Anda di halaman 1dari 21

PERLINDUNGAN ANAK YANG BERADA DI BAWAH PERWALIAN DAN

PENGAMPUAN OLEH BALAI HARTA PENINGGALAN TERHADAP TINDAKAN


WALI DAN PENGAMPU YANG DITETAPKAN PENGADILAN NEGERI

Oleh: Dr. Drs. H. Panusunan Harahap, S.H., M.H.1

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Aristoteles, seorang ahli fikir Yunani menyatakan bahwa manusia
adalah zoon politicon, artinya manusia adalah makhluk yang hidup dalam
pergaulan dengan manusia lain. Fitrah manusia, hidup dalam kelompok-
kelompok, saling berinteraksi dan bermasyarakat dengan sesama serta
saling tolong menolong dalam memenuhi kebutuhannya. Sifat suka bergaul
dan bermasyarakat menyebabkan manusia dikenal sebagai makhluk sosial.
Hukum modern, yang berlaku sekarang ini juga di Indonesia, mengakui
setiap manusia sebagai makhluk pribadi, artinya diakui sebagai orang atau
person. Manusia diakui sebagai subjek hukum (rechtspersoonlijkheid), yaitu
pendukung hak dan kewajiban. Tiap manusia sebagai orang dapat memiliki
hak-hak dan kewajiban menurut hukum, namun tidak semua orang cakap
untuk melakukan perbuatan hukum (rechtsbekwaamheid).
Orang-orang yang menurut undang-undang dinyatakan tidak cakap
untuk melakukan perbuatan hukum adalah:
1. Orang-orang yang belum dewasa, yaitu orang yang belum mencapai
umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan (Pasal
1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) jo Pasal 47
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974);
2. Orang yang telah dewasa (berumur 21 tahun ke atas) tetapi berada di
bawah pengawasan atau pengampuan (curatele), dengan alasan:
a. Kurang atau tidak sehat ingatannya (orang-orang terganggu jiwanya);
b. Pemboros ;
c. Kurang cerdas pikirannya dan segala sebab-musabab lainnya yang
pada dasarnya menyebabkan yang bersangkutan tidak mampu untuk
mengurus segala kepentingan sendiri (Pasal 1330 KUHPerdata jo
Pasal 433 KUHPerdata).
3. Orang-orang yang dilarang undang-undang untuk melakukan perbuatan-
perbuatan hukum tertentu, misalnya orang yang dinyatakan pailit (Pasal
1
Ketua Pengadilan Tinggi Riau.
Disampaikan dalam Sosisalisasi Tugas dan Fungsi Balai harta Peninggalan Sebagai Implementasi
Permenkumham Nomor 7 Tahun 2021, bertempat di Grand jatra Hotel, Pekanbaru, 19 Mei 2022

1
1330 KUHPerdata jo Undang-Undang Kepailitan);
4. Seorang perempuan yang bersuami, dalam melaksanakan tindakan
hukum harus disertai atau diwakili suaminya (Pasal 108 KUHPerdata),
akan tetapi mengenai kedudukan isteri tersebut dikesampingkan SEMA
No. 3 Tahun 1963.
Anak-anak yang belum genap berusia 18 tahun berada dalam
kekuasaan orang tua dalam ikatan perkawinan, akan tetapi apabila ikatan
perkawinan berakhir dengan perceraian, maka kekuasaan orang tua berakhir
dan anak-anak yang masih di bawah umur akan berada di bawah kekuasaan
perwalian.
Perwalian (voogdij) berasal dari kata “wali” yang artinya orang lain
selaku pengganti orang tua yang menurut hukum diwajibkan mengawasi dan
mewakili anak yang belum dewasa, sehingga perwalian dapat diartikan
sebagai orang tua pengganti terhadap anak yang belum cakap dalam
melakukan suatu perbuatan hukum. Perwalian (Voogdij) adalah pengawasan
terhadap seorang anak di bawah umur yang tidak berada di bawah kekuasaan
orang tua, baik terhadap diri pribadi sianak maupun terhadap harta bendanya
menurut peraturan perundang-undangan.
Bagi orang yang telah dewasa yang tidak sehat akalnya atau terganggu
jiwanya, pemboros, ideot dan orang yang dinyatakan pailit, tidak dapat
melakukan perbuatan hukum sendiri, perbuatan hukum mereka diwakili oleh
Pengampu atau Kurator.
Kekuasaan wali dapat dicabut apabila wali sangat melalaikan
kewajibannya terhadap anak yang berada di bawah perwaliannya, wali
bekelakuan buruk sekali. Dalam hal wali dicabut, oleh pengadilan ditunjuk
orang lain sebagai wali. Perwalian selain berakhir karena pencabutan atau
pemecatan sebagai wali juga dapat berakhir karena anak di bawah perwalian
telah dewasa atau menikah, sianak meninggal dunia, atau wali meninggal
dunia. Wali dalam menjalankan perannya diawasi oleh Balai Harta
Peninggalan (selanjunya disingkat BHP) selaku wali pengawas. (Vide: Pasal
366 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).
Balai Harta Peninggalan merupakan Unit Pelaksana Teknis yang
berada di Lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia di bawah Divisi Pelayanan. BHP memiliki beberapa tugas,
diantaranya adalah tugas yang berhubungan dengan perwalian. Peranan BHP
sebagai wali pengawas dimulai pada saat pihak wali menyerahkan penetapan
Pengadilan Negeri kepada BHP, kemudian dilakukan pengangkatan wali.

