Anda di halaman 1dari 30

BAB II

SURAT WASIAT

OLEH :
Dra. Tuti Herawati, SH.,MH
OVERSPELL
Di antara orang yang melakukan perzinahan (overspel) yang mana hal itu
sudah dibuktikan dengan keputusan Hakim menurut pasal 909 BW tidak
diperbolehkan saling memberi hibah wasiat.

SIKAP AHLI WARIS


Harta warisan yang menurut BW adalah semuanya yang di dalamnya termasuk pula
utang-utang yang harus dibayar oleh si peninggal warisan, sehingga dapatlah dimaklumi
jika BW memberikan tiga macam sikap yang harus dipilih salah satunya oleh ahli waris.
1. Menerima seluruh harta warisan, yang dalam pengertian ini berarti juga meliputi
utang-utang si peninggal warisan.
2. Menerima dengan syarat bahwa harus diperinci barang-barangnya dengan pengertian
bahwa utang-utangnya dapat di bayar sekedar harta warisan mencukupi.
3. Menolak harta warisan dengan pengertian bahwa ia tidak tahu menahu tentang
pengurusan harta warisan tersebut.
Ahli waris yang menerima sikap pertama atau sikap kedua maka penerimaan harta
warisannya berlaku surat sampai waktu ke waktu meninggalnya si peninggal warisan.
Sikap manapun yang diambil oleh ahli waris akan mempunyai pengaruh terhadap
harta warisnya maupun terhadap dirinya, oleh karena itu oleh BW diberikan waktu dan
hak untuk berpikir terlebih dahulu sebelum mengambil sikap (beraad).
Mengenai hak untuk berpikir (recht van beraad) ini diatur oleh 1023 sampai
dengan pasal 1029 BW. Untuk berpikir ini maka ahli waris haruslah menyampaikan
keterangan kepada Panitera Pengadilan Negeri agar dimasukkan dalam daftar dan
tenggang waktu untuk berpikir ini menurut pasal 1024 BW ditetapkan selama 4 bulan
dihitung sejak menyampaikan keterangannya kepada Panitera Pengadilan Negeri.
Selama masa berpikir ini maka ahli waris diwajibkan untuk memelihara harta
warisan (als een goed huisvader) dan jika terdapat barang-barang yang tidak dapat
disimpan lama ataupun terdapat barang-barang yang dianggap tidak berguna maka ahli
waris dapat melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri, agar diambil tindakan
penyelamatan.
MENERIMA TANPA SYARAT
Ahli waris dapat mengambil sikap pertama, yaitu Menerima Tanpa Syarat.
Menurut pasal 1048 BW, menerima tanpa syarat ini dapat dilakukan dengan dua macam
cara, yaitu :
Menerima secara tegas, yaitu dengan membuat akta autentik ataupun akta bawah tangan.
Menerima diam-diam, yaitu dengan cara sikap mencerminkan sikap menerima tanpa
syarat.
Tindakan ahli waris yang berhubungan dengan penguburan mayat dan tindakan
yang bertujuan untuk melindungi, menyimpan atau mengawasi ataupun menyimpan
sementara barang-barang tertentu bagian dari harta warisan menurut pasal 1049 BW
adalah bukan merupakan sikap menerima warisan secara tanpa syarat.
MENERIMA DENGAN SYARAT

Dengan adanya sikap menerima dengan syarat ini ialah bahwa harta pribadinya
tidak bercampur dengan harta warisan, dengan demikian utang-utang si peninggal
warisan tidak akan dilunasi secara pribadi oleh ahli waris tersebut.
Jika terjadi beberapa orang ahli waris menerima dengan syarat dan seorang
menerima tanpa syarat maka akan menjadikan keadaan dimana semua ahli waris
dianggap menerima dengan syarat, hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 1050 BW.
Syarat, yang dimaksud dengan syarat ini ialah bahwa harus ada perincian
barang-barang yang merupakan harta warisan. Cara untuk memerinci ini tidak
ditentukan oleh BW, ahli waris dapat melakukan dengan akta bawah tangan atau
juga dengan akta Notaris.
Pasal 1031 BW menyatakan bahwa seseorang kehilangan hak untuk
menerima tanpa syarat apabila :
Iktikad (te kwader trouw) ia tidak menyebutkan beberapa barang warisan
dalam inventaris.
Apabila ia menggelapkan dalam arti luas sebagaimana dimaksud dalam
KUHP barang warisan.
Jika seseorang kehilangan haknya untuk menyatakan sikap menerima
dengan syarat, maka ia dianggap menerima tanpa syarat.
Akibat dari sikap menerima dengan syarat ini ialah bahwa : hartanya
tidak bercampur dengan harta warisan hingga hal yang menyangkut dengan
utang-utang si peninggal warisan hanya dibayar sampai nilai harta warisan.
KEPAILITAN HARTA WARISAN

