Anda di halaman 1dari 6

TUGAS TUTORIAL KE-1

EKMA4316 – Hukum Bisnis Universitas Terbuka

Nama : Andri Wahyudi


NIM : 022318152
Jurusan : DIII-Perpajakan.

Skor
No Tugas Tutorial
Maksimal
Bayi yang masih dalam kandungan ibunya dapat dianggap telah dilahirkan bilamana kepentingan si
anak menghendakinya, misalnya untuk menjadi ahli waris. Sebaliknya, ia dianggap tidak pernah ada
jika meninggal ketika dilahirkan (lahir mati).

Jika ditinjau berdasarkan persfektif subjek hukum :

a. Jelaskan pendapat Anda jika si Anak dilahirkan hidup dan kedudukannya dalam
Hukum.
Jawab :
Terdapat beberapa jenis status hukum bagi seorang anak, antara lain yaitu: anak sah, Anak Luar
Kawin (ALK), dan anak angkat atau adopsi.

Ketentuan mengenai hukum keluarga ini utamanya mengacu pada Undang-Undang No. 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP). UUP tidak mengatur secara terperinci mengenai status
anak dalam perkawinan, demikian juga Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang
pelaksanaan UUP juga tidak mengaturnya. UUP hanya mengatur tentang Anak Sah dan ALK,
sedangkan anak adopsi atau anak angkat tidak diatur.

Oleh karenanya, jika menyangkut masalah status anak dan hak-hak anak, maka peraturan
perundangan yang dijadikan rujukan tidak hanya mengacu pada UUP saja, tetapi juga peraturan
perundang-undangan yang lainnya seperti Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang
1 Perlindungan Anak dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi 50
Kependudukan (UU Sisminduk).

Anak Sah
Anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah. Hal ini diatur
dalam UUP khususnya Pasal 42. Keturunan yang sah didasarkan atas adanya perkawinan yang
sah.[ Status anak sah mendapatkan perlindungan hukum yang lebih jelas dibandingkan dengan
status anak yang lainnya.

Anak Luar Kawin (ALK)


Ketentuan tentang anak luar kawin diatur dalam Pasal 43 UUP, yaitu anak yang dilahirkan di
luar perkawinan dan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.
Dalam menghadapi persolan tentang status anak, masih diperlukan rujukan yang diatur dalam
KUH Perdata, dikarenakan penjabaran tentang jenis ALK lebih luas dibanding UUP. Meskipun
demikian harus diingat bahwa KUH Perdata berlandaskan pada hukum masyarakat Barat.
Kategori ALK terdiri dari tiga, yaitu:

 ALK yang ayah dan ibunya tidak ada larangan untuk kawin. Artinya jika nantinya
kedua orang tuanya menikah, maka ALK dapat diakui sebagai anak sah dan masuk
dalam perkawinan yang dilakukan oleh orang tuanya. Jikapun kedua orang tuanya
tidak menikah, maka si anak tetap dapat diakui oleh orang tuanya sebagai ALK.
 Anak sumbang, yaitu anak yang dilahirkan akibat hubungan antara dua orang yang
terlarang untuk menikah karena masih adanya hubungan darah.

 Anak Zina, yaitu anak yang lahir dari hubungan laki-laki dan perempuan yang
dilarang kawin atau dari laki-laki dan perempuan yang salah satu atau keduanya terikat
dengan perkawinan dengan pihak lain. Hal ini dikarenakan dipakainya asas monogami
mutlak dalam KUH Perdata, sehingga mereka yang sudah menikah dan memiliki
hubungan terlarang dengan pasangan lain, maka anak yang lahir dari hubungan tidak
sah tersebut tidak akan pernah bisa diakui.

UU Sisminduk lebih memberikan aturan tentang bagaimana pelaksanaan pengakuan


dan pengesahan anak oleh orang tuanya. Di dalam Penjelasan Pasal 49 disebutkan
tentang anak yang oleh orang tuanya hendak dilakukan pengakuan, dimana disebutkan
bahwa “pengakuan anak” adalah pengakuan seorang ayah terhadap anaknya yang lahir
di luar ikatan perkawinan sah atas persetujuan ibu kandung anak tersebut. Dengan
demikian, untuk dapat memiliki hubungan hukum dengan orang tuanya, khususnya
ayah kandung, maka terhadap ALK perlu dilakukan tindakan hukum pengakuan
terlebih dahulu oleh ayah kandungnya.