2
Balai Harta Peninggalan sebagai Wali Pengawas bertugas melakukan
pengawasan terhadap wali, mengenai apakah wali tersebut menjalankan
tugasnya dengan baik atau tidak. Pengawasan BHP dilakukan terus menerus,
setidaknya satu kali dalam seatu tahun, tetapi wali juga wajib secara rutin
melaporkan harta kekayaan anak yang berada di bawah perwaliannya
setahun sekali, kemudian laporan tersebut di tinjau kembali oleh BHP. Peran
Balai Harta Peninggalan sebagai wali pengawas dalam perwalian
memberikan pertimbangan hukum bagi anak-anak yang masih di bawah umur
baik hak maupun kewajibannya, serta tugas dan kewenangan lainnya. Balai
Harta Peninggalan juga memiliki hak dan kewajiban tertentu.
Tugas dan wewenang Balai Harta Peninggalan sebagai wali pengawas
terbatas dan dibatasi oleh tugas dan wewenangnya sebagai unit pelaksana
teknis yang hanya bersifat teknis dan tidak dilakukan sendiri sehingga tidak
dapat bertindak sendiri, maka diperlukan koordinasi dengan pihak yang terkait
yaitu Dinas Kependudukan Catatan Sipil, Pengadilan Negeri, Notaris, Badan
Pertanahan Nasional (BPN).
2. Permasalahan
1). Bagaimana pengaturan perwalian dan pengampuan di Indonesia?
2). Apakah dengan adanya lembaga Balai Harta Peninggalan sebagai wali
pengawas dalam perwalian dan pengampuan dapat memberikan
perlindungan terhadap anak yang berada di bawah perwalian dan
pengampuan?
B. PEMBAHASAN
1. Perwalian menurut Peraaturan Hukum Di Indonesia
Perkawinan dapat menyebabkan lahirnya keturunan, selanjutnya
menimbulkan hubungan hukum antara orang tua dengan anak. Hak dan
kewajiban orang tua terhadap anak disebut kekuasaan orang tua atau
ouderlijke macht. Kekuasaan orang tua meliputi dua hal, yaitu:
1). Kekuasaan terhadap pribadi anak. Menurut Pasal 298 ayat (2)
KUHPerdata bapak dan ibu keduanya wajib memelihara dan mendidik
sekalian anak mereka yang belum dewasa.
2). Kekuasaan terhadap harta benda anak.
Menurut Pasal 307 ayat (1) KUHPerdata orang tua harus mengurus
harta kekayaan anak.
Pekawinan yang berakhir dengan perceraian menimbulkan akibat
hukum terhadap anak-anak yang lahir dalam perkawinan, karena
menyebabkan kekuasaan orang tua berakhir dan anak-anak yang masih

3
di bawah umur akan berada di bawah kekuasaan perwalian.
Pengaturan perwalian di Indonesia diatur dalam beberapa
perundang-undangan, antara lain diatur dalam KUHPerdata, Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974, Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang
Kompilasi Hukum Islam, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak yang telah dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 29 Tahun 2019 tentang syarat dan tata cara penunjukan wali.

1.1. Pengaturan Perwalian dalam Kitab Undang-Undang Hukum


Perdata
Perwalian dalam KUHPerdata ditempatkan dalam BAB XV
tentang Kebelumdewasaan dan Perwalian, lebih lanjut diatur dalam
Pasal 330-418a KUHPerdata, mulai dari pengertian belum dewasa,
prinsip perwalian, macam-macam perwalian, cara pengangkatan
atau terjadinya perwalian, kekuasaan wali, orang yang dapat
mengundurkan diri dari perwalian, orang yang tidak boleh diangkat
sebagai wali, pemecatan wali, Balai Harta Peninggalan,
pertanggungjawaban wali dan berakhirnya perwalian. Batas umur
anak, menurut KUHPerdata, adalah belum genap berusia 21 tahun
dan belum menikah (Vide: Pasal 331, 351 dan 361 KUHPerdata).
Perwalian berdasarkan undang- undang terjadi jika salah satu
orang tua (ayah atau ibu) meninggal dunia, demi hukum orang tua
yang hidup terlama menjadi wali. Perwalian menurut undang-undang
ini dimulai sejak terjadinya peristiwa kematian. Jika si istri
menerangkan atau setelah dipanggil secara sah mengaku bahwa ia
sedang mengandung, maka Balai Harta Peninggalan harus menjadi
pengampu atas buah kandungan itu dan wajib mengadakan segala
tindakann yang perlu dan yang mendesak guna menyelamatkan dan
mengurus harta kekayaannya, baik demi kebaikan sianak dalam
kandungan jika ia lahir hidup maupun demi kebaikan semua orang
yang berkepentingan. Bila anak itu lahir hidup ketentuan tentang
perwalian harus diperhatikan.
Perwalian menurut surat wasiat dilakukan oleh orang tua
yang menjalankan kekuasaan orang tua atau perwalian dengan
membuat surat wasiat sebelum ia meninggal dunia. Perwalian ini
dimulai dengan terjadinya peristiwa kematian orang tua yang
membuat surat wasiat tersebut dan orang yang ditunjuk menyatakan
kesediaannya. Wali yang ditunjuk dalam surat wasiat tersebut dapat

4
libih dari satu orang, dengan ketentuan jika orang yang ditunjuk pada
urutan pertama tidak bersedia, maka orang yang ditunjuk pada
urutan kedualah yang menjadi wali, demikian seterusnya, sehingga
prinsip dalam tiap-tiap perwalian hanya ada satu orang wali
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 331 tidak terlanggar. Wali yang
dapat ditunjuk dengan surat wasiat hanyalah orang alamiah,
sedangkan badan hukum, yayasan, perkumpulan, lembaga sosial
tidak dapat ditunjuk sebagai wali dengan surat wasiat, kecuali kalau
yang mengangkat adalah hakim, dengan hak dan kewajiban yang
sama dengan yang diberikan atau yang diperintahkan kepada wali,
kecuali Undang-undang menentukan lain. Pengangkatan wali
berdasarkan surat wasiat, tidak mempunyai akibat hukum apapun,
bila orang tua yang melakukan pengangkatan itu pada saat
meninggal dunia tidak melakukan kekuasaan orang tua atau
perwalian atas anaknya.
Wali juga dapat diangkat atau diperintahkan oleh pengadilan
negeri dalam hal seorang anak di bawah umur tidak berada di bawah
kekuasaan orang tua dan tidak mempunyai wali. Pengadilan negeri
dapat mengangkat wali sementara dalam hal orang tua sementara
waktu dalam ketidakmampuan melakukan kekuasaan orang tua atau
perwalian. Wali sementara akan diberhentikan oleh pengadilan
negeri atas permohonan orang yang digantinya, bila alasan-alasan
yang menyebabkan wali sementara tidak ada lagi. Pengadilan negeri
juga akan mengangkat seorang wali, dalam hal bapak atau ibu tidak
diketahui ada tidaknya tempat tinggal atau tempat kediaman mereka
tidak diketahui. Pengadilan negeri akan mengeluarkan penetapan
atas pemberhentian wali sementara tersebut setelah mendengar atau
memanggil dengan sah permohonan, wali pengasuh para keluarga
sedarah atau semenda anak belum dewasa dan dewan perwalian
bila permohonan ini menyangkut perwalian anak luar kawin.
Anak luar kawin atau anak tidak sah, demi hukum berada di
bawah perwalian bapaknya atau ibunya yang telah dewasa dan telah
mengakui anak itu, kecuali kalau bapak atau ibu ini dikecualikan dari
perwalian, atau orang lain telah ditugaskan sebagai wali selama ayah
atau ibu itu belum dewasa, atau orang tua telah mendapat tugas
sebagai wali sebelum anak itu diakui, bapak dan ibu sama-sama
mengakui, maka perwalian dipegang oleh ayah atau ibu yang terlebih