Ketentuan pasal 197 Faillisementverordening memberikan kemungkinan bagi para


crediteur untuk meminta pailitnya harta warisan menurut pasal 200 jika sudah lampau 3
bulan sejak harta warisan diterima ahli waris dan 6 bulan setelah meninggalnya si
peninggal warisan, dengan alasan bahwa secara singkat crediteur dapat membuktikan
bahwa si peninggal warisan sudah beberapa saat berhenti membayar utang-utangnya atau
bahwa barang-barang warisan tidaklah cukup untuk membayar utang-utangnya.
MENOLAK HARTA WARISAN

Sikap MENOLAK HARTA WARISAN ini menurut pasal 1057 BW ditentukan


ada dua macam cara, yaitu dengan cara tegas, yaitu dengan cara membuat keterangan
menbolak pada Panitera Pengadilan Negeri di wilayah hukum mana harta warisan
tersebut berada.
Akibat penolakan tersebut, menurut pasal 1059 BW adalah berlaku surut dihitung
sejak saat meninggalnya peninggal warisan sehingga si penilak warisan tersebut
dianggap tidak pernah ada.
Dengan penolakan ahli waris tersebut untuk menerima warisan, maka terdapat
kemungkinan bahwa hal ini akan merugikan crediteur yang mempunyai piutang
kepada si meninggal, jika demikian maka oleh pasal 1061 BW, diberi kemungkinan
kepada crediteur tersebut untuk meminta kepada hakim agar ia diberi kuasa untuk
mengganti menerima harta warisan atas nama.
LEGITIEME PORTIE

Sebagaimana telah kita ketahui, bahwa seseorang itu berhak untuk memberikan
hartanya kepada siapa saja. Bebas. Walaupun orang yang diberi tersebut tidak
memiliki hubungan pertalian saudara, namun kebebasan tersebut adalah terbatas oleh
ketentuan undang-undang. Pembatasan tersebut adalah merpakan upaya undang-
undang. Pembatasan tersebut adalah merupakan upaya undang-undang untuk
melindungi orang-orang yang termasuk keluarga sedarah dari si peninggal warisan.
Bagi mereka ini undang-undang telah memberikan bagian tertentu yang tidak
boleh dikurangi dengan cara apapun oleh si pewaris/peninggal harta warisan. Bagian
ini sering disebut dengan bagian mutlak atau legitieme portie dan orang-orang yang
mempunyai hak legitieme portie ini sering disebut legitimaris.
Adapun Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar seseorang tersebut
memperoleh kedudukan sebagai legitimaris adalah :
1. Orang tersebut adalah keluarga sedarah dalam garis lurus.
2. Orang tersebut adalah merupakan ahli waris menurut ketentuan undang-
undang pada saat si peninggal warisan/ pewaris meninggal dunia.
Legitieme Portie ini harus dihitung apabila :
3. Salah satu atau beberapa ahli waris menuntut haknya.
4. Atau, salah satu/beberapa orang ahli waris/legitimaris masih ada di bawah
umur (minder jarig).

92
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Contoh I :
P+ P meninggal dunia dengan
meninggalkan 2 orang anak, yaitu
C dan D. Legitimaris adalah C dan
D, sebab adalah keluarga sedarah P
dalam garis lurus dan C dan D
C D tersebut adalah ahli waris ab-
intestato.

Contoh II :
A P meninggal dunia dengan meninggalkan
A (kakek), B dan C (saudara). A bukan
legitimaris, karena pada waktu meninggal
nya P, A bukan ahli waris. Dan C dan B
juga bukan karena tidak merupakan
C D keluarga sedarah dalam garis lurus.
P +
Legitieme Portie Masing-masing Legitimaris