Terminologi pengesahan anak berbeda dengan pengakuan anak, meskipun diketahui


bahwa anak yang dilakukan pengakuan ataupun pengesahan adalah sama ALK.
Tindakan pengesahan anak menurut Penjelasan Pasal 50 ayat (1) UU Sisminduk
adalah “pengesahan status seorang anak yang lahir di luar ikatan perkawinan sah pada
saat pencatatan perkawinan kedua orang tua anak tersebut”. Dapat disimpulkan bahwa
pengakuan anak terjadi dikarenakan pada akhirnya kedua orang tuanya bukan
merupakan pasangan suami-isteri, sedangkan pengesahan anak dapat dilakukan jika
laki-laki dan perempuan orang tua si anak, akhirnya menjadi pasangan suami-isteri
yang sah. Untuk kepentingan status hukum anak mereka yang dibawa masuk ke dalam
perkawinan yang sah, maka diperlukan tindakan hukum pengesahan anak. Hal ini
mengingat si anak lahir tidak dalam sebuah perkawinan yang sah, sehingga dalam akta
kelahiran si anak hanya tercantum nama ibunya.

Anak Angkat
Mengenai anak angkat tidak diatur dalam UUP maupun KUH Perdata. Ketentuan tentang anak
angkat dapat dilihat dalam UU Perlindungan Anak. Dalam Pasal 1 angka 9 disebutkan
pengertian anak angkat yaitu “anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga
orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan,
dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan orang tua angkatnya berdasarkan putusan
atau penetapan pengadilan”.

Terhadap anak angkat ini diperlukan tindakan hukum pengangkatan anak. Penjelasan Pasal 47
ayat (1) UU Sisminduk menyatakan bahwa “Yang dimaksud dengan “pengangkatan anak”
adalah perbuatan hukum untuk mengalihkan hak anak dari lingkungan kekuasaan keluarga
orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan
dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya
berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan”.

UU Perlindungan anak membedakan pengertian antara anak angkat dan anak asuh. Anak
angkat memiliki legitimasi yang lebih kuat. Anak asuh dalam pengertian UU Perlindungan
Anak adalah anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga, untuk diberikan bimbingan,
pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan, karena orang tuanya atau salah satu orang
tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang anak secara wajar.
b. Jelaskan pendapat Anda jika Anak telah berumur dewasa dan dipandang cakap
bertindak dalam hukum.
Jawab :
Mengingat usia dewasa dalam berbagai UU di Indonesia berbeda-beda? Di BW usia dewasa 21
tahun, UU Perlindungan Anak, usia 18 tidak dikatakan anak-anak lagi, dan berbagai macam
UU lainnya.

Berdasarkan beberapa ketentuan dalam peraturan perundang-undangan memang masih tidak


ditemui keseragaman mengenai usia dewasa seseorang, sebagian memberi batasan 21 (dua
puluh satu) tahun, sebagian lagi 18 (delapan belas) tahun, bahkan ada yang 17 (tujuh belas)
tahun.
Ketidakseragaman batasan usia dewasa atau batasan usia anak pada berbagai peraturan
perundang-undangan di Indonesia memang kerap menimbulkan pertanyaan mengenai batasan
yang mana yang seharusnya digunakan. Berikut di bawah ini beberapa pengaturan batasan usia
anak dan dewasa menurut peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia, yang juga
kami sarikan dari buku Penjelasan Hukum Tentang Batasan Umur (Kecakapan dan
Kewenangan Bertindak Berdasar Batasan Umur).

Tabel 1 : Umur anak / Belum dewasa.

Dasar Hukum Pasal


Kitab Undang-Undang Pasal 45
Hukum Pidana
Dalam hal penuntutan pidana terhadap orang yang belum
dewasa karena melakukan suatu perbuatan sebelum umur
enam belas tahun, hakim dapat menentukan:.... dstnya.

Namun R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang


Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya
Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 61) menjelaskan bahwa
yang dimaksudkan “belum dewasa” ialah mereka yang
belum berumur 21 tahun dan belum kawin. Jika orang
kawin dan bercerai sebelum umur 21 tahun, ia tetap
dipandang dengan dewasa.
Undang-Undang No. 1 Pasal 47
Tahun 1974 tentang
Perkawinan Anak yang dimaksud dalam UU Perkawinan adalah yang
belum mencapai 18 tahun.
Undang-Undang No. 13 Pasal 1 angka 26
Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan Anak adalah setiap orang yang berumur di bawah 18
(delapan belas) tahun.
Undang-Undang No. 12 Pasal 1 angka 8
Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan Anak didik pemasyarakatan adalah:

a) Anak pidana, yaitu anak yang berdasarkan


putusan pengadilan menjalani pidana di LAPAS
anak paling lama sampai berumur 18 (delapan
belas) tahun;

b) Anak negara, yaitu anak yang berdasarkan


putusan pengadilan diserahkan pada negara untuk
dididik dan ditempatkan di LAPAS anak paling
lama sampai berumur 18 (delapan belas)
tahun;

c) Anak sipil, yaitu anak yang atas permintaan orang


tua atau walinya memperoleh penetapan
pengadilan untuk dididik di LAPAS anak paling
lama sampai berumur 18 (delapan belas)
tahun.

