Oleh:
Khabib Fatkhur Rizqy (202210110311435)
PENDAHULUAN
Penghibahan itu sering terjadi ketika anak-anak mulai berdiri sendiri atau
ketika anak-anak mereka mulai menikah dan membentuk keluarga sendiri.
Penghibahan itu dilakukan ketika si pemberi hibah itu masih hidup, dengan tujuan
untuk menghindari percekcokan yang akan terjadi diantara anak-anaknya itu apabila
ia telah meninggal dunia. Penghibahan itu terjadi kemungkinan juga sebagai akibat
karena kekhawatiran si pemberi hibah sebab ibu dari anak-anaknya itu adalah ibu
sambung atau ibu tiri, atau juga karena dikalangan anak-anaknya itu terdapat anak
angkat yang mungkin disangkal keanggotaannya sebagai ahli waris.
Sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal
210 ayat (1), orang yang berumur sekurang-kurangnya 21 tahun berakal sehat tanpa
adanya paksaan dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3 harta bendanya kepada
orang lain atau lembaga di hadapan dua orang saksi untuk dimiliki.
BAB II
PEMBAHASAN
Kontrak hibah akan sempurna dengan adanya rukun dan syarat yang
mencukupi22. Rukun dan syarat-syarat hibah terdiri atas : a. Adanya orang
yang menghibahkan atau pemberi hibah (penghibah) (al – wahib). b. Adanya
orang yang menerima hibah (penerima hiba) (almahublah). c. Adanya objek
hibah, sesuatu yang dihibahkan (al-hibah) d. Adanya ijab kabul (shighat
hibah).
Dalam KUH Perdata memuat substansi hukum penghibahan yang terdiri dari 4
bagian berisi Pasal 1666-1693. Bagian-bagian tersebut yaitu: