Anda di halaman 1dari 19

JAMINAN BENDA BERGERAK:

Kelas A - Reguler

ANALISIS KASUS GADAI BERDASARKAN PUTUSAN


NOMOR: 30/PDT.G/2018/PN.Pya

Jihan Safira - 1806139374


Diva Humaira - 1806220175
Griselia Vania - 1806220484
Axel William Tarigan - 1806219362
Putri Maharani Utomo - 1806219040
Dimas Anggana Putra - 1806219135
Sutan Pasha Umbara - 1806219904
OUTLINES

1. Mengenai Gadai, Khususnya dalam Hukum Perdata


2. Kasus Posisi berdasarkan Putusan Nomor
30/PDT.G/2018/PN.Pya
3. Analisis Kasus
4. Kesimpulan
GADAI
MENURUT HUKUM
PENGERTIAN
PERDATA
DASAR
SIFAT GADAI
GADAI HUKUM

PROSES
SUBYEK DAN HAPUSNYA
TERJADINYA
OBYEK GADAI GADAI
GADAI
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu
barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh kreditur,
atau oleh kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya, dan yang
memberi wewenang kepada kreditur untuk mengambil
pelunasan piutangnya dan barang itu dengan mendahului
Pengertian Gadai kreditur-kreditur lain; dengan pengecualian biaya penjualan
sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai
pemilikan atau penguasaan, dan biaya penyelamatan barang
itu, yang dikeluarkan setelah barang itu sebagai gadai dan
yang harus didahulukan

Dasar Hukum Pasal 1150 - 1160 Buku Kedua KUHPer


Subyek Gadai: Manusia dan Badan Hukum yang
Subyek Gadai cakap dan bebas melakukan perbuatan atas
benda tersebut

Benda bergerak berwujud Surat Piutang Atas Nama

Objek Gadai
Surat Piutang Atas Bawa
Benda bergerak tidak
berwujud
Surat Piutang Atas Tunjuk
SIFAT GADAI
a. Gadai adalah Hak Kebendaan

Benda gadai harus diserahkan kepada kreditur TETAPI tidak untuk dinikmati,
melainkan untuk menjamin piutangnya. Hak kebendaan dari gadai
BUKANLAH hak untuk menikmati suatu benda.

b. Hak gadai bersifat accesoir

Hak gadai merupakan hak tambahan dari perjanjian pokoknya, yang ada dan
tidaknya bergantung dari ada dan tidaknya piutang yang merupakan
perjanjian pokoknya, dengan demikian hak gadai akan dihapus jika perjanjian
pokoknya hapus.
SIFAT GADAI (2)
C. Hak Gadai tidak dapat dibagi-bagi

Karena hal ini, dengan dibayarkannya sebagian hutang tidak akan membebaskan
sebagian dari benda gadai.

D. Hak Gadai adalah hak yang didahulukan

Menurut pasal 1133 dan 1150 KUHPer, piutang dengan hak gadai mempunyai hak
untuk didahulukan daripada piutang-piutang lainnya, maka kreditur pemegang gadai
mempunyai hak mendahulukan (droit de preference).

E. Benda yang menjadi obyek hak gadai adalah benda bergerak, baik yang bertubuh
maupun yang tidak bertubuh.

F. Hak gadai adalah hak jaminan yang kuat dan mudah penyitaannya.
PROSES TERJADINYA GADAI
Proses terjadinya gadai pada benda Proses terjadinya gadai pada piutang
bergerak bertubuh: atas nama:

a. Perjanjian Gadai a. Perjanjian Gadai


b. Adanya pemberitahuan kepada
Perjanjian untuk memberikan hak debitur dari piutang yang digadaikan
gadai, bersifat konsensual dan
obligatoir serta bentuknya bebas.