Undang-Undang No. 11 Pasal 1 angka 3, angka 4, dan angka 5


Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak Anak yang Berkonflik dengan Hukum adalah anak yang
telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur
18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak
pidana.

Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana adalah anak


yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang
mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian
ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.

Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana adalah anak yang


belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat
memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang
suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau
dialaminya sendiri.
Undang-Undang No. 39 Pasal 1 angka 5
Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia Anak adalah setiap manusia yang berumur di bawah 18
(delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak
yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah
demi kepentingannya.
Undang-Undang No. 23 Pasal 1 angka 1
Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak Anak adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan
sebagaimana terakhir belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
diubah dengan Undang-
Undang No. 35 Tahun
2014
Undang-Undang No. 44 Pasal 1 angka 4
Tahun 2008 tentang
Pornografi Anak adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan
belas) tahun.
Undang-Undang No. 12 Pasal 4 huruf (h)
Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Warga Negara Indonesia adalah anak yang lahir di luar
Indonesia perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara asing
yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia
sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum
anak tersebut berumur 18 (delapan belas) tahun atau belum
kawin.
Undang-Undang No. 21 Pasal 1 angka 5
Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Anak adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan
Pidana Perdagangan Orang belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Tabel 1 : Umur Dewasa / Belum dewasa.

Dasar Hukum Pasal


Kitab Undang-Undang Pasal 330
Hukum Perdata (Burgerlijk
Wetboek) Yang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai
umur genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin
sebelumnya.
Kompilasi Hukum Islam Pasal 98 ayat (1)

Batas umur anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa


adalah 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat
fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan
perkawinan.
Direktorat Pendaftaran Mengenai soal dewasa dapat diadakan pembedaan dalam:
Tanah (Kadaster)
No. Dpt.7/539/7-77, a. dewasa politik, misalnya adalah batas umur 17
tertanggal 13-7-1977 (“SK tahun untuk dapat ikut Pemilu;
Mendagri 1977”)
b. dewasa seksuil, misalnya adalah batas umur 18
tahun untuk dapat melangsungkan pernikahan
menurut Undang-Undang Perkawinan yang baru;

c. dewasa hukum. Dewasa hukum dimaksudkan


adalah batas umur tertentu menurut hukum yang
dapat dianggap cakap bertindak dalam hukum.

SK Mendagri 1977 ini dipergunakan sebagai rujukan


pertimbangan hakim dalam Penetapan Pengadilan Negeri
Kepanjen Nomor : 891/Pdt.P/2013/PN Kpj.

Risma ingin bekerja dalam suatu perusahaan X dengan kontrak sebagai berikut;
Risma ingin bekerja pada Perusahaan X dengan ketentuan kontrak kerja sebagai berikut ;

1. Pekerja wajib mematuhi peraturan perusahaan X yang berlaku 50


2 2. Jam Kerja aktif dimulai pukul 08.00-12.00 WIB, Istirahat pukul 12.00-13.00 WIB dan
melanjutkan kerja kembali pada pukul 13.00-17.00 WIB
3. Pekerja akan memperoleh kontrak kerja setelah memiliki masa kerja 2 tahun
4. Memperoleh perlakuan atas hak dan kewajibannya
5. Jika melanggar ketentuan Perusahaan, maka Perusahaan berhak memberikan sangsi yang
berlaku sampai dengan Pemutusan Hubungan Kerja
Demikianlah isi kontrak Risma dengan perusahaan X

a. Jika mencermati kasus diatas, maka Risma dapat melakukan kontrak dengan siapapun dan
untuk dalam hal apapun. Coba Anda analisis Asas Hukum apa yang telah dilakukan Risma?
Jawab :
Dalam hal ini Risma seharusnya tidak melakukan kontrak dengan siapapun untuk
dalam hal apapun (dalam konteks perjanjian kerja) karena hal tersebut salah satu
hal yang mencederai hukum perjanjian kerja jika Risma menginginkan bekerja
pada perusahaan X seperti yang dijelaskan diatas.

Dasar Hukum mengenai perjanjian kerja sendiri yakni Undang-Undang Nomor 13


Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja; Peraturan Pemerintah Nomor
35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja
dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.

b. Jika Risma ingin bekerja pada perusahaan X. Apa yang harus dilakukan oleh Risma?
Jawab :
Dari Pernyataan diatas jawabannya simple, ketika terdapat pertanyaan apa yang
harus dilakukan Oleh Risma jika ingin bekerja pada perusahaan X??? Jawabannya
ya Risma harus mematuhi isi kontrak kerja dan ketentuan dari perusahaan X, itu
saja.

Anda mungkin juga menyukai