Anda di halaman 1dari 17

BAB II

SURAT WASIAT

OLEH :
Dra. Tuti Herawati, SH.,MH
Syarat-syarat Saksi Dalam Pembuatan
Surat Wasiat

Mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapatnya seseorang menjadi


saksi dalam pembuatan surat wasiat adalah dimuat dalam pasal 4 BW, yang antara lain
disebutkan :
 Sudah berumur 21 tahun atau sudah kawin.
 Penduduk Indonesia.
 Mengerti bahasa yang dipergunakan oleh si peninggal warisan dan yang
dipergunakan untuk/dalam surat wasiat.
Kemudian oleh pasal 944 ayat 2 BW, dinyatakan bahwa syarat-syarat, bagi para
saksi dalam pembuatan surat wasiat tak rahasia, saksi tidak diperbolehkan :
 Para ahli waris, sanak famili atau orang yang dihibahi barang-barang atau sanak-
sanaknya sampai derajad 4.
 Anak-anak, cucu-cucu, menantu ataupun cucu menantu Notaris.
 Pelayan-pelayan Notaris.
SURAT WASIAT YANG DI BUAT DI
LUAR NEGERI

Ketentuan dari pasal 945 BW menyatakan bahwa seorang warga negara


Indonesia yang tunduk pada hukum perdata barat (Burgerlijk Wetboek) dapat
membuat SURAT WASIAT DI LUAR NEGERI, namun dengan suatu akta
autentik dan dengan mengikuti acara-acara yang lazim dipergunakan di negara
tersebut, dan konsul Indonesia dapat melakukan tindakan-tindakan yang lazim
dilakukan oleh Notaris Indonesia.
Pembuatan Surat Wasiat Dalam
Keadaan Luar Biasa

Mengenai pembuatan SURAT WASIAT DALAM KEADAAN LUAR BIASA


ini diatur oleh pasal-pasal 946, 947 dan 948 BW.
Pasal 946 BW memberikan kemungkinan pada prajurit atau seseorang yang ada
dalam dinas ketentaraan, dalam keadaan perang dapat membuat surat wasiatnya
dihadapan seorang perwira perang yang berpangkat serendah-rendahnya letnan, atau
jika tidak ada perwira maka dapat dilakukan dihadapan seorang yang pangkatnya
paling tinggi dengan dihadiri oleh dua orang saksi.
Pasal 947 BW memberikan ketentuan untuk membuat surat wasiat di dalam kapal
laut yang sedang berlayar. Di sini surat wasiat dibuat dihadapan Kapten dan dihadiri
oleh dua orang saksi.
Jika seseorang ada di daerah terpencil yang terputus hubungan dengan luar
karena pemberontakan wabah penyakit ataupun karena bencana alam, maka
surat wasiat dapat dibuat dihadapan seorang pegawai Pamong Praja dan dihadiri
sekurang-kurangnya satu orang saksi.
Jika pembuat surat wasiat tersebut itu seorang buta huruf maka hal ini
harus diterangkan dalam surat wasiat.
Pasal 950 BW memberikan keterangan bahwa surat wasiat yang dibuat
dalam keadaan luar biasa tersebut akan menjadi tidak mempunyai kekuatan lagi
(krachteloos) jika setelah berakhirnya masa luar biasa tersebut dengan tenggang
waktu 6 bulan.
ERFSTELLING DAN LEGAAT

Antara ERFSTELLING DAN LEGAAT terdapat suatu perbedaan, dimana


erfstelling adalah merupakan penentuan dalam surat wasiat, dimana seseorang tertentu
ditunjuk untuk menerima seluruh harta warisan atau sebagian tertentu, misalnya ½ , ¼, ¾
dan sebagainya, hal ini dapat kita lihat dari pasal 954 BW, sedangkan legaat adalah
dimana seorang peninggal warisan menunjuk seseorang tertentu, misalnya rumah tertentu,
seluruh barang bergerak milik peninggal warisan, atau hak memetik/memungut hasil atas
sebagian atau seluruh harta peninggalan dan sebagainya, yang mana hal ini dapat kita
lihat dalam pasal 956 BW.
Demikian juga menurut pasal 955 dan pasal 958 BW dapat disimpulkan
mengenai perbedaan antara ERFSTELLING DAN LEGAAT, dimana orang
yang mendapat erfstelling berkedudukan sebagai ahli waris ab-intestato,
dalam artian ini maka orang yang menerima erfstelling tidak saja menerima
barangnya saja akan tetapi juga menanggung beban antara lain membayar
utang si peninggal warisan.
Berbeda dengan legaat yang berkedudukan sebagai seorang crediteur dari
si peninggal warisan, sehingga ia tidak bertanggung jawab atas utang-utang si
meninggal dunia, bahkan ia dapat menuntut dari ahli warisnya agar barang-
barang tertentu diserahkan kepadanya.
KEWAJIBAN (LAST)