1. Legitieme Portie untuk anak keturunan yang sah adalah sebagai berikut :
a. Satu orang anak LP-nya adalah ½ dari bagian menurut undang-undang.
b. Dua orang anak LP-nya adalah 2/3 dari bagian menurut undang-
undang
c. Tiga orang anak LP-nya adalah ¾ dari bagian menurut undang-undang.
2. Bagian mutlak/LP untuk keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas adalah
½ dari bagian menurut undang-undang.
3. Bagian mutlak/LP untuk anak luar kawin adalah ½ dari bagian menurut
undang-undang.
Jadi dengan adanya ketentuan tentang bagian mutlak atau Legitieme Portie
ini dapat kita simpulkan bahwa, seseorang boleh saja mewasiatkan atau
menghibahkan hartanya kepada orang lain namun tidak boleh mengurangi
bagian mutlak dari ahli waris, jika terjadi pelanggaran terhadap hal ini
maka dilakukan pemotongan atau sering dengan istilah “Incorting”, dengan
urut-urutan sebagai berikut :
1. Yang harus dikurangi terlebih dahulu adalah wasiat.
2. Jika wasiat belum mencukupi maka diambilkan dari hibah.
3. Pengurangan terhadap beberapa wasiat harus dilakukan dengan
perbandingan (undha-usuk, jawa).
CARA MENGHITUNG LEGITIEME
PORTIE

1. Harta peninggalan sewaktu peninggal warisan meninggal dunia, dihitung


dan diinventarisir untuk mengetahui berapa nilai harganya.
2. Nilai harga dari barang-barang yang mungkin ketika si peninggal warisan
masih hidup diberikan ditambahkan dengan di atas.
3. Jumlah di atas dikurangi dengan utang-utang yang pernah dibuat oleh si
peninggal warisan.
4. Sisa dari pengurangan tersebut menjadi dasar penghitungan legitieme portie.
LEGITIEME PORTIE DAN PENGGANTIAN TEMPAT

Hak mutlak Legitieme Portie seseorang dapat digantikan oleh ahli


warisnya/keturunannya. Hal ini adalah sesuai dengan pasal 914 BW pada ayat
terakhir yang menyatakan bahwa, jika ada anak yang telah meninggal terlebih
dahulu, kedudukan anak yang telah meninggal lebih dahulu dapat digantikan
oleh keturunannya
CONTOH KASUS :

A+ 1945

A meninggal dunia dengan meninggalkan 2


orang anak B dan C, serta Ca dan Cb anak sah
dari C. LP untuk B dan C adalah dari bagian
menurut UU.
C + 1941 B LP B = 2/3 x ½ = 1/3
LP C = 2/3 x ½ = 1/3
Jika C telah meninggal dulu dan digantikan Ca
dan Cb, maka LP Ca = Cb = ½ x 1/3 = 1/6.

Ca Cb
DALAM HAL LEGITIMARIS MENOLAK
ATAU TIDAK PATUT MENERIMA

Besarnya Legitieme Portie adalah dikaitkan dengan besarnya warisan


menurut Undang-undang, sedangkan adanya Penolakan Harta Warisan
sangat mempengaruhi besarnya harta warisan, demikian juga adanya
seseorang yang Dianggap Tidak Patut Menerima juga mempengaruhi
besarnya harta warisan. Dengan demikian timbul pertanyaan, apakah dengan
adanya penolakan atau ketidak patutan ahli waris untuk menerima
mempengaruhi besar kecilnya legitieme portie?. Jawabnya adalah : tidak, ada
ataupun tidak penolakan harta warisan ataupun adanya yang dianggap tidak
patut tetap tidak mempengaruhi besarnya LP.
CONTOH KASUS :

Dalam keadaan biasa F, G dan H masing-masing


P+ menerima 1/3 dari Legitieme Portie masing-
masing adalah ¾ x 1/3 = 1/4 .
Jika F dinyatakan tidak patut atau menyatakan
menolak harta warisan, maka legitieme portie G
TIDAK PATUT/ dan H menjadi ½ ataukan tetap ¼?
MENOLAK Untuk menjawabnya, perlu kita ketahui bahwa
BW menganut sistem Romawi, dimana
ditetapkan hak mutlak dari tiap-tiap ahli waris
secara individuil, maka untuk menghitung dan
menetapkan besarnya legitieme portie tetap
F pula diperhitungkan ana-anak/ahli waris
G H legitimaris yang dinyatakan tidak patut
menerima maupun yang menolak warisan.
INCORTING

Seperti telah diutarakan dimuka bahwa jika terjadi pelanggaran


terhadap legitieme portie sehingga hak mutlak tidak dapat dicapai
besarnya maka diadakan pemotongan atau incorting terhadap wasiat, dan
jika masih belum mencukupi diambilkan dari hibah.
Contoh Kasus I

wasiat A Meninggal dunia dengan meninggalkan


A + X
dua orang anak, yaitu B dan C, disamping
itu meninggalkan wasiat yang isinya
menerang kan X sebagai ahli waris dengan
bagian ¾ dari seluruh harta warisan. Jumlah
harta warisan A senilai Rp. 120 juta. Para

C Legitimaris menurut legitieme portie.


