya dapat diterapkan sanksi administrasi dan perdata
dalam UUJN ataupun Kode Etik.
Sanksi pidana terhadap Notaris harus dilihat dalam rangka menjalankan tugas
jabatan Notaris, artinya dalam pembuatan atau prosedur pembuatan akta harus berdasarkan
kepada aturan hukum yang mengatur hal tersebut, dalam hal ini UUJN. Sanksi pidana
terhadap Notaris tunduk terhadap ketentuan pidana umum, yaitu KUHP. Oleh karena
UUJN tidak mengatur mengenai sanksi pidana. Mengingat keberadaan UUJN yang tidak
memiliki sanksi pidana, maka pelaksana UUJN hanya mendasarkan pada kesadaran etika
moral belaka.
upaya penanggulangan dan pencegahan kejahatan tidak cukup hanya dengan
pendekatan secara integral, tetapi pendekatan sarana penal dan non penal yang harus
didukung juga dengan meningkatnya kesadaran hukum masyarakat. Maka upaya
penanggulangan kejahatan dilingkungan profesional dapat dilakukan secara penal dan non-
penal.

E. PENUTUP

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari pembahasan di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai

berikut:

1. Ketentuan-ketentuan hukum dari aspek pidana yang terkait Notaris dalam

menjalankan tugas jabatannya dapat berupa ketentuan hukum pidana yang bersifat

materiil maupun formil, ketentuan tersebut berupa:

a. Ketentuan hukum pidana materiil antara lain Pasal 55 KUHP tentang

penyertaan; Pasal 372 KUHP tentang penggelapan; Pasal 378 KUHP tentang

perbuatan curang; Pasal 415 KUHP tentang kejahatan terhadap jabatan dan Pasal

263, Pasal 264, dan Pasal 266 KUHP tentang pemalsuan.


b. Ketentuan hukum pidana formil adalah ketentuan hukum pidana yang

memerlukan prosedur tertentu (menurut hukum acara pidana) yaitu dalam hal

apabila Notaris menjadi saksi di dalam persidangan perkara pidana (Pasal 159

KUHP jo Pasal 1 angka 27 KUHAP). Maupun sebagai saksi ahli (Pasal 184

KUHAP) dan tersangka dalam perkara pidana. Mengenai kesaksian Notaris

dipersidangkan pidana ini melahirkan hak ingkar bagi Notaris karena terkait akan

sumpah jabatan dan rahasia jabatan, namun hak ingkar Notaris ini tidak selalu

dapat diterapkan mengingat didalam hukum pidana tidak mengenal adanya hak

ingkar, hukum pidana mengenal adanya hak dari seseorang saksi karena

kedudukan/jabatan untuk dibebaskan kewajibannya menjadi saksi (Pasal 170

ayat 1 KUHAP). Untuk dapat dibebaskan menjadi saksi haruslah diajukan secara

tertulis kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat sehingga hal ini menjadi penilaian

Hakim untuk menerima atau menolak pengajuan pengunduran kesaksian tersebut.

c. Perbuatan pidana yang dilakukan Notaris tersebut berasal dari perbuatan

Notaris yang tidak menjalankan jabatannya dengan benar yaitu tidak sesuai dan

tidak berpedoman pada Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun

2004 dan Kode Etik, tidak profesionalnya dalam menjalankan tugas dan

jabatannya, dan juga karena rendahnya tingkat kehati-hatian Notaris serta dasar

iman Notaris yang tidak Teguh.

2. Tanggung jawab Notaris secara hukum pidana adalah apabila Notaris terbukti

melakukan perbuatan pidana yang didasarkan pada adanya unsur kesalahan yaitu antara

lain:

a. Melakukan perbuatan melawan hukum.


b. Mempunyai suatu bentuk kesalahan yang berupa kesengajaan atau kealpaan
c. Diatas umur tertentu dan mampu bertanggung jawab.
d. Tidak terdapatnya alasan pemaaf dan pembenar dari perbuatan yang
dilakukan.

2. Saran

Ada beberapa saran untuk dijadikan pertimbangan dan kemajuan bagi Notaris dalam

menjalankan tugas jabatannya yaitu:

1. Seharusnya dalam UUJN diatur ketentuan mengenai sanksi pidana bagi Notaris

yang melakukan pelanggaran terhadap larangan ataupun kewajiban Notaris, agar

tercipta kepastian hukum dan batasan pidana bagi Notaris yang melakukan

pelanggaran terhadap larangan maupun kewajiban.

2. Notaris haruslah tetap idealis dalam menjalankan jabatannya, dengan tetap menjaga

sikap integritas moral yang tinggi, jujur, profesional, kehati-hatian, ketelitian dan

tetap dalam koridor hukum yang berlaku, sehingga tindakan melakukan perbuatan

pidana dapat dihindari dan masyarakat akan menilai profesi Notaris merupakan

profesi kepercayaan yang melayani kepentingan masyarakat akan tetap terjaga.

3. Seharusnya seorang Notaris memahami dan memperluas ilmu pengetahuannya

tentang hukum, mengingat di Indonesia tidak hanya terdapat hukum perdata yang

berkaitan erat dengan UUJN, tetapi seorang Notaris juga harus memahami jenis

hukum lain seperti Hukum Pidana, Hukum Administrasi Negara, dan lain

sebagainya.

4. Tindakan pengawasan terhadap notaris oleh Majelis Pengawas Daerah harus

lebih dioptimalkan agar secara preventif dapat mencegah perbuatan malpraktek,

tindakan pengawasan juga hendaknya tidak hanya pada akta-aktanya juga kepada

sikap moral atau perilaku dari Notaris mengingat akan jabatannya sebagai pejabat

umum yang menjalankan sebagian tugas dari Pemerintah.

5. Meskipun undang-undang memberikan perlindungan hukum kepada Notaris

dalam hal pemeriksaan perkara khususnya perkara pidana seharusnya Notaris tetap
menjaga kekuatan pembuktian dari akta otentik yang dibuatnya dengan

memperhatikan aspek lahiriah, formal, dan materiil, sehingga aktanya

mempunyai kekuatan hukum yang sempurna dengan demikian Notaris sendiri

terhindar dari perbuatan melakukan tindak pidana.

Anda mungkin juga menyukai