HARTA
PENINGGALAN
OLEH :
Dra. Tuti Herawati, SH.,MH
Pasal 1066 KUHPerdata menetapkan adanya hak dan ahli waris untuk
menuntut diadakannya suatu pemisahan harta warisan, namun dapat pula
diadakan persetujuan para ahli waris untuk selama waktu tertentu tidak
melakukan pemisahan, yaitu untuk jangka waktu 5 (lima) tahun. Pewarisan
terjadi secara langsung pada saat ada yang meninggal tetapi dalam
mendapatkan warisannya perlu suatu proses yang dilakukan oleh pejabat
yang berwenang untuk membuat suatu surat keterangan kematian dan
harus membayar ganti rugi dan bunga sebagai pengeluaran dalam
melakukan pendaftaran penyegelan dari barang peninggalan, untuk
keperluan pemisahan dan pembagian bagi para ahli waris yang tercantum
dalam akta keterangan ahli waris.
PEMBAGIAN HARTA WARISAN PADA WAKTU
PEWARIS MASIH HIDUP
Seseorang yang meninggal dunia, sedang ia meninggalkan harta akan tetapi tidak
ada ahli warisnya ataupun semua ahli warisnya menolak atau dinyatakan tidak patut,
maka menurut pasal 1126 BW, Balai Harta Peninggalan (Weeskamer)-lah yang
berkewajiban untuk mengurusnya.
Tentang ada atau tidaknya harta peninggalan yang tak terurus ini adalah menurut
keputusan Hakim atas permintaan jaksa Penuntut Umum atau atas permintaan orang
yang berkepentingan.
Ketentuan dari pasal 1128 BW adalah bila Balai Harta Peninggalan
mulai mengurus, maka BHP akam melakukan penyegelan barang warisan dan
kemudian menginventariseer dan selanjutnya harus mengurusnya sebaik-
baiknya.
BHP berkewajiban, pula untuk melakukan pemanggilan terhadap para
ahli waris. Dan jika terjadi gugatan terhadap harta peninggalan yang
diurusnya maka BHP berkewajiban untuk menghadap Hakim.
Jika tidak ada ahli waris maka BHP harus membuat pertangung-jawaban
kepada Negara, dimana selanjutnya Negaralah yang berhak atas harta
peninggalan tak terurus tersebut.
HARTA WARISAN MENJADI MILIK NEGARA
Seperti telah ditentukan dalam Pasal 520 BW, yaitu benda-benda pewaris
yang meninggal dunia tanpa ahli waris, atau yang harta peninggalannya
telah ditinggalkan atau ditelantarkan, menjadi milik negara. Menurut Pasal
832 ayat 2 BW¸ negara wajib memenuhi utang dari pewaris sejauh nilai
benda-benda itu mencukupi.
Kasus harta peninggalan tak terurus ini menurut ketentuan dalam Pasal
1126 BW dapat terjadi karena 2 (dua) hal, yaitu jika pada waktu harta
peninggalan terbuka, tidak ada orang yang tampil untuk menuntut haknya
dan/atau jika ahli waris yang dikenal menolak warisan yang sama. Selain
dua hal tersebut diatas, kasus harta peninggalan tak terurus ini dapat terjadi
apabila pewaris semasa hidupnya tidak membuat suatu wasiat dimana
pewaris melakukan penunjukan seseorang untuk melakukan pengelolaan
atas harta waris yang ia tinggalkan.
HARTA WARISAN MENJADI MILIK NEGARA
Jika harta peninggalan yang tak ada pemiliknya tersebut berada di Nangroe
Aceh Darussalam, maka masalah hukum pengelolaan harta tersebut dapat
diselesaikan oleh Lembaga Baitul Maal di Aceh. Namun apabila diluar
wilayah Nangroe Aceh Darussalam yang mayoritas tidak mempunyai
lembaga Baitul Maal yang dibentuk oleh pemerintah daerah setempat atau
sejenisnya di wilayah hukumnya, maka siapakah yang akan mengelola
harta tersebut kalau bukan Lembaga Balai Harta Peninggalan, walaupun
seseorang tersebut tunduk pada hukum waris BW, hukum waris Islam
maupun hukum waris adat.
Persamaan dan perbedaan antara sistem hukum Islam dengan
sistem KUH Perdata (BW).
sedangkan perbedaannya adalah terletak pada saat pewaris meninggal dunia, maka harta tersebut
harus dikurangi dulu pengluaran-pengluaran antara lain apakah harta tersebut sudah dikeluarkan
zakatnya, kemudian dikurangi untuk membayar hutang atau merawat jenazahnya dulu, setelah bersih,
baru dibagi kepada ahli waris, sedangkan menurut KUH Perdata tidak mengenal hal tersebut,
perbedaan selanjutnya adalah terletak pada besar dan kecilnya bagian yang diterima para ahli waris
masing-masing, yang menurut ketentuan KUH Perdata semua bagian ahli waris adalah sama, tidak
membedakan apakah anak, atau saudara, atau ibu dan lain-lain, semua sama rata, sedangkan menurut
hukum Islam dibedakan bagian antara ahli waris yang satu dengan yang ahli waris yang lain.