Dalam suatu legaat dapat pula dibebankan suatu kewajiban kepada


penerimaan legaat (legataris), dalam pasal 961 BW, membarikan
kewajiban bagi legataris untuk membayar pajak, sedangkan menurut
pasal berikutnya, yaitu pasal 962 BW, menyatakan bahwa apabila
beberapa legataris dibebani kewajiban oleh si peninggal warisan, maka
para legataris itu wajib untuk memenuhinya seimbang dengan yang
diterimanya.
UJUD LEGAAT

Dari ketentuan yang ada dalam pasal 968 BW, dapat kita lihat bahwa Ujud
Barang Legaat dapat berupa barang tertentu, dan juga dapat pula berupa sekumpulan
barang tertentu ataupun sejumlah barang tertentu.
Penyerahan barang legaat, haruslah diserahkan pula segala kelengkapan barang
tersebut, jadi misalnya yang diberukan tersebut sebuah pabrik, maka yang diserahkan
sebagai barang legaat adalah bangunan beserta mesin dan kelengkapan pabrik tersebut
(963 BW).
Kepada si legataris, jika yang diserahkan adalah jenis barang tertentu maka
tidaklah perlu yang diserahkan itu merupakan barang yang terbaik, akan tetapi tidak
boleh yang diserahkan itu merupakan barang yang terjelek, hal ini adalah sesuai
dengan ketentuan dari pasal 969 BW.
Untuk yang diserahkan adlah berupa hasil dari barang tertentu, tidak disebutkan
kata-kata ‘memetik hasil’ atau ‘memakai’ (vrucht gebruik atau gebruik), maka hal ini
berarti bahwa barang tersebut masih ada ditangan ahli waris, dan ahli waris ini
berkewajiban untuk menyerahkan/memberi hasil kepada legataris saja.
Namun akan lain apabila disebutkan hak memetik hasil (recht van vrucht gebriuk)
atau hak memakan (recht V. Gebruik), maka di sini harus diartikan bahwa barangnnya
harus diserahkan kepada legataris.
FIDEI COMMIS

Larangan terhadap adanya “Fideicommissaire Substitutien” atau “Erfstelling Over


de Hand” dimuat dalam pasal 879 ayat 1 BW, sedangkan pada ayat 2 dapat kita ketahui
tentang maksud dari ayat di atas, yakni, bahwa setiap penetapan si meninggal/si peninggal
warisan, bahwa si ahli waris di berikan kewajiban untuk menyimpan harta warisan atau
barang tertentu dari harta warisan yang selanjutnya harus diserahkan kepada pihak ketiga.
FIDEI COMMIS DE RESIDUO

Fidei Commis De Residuo, yang diatur dalam pasal 989 sampai dengan 991 BW,
adalah merupakan kekecualian dari larangan adanya fidei commis. Tentang fidei commis
de residuo ini adalah berarti bahwa seorang ahli waris diberi hak untuk memakai, menjual
ataupun bahkan menghabiskan barang warisan tersebut dengan beban sisanya diserahkan
kepada pihak lain.
Dari ketentuan pasal 990 BW, Fidei Commis De Residuo ini masih diperlukan
kewajiban untuk mengadakan perincian barang-barang (boedelschriving).
PENARIKAN KEMBALI SURAT WASIAT

Surat wasiat, dimana didalamnya mengandung suatu pengertian yang prinsip


yaitu merupakan keinginan terakhir dari si peninggal warisan, oleh karena itu
memang diberi kemungkinan untuk diubah ataupun ditarik kembali. Penarikan
kembali ini dapat dilakukan secara diam-diam (stizwijgend) ataupun secara terang-
terangan (uitdrukkelijk).
PENARIKAN KEMBALI SECARA DIAM-DIAM

