Anda di halaman 1dari 5

Nama : Nurlaily Hestriya Prisawantika

Nim : 19382012081

Kelas : HKI B

Analisi Putusan Tentang Pembatalan Hibah di PA Surabaya Nomor


5001/Pdt.G/2018/PA.Sby

Berdasarkan pasal 1685 BW hibah orang tua kepada anak dibawah umur dengan ayah
sebagai pemberi hibah dari istri sebagai pihak yang mewakili anak yang belum dewasa sebai
penerima hibah adalah tidak mempunyai kekuatan hokum.

Pasal 1688 KUH Perdata suatu hibah dimungkinkan untuk dibatalkan dalam hal-hal
sebagai berikut: a) jika syarat syarat dengan mana penghibahan itu telah dilakukan tidak
dipenuhi oleh penerima hibah, b) jika si penerima hibah telah bersalah melakukan atau ikut
melakukan kejahatan untuk mengambil jiwa (membunuh) si pemberi hibah atau kejahatan
lain terhadap si penghibah, c) jika sipenerima hibah menolak untuk memberi bantuan nafkah
terhadap si penghibah, ketika sipenghibah jatuh miskin.

Hibah dalam hokum islam untuk memperat silahturahmi diantara manusia dan
kedekatan kepada tuhan karena sifat berkaitan erat juga dengan hubungan kepada Allah
sebagai bukti kecintaan sesame makhluk ciptaannya. Hibah dalam KUH Perdata termasuk
dalam lapangan atau bidang hokum perdata. Berdasarkan pasal 171 huruf g KHI yaitu hibah
adalah pemberian suatu benda secara sukarela atau tanpa imbalan dari seseorang kepada
orang lain yang masih hidup untuk dimiliki.

Pembatalan hibah sudah terjadi pada jaman Nabi dahulu. Ini adalah salah satu contoh
pembatalan adat jahiliyah sebelum agama islam ada, karena dulu kebiasaan adat jahiliyah
adalah memberikan penjagaan, pemanfaatan hartanya pada seseorang, teman atau saudara
dengan seumur hidup dan memakai syarat, siapapun yang meninggal terlebih dahulu maka
harta akan kembali kepada pemberi hibah. Pembatalan hibah berdasarkan Hukum Islam dan
KUHPerdata hibah tidak dapat dibatalkan, tetapi dalam KUHPerdata memberikan
pengecualian dalam hal-hal tertentu hibah dapat dibatalkan, demikian juga menurut Hukum
Adat.18 Apabila suatu hibah telah terpenuhi rukun dan syaratnya serta berlaku penyerahan
dan penerimaan barang hibah tersebut (Al-qabh ) maka harta tersebut menjadi milik penerima
hibah sekalipun tanpa balasan (‘iwad ).
Menurut Mazhab Hanafi, memberi hibah diperbolehkan tetapi makruh menarik balik
hibah yang telah diberikan dan dia boleh memfasakhkan hibah tersebut walaupun telah
berlaku penyerahan (Qabd), kecuali jika hibah itu dibuat dengan balasan (‘iwad). Selanjutnya
menurut Mazhab Shafi’i, Hanbali dan sebagian fiqaha’ mazhab Maliki berpendapat bahwa
penarikan hibah atau pembatalan hibah boleh berlaku dengan semata-mata ijab dan qabul.
Tetapi apabila disertakan dengan penyerahan dan penerimaan barang (Al-qabd) maka hibah
tersebut tidak dapat ditarik kembali atau dibatalkan kecuali hibah yang dibuat oleh orangtua
kepada anaknya selama harta tersebut tidak ada kaitannya dengan orang lain.