B
Bagaimana penyelesaiannya ?
Penyelesaian :
Harta peninggalan A senilai Rp. 120.000.000,-.
Pelaksanaan wasiat kepada X = ¾ x Rp. 120.000.000,- = Rp. 90.000.000,-.
Sisa = Rp. 120.000.000,-
Rp. 90.000.000,- –
Rp. 30.000.000,-
Pembagian menurut undang-undang :
B = C, masing-masing = ½ x Rp. 30.000.000,- = Rp. 15.000.000,-.
Perhitungan Legitieme Portie
LP B = LP C masing-masing = 2/3 x ½ x Rp. 120.000.000,- = Rp. 40.000.000,00.
Jadi B dan C tidak boleh menerima kurang dari Rp. 40 juta karena itu merupakan
hak mutlaknya, padahal mereka masing-masing baru menerima Rp. 15 juta, jadi
masing kurang = Rp. 40 juta – Rp. 15 juta = Rp. 25 juta, atau total (B+C) kurang =
Rp. 50 juta.
Kekurangan tersebut diambilkan dari wasiat.
Kesimpulan :
B menerima Rp. 40.000.000,-
C menerima Rp. 40.000.000,-
Terhadap X dilakukan pemotongan/incorting, yaitu :
Rp. 90.000.000 – Rp. 50.000.000 = Rp. 40.000.000,-
Jadi yang diterima X = Rp. 40.000.000,-
INBRENG(PEMASUKAN)

Inbreng, adalah pemasukan kembali ke dalam harta peninggalan, hibah-


hibah/pemberian-pemberian si peniggal warisan ketika masih hidup, tentang apa yang
dimasukkan kembali (di-inbreng) di tentukan oleh pasal 1086 dan pasal 1096 BW,
adalah sebagai berikut :
1. Semua hibah (schengkingen) oleh si pewaris (peninggal warisan ketika masih
hidup).
2. Segala sesuatu yang telah diberikan kepada ahli waris.
3. Segala hal yang telah diberikan kepada ahli waris untuk memberikan kedudukan
dalam masyarakat atau satu jabatan atau pekerjaan kepada ahli waris.
4. Segala sesuatu yang dimasukkan untuk membayar utang-utang si ahli waris.
5. Segala sesuatu yang merupakan pesangon perkawinan.
Namun disamping itu ada beberapa hal yang merupakan pemberian pewaris
akan tetapi tidak perlu untuk dimasukkan kembali, yang oleh pasal 1097 BW
ditentukan antara lain :
1. Biaya nafkah dan biaya pendidikan ahli waris.
2. Biaya belajar guna perdagangan, kerajinan tangan, kebudayaan dan perusahaan.
3. Biaya perkawinan dan pakaian yang perlu untuk hidup setelah perkawinan.
4. Biaya untuk membayar upah kepada orang yang menggantikan ahli waris untuk
wajib militer.
YANG WAJIB MELAKUKAN INBRENG

Untuk yang diwajibkan melakukan Inbreng ini ialah harus memenuhi


dua syarat, yaitu :
1. Ahli waris dalam garis lurus ke bawah;
2. Ahli waris yang pernah menerima hibah pada saat si pewaris masih hidup.
Jadi pada prinsipnya orang yang melakukan inbreng adalah ahli waris
dalam garis lurus ke bawah yang pernah menerima hibah diwajibkan
melakukan inbreng, kecuali dengan tegas dibebaskan untuk tidak melakukan
inbreng, baik itu pembebasan yang dicantumkan dalam akta hibah, akta
autentik lainnya atau dalam surat wasiat. Sehingga dalam pengertian ini pula
keluarga sedarah yang tidak dalam garis lurus ke bawah, walaupun pernah
menerima hibah tidak diwajibkan melakukan inbreng, kecuali secara tegas
diwajibkan oleh pewaris dalam suatu akta autentik atau dalam surat wasiat.
Contoh Kasus I

