Anda di halaman 1dari 12

Hipotik

Pengertian Hipotik
Menurut Ps. 1162 BWI yang dimaksud
dengan hipotik adalah suatu hak
kebendaan atas benda-benda tak
bergerak (kepunyaan orang lain), untuk
mengambil penggantian daripadanya
bagi pelunasan suatu perikatan.
 tujuan hipotik adalah juga untuk memberi
jaminan kepada kreditur tentang kepastian
pembayaran pelunasan atas uang yang
dipinjam debitur sedemikian rupa, bahwa
apabila debitur wanprestasi maka benda-benda
yang dibebani hipotik dapat dijual / dilelang
dan pendapatan penjualan tersebut
dipergunakan untuk membayar hutang yang
dijamin dengan hipotik, kecuali ditetapkan lain
oleh undang-undang.
 perjanjian hipotik merupakan perjanjian
tambahan (accessoir) dari suatu perjanjian
hutang piutang sebagai perjanjian pokoknya.
 Selanjutnya di dalam Ps. 1163 ayat (2) BWI
diterangkan bahwa karena hipotik tetap
melekat pada bendanya, maka meskipun benda
itu kemudian dimiliki oleh orang lain hipotik
tetap melekat atas benda itu (jual beli tidak
menggugurkan hipotik).
 Beberapa sifat yang terdapat dalam hipotik adalah :
 a. Sifat Konvensional, artinya perjanjian pembebanan hipotik harus
secara tegas menyatakan hal itu dan dibuat dengan akta otentik;
 b. Sifat tidak dapat dibagi (ondeelbaarheid), artinya bahwa hipotik itu
tetap berlangsung walaupun sebagian dari hutang telah dibayar;
 c. Sifat tetap melekat pada bendanya (zaaksgevolg), meskipun benda
yang dibebani hipotik berpindah tangan, hipotik tetap melekat pada
benda itu;
 d. Sifat mudah dieksekusi, artinya benda yang dibebani hipotik dapat
dijual sendiri oleh kreditur atau denan perantaraan hakim, tidak perlu
bantuan tenaga penjualan khusus;
 e. Sifat didahulukan (droit de preference), artinya pelunasan hipotik
lebih didahulukan daripada piutang-piutang lainnya, kecuali ditetapkan
lain oleh undang-undang;
 f. Sifat accessoir, artinya sebagai pelengkap dari perjanjain pokok yaitu
hutang piutang;
 g. Bersifat sebagai jaminan, yaitu untuk menjamin pelunasan suatu
hutang saja dan tidak memberi hak untuk menguasai dan memiliki
benda jaminan.
 Azas-azas hipotik
 Secara umum dapat dikatakan bahwa yang merupakan azas-
azas hipotik adalah :
 i. Terbuka untuk umum (ovenbaarheid), yaitu bahwa hipotik
didasarkan dalam suatu daftar umum supaya dapat diketahui
oleh pihak ketiga. Azas ini dikenal pula dengan nama azas
publisitas;
 ii. Azas spesifikasi (specialiteit), artinya bahwa hipotik hanya
dapat dibeban-kan atas benda-benda yang ditunjuk secara
khusus, berupa apa, berapa luas, berapa besar, jumlah, ukuran,
di mana letaknya / batas-batasnya dlsb.
 Hipotik atas benda tak bergerak yang telah ditentukan secara
khusus sebagai unit kesatuan misalnya sebuah rumah, tidak
dapat hanya dibebankan atas paviliun rumah tersebut atau
hanya atas satu atau dua kamar di dalam rumah tersebut.
 Obyek hipotik
 Berdasarkan ketentuan Ps. 1164 BWI, benda yang dapat
dibebani hipotik / obyek hipotik adalah benda-benda tak
bergerak yang dapat dipindah tangankan.
 Setelah berlakunya UUPA Nomor 5 Tahun 1960 berikut
peraturan pelaksanaannya, maka benda tak bergerak yang
dapat dibebani hipotik adalah hak milik, hak guna bangunan,
hak guna usaha (baik yang berasal dari konversi hak tanah
barat, seperti hak eigendom / hak opstal / hak erfpacht
maupun hak tanah adat), dengan syarat hak-hak tersebut
telah didaftarkan dalam Daftar Buku Tanah.
 Subyek Hipotik
 Yang dimaksud dengan subyek hipotik adalah para pihak
yang mengadakan perjanjian hipotik yaitu pihak pemberi
hipotik dan pihak penerima hipotik.
 Orang yang dapat membeli hipotik atau dalam hal ini berarti
yang berhak menghipotikkan suatu benda haruslah orang
yang berhak mengasingkan benda itu. Orang dilarang
membebani hipotik suatu benda yang tidak atau belum
dapat diasingkannya; namun orang boleh membebani hipotik
suatu benda miliknya untuk menjamin pembayaran hutang
orang lain.
 Prosedur pembebanan hipotik
 a. Pembuatan hipotik dilakukan oleh kreditur dan debitur dalam
suatu akta otentik yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat
Pembuat Akta Tanah (Ps. 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1961);
 b. Sesuai dengan Surat Keputusan Dirjen Agraria 67/DDA/1968,
maka kepala akta hipotik berbunyi “ Demi Keadilan berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”, berarti grosse (salinan pertama)
akta hipotik ini mempunyai kekauatan eksekutorial seperti
keputusan pengadilan yang telah memeproleh kekuatan hukum
yang tetap;
 c. Akta pemberian hipotik dibuat dalam dua rangkap, masing-
masing rangkap ditandatanagani oleh debitur dan kreditur, para
saksi dan PPAT. Satu lembar akta itu disimpan PPAT dan satu
lembar lainnya beserta sertifikat hak atas tanah berikut surat-
surat lain yang diperlukan disampaikan oleh PPAT (atau
kreditur) kepada Kantor Pendaftaran Tanah untuk diidaftarkan
dalam Buku Tanah ;
 Kantor Pendaftaran Tanah untuk diidaftarkan dalam Buku Tanah
;
 d. Pendaftaran yang dilakukan oleh Kepala Kantor Pendafataran
Tanah meliputi :
 Memuat Buku Tanah (yang baru) untuk hipotik yang
bersangkutan;
 Membuat sertifikat hipotik yang terdiri dari salinan Buku
Tanah tersebut dan salinan akta pemberian hipotik;
 Mencatat adanya hipotik pada Buku Tanah serta sertifikat hak
atas tanah yang dibebaninya.Setelah itu Kepala Kantor
Pendaftaran Tanah menyerahkan sertifikat hipotik kepada
penerima hipotik (kreditur) dan menyerahkan sertifikat hak atas
tanah kepada pemberi hipotik (debitur); namun dalam praktek
umumnya yang terjadi sertifikat hak atas tanah tetap disimpan
oleh kreditur sampai piutangnya dilunasi.
 Mengenai kapan miulai berlakunya hipotik ada
sementara pihak yang berpendapat bahwa
pembebanan hipotik telah mulai berlaku sah
sejak dibuatkan akta otentik oleh PPAT, namun
ada pihak lainnya menekankan azas publisitas,
sehingga berpendapat bahwa setelah terdaftar
di Kantor Pendaftaran Tanah maka hipotik baru
mempunyai kekuatan mengikat, karena telah
bersifat terbuka untuk diketahui secara umum.
Kuasa memasang hipotik

