Anda di halaman 1dari 6

DAFTAR PERTANYAAN UTK AHLI

Sidang PN Serang 26 Februari 2024


INDRA ISWARA
1. Dapatkah Ahli menjelaskan tentang Hukum Waris yang berlaku di Indonesia, sesuai
dengan pembagian golongan penduduk atau golongan Hukum di Indonesia ?
Pembagian harta warisan yang berlaku di Indonesia dapat dilakukan berdasarkan
hukum waris adat, hukum perdata, dan hukum Islam.
1. Hukum Adat berlaku terkait sistem hukum kekerabatan dapat
dikenal yaitu Patrilineal, Matrilineal dan Parental
2. Hukum Perdata berlaku ketentuan yang diatur dalam hukum
perdata Terkait pembagian harta warisan ini, ada dua cara yang dapat
dilakukan, yakni berdasarkan surat wasiat atau undang-undang.
3. Hukum Islam Dalam hukum Islam, warisan dibagi berdasarkan
besaran masing-masih ahli waris yang besarannya sudah ditetapkan.
Namun, meskipun demikian, dalam hukum Islam, warisan juga dapat
dibagi berdasarkan wasiat dengan ketentuan hanya diperbolehkan
maksimal sepertiga dari harta warisan, kecuali jika semua ahli waris
menyetujuinya. Mengacu kepada Kompilasi Hukum Islam
UU NO. 12 TAHUN 2006 UU KEWARGANEGARAAN
Membagi penduduk Indonesia menjadi 2 golongan
Warga negara Indonesia & Warga Negara Asing
Menghapus pasal 162 IS Warga Negara Indonesia, Hukum gol Eropa, Hukum gol.
Bumi putra, Hukum gol. Timur Asing, Warga negara Asing
Dalam hal Hukum waris di Indonesia mengakui pembagiannya berdasarkan
golongan Hukum Waris yang diakui di Indonesia yaitu Waris Adat, Waris Perdata
dan Waris Islam.
2. Dalam hukum perwarisan, ketentuan Hukum apa yang berlaku bagi WNI
Keturunan Tionghoa ?
Dengan disahkannya Undang-Undang Kewarganegaraan Republik
Indonesia tersebut diatas telah memberikan kepastian hukum mengenai
kewarganegaraan bagi masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia pada
saat itu. Undang-Undang ini telah menegaskan bahwa masyarakat
keturunan Tionghoa yang lahir di Indonesia termasuk golongan orang
Indonesia asli yang juga mempunyai hak dan kewajiban, sama seperti
masyarakat lainnya. Dari ketiga sistem yang dikenal dalam hukum waris,
masyarakat Tionghoa termasuk dalam golongan yang menggunakan hukum
waris bedasarkan KUHPerdata. Secara lengkapnya, hukum waris
KUHPerdata berlaku bagi:
a. Orang-orang keturunan Eropa;
b. Orang-orang keturunan Timur Asing Tionghoa; dan
c. Orang-orang yang menundukkan diri sepenuhnya kepada
Hukum Perdata.
3. Dapatkah Ahli menjelaskan tentang Pengertian Anak Angkat dan apakah tentang
ketentuan Anak Angkat ini ada diatar dalam KUH Perdata ?
Definisi anak angkat menurut Hukum Nasional, Hukum Islam, dan Hukum Adat
Menurut Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak , anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan
keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas
perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan
keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan
Kompilasi Hukum Islam (KHI) mendefinisikan anak angkat dalam Pasal 171 huruf
(h) sebagai anak yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya
pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orangtua asal kepada
orangtua angkatnya berdasarkan putusan Pengadilan.
Sementara itu, menurut Hadikusuma dalam bukunya “Hukum Perkawinan Adat”,
anak angkat adalah anak orang lain yang dianggap anak sendiri oleh orang tua
angkat dengan resmi menurut hukum adat setempat, dikarenakan tujuan untuk
kelangsungan keturunan dan atau pemeliharaan atas harta kekayaan rumah
tangganya.
Hal yang diatur dalam KUHPerdata adalah adopsi atau pengangkatan anak diluar
kawin yaitu yang terdapat dalam Pasal 280 sampai dengan Pasal 290 KUHPerdata.
Namun, ketentuan ini bisa dikatakan tidak ada hubungannya dengan adopsi, karena
pada asasnya KUHPerdata tidak mengenal adopsi.
Meskipun begitu, kini hukum nasional telah mengakui dan mengisi ketentuan
terkait pengangkatan anak. Pasal 1 butir 2 Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun
2007 tentang Pengangkatan Anak, mendefinisikan bahwa “Pengangkatan anak
adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan
kekuasaan orang tua, wali yang sah atau orang lain yang bertanggung jawab atas
perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan
keluarga orang tua angkat.”