5
dahulu mengakui, tetapi jika pengakuan itu dilakukan dalam waktu
yang bersamaan, maka bapaklah yang menjadi wali.
Bila orang tua yang melakukan perwalian terhadap anak luar
kawin meninggal dunia, dipecat dari perwalian, di tempatkan di
bawah pengampuan atau hendak kawin di mana ia harus
mengajukan permohonan kepada pengadilan supaya dapat
meneruskan perwalian tetapi oleh pengadilan tidak dikabulkan, maka
orang tua yang satu lagi demi hukum menjadi wali kecuali jika ia
telah dikecualikan atau dipecat dari perwalian atau telah kawin. Bila
bapak atau ibu yang tidak dikecualikan atau dibebaskan dari
perwalian dan telah kawin tetapi demi hukum tidak memangku
perwalian, mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri
supaya diangkat menjadi wali, maka pengadilan negeri harus
mengabulkannya kecuali jika demi kepentingan sianak tidak
mengizinkannya. Bila orang tua yang melakukan perwalian tersebut
hendak kawin, maka kecuali dengan perkawinan itu anaknya akan
menjadi sah, ia harus mengajukan permohonan kepada pengadilan
negeri supaya dapat meneruskan perwalian.
Berdasarkan Pasal 383 KUHPerdata, wali harus
menyelenggarakan pemeiiharaan dan pendidikan bagi anak belum
dewasa menurut kemampuan harta kekayaannya dan mewakili
sianak dalam segala tindakan perdata. Sebaliknya sianak harus
menghormati walinya. Wali harus mengurus harta kekayaan sianak
laksana seorang bapak rumah tangga yang baik dan
bertanggungjawab atas biaya, kerugian dan bunga yang diperkirakan
timbul karena pengurusan yang buruk.
Pasal 379 KUHPerdata mengatur mengenai orang-orang
yang dikecualikan dari perwalian yaitu orang yang sakit ingatan,
orang belum dewasa, di bawah pengampuan, telah dipecat baik dari
kekuasaan orang tua maupun dari perwalian, ketua, wakil ketua,
anggota, panitera, panitera pengganti, bendahara, pemegang buku
dan agen balai harta kecuali atas anak-anak atau anak tiri mereka
sendiri.
Wali dapat dicabut atau dipecat dari kekuasaannya apabila
berkelakuan buruk, menunjukan ketidakkecakapan,
menyalahgunakan kekuasaan, mereka yang telah dipecat dari
kekuasaan orang tua atau perwalian, berada dalam keadaan pailit,

6
mereka yang untuk dirinya sendiri atau yang bapaknya, ibunya,
isteri/suaminya atau anak-anaknya berperkara di muka hakim
dengan anak belum dewasa, mereka yang telah dihukum yang
putusannya telah mempunyai kekuatan tetap karena ikut serta dalam
kejahatan terhadap sianak.
Pemecatan seorang wali dilakukan oleh pengadilan negeri di
tempat tinggalnya atau tempat tinggal terakhirnya. Pemecatan
tersebut dapat dimohonkan oleh wali pengawas, keluarga sedarah
atau semenda sampai derajat ke empat, dewan perwalian dan
kejaksaan. Pemecatan bapak atau ibu yang diangkat sebagai wali
setelah adanya perceraian dilakukan oleh pengadilan negeri yang
menghadiri gugatan perceraian. Bila wali bapak dan ibu tidak cakap
atau tidak menunaikan kewajibannya memelihara dan mendidik
anak-anak mereka maka atas permintaan dewan perwalian atau
tuntutan jaksa mereka berdua boleh dibebaskan dari perwalian
terhadap seorang anak atau lebih oleh pengadilan negeri.
Pembebasan ini tidak dapat dilakukan, bila pihak yang diminta atau
yang dituntut pembebasannya menentang hal tersebut.
1.2. Pengaturan Perwalian dalam Undang-Undang Perkawinan
Pengaturan Perwalian dalam Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan diatur dalam BAB XI tentang tata
cara penunjukan wali, cara penunjukan wali, persyaratan untuk
ditunjuk atau diangkat sebagai wali, kekuasaan wali, tugas dan
tanggung jawab wali, serta pencabutan kekusaan wali. (Vide: Pasal
50 sampai dengan Pasal 54). Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
menentukan anak yang belum
mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah
melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tua
selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya. Orang tua mewakili
anak tersebut melakukan perbuatan hukum di dalam dan di luar
pengadilan. Berdasarkan bunyi Pasal 47 ayat (1) yang menjalankan
kekuasaan orang tua adalah kedua orang tua dan apabila mereka itu
dicabut kekuasaannya maka timbul perwalian. Ketentuan Pasal 47
ayat (1) tersebut dipertegas lagi dalam Pasal 50 ayat (1) yang
menentukan anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas)
tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak
berada di bawah kekuasaan orang tua berada di bawah kekuasaan

7
wali. Ayat (2) menentukan perwalian itu mengenai diri pribadi anak
maupun harta bendanya.
Ketentuan Pasal 47 ayat (1) jo Pasal 50 ayat (1) berbeda
dengan Pasal 359 KUHPerdata yang menentukan bila anak belum
dewasa yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua dan yang
perwaliaannya sebelumnya tidak diatur dengan sah, pengadilan
negeri harus mengangkat seorang wali setelah mendengar atau
memanggil dengan sah para keluarga sedarah dan semenda. Jadi
jelas bahwa yang mengangkat wali adalah pengadilan.
Pengangkatan wali dapat juga ditunjuk oleh satu orang tua
yang menjalankan kekuasaan orang tua sebelum ia meninggal
dengan surat wasiat atau dengan lisan di hadapan 2 orang saksi.
Persyaratan untuk diangkat sebagai wali sedapat-dapatnya diambil
dari keluarga anak tersebut atau orang lain yang sudah dewasa,
berpikiran sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik.
Wali dalam melaksanakan kekuasaannya baik terhadap diri
pribadi anak maupun terhadap harta bendanya wajib mengurus
sebaik-baiknya dengan menghormati agama dan kepercayaan
sianak serta harus memperhatikan segala kebutuhan sianak. Wali
wajib membuat daftar harta benda sianak pada waktu memulai
jabatannya dan mencatat semua perubahan-perubahan atas harta
benda sianak baik berupa penambahan maupun pengurangan.
Pencatatan ini sebagai bahan bukti pertanggungjawaban wali pada
masa akhir perwalian.
Kekuasaan wali dapat dicabut apabila wali sangat melalaikan
kewajibannya terhadap anak yang berada di bawah perwaliannya,
wali bekelakuan buruk sekali. Dalam hal wali dicabut, oleh
pengadilan ditunjuk orang lain sebagai wali. Perwalian selain berakhir
karena pencabutan atau pemecatan sebagai wali juga dapat berakhir
karena anak di bawah perwalian telah dewasa atau menikah, sianak
meninggal dunia, wali meninggal dunia.
Peraturan perwalian dalam KUHPerdata tidak berlaku lagi
sepanjang telah diatur dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974
(Pasal 66), dalam hal ini mengenai umur anak telah ditentukan dalam
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, Undang-Undang No. 23 Tahun
2002 dan Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2019 yaitu bahwa
anak yang berada di bawah kekuasan perwalian adalah anak yang