Undang-undang tidak mengatur secara sistematis akibat dari kebatalan. Pada


umumnya akibat dari suatu pembatalan adalah berlaku surut dan kembali pada keadaan
semula atau ex tunc. Ex tunc merupakan akibat dari kebatalan yang diatur dalam Pasal 1451
KUHPerdata yang menyatakan bahwa pernyataan batalnya perikatan berdasarkan
ketidakcakapan orang-orang, berakibat bahwa barang dan orang-orang dipulihkan dalam
keadaan sebelum perikatan dibuat, dengan pengertian segala apa yang telah diberikan atau
dibayarkan kepada orang-orang yang tidak berkuasa, sebagai akibat perikatan, hanya dapat
dituntut kembali, sekedar barangnya masih berada ditangan orang yang tidak berkuasa itu,
atau sekedar orang ini telah mendapat manfaat dari apa yang diberikan atau dibayarkan, atau
bahwa yang dinikmati telah dipakai atau berguna bagi kepentingannya. Sedangkan
berdasarkan Pasal 1452 KUHPerdata menyatakan bahwa pernyataan batal berdasarkan
paksaan, kekhilafan, atau penipuan, juga berakibat bahwa barang dan orang-orangnya
dipulihkan dalam keadaan sewaktu sebelum perikatan itu dibuat.

Meskipun begitu dalam realitanya yang ada di PA Surabaya telah memutuskan


perkara Nomor 5001/Pdt.G/2018/PA.Sby tentang pembatalan hibah. Sedangkan dalam
fenomena yang terjadi dalam realitanya perkara permohonan pembatalan hibah yang masuk
ke Pengadilan Agama Surabaya, dimana alasan sebagaimana telah dicantumkan dalam pasal
1688 KUH Perdata tersebut tidak terpenuhi, namun pengadilan agama mengabulkan
permohonan pembatalan hibah tersebut. Jika dikaitkan dengan ketentuan yang ada dalam
undang-undang maka hal tersebut akan menimbulkan maslah baru, karena alasan yang
digunakan penggugat dalam mengajukan permohonan pembatalan hibah sama sekali tidak
memenuhi ketentuan yang dikendaki oleh pasal dalam undang-undan KUH Perdata. Maka
dari itu perlu dianalisis duduk perkara, pertimbangan hokum hakim, metode penemuan
hokum yang digunakan oleh hakim dalam memutuskan perkara, dan posisi putusan Nomor
5001/Pdt.G/2018/PA.Sby.
Hasil Analisis putusan Nomor 5001/Pdt.G/2018/PA.Sby.