Pada dasarnya, dikutip dari Pengangkatan Anak Adopsi menurut Hukum di Indonesia,
syarat sah pengangkatan anak menurut hukum nasional adalah melalui permohonan
pengangkatan anak dengan mengikuti prosedur perundang-undangan yang berlaku dan
disahkan oleh penetapan pengadilan.
4. Tadi Ahli ada menjelaskan bahwa Pengangkatan Anak bagi WNI Keturunan
Tionghoa ada diatar dalam Stadblad 1917 khusus mengenai pengangakatan anak laki
– laki. Bagaimana kemudian pengaturan ketentuan untuk pengangkatan anak
Perempuan ?
KUHPerdata secara eksplisit tidak disebutkan tentang anak angkat atau anak
adopsi. Oleh karena itu, dikeluarkan Staatsblad No. 129 Tahun 1917 sebagai
pelengkap pengaturan mengenai hal tersebut.
Pasal 11 Staatsblad No. 129 Tahun 1917 menyebutkan bahwa secara hukum, anak
angkat akan memperoleh nama dari bapak angkatnya. Sementara itu, Pasal 12 ayat
(1) menyatakan bahwa anak angkat dijadikan sebagai anak kandung yang lahir dari
perkawinan orangtua angkatnya.
Maksudnya, pengangkatan anak dipandang telah memutuskan segala bentuk
hubungan hukum atau perdata anak tersebut dengan orangtua kandungnya. Ia kini
secara sah menjadi anak dari orangtua angkatnya. Dengan demikian, sudah
sewajarnya apabila anak angkat berhak menjadi ahli waris dari orangtua
angkatnya
KUH Perdata tidak mengatur secara khusus hak waris anak angkat, tetapi ia berhak
mendapatkan bagian melalui hibah wasiat. KUH Perdata hanya mengatur pengakuan
terhadap anak luar kawin
5. Apakah Penetapan Pengangkatan Anak melalui Penetapan Pengadilan adalah
merupakan persyaratan sahnya Pengangkatan anak tersebut ?
Ya Benar Pengangkatan Anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan
seorang anak dari lingkungan kekuasaan orangtua, wali yang sah atau orang lain
yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak
tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat. Dalam Pasal
10 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan
Pengangkatan Anak di atur bahwa pengangkatan anak berdasarkan peraturan
perundang-undangan dilakukan melalui penetapan pengadilan.
6. Bagaimana Kedudukan Hukum seorang Anak Angkat Perempuan pada WNI
Keturunan Tionghoa terhadap warisan orangtua Angkatnya ?
Stb. 1917 No. 129 mengatur tentang pengangkatan anak bagi orang-orang
Tionghoa yang selain memungkinkan pengangkatan anak oleh yang terikat
perkawinan, juga bagi yang pernah terikat perkawinan (duda atau janda). Stb.
1917 No. 129 mengatur bahwa pengangkatan anak hanya dimungkinkan untuk
anak laki-laki (namun, yurisprudensi putusan PN Istimewa Jakarta tertanggal
29 Mei 1963 telah membolehkan mengangkat anak perempuan) dan hanya
dapat dilakukan dengan Akta Notaris
Dalam Stb. 1917 nomor 129, Bab II Pasal 10 ayat (1), diatur tentang pengangkatan
anak, yang berisikan bahwa pengangkatan anak hanya dapat terjadi dengan adanya
akta notaris dan Pasal 10 ayat (4) Stbl. 1917 No. 129 menentukan kelahiran orang
yang diangkat, pada sisi akta itu dicantumkan tentang anak, akta tersebut
didaftarkan dan dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil. Kemudian atas pendaftaran
dan pencatatan tersebut dikeluarkan petikan akta kelahiran yang baru yang
menyebutkan bahwa anak tersebut adalah anak dari orang tua angkat yang
mengangkatnya dan bukan sebagai anak angkat. Setelah dikeluarkannya SEMA
No. 2 tahun 1979 yang kemudian disempurnakan dengan SEMA No. 6 tahun 1983
tentang Pengangkatan Anak, terdapat perubahan yang mendasar, di mana untuk
sahnya pengangkatan anak bukan diharuskan dengan adanya akta notaris, tetapi
adanya putusan atau penetapan dari Pengadilan Negeri di mana anak tersebut
berdomisili. Bagi golongan Warganegara Indonesia keturunan Tionghoa berlaku
juga prosedurpengangkatan anak formal untuk sahnya pengangkatan anak, yaitu
adanya penetapan dari Pengadilan Negeri.
7. Apakah kedudukan Anak Angkat Perempuan Keturunan Tionghoa ini
mengenyampingkan Saudara – Saudara dari Ibunya terhadap harta warisan atau harta
penginggalan Ibunya yang meninggal dunia ?
1. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan
Pengangkatan Anak (PP 54/2007) dan Peraturan Menteri Sosial Nomor
110/Huk/2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak (Permensos
110/2009), serta Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan
Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
2. Kedudukan anak laki-laki dan Perempuan memiliki kedudukan yang sama
dengan anak kandung berdasarkan Stb. 1917 No. 129 yang dikuatkan oleh
SEMA No. 2 tahun 1979 yang kemudian disempurnakan dengan SEMA
No. 6 tahun 1983 tentang Pengangkatan Anak.
3. Dengan demikian Kedudukan Anak Angkat terhadap warisan dapat
dikaitkan dengan Pasal 852 KUH Perdata yaitu sebagai golongan pertama
maka dapat mengesampingkan golongan berikutnya dalam hal pewarisan.
Mengingat kedudukan Anak Angkat dan anak kandung memiliki Hak yang
sama
8. Dapatkan Ahli menjelaskan tentang Surat Keterangan Waris atau Surat Keterangan
Ahli Waris ?. Siapa yang berhak atau berwenang mengeluarkan Surat Keterangan
Waris atau Surat Keterangan Mewarisi bagi WNI Keturunan Tionghoa ?
Khusus untuk warga Tionghoa, keterangan warisnya harus dibuat di hadapan
Notaris sesuai dengan Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (“KUHPerdata”) Dalam Pasal 111 ayat (1) huruf c butir 4.
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Golongan
penduduk dari pihak yang meninggal dunia (pewaris). Untuk golongan
penduduk Pribumi, cukup dibuat di bawah tangan, dan disaksikan serta
dibenarkan oleh Lurah setempat serta dikuatkan oleh Camat. Sedangkan,
golongan penduduk Tionghoa, yang berwenang membuat adalah Notaris.
9. Apakah pembuatan Surat Keterangan Waris atau Surat Keterangan Mewaris yang
dibuat dihadapan seorang Notaris wajib dihadiri oleh seluruh Ahli Waris ?.
Bagaimana keabsahan Surat Keterangan Waris atau Surat Keterangan Mewaris yang
tidak dihadiri seorang atau lebih Ahli Waris yang nama atau identitasnya
dicantumkan pada Surat Keterangan Waris tersebut ?
Ya Wajib dihadiri seluruh Ahli waris jika memang di dalam Surat Keterangan
waris tercantum nama namun tidak hadir untuk tanda tangan menyebabkan
akta yang dibuat menjadi batal seperti contohnya Perbuatan yang menjual
harta warisan tanpa sepengetahuan Pewaris lain merupakan perbuatan
melawan hukum yang diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata sehingga jual
beli atas barang orang lain adalah batal dan dapat memberikan dasar kepada
pembeli untuk menuntut ganti biaya, kerugian, dan bunga kepada Ahli waris
yang menjual tersebut.
10. Ketentuan apa yang seharusnya dipedomani oleh seorang Notaris ketika ia diminta
untuk membuat Surat Ketetangan Waris atau Surat Keterangan Mewarisi.;
Keterangan ahli waris atau Surat Keterangan Hak Waris (SKHW) di notaris
(untuk keturunan Eropa dan Tionghoa), sebagai berikut:
Ahli waris akan memberikan pernyataan ke notaris pilihan:
1. Notaris akan mengumpulkan bukti autentik yang dikeluarkan oleh instansi
atau pejabat yang berwenang.
2. Notaris akan melakukan pencocokan bukti sebelum membuat SKHW.
Dalam pengecekan, notaris akan memeriksa apakah ada wasiat yang
pernah dibuat oleh pewaris di daftar wasiat Ditjen AHU;
3. Jika semua telah selesai, notaris akan menerbitkan surat SKHW. Mintalah
draf surat keterangan ahli waris dalam bentuk pdf untuk melakukan
pengecekan ulang sebelum SKHW diterbitkan.
11. Apakah boleh seorang Notaris menerbitkan lagi Surat Keterangan Waris atau Surat
Keterangan Mewarisi terhadap pewaris yang sama , sedangkan sebelumnya telah
ada Surat Keterangan Waris atau Surat Keterangan Waris yang dibuat sebelumnya
oleh Notaris lain ?
Tidak boleh Sepanjang sudah dikeluarkan oleh Notaris pertama berupa Salinan
yang pertama maka atas permintaaan seluruh Ahli Waris yang bukan
merupakan Ahli waris yang tidak memiliki kedudukan Hukum maka Akta
berikutnya menjadi batal demi hukum
Salinan Kata demi kata dari seluruh akta dan pada bagian bawah salinan akta
tercantum frasa “diberikan sebagai SALINAN yang sama bunyinya” (pasal 1
angka 9 UUJN)
-------------00000000000-----------------

Anda mungkin juga menyukai