8
belum berusia 18 Tahun, termasuk anak dalam kandungan.
1.3. Pengaturan Perwalian dalam Kompilasi Hukum Islam
Anak yang ditempatkan di bawah perwalian juga diatur dalam
Kompilasi Hukum Islam pada Buku I, Hukum Perkawinan dalam BAB
X Pasal 107 sampai Pasal 112, mengatur mulai batas usia anak yang
berada di bawah kekuasaan perwalian, kekuasaan wali, cara
pengangkatan wali, larangan dan tanggung jawab wali.
Anak yang berada di bawah perwalian adalah anak yang
belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun. Kekuasaan wali maka
meliputi kekuasaan terhadap diri pribadi dan harta kekayaan sianak.
Menurut Pasal 107 ayat (4) orang yang dapat diangkat sebagai wali
sedapat-dapatnya dari keluarga sianak. Jika keluarga sianak tidak
ada dapat juga orang lain yang diangkat sebagai wali. Persyaratan
yang harus dipenuhi untuk dapat diangkat sebagai wali harus sudah
dewasa berpikiran sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik. Badan
hukum juga dapat diangkat sebagai wali.
Penunjukan wali dapat dilakukan dengan surat wasiat
kepada seseorang atau badan hukum oleh orang tua sebelum ia
meninggal dunia. Penunjukan wali juga dapat dilakukan oleh
pengadilan agama kepada salah satu kerabat sianak, dalam hal si
wali tidak berbuat atau lelai melakukan tugas perwaliannya.
Wali selain berkewajiban mengurus diri pribadi dan harta
sianak juga berkewajiban memberikan bimbingan agama, pendidikan
dan ketrampilan lainnya untuk masa depan sianak yang berada di
bawah perwaliannya. Kewjiban wali tersebut disertai beberapa
larangan yaitu wali dilarang mengikatkan, membebani dan
mengasingkan harta sianak di bawah perwaliaannya kecuali kalau
perbuatan itu suatu kenyataan yang tidak dapat dihindarkan atau
menguntungkan sianak. Jika wali dalam pengurusan terhadap harta
timbul kerugian sebagai akibat kesalahan atau kelalaian, maka si wali
bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Perwalian berakhir kalau sianak sudah berumur 21 (dua
puluh satu) tahun atau telah kawin atau kalau si wali dicabut
kekuasaannya oleh pengadilan agama. Adapun alasan pencabutan
tersebut karena si wali pemabuk, penjudi, pemboros, gila dan atau
melalaikan atau menyalahgunakan hak dan wewenang sebagai wali.
1.4. Peraturan Perwalian dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun

9
2002 dan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2019
Perwalian selain diatur dalam peraturan perundangan yang
disebutkan di atas, juga diatur dalam Undang-undang Nomor 23
Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Pasal 33 dan 44 Undang-
undang ini menyatakan bahwa "Wali” yang ditunjuk berdasarkan
penetapan pengadilan atau Mahkamah dapat mewakili anak untuk
melakukan perbuatan hukum, baik di dalam maupun di luar
pengadilan untuk kepentingan yang terbaik bagi sianak. Selain itu
wali juga wajib mengelola harta benda milik sianak.

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002, kemudian diubah


dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014, dan untuk
melaksanakan Pasal 33 ayat (5) Undang-undang Nomor 23 Tahun
2002 telah lahir Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2019 tentang
Syarat dan Tata Cara Penunjukan Wali yang telah diundangkan pada
tanggal 29 April 2019.
Seorang anak akan berada di bawah kekuasaan perwalian,
apabila orang tua sianak tidak cakap melakukan perbuatan hukum
atau tidak diketahui tempat tinggal atau keberadaannya. Pasal 1 butir
5 menentukan wali adalah orang atau badan yang dalam
kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh sebagai orang tua
terhadap anak.
Penunjukan wali dilakukan dengan penetapan pengadilan.
Wali yang ditunjuk berdasarkan penetapan pengadilan, dapat
mewakili anak untuk melakukan perbuatan hukum baik di dalam
maupun di luar pengadilan untuk kepentingan terbaik sianak (Pasal
34). Dalam hal anak belum mendapat penetapan pengadilan,
mengenai wali, maka harta kekayaan anak dapat diurus oleh balai
harta peninggalan atau lembaga lain yang mempunyai kewenangan
untuk itu. Balai Harta peninggalan atau lembaga lain tersebut
sebagai wali pengawas untuk mewakili kepentingan sianak.
Pengurusan harta tersebut harus mendapat penetapan pengadilan
(Pasal 35). Berdasarkan ketentuan Pasal 34 dan Pasal 35 tersebut,
tugas seorang wali meliputi :
1. Mewakili sianak dalam melakukan perbuatan hukum baik di dalam
maupun di luar pengadilan untuk kepentingan terbaik sianak.
2. Wajib mengelola harta benda milik sianak.
Jika wali yang ditunjuk, ternyata di kemudian hari tidak cakap