b. Penyerahan Benda Gadai

Barang gadai harus dibawa keluar


dari kekuasaan si debitur pemberi
gadai (syarat inbezitstelling).
PROSES TERJADINYA GADAI (2)
Proses terjadinya gadai pada piutang Proses terjadinya gadai pada piutang
atas bawah atau atas tunjuk: atas order:

a. Perjanjian Gadai a. Perjanjian Gadai


b. Adanya endossemen yang diikuti dengan
Debitur dan Kreditur mengadakan penyerahan buktinya.
perjanjian untuk memberikan hak gadai.
Menurut pasal 1152 KUHPer, untuk
b. Penyerahan Surat Bukti mengadakan gadai pada piutang atas
tunjuk diperlukan adanya endossemen
Contoh: surat piutang atas bawah, pada surat hutangnya dan diserahkan ke
obligasi, saham atas nama, sertifikat pemegang gadai
deposito
HAPUSNYA GADAI
Sebab-sebab hapusnya hak gadai:

a. Hapusnya perikatan pokok


b. Benda gadai keluar dari kekuasaan pemegang gadai
c. Musnahnya benda gadai
d. Penyalahgunaan benda gadai
e. Eksekusi
f. Kreditor melepaskan benda gadai secara sukarela
g. Pencampuran, apabila piutang yang dijamin dengan hak gadai dan benda
gadai berada dalam satu orang
KASUS POSISI
Selengkapnya pada:
https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/download_file/a48badc36014a3aa104c79b51bbdd072/pdf

Muhammad Alwi
Nalih sebagai Putusan
dan Maskuni Duduk Perkara Eksepsi
Penggugat sebagai Tergugat Pengadilan

Penggugat mengajukan Tergugat merupakan Diperkuat dengan Menurut Tergugat, pada 1.Eksepsi Tergugat
gugatan kepada Pihak sanak saudara dari H. adanya Sertifikat Hak tahun 1992, Penggugat diterima. Penggugat
Tergugat karena merasa Usman dan Selep (Almh) Milik atas tanah sawah meminta tambah gadai juga kurang
tanah sawah yang berasal dan juga sebagai ahli tersebut oleh Selep kepada Almh Selep dan menyebutkan para
dari warisan orang tua waris pengganti. (Almh) yang dibuat sebelum pada tahun pihak yang
Penggugat, yang bernama tanpa sepengetahuan 1997, tanah sawah seharusnya terlibat
Salong (Alm) pada tanggal 3 Tergugat diduga Penggugat, yang pada tersebut dilunasi oleh pula.
September 1987 kepada H. melakukan penguasaan akhirnya Penggugat Almh Selep sehingga 2.Gugatan tidak
Usman (Alm) dengan harga tanpa hak dan perbuatan telah mengajukan Almh Selep membuatkan diterima.
gadai sejumlah 1 juta rupiah melawan hukum karena gugatan pada PTUN Sertifikat Hak Milik dan 3.Penggugat
dan 26 ton padi gabah dianggap menguasai Mataram tahun 2000 hal tersebut diketahui dibebankan biaya
kering, masih dalam tanah sawah milik untuk membatalkan oleh Penggugat karena perkara.
kepemilikannya sebagai ahli Penggugat. Serrtifikat Hak Milik Penggugat dilibatkan
waris dan tanah tersebut atas nama Selep dan dalam pengukuran tanah
masih dipertahankan oleh dikabulkan. sebelum didaftarkan.
Tergugat sampai sekarang.
ANALISIS KASUS POSISI (1)
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, objek gadai yang umumnya diketahui adalah benda bergerak
yang berwujud, misalnya sebuah kendaraan, dan benda bergerak tidak berwujud, misalnya surat-surat
piutang.

Terhadap Putusan dari kelompok yang kami peroleh, ternyata kami menemukan bahwa lembaga jaminan
gadai tak selamanya berupa objek benda bergerak sebagai jaminan. Objek gadai yang berupa benda
bergerak hanyalah berlaku pada lembaga gadai menurut hukum perdata, atau yang disebut dengan pand.
Di Indonesia, selain gadai menurut hukum perdata, juga dikenal dengan lembaga gadai dalam hukum
adat. Atau gadai tanah Gadai tanah diakui dan dibuktikan dengan adanya Undang-Undang Nomor
56/Prp/1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian.