A+ A meninggal pada tahun 1959. Di tahun


1959 1955 A menghibahkan kepada anaknya
berupa sebidang sawah, yaitu kepada B.
Apakah B wajib melakukan inbreng ?
HIBAH Penjelasan :
Dalam hal ini B wajib melakukan
inbreng, karena :
- B merupakan ahli waris dalam garis
lurus ke bawah,
B - dan B pernah menerima hibah.
C D
PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN

Burgerlijk Wetboek di Pasal 1066 dengan tegas menyatakan bahwa :


1. Tidak seorang ahli warispun yang dapat dipaksa untuk membiarkan harta
peninggalan tidak terbagi-bagi.
2. Pembagian harta peninggalan dapat dilakukan sewaktu-waktu, namun
diberikan suatu kemungkinan untuk menangguhkan pembagiannya,
penangguhan ini dapat dilakukan selama lima tahun dan dengan
persetujuan para ahli waris dapat diperpanjang 5 tahun lagi.
Pembagian harta peninggalan ini dapat dituntut pelaksanaannya oleh
waris, orang yang membeli suatu barang atas sebagian dari harta peninggalan,
crediteur para ahli-ahli waris. Namun legataris dan crediteur peninggal harta
peninggalan/pewaris tidak dapat menuntut. Bagi seorang legataris hanya dapat
menuntut penyerahan barang yang diberikan secara legaat dan crediteur
peninggal warisan hanya dapat menagih pembayaran utangnya dan dapat pula
menyita barang warisan untuk dijual secara lelang.
Pembagian harta peninggalan tersebut menurut ketentuan dari pasal 1071
ayat 2 BW, harus dilakukan dengan cara seperti yang ditentukan oleh pasal
1072 BW :
1. Harus dihadiri oleh Weeskamer (Balai Harta Peninggalan)
2. Dilakukan di depan Notaris, Notaris ini dipilih sendiri oleh para ahli waris.
3. Harus ada perincian barang dari harta peninggalan (boedel schrijving).
4. Jika terdapat barang-barang yang harus ditaksir harganya, maka untuk
saham maupun efek dilakukan atas dasar catatan resmi, sedang untuk yang
lainnya harus ditaksir oleh 3 orang juru taksir yang disumpah oleh pejabat
Pamong Praja.
PELAKSANA TESTAMENT

Pelaksana testament (executeur testamentair) yang dapat ada dapat pula


ditiadakan. Untuk adanya pelaksana testamen dapat dilakukan dengan
menunjuk. Oleh pasal 1005 BW ditentukan bahwa pelaksana testamen ini
dapat ditunjuk dalam testamen, dalam akta bawah tangan yang ditulis, diberi
tanggal dan ditanda tangani oleh peninggal warisan (codicil) atau dapat pula
dalam akta Notaris ‘istimewa’. Istimewa disini menunjuk pada sifat akta
tersebut yang isinya tentang ha;-hal yang harus dilakukan setelah si
peninggal harta warisan tersebut meninggal dunia.
Tentang siapa-siapa yang tidak dapat menjadi Pelaksana Testament,
oleh pasal 1006 BW ditentukan sebagai berikut :
1. Wanita yang bersuami kecuali dengan bantuan suaminya.
2. Orang yang belum dewasa.
3. Orang yang ada di bawah pengampunan.
4. Orang-orang yang menurut hukum dianggap tidak cakap bertindak.
Perlu diingat bahwa pasal di atas tidak menyebutkan bahwa mereka itu
tidak dapat ditunjuk, pasal di atas hanya menyatakan bahwa orang-orang
tersebut tidak dapat menjadi pelaksana, jadi orang tersebut dapat saja
ditunjuk selaku pelaksana testament.
LINGKUP KERJA TESTAMENT

Dari istilah yang dipakai, yaitu pelaksana testament, maka dapatkah kita
simpulkan bahwa tugas dan kerjanya adalah melaksanakan testament. Hal ini
dapat kita simpulkan dari ketentuan pasal 1011 BW yang menyatakan bahwa
pelaksana testament harus berusaha agar testament dilaksanakan, dan jika
terjadi perselisihan, maka ia berkuasa untuk mempertahankan sahnya
perseleisihan dimuka Hakim.
Kekuasaan si pelaksana testament ini, jika tidak diikuti oleh kekuasaan
terhadap barang-barang dari harta peninggalan, maka ia hanya berkuasa untuk
memperingatkan para ahli waris untuk memenuhi kewajibannya serta
memperingatkan para legataris akan hak-haknya.

Anda mungkin juga menyukai