10
melakukan perbuatan hukum atau menyalahgunakan kekuasaannya
sebagai wali, maka wali tersebut dapat dipecat dan ditunjuk orang
lain sebagai wali melalui penetapan pengadilan. Demikian juga
dalam wali meninggal dunia.
Pasal 33 ayat (5) menentukan bahwa ketentuan mengenai
syarat dan tata cara penunjukan wali, diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah. Tindak lanjut dari pasal tersebut pada tanggal
29 April 2019 diundangkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun
2019 tentang Tata Cara dan Syarat Penunjukan Wali.
Seseorang yang dapat ditunjuk sebagai wali diutamakan
keluarga sianak, jika keluarga sianak tidak ada, tidak bersedia atau
tidak memenuhi persyaratan, maka dapat ditunjuk saudara. Dalam
hal keluarga anak dan saudara tidak ada, tidak bersedia, tidak
diketahui keberadaannya, tidak memenuhi persyaratan dapat
ditunjuk orang lain atau badan hukum sebagai wali. Persyaratan
yang harus dipenuhi untuk dapat diangkat sebagai wali diatur dalam
Pasal 4 sampai dengan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 29
Tahun 2019.
Persyaratan dan tata cara pengangkatan wali yang diatur di
dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 jo PP Nomor 29
Tahun 2019 terdapat perbedaan dengan ketentuan perwalian dalam
KUHPerdata dan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974. Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 maupun Peraturan Pemerintah
Nomor 29 Tahun 2019 menentukan bahwa wali harus seagama
dengan anak yang berada di bawah perwalian yang mana hal ini
tidak terdapat ketentuannya dalam KUHPerdata dan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974. Selain itu ditentukan pula bahwa
pengangkatan wali harus dengan penetapan pengadilan.
Ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
dan PP Nomor 29 Tahun 2019, sejalan dengan praktik dalam
lapangan hukum perdata yang menghendaki atau mensyaratkan
bukti tertulis, termasuk bukti tertulis dari pengadilan mengenai
penunjukan atau pengangkatan wali dalam mengurus
kepentingan/hak tertentu. Ada beberapa permohonan yang diajukan
ke pengadilan untuk minta ditetapkan sebagai wali antara lain
diperlukan untuk mengurus tunjangan pensiun atau Taspen, untuk
mengurus harta warisan sebidang tanah. Jadi di sini jelas bahwa

11
meskipun menurut hukum bapak atau ibu kandung merupakan orang
tua sekaligus sebagai wali untuk mengurus diri pribadi dan harta
anak-anaknya tetap mensyaratkan bukti tertulis.
Perwalian memiliki persamaan dan perbedaan dengan
Pengampuan. Persamaannya adalah bahwa yang satu mengawasi dan
menyelenggarakan hubungan hukum orang-orang yang dinyatakan tidak
cakap bertindak, sedangkan pebedaannya pada kekuasaan orang tua,
kekuasaan asli dilaksanakan oleh orang tuanya sendiri yang masih dalam
ikatan perkawinan terhadap anak-anaknya yang belum dewasa. Pada
Perwalian, pemeliharaan dan bimbingan perwalian dilakukan oleh wali
sedangkan pada Pengampuan bimbingan dilaksanakan oleh Kurator
(Keluarga sedsrah atau orang yang ditunjuk.
Pengampu berhak memangku kekuasaan sebagai orang tua dari
anak-anak si terampu yang belum dewasa, jika suami atau istri kurandus
dipecat dari kekuasaannya sebagai orang tua. Pengampu berhak
menjadi wali atas anak-anak sampai pengampuannya dihentikan (Pasal
453 KUHPerdata). Setiap kurandus pasti berkedudukan sama seperti
seorang yang belum dewasa jadi, pengampu berhak mendampingi
(dalam hal boros dan lemah daya), mewakili (dalam hal sakit otak dan
gangguan kejiwaan) dalam melakukan tindakan-tindakan hukum.
Tindakan hukum yang dilakukan oleh kurandus tanpa dibantu
pengampunya adalah batal sebagaimana terdapat dalam Pasal 452 dan
Pasal 446 KUHPerdata. Dan Pengampu berhak mewakili siterampu untuk
menjual, menyewakan atau melakukan pemindahan hak atas harta
benda milik si terampu untuk kepentingan si terampu sesuai persetujuan
BHP dan izin dari pengadilan berupa penetapan. Pengampu juga berhak
mencegah berlangsungnya perkawinan atas kurandusnya guna
menghindarkan kesengsaraan yang mungkin timbul bagi calon mempelai
lain. (Pasal 14 UU Perkawinan).
2. Cara Penunjukan Hak Perwalian
Pengangkatan wali anak dapat dilakukan dengan perwalian oleh
suami atau istri yang hidup lebih lama (Vide: Pasal 345 KUHPerdata),
Perwalian yang ditunjuk oleh bapak atau ibu dengan surat wasiat (Vide:
Pasal 355 ayat (1) KUHPerdata) atau Perwalian yang diangkat oleh
hakim (Vide: Pasal 359 KUHPerdata).

Perwalian bagi seorang anak yang masih di bawah umur yang


bapak ibunya bercerai, menurut Pasal 229 KUHPerdata setelah

12
mendengar atau memanggil dengan sah para orang tua atau keluarga
sedarah atau semenda dan anak-anak yang di bawah umur, pengadilan
negeri akan menetapkan siapa dari kedua orang tua akan melaksanakan
perwalian atas tiap-tiap anak kecuali mereka dibebaskan atau dipecat
dari kekuasaan orang tua. Penetapan pengadilan negeri baru berlaku jika
putusan perceraian telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau
inkracht van gewisde verklaard .
Terhadap penetapan tersebut bapak atau ibu yang tidak diangkat
sebagai wali dapat melakukan perlawanan atau verzet jika dia tidak hadir
pada waktu dipanggil oleh pengadilan setelah perceraian diputus dan
pengadilan menetapkan wali bagi anak-anak mereka yang masih di
bawah umur. Perlawanan tersebut dilakukan dalam waktu 30 hari setelah
penetapan itu diberitahukan kepadanya, tetapi jika bapak atau ibu hadir
memenuhi panggilan pengadilan namun tidak diangkat sebagai wali atau
perlawanan ditolak, dalam waktu 30 hari dapat mengajukan pemeriksaan
ulang atau banding.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tidak mengatur secara
tegas mengenai wali bagi seorang anak yang masih di bawah umur yang
bapak dan ibunya bercerai. Pasal 51 ayat (1) hanya menentukan bahwa
wali dapat ditunjuk oleh satu orang tua yang menjalankan kekuasaan
orang tua sebelum ia meninggal dengan surat wasiat atau lisan di
hadapan dua orang saksi. Kemudian dalam Pasal 53 ditentukan jika
kekuasaan wali dicabut, maka oleh pengadilan ditunjuk orang lain
sebagai wali.
Tidak adanya pengaturan tersebut dikarenakan si anak di bawah
umur tersebut meskipun terjadi perceraian antara bapak dan ibunya tetap
berada di bawah kekuasaan orang tua. Hal tersebut dapat disimpulkan
dari Pasal 41 butir a dan Pasal 47 ayat (1). Pasal 41 butir a berbunyi baik
ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-
anaknya semata-mata berdasarkan kepentingan sianak, bilamana ada
perselisihan mengenai penguasaan anak-anak pengadilan memberi
keputusan. Pasal 47 ayat (1) lebih menegaskan lagi bahwa anak belum
mencapai umur 18 tahun atau belum kawin tetap berada di bawah
kekuasaan orang tua selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya.
Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 105 ditentukan dalam hal terjadi
perceraian, pemeliharaan anak yang belum mumayyis atau belum
berumur 12 tahun adalah hak ibunya, sedangkan pemeliharaan anak