Gadai dalam hukum adat diakui dan masih dilaksanakan oleh masyarakat di Indonesia hingga saat ini.
Bahkan beberapa masyarakat Indonesia lebih memilih mempergunakan lembaga gadai adat
dibandingkan lembaga gadai dalam bentuk lainnya tersebut guna memenuhi kebutuhan hidup mereka,
karena gadai adat dianggap oleh masyarakat lebih sederhana, praktis, ekonomis serta tidak terikat oleh
persyaratan-persyaratan tertentu.
ANALISIS KASUS POSISI (2)
Pengertian gadai menurut hukum adat, atau “gadai tanah”, dalam penjelasan umum UU Nomor 56 Prp
Tahun 1960 adalah hubungan seseorang dengan tanah kepunyaan orang lain, yang mempunyai utang
kepadanya. Selama utang tersebut belum dibayar lunas maka tanah itu tetap berada dalam penguasaan
yang meminjam uang tadi ("pemegang-gadai"). Selama itu hasil tanah seluruhnya menjadi hak pemegang
gadai, yang dengan demikian merupakan bunga dari utang tersebut. Dapat disimpulkan bahwa gadai
dalam hukum adat sebenarnya kurang lebih memiliki pengertian yang sama dengan gadai dalam hukum
perdata, hanya saja objek gadainya yang membedakan, yakni tanah pertanian.

Gadai dalam hukum adat tidak bertentangan dengan gadai dalam hukum perdata, mengingat objek gadai
yang berbeda dan Indonesia mengakui keberadaan hukum adat. Pasal 2 Aturan Peralihan Undang
Undang Dasar 1945 dan Pasal 5 Undang Undang Pokok Agraria menyatakan hukum adat dapat
diberlakukan selama tidak bertentangan. Tanah pertanian sebagai objek gadai dalam hukum adat tidak
bertentangan dengan objek gadai dalam hukum perdata dan juga pengaturan mengenai tanah dapat
diserahkan pada hukum adat.
ANALISIS KASUS POSISI (3)
Dalam Pasal 7 UU No. 56 Prp Tahun 1960 juga dijelaskan bahwa penguasaan
tanah oleh pemegang gadai hanya dapat berlangsung paling lama untuk
jangka waktu 7 tahun. Setelah 7 tahun, pemegang gadai wajib
mengembailkan tanah tersebut kepada pemiliknya dalam jangka waktu 1
bulan setelah tanaman selesai panen dan tanpa hak untuk menuntut
pembayaran tebusan atau uang gadai yang telah diterima.

Dalam kasus sengketa antara Nalih sebagai Penggugat, Muhammad Alwi dan
Maskuni sebagai Tergugat, penguasaan tanah gadai telah terjadi selama lebih
dari 7 tahun. Namun, penggugat kembali meminta tambahan gadai pada
setiap tahunnya.
ANALISIS KASUS POSISI (4)
Dalam kasus sengketa antara Nalih sebagai Penggugat, Muhammad Alwi dan
Maskuni sebagai Tergugat, benar menggunakan lembaga jaminan gadai menurut
hukum adat, bukan menurut hukum perdata.

