Anda di halaman 1dari 4

HIBAH

I. Pengertian menurut Kitab undang-undang Hukum Perdata

Istilah hibah menurut Pasal 1666 Kitab Undang-Undang hukum Perdata

(disebut KUHPerdata), adalah “Sesuatu persetujuan dengan mana si penghibah di

waktu hidupnya, dengan Cuma-Cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali,

menyerahkan suatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima

penyerahan itu.” dari Pasal 1666 KUHPerdata dapat dilihat unsur dalam hibah,

antara lain:

1) Hibah dilakukan pada waktu Si Pemberi Hibah masih hidup;

2) Hibah dilakukan dengan cuma-cuma;

3) Hibah tidak dapat ditarik kembali;

4) Terdapat benda yang diserahkan, yang telah diatur dan sesuai dengan

Pasal 1667 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, “Hibah hanyalah

dapat mengenai benda-benda yang sudah ada, jika ada itu meliputi

benda-benda yang baru akan dikemudian hari, maka sekedar

mengenai itu hibahnya adalah batal”.

Larangan dalam Hibah diatur dalam Pasal 1668 Kitab Undang-undang Hukum

Perdata, “Si penghibah tidak boleh memperjanjikan bahwa ia tetap berkuasa

untuk menjual atau memberikan kepada orang lain suatu benda termasuk dalam

penghibahan semacam ini sekedar mengenai benda tersebut dianggap sebagai

batal.” . Namun, ada pengecualian atau ada yang diperbolehkan si penghibah


menerima hasil dari benda-benda yang dihibahkan, seperti yang diatur dalam Pasal

1669 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, “adalah diperbolehkan kepada si

penghibah untuk memperjanjikan bahwa ia tetap memiliki kenikmatan atau nikmat

hasil benda-benda yang dihibahkan, baik benda-benda bergerak maupun benda-

benda tidak bergerak, atau bahwa ia dapat memberikan nikmat hasil atau

kenikmatan tersebut kepada orang lain, adalah hal mana harus diperhatikan

ketentuan-ketentuan dari bab kesepuluh buku kedua kitab undang-undang ini.”

II. Pengertian menurut Kompilasi Hukum Islam

Kompilasi Hukum Islam mengatur mengenai Hibah, yakni dalam Pasal 210

sampai dengan pasal 214 Kompilasi Hukum Islam (disebut KHI). Kompilasi

Hukum Islam mengatur Hibah yang penerapannya dapat terkait dengan waris atau

harta waris, dan untuk peralihan Hibah harus di buktikan dengan Akta notariil.

Pasal 210 Kompilasi Hukum Islam:

1) Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan

tanpa adanya paksaan dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3 harta

bendanya kepada orang lain atau lembaga dihadapan dua orang saksi untuk

dimiliki.

2) Harta benda yang dihibahkan harus merupakan hak dari penghibah.


Pasal 211 Kompilasi Hukum Islam, “Hibah dari orang tua kepada anaknya dapat

diperhitungkan sebagai warisan”

Pasal 212 Kompilasi Hukum Islam, “Hibah tidak dapat ditarik kembali, kecuali

hibah orang tua kepada anaknya”

Pasal 213 Kompilasi Hukum Islam, “Hibah yang diberikan pada saat pemberi

hibah dalam keadaan sakit yang dekat dengan kematian, maka harus mendapat

persetujuan dari ahli warisnya”

Pasal 214 Kompilasi Hukum Islam, “Warga Negara Indonesia yang berada di

Negara Asing dapat membuat surat hibah dihadapan Konsulat atau Kedutaan

Republik Indonesia setempat sepanjang isinya tidak bertentangan dengan

ketentuan pasal-pasal ini.”

Pasal 1682 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, “Tiada suatu hibah kecuali

yang disebutkan dalam Pasal 1687, dapat atas ancaman batal, dilakukan

selainnya dengan akta notaris, yang aslinya disimpan oleh notaris itu.”

Pasal 1683 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, “Tiada suatu hibah mengikat si

penghibah atau menerbitkan sesuatu akibat yang bagaimanapun, selainnya mulai

saat penghibahan itu dengan kata-kata yang tegas diterima oleh si penerima hibah
sendiri atau oleh seorang yang dengan suatu akta otentik oleh si penerima hibah

itu telah dikuasakan untuk menerima penghibahan-penghibahan yang telah

diberikan oleh si penerima hibah atau akan diberikan kepadanya dikemudian hari.

Jika penerima hibah tersebut telah dilakukan di dalam suratnya hibah sendiri,

maka itu akan dapat dilakukan di dalam suatu akta otentik, kemudian yang aslinya

harus disimpan, asal yang demikian itu dilakukan di waktu si penghibah masih

hidup, dalam hal mana penghibahan terhadap orang yang terakhir hanya berlaku

sejak saat penerima itu diberitahukan kepadanya.”

Demikian semoga bermanfaat.


Ditulis oleh Eka Priambodo, SH., MH.
Advokat dan Konsultan Hukum

 R. Subekti dan R. Tjitrosudibyo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,


Referensi dan Sumber:

 Kompilasi Hukum Islam, Penerbit Karya Anda, Surabaya


(Jakarta: Rineka Cipta), 1992

Anda mungkin juga menyukai