13
yang sudah mumayyis diserahkan kepada sianak untuk memilih di antara
bapak atau ibunya. Demikian juga Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 dan PP Nomor 29 Tahun 2019 tidak mengatur hal tersebut. Pasal 3
ayat (1) PP Nomor 29 Tahun 2019 menentukan bahwa wali ditunjuk atau
diangkat karena orang tua tidak ada, orang tua tidak diketahui
keberadaannya, atau suatu sebab orang tua tidak dapat melaksanakan
kewajiban dan tanggung jawabnya. Berdasarkan bunyi Pasal 3 ayat (1)
dapat disimpulkan meskipun bapak dan ibu sianak bercerai, sianak tetap
berada di bawah kekuasaan orang tua sepanjang bapak atau ibunya
masih ada, diketahui keberadaannya dapat melaksanakan kewajiban dan
tanggung jawabnya.
Meskipun hanya Pasal 229 KUHPerdata yang mengatur secara
tegas bahwa dalam hal terjadi perceraian bapak dan ibu sianak,
pengadilan akan menetapkan siapa di antara bapak dan ibu yang akan
menjadi wali, secara umum dasar hukum pengambilan keputusan oleh
pengadilan dalam menentukan hak asuh anak dalam hal terjadi
perceraian didasarkan yurisprudensi antara lain terdapat dalam :
1. Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 126K/Pdt/201 tanggal 28
Agustus 2003, bahwa bila bapak dan ibu bercerai, maka pemeliharaan
anak yang masih di bawah umur diserahkan pada orang tua terdekat
dan akrab dengan sianak, yaitu ibu.
2. Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 239K/Sip/1968, bahwa anak-
anak yang masih kecil dan membutuhkan kasih sayang dan perawatan
ibu, harus diserahkan kepada ibu ketika kedua orang tua bercerai.
Namun demikan, pengadilan juga berhak memberikan hak asuh anak
kepada sang bapak, dalam beberapa kondisi:
a. Persetujuan bersama antara bapak dan ibu sianak;
b. Adanya keterangan saksi yang memberatkan pihak ibu;
c. Ibu tidak bertanggung jawab;
d. Faktor ekonomi;
e. Kedekatan dengan bapak;
f. Lingkungan dan budaya.
3. Pengawasan Perwalian oleh Balai Harta Peninggalan
Anak di bawah umur tidak cakap bertindak dalam melakukan perbuatan
hukum karena mereka dianggap belum mampu untuk menentukan mana yang
baik dan mana yang buruk. Ia harus diwakili oleh orangtua atau walinya agar hak-
haknya terlindungi karena dalam hukum semua orang itu mempunyai hak-hak

14
yang sama yang harus dilindungi, tanpa melihat dewasa atau tidaknya seseorang
serta cakap atau tidaknya ia dalam melakukan perbuatan hukum, bahkan
seseorang yang masih dalam kandungan pun sudah memiliki hak dengan catatan
ia harus lahir hidup. Domisili anak di bawah umur juga mengikuti domisili orang
tua atau walinya, sehingga anak di bawah umur tidak dapat dinyatakan tidak
hadir (ajwezig).
Seorang wali yang telah ditetapkan untuk menjadi wali/Pengampu
bagi anak di bawah umur melahirkan kewajiban hukum yang harus
dilaksanakan wali, yaitu:
1. Kewajiban memberitahukan kepada Balai Harta Peninggalan tentang
terjadinya perwalian itu (Pasal 368 KUHPerdata)
2. Kewajiban mengadakan inventarisasi mengenai harta si anak yang di
perwakilkannya (Pasal 386 ayat (1) KUHPerdata)
3. Kewajiban-kewajiban untuk mengadakan jaminan (Pasal 335
KUHPerdata)
4. Kewajiban untuk melakukan menentukan jumlah yang dapat
dipergunakan tiap-tiap tahun oleh anak tersebut dan biaya pengurusan
(Pasal 338 KUHPerdata)
5. Kewajiban wali untuk menjual perabotan rumah tangga dan semua
barang bergerak dan tidak memberikan buah atau hasil atau
keuntungan atau kecuali barang-barang yang diperbolehkan disimpan
dengan izin (Pasal 389 KUHPerdata).
Berdasarkan Pasal 51 Undang- Undang No.1 tahun 1974
kewajiban wali adalah sebagai berikut :
1. Wali wajib mengurus anak yang berada dibawah kekuasaannya dan
harta bendanya sebaik- baiknya dengan menghormati agama dan
kepercayaan anak itu.
2. Wali wajib membuat daftar harta benda anak yang berada di bawah
kekuasaannya pada waktu memulai jabatannya dan mencatat semua
perubahan- perubahan harta benda anak tersebut.
3. Wali bertanggung jawab tentang harta benda anak yang berada di
bawah perwaliannya serta kerugian yang ditimbulkan kesalahan dan
kelalaiannya.
Wali yang ditunjuk berdasarkan Penetapan Pengadilan dapat
mewakili anak untuk melakukan perbuatan hukum, baik di dalam maupun
di luar pengadilan untuk kepentingan terbaik bagi si anak (Vide: Pasal 33
dan 34 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak). Kekuasaan

15
salah satu orang tua atau kedua orang tua terhadap anaknya yang belum
dewasa dapat dicabut untuk waktu tertentu, apabila orang tua sangat
melalaikan kewajibannya terhadap anaknya atau berkelakuan buruk sekali
(Vide: Pasal 49 ayat (1) UUP jo. Pasal 109 Kompilasi Hukum Islam).
Apabila orang yang diangkat menjadi wali menolak atau telah lalai
menerima perwalian itu Balai Harta Peninggalan bertindak sebagai wali
sementara menggantikan kedudukan wali/pengampu guna mengurus
pribadi dan harta kekayaan anak-anak belum dewasa ( Pasal 332 KUH
Perdata). Demikian pula si wali yang melalaikan memberikan jaminan atas
pengurusannya terhadap harta kekayaan anak belum dewasa, maka
tugasnya untuk mengurus dapat dicabut oleh Hakim Pengadilan Negeri
dan tugas ini diberikan kepada Balai Harta Peninggalan (Pasal 338 KUH
Perdata).
Mengingat tugas wali yang cukup luas menyangkut diri pribadi si anak
yang belum dewasa terhadap harta kekayaannya, disamping wali adalah manusia
biasa yang bersifat lalai, mempunyai banyak kepentingan dan kebutuhan, khilaf,
lupa dan sebagainya maka perlu ada lembaga yang mengawasi pelaksanaan
perwalian yaitu Balai Harta Peninggalan. Dalam perwalian, Balai Harta
Peninggalan memikul tugas selaku wali sementara (Tijde/Ijke Voogd) dan wali
pengawas (Toeziende Voogd), sebagaimana diatur dalam Pasal 366 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata.
Balai Harta Peninggalan yang selanjutnya disingkat BHP adalah
unit pelaksana teknis yang berada di bawah Direktorat Jenderal
Administrasi Hukum Umum (Vide: Pasal 1 Peraturan mentri Hukum dan
Hak Asasi Manusia nomor 7 Tahun 2021).
Keberadaan Perwakilan Balai Harta Peninggalan di seluruh
Indonesia Pada tahun 1987 dihapuskan (Vide: Keputusan Menteri
Kehakiman RI. Nomor M.06-PR.07.01 Tahun 1987). Saat ini hanya ada 5
(lima) Balai Harta Peninggalan di Indonesia, yaitu: Jakarta, Medan,
Semarang, Surabaya dan Makasar, dan masing-masing meliputi wilayah
kerja didaerah tingkat I dan tingkat II.
Tugas Balai Harta Peninggalan yaitu melakukan pengawasan
dalam hal Perwalian, Pengampuan, mengurus harta peninggalan yang
tidak ada kuasanya, mengurus harta kekayaan orang (subjek hukum) yang
dinyatakan tidak hadir, membuka mendaftarkan surat wasiat terakhir
pewaris, Pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris dan Kurator dalam
Kepailitan dan tugas baru yang merupakan amanah dari Bank Indonesia