 a. Di dalam praktek perkreditan dewasa ini tidak semua


jaminan yang dipegang kreditur (khususnya dalam hal
ini bank) berupa hipotik, karena suatu proses hipotik
termasuk di dalamnya proses sertifikasi hak atas tanah,
tentunya memerlukan jangka waktu yang cukup lama
dan biaya yang tidak sedikit.
 Khusus untuk penyaluran kredit kepada pengusaha kecil
dan golongan ekonomi lemah, pembebanan hipotik
dirasakan terlalu berat, karena kebanyakan hak atas
tanah mereka belum memperoleh sertifikat hak atas
tanah, sedangkan mereka sudah memerlukan bantuan
berupa kredit baik untuk investasi maupun untuk modal
kerja mereka
 Dalam prakteknya bank selalu meguasai sertifikat hak
atas tanah yang dijadikan jaminan, selain untuk
kemungkinan pemasangan hipotik seperti diuraikan di
atas, juga untuk menjaga jangan sampai terjadi penyalah
gunaan debitur, misalnya hak tersebut dijadikan sebagai
jaminan hutang yang lain atau dipindah tangankan,
tanpa sepengetahuan bank / kreditur.
 b. Berdasarkan Ps. 1171 ayat (2) BWI, surat kuasa
memasang hipotik harus dibuat dalam bentuk akta
otentik (akta notaris), bukan akta PPAT;
 c. Surat kuasa memasang hipotik mempunyai sifat tidak
dapat dicabut / ditark kembali oleh debitur. Kalau sifat ini
tidak melekat pada surat kuasa tersebut maka kreditur /
bank pada saat yang diperlukan bisa jadi tidak dapat
melakukan pembebanan hipotik dimaksud.

Anda mungkin juga menyukai