Objek yang disengketakan dalam kasus ini adalah tanah pertanian yang termasuk
dalam gadai tanah menurut hukum adat. Maka, sengketa dalam kasus di sini
dikatakan sebagai gadai menggadai adalah sah, hanya saja ruang lingkupnya
yang bukan merupakan gadai menurut hukum perdata. Secara garis besar
mengenai sifat, proses terjadinya, dan batalnya gadai tanah kurang lebih sama
dengan gadai dalam hukum perdata, hanya saja lebih sederhana dan didasari
dengan nilai-nilai hukum adat.
ANALISIS DUDUK PERKARA DARI
PENGGUGAT
- Dalam tuntutannya Penggugat menyatakan bahwa Salong (orang tua Penggugat) telah
menggadaikan tanah kepada Almh. Haji Usman sebesar 1 juta dan 26 ton padi gabah kering pada
1987. Penggugat menyatakan bahwa Tergugat telah menempati tanah sawah tersebut selama 31
tahun, dan menyatakan bahwa sesuai dengan ketentuan Prp. No. 56 Tahun 1960 bahwa masa
gadai hanya berlangsung selama 7 tahun, maka kelebihan dari masa gadai tersebut yaitu selama
24 tahun terhadap tanah sengketa merupakan tindakan penguasaan tanpa hak dan merupakan
perbuatan melawan hukum oleh karenanya harus dihukum untuk mengembalikan tanah sengketa
kepada Penggugat dengan tanpa beban apapun.
- Penggugat juga menyatakan bahwa pada tahun 2000 Tergugat telah mensertifikatkan objek tanah
sengketa tanpa sepengetahuan Penggugat (Sertifikat Hak Milik Nomor 503 Desa Ubung, tanggal
27 April 2000, Gambar Situasi Nomor 3802/1997, luas 5.313 m2 atas nama SELEP)
- Lalu, karena dalam hal ini menggunakan hukum adat sebagai acuan, maka dalam hal jual gadai,
tanah tidak secara langsung dinyatakan dijual atau dibeli. Namun pada kenyataannya, tanah
tersebut sudah diperjual-belikan.
ANALISIS EKSEPSI DARI TERGUGAT
- Dalam eksepsinya, Tergugat menyatakan bahwa benar bahwa Penggugat telah menggadaikan
tanah sawah kepada Haji Usman sebesar 1 juta dan 26 ton padi gabah kering, namun pada sekitar
tahun 1992 Penggugat meminta tambah gadai kepada Almh. Selep sebagai istri dari H.Usman,
guna memenuhi kebutuhan Penggugat, dan hal tersebut terus dilakukan Penggugat setiap
tahunnya baik secara langsung kepada Almh. Selep maupun kepada orang kepercayaan Alm. H.
Usman dan Almh. Selep yang menggarap objek sengketa.
- Lalu Tergugat juga menyatakan bahwa permohonan Sertifikat atas objek tanah sengketa telah
diajukan oleh Almh. Selep pada tahun 1997 setelah terjadi pelunasan terhadap objek sengketa yang
dilakukan Almh. Selep kepada Penggugat.
- Sebelum dilakukan pelunasan terhadap objek tanah sengketa juga telah terlebih dahulu dilakukan
pengukuran tanah yang diketahui oleh Penggugat dan juga telah dilakukan acara syukuran (potong
kembing diatas objek sengketa) sehingga seharusnya sudah jelas terbukti bahwa Penggugat telah
mengetahui pembuatan sertifikat ini.
KESIMPULAN
1. Tanah sengketa dalam kasus di sini dapat dimasukkan ke dalam lembaga
jaminan gadai, lebih tepatnya gadai tanah dalam hukum adat.
2. Dalam hal jual gadai, terdapat fakta bahwa tanah sebenarnya dalam
kenyataannya sudah terjadi proses jual-beli amun secara tidak langsung
karena Nalih meminta tambah gadai secara terus-terusan.
3. Dalam Putusan No.30/PDT.G/2018/PN.Pya Eksepsi Muhammad Alwi dan
Maskuni (Tergugat) dikabulkan oleh Majelis Hakim sehingga gugatan Nalih
(Penggugat) dinyatakan ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat
diterima. Penggugat juga dibebankan biaya perkara sebesar Rp. 2.383.000,-
DAFTAR PUSTAKA
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgelijk Wetboek], diterjemahkan oleh
Subekti, (Jakarta: Balai Pustaka, 2012).
2. Indonesia. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang undang tentang
Penetapan Luas Tanah Pertanian. Perpu No. 56 tahun 1960.
3. Hasbullah, Frieda Husni. Hukum Kebendaan Perdata: Hak-hak yang Memberi
Jaminan. Cet 1. Jakarta: Ind Hill-Co.
4. Ningrum, Esti. “Jaminan Kepastian dan Perlindungan Hukum terhadap
Perjanjian Gadai Tanah menurut Hukum Adat”, Jurnal Cakrawala Hukum
(2013).

Anda mungkin juga menyukai