16
yaitu menerima dan mengelola hasil trasfer dana secara tunai yang tidak
diklaim oleh pihak yang mentransfer maupun pihak yang di transfer setelah
dilakukan pemanggilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perbankan, sehingga secara sosiologi bahwa Balai
Harta Peninggalan merupakan lembaga yang diharapkan dapat
memberikan pelayanan hukum di bidang harta peninggalan bagi yang
membutuhkan.
Berdasarkan Peraturan mentri Hukum dan Hak Asasi Manusia nomor 7
Tahun 2021 yang mencabut Keputusan Menteri Kehakiman Nomor
M.01.PR.07.01-80 Tahun 1980 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Harta
Peninggalan, dalam Pasal 2 menentukan bahwa BHP mempunyai tugas mewakili
dan melaksanakan pengurusan kepentingan subjek hukum dalam rangka
menjalankan putusan dan/atau penetapan pengadilan atau kepentingan demi
hukum di bidang harta peninggalan dan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BHP menyelenggarakan fungsi (Vide: Pasl 3):
a. pengurusan dan penyelesaian masalah perwalian, pengampuan, harta
kekayaan yang pemiliknya dinyatakan tidak hadir (afwezigheid), dan
harta peninggalan yang tidak terurus (onbeheerde nalatenschap);
b. pendaftaran wasiat terdaftar, pembukaan dan pembacaan surat wasiat
rahasia/tertutup;
c. pembuatan surat keterangan hak waris;
d. bertindak selaku kurator dalam pengurusan, pemberesan dan
pelaksanaan likuidasi perseroan terbatas dalam masalah kepailitan;
e. penyelesaian penatausahaan uang pihak ketiga;
f. penyusunan rencana program, anggaran, fasilitasi reformasi birokrasi,
pengelolaan teknologi informasi dan hubungan masyarakat, urusan tata
usaha dan kepegawaian, pengelolaan urusan keuangan, barang milik
negara dan rumah tangga serta evaluasi dan pelaporan BHP; dan
g. tugas lain berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan.
Mengenai tugas pokok dan fungsi Balai Harta peninggalan dapat
diperinci sebagai berikut:
a. Pengurusan diri pribadi dan harta kekayaan anak-anak yang belum
dewasa selama belum ditunjuk seorang wali atas mereka (pasal 359
KUHPerdata)
b. Sebagai wali pengawas (pasal 366 KUHPerdata)
c. Mewakili kepentingan anak-anak belum dewasa dalam hal ada
pertentangan dengan kepentingan wali (Pasal 370 KUHPerdata)

17
d. Pengurusan harta kekayaan anak-anak belum dewasa dalam hal
pengurusan itu dicabut dari wali mereka (Pasal 338 KUHPerdata)
e. Pengampuan atas anak yang masih dalam kandungan (pasal 348
KUHPerdata)
f. Pendaftaran dan pembukaan surat wasiat (pasal 41 dan 42 O.V dan
pasal 937 dan 942 KUHPerdata)
g. Pengurusan harta peninggalan yang tidak ada kuasanya (onbeherdee
nalatenschappen) pasal 1126, 1127 dan 1129 KUHPerdata, demikian
pula pengurusan barang-barang peninggalan dari penumpang-
penumpang dan awak kapal yang meninggal dunia, hilang atau
tertinggal pada kapal-kapal indonesia (stbl. 1886 No.131)
h. Pengurusan dari budel-budel dari orang yang tidak hadir (Boedel van
afwezigen)
i. Pengurusan harta kekayaan orang-orang yang berada di bawah
pengampuan karena sakit jiwa atau pemboros,. Dalam hal ini Balai
Harta peninggalan adalah bertugas selaku pengampu pengawas (pasal
449 KUHPerdata), akan tetapi bila pengurusan dicabut dari
pengampunya, langsung menjadi pengurus harta kekayaan yang
berada di bawah pengampuan pasal 452 dan pasal 338 KUHPerdata).
j. Kurator dalam kepailitan (Pasal 70 ayat Undang- Undang Republik
Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang)
k. Pembuatan Surat Keterangan hak waris untuk golongan keturunan timur
asing (Ayat 1 Pasal 14 dari intruksi Voor de Gouvernements
Landsmeters dalam Stbl.1916 No.517, Jo Peraturan Menteri Negara
Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional No.3 Tahun 1977 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No.24 tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah).
l. Selaku penampung Dana/Penyimpan Dana, apabila Pengirim asal dan
Penerima asal tidak ditemukan/ tidak di ketahui (Pasal 37 ayat 3
undang- undang No.3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana)
m. Penampung Dana Tenaga Kerja Tidak Mempunyai Ahli Waris dan
Wasiat ( Pasal 22 ayat 3a, pasal 26 ayat 5 Peraturan Pemerintah No.53
Tahun 2012 tentang perubahan ke delapam atas peraturan pemerintah
Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan
Sosial Tenaga Kerja.