Dari yang kita tangkap, ketentuan-ketentuan pada BW tentang penarikan kembali


surat wasiat secara diam-diam ini ada tiga macam contoh, yaitu :
1. Jika seseorang peninggal warisan membuat surat wasiat lebih dari satu yang isinya
berbeda satu dengan yang lainnya saling bertentangan. Dalam hal ini, pasal 994
BW, menyatakan bahwa jika ada dua surat wasiat yang berurutan berbeda dengan
yang lainnya, maka dianggap penarikan kembali dari ayat-ayatnya dikemukakan
bahwa penarikan kembali secara diam-diam ini dianggap tidak pernah ada jika surat
wasiat yang kedua tidak memenuhi ketentuan acara-acara yang ditentukan oleh
BW.
2. Ketentuan dari pasal 996 BW, meyatakan bahwa jika terjadi suat barang yang
dihibahkan, namun oleh si peninggal warisan, sebelum meninggal dunia barang
tersebut kemudian dijual atau ditukarkan, maka hal inipun dianggap telah ada
penarikan kembali.
3. Jika terjadi suatu surat wasiat olografis yang diminta kembali oleh si pembuat surat
wasiat tersebut dari Notaris, maka hal inipun dianggap telah terjadi penarikan
kembali surat wasiat tersebut (934 BW).
PENARIKAN KEMBALI SECARA TEGAS
Tentang penarikan kembali surat wasiat secara tegas oleh BW diatur
dalam pasal 992 dan 993.
Menurut pasal 992 BW, penarikan kembali secara tegas ini dapat
dilakukan dengan:
1. Dalam suatu surat wasiat baru yang dibuat menurut pasal-pasal BW,
atau
2. Dalam suatu akta Notaris khusus (bijzondere notariele akta).
Tentang apa yang dimaksud dengan ‘khusus’ pada ketentuan ini adalah
suatu akta yang memang secara khusus memuat tentang penarikan suatu
surat wasiat.
PENAMBAHAN (Aanwas)

Jikalau terjadi, suatu harta warisan yang diberikan kepada ahli waris tidak
dapat dilaksanakan terhadap salah seorang dari mereka, maka bagiannya yang tidak
dapat diberikan tadi dibagi dan ditambahkan kepada yang lain.
Misalnya, harta warisan diberikan secara bersama-sama diberikan kepada V, W
dan X, kemudian untuk si W tak dapat dilaksanakan, maka bagian W dibagi dan
ditambahkan kepada V dan X, namun pemberian bersama ini tidak ada/dianggap
tidak ada jika telah ditetapkan berapa bagiannya, misalnya ¾, ½ atau ¼ dan
sebagainya.
Tentang Aanwas ini diatur dalam pasal 1002 BW, “dalam hal bilamana dengan
surat wasiat diangkat beberapa ahli waris atau dihibahkan kepada beberapa orang
bersama-sama dan terhadap seseorang atau lebih di antara mereka itu tidak dapat
dilaksanakan, maka hal ini dapat mengakibatkan bertambahnya warisan atau hibah
bagi mereka masing-masing”.
Jadi dapat kita simpulkan bahwa aanwas ini tidak akan terjadi kecuali adanya
perwarisan bersama-sama (gezamelijk). Tentang gezamelijk ini aturannya dapat kita
jumpai pada pasal 1002 ayat 2, “tiap pengangkatan waris atau hibah dengan surat
wasiat satu-satunya dan bagi mereka (beberapa orang) tidak disebutkan bagiannya
mereka masing-masing yang tertentu harus dianggap ditetapkan bagi mereka
bersama-sama”.
Seandainya salah satu dari mereka itu menolak warisan atau dinyatakan tidak
patut atau tidak cakap, maka hal ini berarti akan menambah bagian dari kawan
wasiatnya tadi.
Misalnya :
“saya berikan kepada Andi dan Yunus sebuah rumah, yang terletak di Jl. Kol.
Isdiman 12 Yogyakarta”. Namun ternyata Andi menolak warisan, maka berarti
bagian Yunus bertambah, terjadilah aanwas.

Anda mungkin juga menyukai