1. Dari hasil pembaca naskah diketahui PA Surabaya menjadikan alasan untuk


membatalkan hibah karena pada saat Penggugat menghibahkan Objek sengketa
kepada Tergugat, saat itu Tergugat masih dibawah umur, sehingga dengan saran dari
Turut Tergugat II untuk dibawa ke Notaris pada tanggal 31 Maret 2017 Penggugat
mendatangi Notaris dan menandatangani beberapa surat dihadapan pegawai Notaris
dan tidak ketemu dengan Notarisnya bapak Tergugat, SH dan Penggugat Tidak
dibacakan apa isi dari Surat Tersebut langsung disuruh tanda tangan oleh pegawainya,
sehingga secara detail Penggugat tidak mengetahui apa saja isi dalam surat tersebut
kecuali prasangka bahwa itu adalah terkait Hibah seiring berjalannya waktu
Penggugat selalu diperlakukan tidak menyenangkan, tidak Sopan dan tidak terhormat
baik oleh Tergugat maupun oleh Turut Tergugat I baik secara tutur kata maupun sikap
terhadap Penggugat yang sangat menyakitkan bagi Penggugat, sehingga menurunkan
harkat martabat Penggugat dihadapan masyarakat bahkan Penggugat selalu dicari-cari
kesalahan untuk diperkarakan Pidana menyangkut harta yang ada sangkut pautnya
Penggugat dengan segala upaya terutama perlakuan Turut Tergugat 1 sampai saat ini ;
Bahwa Penggugat baru mengetahui isi surat hibah setelah Penggugat terjadi rebut
dengan Turut Tergugat I sehingga Penggugat mendapatkan meminta foto copy akta
hibah tersebut dari RT dan baru rnengetahui jika surat yang duIu Penggugat tanda
tangani ternyata ada Kuasa menghibahkan dari Penggugat kepada Turut Tergugat I
dengan kuasa Khusus berbunyi untuk dan atas nama para penghadap tersebut diatas
menghibahkan, memecah, memindahkan dan menyerahkan baik kepada pemegang
kuasa sendiri maupun kepada pihak lain oleh yang diberi atas sebidang tanah milik
bekas hak milik adat atau yayasan petok nomor 2562-A Persil Nomor 75.
Sebagaimana yang sudah dijelaskan diatas jika dari awal penggugat tahu jika ada
surat kuasa Penggugat kepada Turut Tergugat I maka Penggugat tidak pernah mau
menandatangani surat tersebut karena Penggugat sudah tidak ada rasa percaya lagi
kepada Turut Tergugat I dan karena Penggugat tidak pernah merasa memberikan
kuasa kepada Turut Tergugat I.Turut Tergugat I secara Fakta telah menguasai dan
mengatur keberadaan tanah Hibah yang terletak di , Surabaya, sehingga perbuatan
Turut Tergugat I telah meresahkan Penggugat akan disalahgunakan demi untuk
kepentingan Turut Tergugat 1 demi keuntungan pribadi. Bahwa adanya Pemberian
Hibah ini temyata tidak memberikan maslahah dan manfaat kepada Penggugat selaku
orang tua karena tidak memberikan ketentraman dan kedamaian bagi Penggugat yang
umur semakin bertambah tua pasca adanya hibah justru banyak timbul permasalahan-
permasalahan baru yang membuat hidup Penggugat tidak merasa tentram dan damai
sehingga Penggugat merasa tersiksa batin dan mengalami kerugian moril maupun
matriil. Pembatalan Akta Hibah tersebut di atas telah memenuhi unsur-unsur alasan
sebagaimana pasal 1685 BW hibah orang tua kepada anak dibawah umur dengan ayah
pemberi hibah dari istri sebagai pihak yang mewakili anak yang belurn dewasa
sebagai penerima hibah adalah tidak mempunyai kekuatan hokum. Pembatalan Akta
Hibah dapat dicabut sebagaimana Pasal 1688 angka 3 BW Hibah kepada anak-anak di
bawah umur yang masih dibawah perwalian atau kepada orang yang ada di bawah
pengampuan, harus diterima oleh wali atau pengampunya yang telah diberi kuasa oleh
Perngadilan Negeri. Bahwa yang dimaksud dengan hibah dalam hukum Islam adalah
pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada
orang lain yang masih hidup untuk dimiliki (Pasal 171 huruf (g) Kompilasi Hukum
islam dan hibah tidak dapat ditarik kembali,kecuali hibah orang tua kepada anaknya
(Pasal 212 Kompilasi Hukum Islam).
2. Pertimbangan hokum yang digunakan adalah pasal 1685 BW, pasal 1688 KUH
Perdata, pasal 171 huruf (g) kompilasi hokum islam, serta pasal 212 kompilasi hokum
islam, pasal 1452 KUH perdata. Pasal-pasal tersebut sebagai dasar hokum untuk
mengajukan pembatalan hibah.
3. Metode penemuan hokum yang digunakan hakim dalam putusan ini adalah metode
penafsiran sistematis atau logis dan mempertimbangkan asas maslahah.
4. Posisi putusan telah memenuhi asas kepastian hokum karena putusan ini sebagai
bentuk atau pernyataan legalitas atas diizinkannya pembatalan hibah dikarenakan
Bahwa adanya Pemberian Hibah ini temyata tidak memberikan maslahah dan manfaat
kepada Penggugat selaku orang tua karena tidak memberikan ketentraman dan
kedamaian bagi Penggugat yang umur semakin bertambah tua pasca adanya hibah
justru banyak timbul permasalahan-permasalahan baru yang membuat hidup
Penggugat tidak merasa tentram dan damai sehingga Penggugat merasa tersiksa batin
dan mengalami kerugian moril maupun matriil.

Dengan demikian, hasil dari putusan ini ini yaitu majelis Hakim berpendapat bahwa telah
cukup alasan bagi pemohon untuk membatalkan Hibah sehingga permohonan pemohon
patut untuk dikabulkan. Berdasarkan pasal yang 1685 Bw, pasal 1688 KUH Perdata,
pasal 171 huruf (g) kompilasi hokum islam, serta pasal 212 kompilasi hokum islam, pasal
1452 KUH perdata. Karenanya pemohon (PEMOHON ASLI) diberikan izin untuk
membatalkan hibah tersebut.

Anda mungkin juga menyukai