18
Balai Harta Peninggalan sebagai wali pengawas melaksanakan
tugasnya sejak timbulnya perwalian dan berakhirnya perwalian (Pasal 366
sampai dengan Pasal 375 KUHPerdata). Bagi wali yang diangkat oleh
Hakim, dimulai sejak saat pengangkatan, jika ia hadir dalam
pengangkatannya. Jika tidak hadir, maka perwalian dimulai sejak saat
pengangkatan itu diberitahukan kepadanya.
Bagi wali menurut undang-undang dimulai dari saat terjadinya
peristiwa yang menimbulkan perwalian itu, misalnya kematian orangtuanya
atau perceraian keduaorangtuanya. Dalam melaksanakan tugasnya
sebagai wali pengawas ialah menjaga agar kepentingan- kepentingan si
anak tidak berlawanan dengan kepentingan si wali. Maka untuk inilah
menurut undang-undang Pasal 127 KUH Perdata, jika salah satu
orangtuanya meninggal dunia, maka orang tua yang masih hidup lebih
lama diharuskan dalam waktu 3(tiga) bulan membuat daftar inventarisasi
mengenai kekayaannya. Daftar tersebut disampaikan kepada Lembaga
Perwalian Pengawas. Dengan demikian sebagai wali pengawas dapat
mengatasi segala tindakan dari si wali.
Arti penting peran Balai Harta Peninggalan dalam perwalian
adalah untuk melindungi kepentingan-kepentingan dari anak yang belum
dewasa dalam hal mengawasi tindakan-tindakan wali dari anak-anak
tersebut, baik dalam pengurusan harta kekayaan, pendidikan serta
kesehatan yang diurus oleh walinya. Tugas dan kewajiban Balai Harta
Peninggalan sebagai wali pengawas adalah sebagi berikut :
1. Melaksanakan penyumpahan terhadap wali yang baru diangkat.( Pasal
362 KUHPerdata) Wali wajib segera setelah perwaliannya mulai berlaku,
di bawah tangan Balai Harta Peninggalan mengangkat sumpah, bahwa
ia akan menunaikan perwalian yang dipercayakan kepadanya dengan
baik dan tulus hati.
2. Mewakili si anak belum dewasa apabila kepentingannya bertentangan
dengan kepentingan wali. (Pasal 370 KUHPerdata) Kewajiban wali
pengawas adalah mewakili kepentingan- kepentingan si belum dewasa,
apabila ia bertentangan dengan kepentingan si wali, dengan tak
mengurangi kewajiban-kewajiban yang teristimewa dibebankan
kepadanya Balai Harta Peninggalandalam intruksinya, tatkala perwalian
pengawas itu diperintahkan kepadanya.

19
3. Mewajibkan wali untuk membuat inventarisasi atau pencatatan terhadap
barang- barang harta peninggalan yang jatuh kepada anak yang belum
dewasa.( Pasal 371 KUHPerdata)
4. Balai Harta Peninggalan berwajib melakukan segala tindakan yang
diamarkan oleh Undang-Undang, agar setiap wali pun kendati Hakim
tidak memerintahkanny, memberikan jaminan secukupnya atau setidak-
tidaknya, wali itu menyelenggarakan pungurusan dengan cara yang
ditentukan dalam undang-undang.
5. Meminta pertanggungjawaban wali setiap tahun (Pasal 372
KUHPerdata).
6. Tiap tahun wali pengawas harus meminta kepada setiap wali (kecuali
bapak dan ibu), supaya secara ringkas memberikan perhitungan
tanggung jawab dan supaya memperlihatkan kepadanya segala kertas-
kertas andil dan surat-surat berharga kepunyaan sibelum dewasa.
7. Menuntut pemecatan wali apabila si wali bertindak curang ( Pasal 373
KUHperdata) Apabila seorang wali enggan melaksanakan apa yang
diamarkan untuk melaksanakan kewajibannya, apabila wali pengawas
dalam perhitungan secara ringkas itu mendapatkan tanda-tanda akan
adanya kecurangan atau kealpaan yang besar, maka haruslah wali
pengawas menuntut pemecatan itu.
8. Meminta pengangkatan wali baru atau wali sementara kepada
pengadilan apabila perwalian terulang, atau ditinggalkan karena tidak
hadirnya wali.(Pasal 374 KUHperdata)
9. Jika perwalian terluang atau ditinggalkan karena ketidakhadiran si wali,
atau pula jika untuk sementara waktu si wali tak mampu menunaikan
tugasnya, maka atas ancaman mengganti biaya, kerugian dan bunga,
wali pengawas harus memajukan permintaan kepada Pengadilan akan
pengangkatan wali baru atau sementara
C. PENUTUP
1. Simpulan
Berdasarkan papran tersebut di atas, mengenai perwalian dan
pengampuan terkait dengan lembaga Balai Harta Peninggalan disimpulkan
sebagai berikut:
1.1. Pengaturan mengenai perwalian dan pengampuan di Indonesia diatur
dalam beberapa perundang-undangan, yang utama tertuang dalam
peraturan perundangan sebagai berikut:
1). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

20
2). Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, tentang Perkawinan;
3). Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;
4). Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2019 Tentang Syarat Dan
Tata Cara Penunjukan Wali;
5). Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam;
6). Peraturan Mentri Hukum dan HAM, antara lain adalah Peraturan
mentri Hukum dan Hak Asasi Manusia nomor 7 Tahun 2021 yang
mencabut Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.01.PR.07.01-80
Tahun 1980 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Harta
Peninggalan.
Mengenai ketentuan batas umur anak dalam perundang-
undangan terjedi perbedaan, ada yang menentukan dewasa adalah
sudah berumur 21 tahun atau sudah menikah, yang lain menentukan
belum dewasa adalah anak yang belum mencapai usia 18 tahun.
1.2. Perlindungan hukum bagi kepentingan anak yang berada dalam
perwalian dan/atau pengampuan dari segi kebijakan Negara yang
dituangkan dalam peraturan perundang-undangan sudah cukup
memadai, namun pengawasan perwalian/pengampuan oleh wali
Pengawas masih terkendala antara lain karena dalam menjalankan
peran BHP masih tergantung dengan pihak-pihak/lembaga/instansi
terkait lainnya.
2. Saran:
Guna meningkatkan peran BHP dalam memberikan perlindungan
anak yang berada di bawah perwalian dan/atau pengampuan, disarankan.
sebagai berikut:
1). Perlu dilakukan harmonisasi peraturan perundang-undangan, bahkan
jika dimungkinkan dibuat undang-undang omnibuslaw untuk mengatur
perwalian/pengampuan serta hak-hak anak di lapangan perdata dan
lembaga terkait khususnya Balai Harta Peninggalan.
2). Balai Harta Peninggalan sebaiknya aktif dan progresif untuk melakukan
terobosan dengan menciptakan berbagai media pelayanan publik
berbasis elektronik dan membangun sinergitas dengan lembaga-
lembaga/instansi terkait antara lain melalui Memorandum of
Understanding.

21

Anda mungkin juga menyukai