Anda di halaman 1dari 3

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

Pasal 1 angka 1
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang
masih dalam kandungan.

Pasal 1 angka 9
Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua,
wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan
membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan
putusan atau penetapan pengadilan.

Pasal 39 ayat (2)


Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak memutuskan hubungan darah
antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya.

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN


PENGANGKATAN ANAK

Pasal 1 Angka 1
Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang
tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan,
dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya
berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan.

Pasal 4
Pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan
orang tua kandungnya.

BERDASARKAN KETENTUAN HUKUM WARIS PERDATA BARAT:


Dalam BW tidak mengenal adanya lembaga pengangkatan anak, karena BW mengaturnya
hanya dalam dua bentuk, yaitu anak sah dalam perkawinan dan anak luar perkawinan. Anak
luar kawin dibagi lagi menjadi 2, antara lain : anak luar kawin yang tidak diakui dan anak luar
kawin yang diakui, dan telah disahkan secara hukum.

Anak yang dilahirkan diluar kawin untuk kemudian diangkat menjadi anak dalam BW haruslah
tertuang dalam suatu bentuk akta Notaris. Aturan tersebut tertuang dalam Pasal 10 Staatsblad
No. 129 Tahun 1917 untuk kemudian ditambahkan pencatatannya pada Akta kelahiran anak
tersebut. Namun kelembagaannya disebut sebagai adopsi anak, bukan pengangkatan anak.
Implikasi yuridis yang ditentukan aturan tersebut ialah putusnya hubungan keperdataan anak
yang diadopsi dengan orang tuanya, dan dianggap sebagai anak kandung dari orang yang
mengadopsinya (Pasal 12 Staatsblad).

Seiring berjalannya waktu, aturan tersebut telah digantikan eksitensinya dengan adanya suatu
SEMA No. 6 Tahun 1983, yang menyatakan pada intinya setiap anak yang diangkat haruslah
melalui jalur penetapan pengadilan.

Sebagaimana diatur dalam Staatblaad 1917 No. 129, akibat hukum dari pengangkatan anak
adalah anak tersebut secara hukum memperoleh nama dari bapak angkat, dijadikan sebagai
anak yang dilahirkan dari perkawinan orang tua angkat dan menjadi ahli waris orang tua angkat.
Artinya, akibat pengangkatan tersebut maka terputus segala hubungan perdata, yang
berpangkal pada keturunan karena kelahiran, yaitu antara orang tua kandung dan anak
tersebut. Oleh karena itu, anak yang diadopsi secara sah melalui putusan pengadilan,
kedudukannya adalah sama dengan anak kandung. Sehingga yang bersangkutan berhak
mewarisi harta peninggalan orang tuanya.

Sedangkan berdasarkan Hukum Islam:


Pengangkatan anak tidak membawa akibat hukum dalam hal hubungan darah, hubungan wali-
mewali dan hubungan waris mewaris dengan orang tua angkat. Ia tetap menjadi ahli waris dari
orang tua kandungnya dan anak tersebut tetap memakai nama dari ayah kandungnya (M.
Budiarto, S.H., Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi hukum, AKAPRESS, 1991). Dengan
demikian, anak adopsi tidak mewarisi harta peninggalan orang tua angkatnya. Untuk
melindungi hak dari anak adopsi tersebut, maka orang tua angkat dapat memberikan wasiat
asalkan tidak melebihi 1/3 harta peninggalannya.

Tentang aturan anak angkat dan orang tua angkat dalam Hukum Kewarisan.

Pasal 209 KHI


(1) Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan Pasal 176 sampai dengan Pasal 193 KHI
tersebut di atas, sedangkan terhadap orang tua angkat yang tidak menerima wasiat diberi
wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta wasiat anak angkatnya.

(2) Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-
banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.
Anak angkat tidak mendapatkan warisan, karena dia bukan termasuk dalam golongan ahli
waris, akan tetapi dia bisa mendapatkan wasiat wajibah sebagaimana diatur dalam pasal 209
Kompilasi Hukum Islam tersebut.

Untuk mendapatkan wasiat wajibah tersebut tidak otomatis, terlebih dahulu diajukan
Permohonan Pembagian Harta Peninggalan kepada Pengadilan Agama. Majelis Hakim lah yang
menentukan apakah anak angkat berhak dapat wasiat wajibah atau tidak.

Tentang Status Anak Angkat dalam Islam.


Walaupun dalam akte kelahiran tertulis sebagai anak kandung, tidak mengubah status
seseorang dari anak angkat menjadi anak kandung.
Firman Allah SWT sbg berikut:
“Dan Allah tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang
demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya
dan Dia menunjukkan jalan (yang benar)” (QS al-Ahzaab: 4).

Anda mungkin juga menyukai