Anda di halaman 1dari 4

Nama : Ida Bagus Kade Baratiyan Rastra Bayu

NPM : 202210121453
Nama Dosen : Dr. Putu Ayu Sriasih Wesna, SH., M.Kn.
Kls : CC2

Hukum Perdata

1. Berlakunya Burgerlijk wetboek di Indonesia berdasarkan asas konkordansi, apa yang


dimaksud dengan asas konkordansi, dan jelaskan sejarah berlakunya BW di Indonesia serta
dasar hukumnya.
Jawab :
Asas konkordansi adalah prinsip hukum yang mendasari berlakunya Burgerlijk Wetboek
(BW) di Indonesia. Prinsip ini mengacu pada pendekatan harmonisasi atau keselarasan antara
berbagai sistem hukum yang berlaku di Indonesia, yaitu hukum adat, hukum Islam, dan
hukum Barat (Roman-Dutch Law). Asas konkordansi mengakui bahwa berbagai sistem
hukum tersebut dapat berlaku secara sejalan dan saling melengkapi, tanpa menghilangkan
atau mengesampingkan satu sama lain.
 Sejarah Berlakunya Burgerlijk Wetboek (BW) di Indonesia:
- Pada masa penjajahan Belanda di Indonesia, sistem hukum yang diterapkan adalah
hukum Hindia Belanda, yang didasarkan pada BW tahun 1838.
- Setelah Indonesia merdeka, terjadi perubahan dalam sistem hukum yang
mencerminkan keinginan untuk mengembangkan hukum yang sesuai dengan budaya
dan kepentingan nasional.
- Pada tahun 1954, pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1954 tentang Peraturan Hukum Pidana yang menghapuskan penggunaan BW
sebagai sumber hukum pidana di Indonesia.
- Meskipun demikian, dalam bidang perdata, pemerintah Indonesia masih melanjutkan
penggunaan BW dengan beberapa modifikasi.
- Pada tahun 1975, pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1975 yang menetapkan BW dengan beberapa perubahan dan penyesuaian
sebagai hukum perdata yang berlaku di Indonesia.

 Dasar Hukum Berlakunya BW di Indonesia:


- Dasar hukum berlakunya BW di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan, yang menyatakan bahwa hukum perdata di Indonesia
berlaku sejauh tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lainnya.
- Meskipun demikian, perubahan dan penyesuaian tertentu terhadap BW telah
dilakukan untuk menyesuaikan dengan kondisi dan kepentingan Indonesia, terutama
dalam hal peraturan pernikahan dan ketentuan hukum keluarga yang didasarkan pada
nilai-nilai dan ajaran agama Islam.

2. Dalam hukum, perkataan orang (persoon) berarti pembawa hak dan kewajiban (subyek) di
dalam hukum.
a. Sebut dan jelaskan siapa sajakah yang dapat disebut sebagai subjek hukum.
Jawab :
Penting untuk diketahui bahwa istilah subjek hukum berasal dari bahasa Belanda, dari
kata rechtsubject yang berarti pendukung hak dan kewajiban. Adapun yang termasuk
sebagai subjek hukum adalah manusia dan badan hukum.
b. Apakah bayi yang masih dalam kandungan dapat disebut sebagai subjek hukum?
Jawab :
Dapat dikatakan bahwa anak dan anak dalam kandungan dalam sistem perundang-
undangan di Indonesia memiliki pengertian dan posisi yang sama sebagai warga negara
Indonesia dan memiliki kekuatan hukum yang sama sebagai subyek hukum dalam
berbagai agenda hukum.

3. Kasus perkawinan :
Mawar seorang perempuan berusia 16 tahun, mengenal seorang laki-laki bernama Yosua
berusia 18 tahun, dan karena hal tertentu mereka akan melangsungkan perkawinan.
Berdasarkan UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan jo UU No. 1 Tahun 1974 apakah mereka dapat melangsungkan
perkawinan? Jelaskan jawaban saudara dan sebutkan dasar hukumnya.
Jawab :
Berdasarkan UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan jo UU No. 1 Tahun 1974, Mawar yang berusia 16 tahun tidak dapat
melangsungkan perkawinan dengan Yosua yang berusia 18 tahun.
 Dasar hukumnya adalah sebagai berikut:
1. UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan:
- Pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa batas usia untuk melangsungkan perkawinan bagi
laki-laki adalah 19 tahun dan bagi perempuan adalah 16 tahun.
- Pasal 7 ayat (2) menyebutkan bahwa perkawinan yang melibatkan laki-laki yang
belum berusia 19 tahun atau perempuan yang belum berusia 16 tahun memerlukan
izin khusus dari hakim agama.
2. UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan:
- Pasal 7B ayat (1) menyatakan bahwa perkawinan yang melibatkan perempuan yang
belum berusia 19 tahun atau laki-laki yang belum berusia 16 tahun dinyatakan batal.
- Pasal 7B ayat (2) menegaskan bahwa perkawinan tersebut dapat diakui apabila ada
kehamilan atau kelahiran anak.
Berdasarkan ketentuan di atas, Mawar yang berusia 16 tahun dan Yosua yang berusia 18
tahun tidak dapat melangsungkan perkawinan secara sah, kecuali jika Mawar hamil atau
telah melahirkan anak. Namun, penting untuk mencatat bahwa pernikahan di usia yang
terlalu muda dapat memiliki dampak yang serius terhadap kesejahteraan fisik, emosional, dan
sosial individu yang terlibat. Oleh karena itu, sebaiknya dipertimbangkan dengan matang
serta memperhatikan perlindungan dan kesejahteraan para pihak sebelum memutuskan untuk
melangsungkan perkawinan.

4. Siapakah yang dapat menjalankan kekuasaan orang tua dan siapakah yang berada di bawah
kekuasaan orang tua? Jelaskan jawaban saudara
Jawab :
Menurut saya Kekuasaan orang tua dalam konteks ini merujuk pada hak dan
kewajiban yang dimiliki oleh orang tua terhadap anak mereka. Menurut UU No. 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, orang tua
memiliki kekuasaan dan tanggung jawab dalam mengurus dan mendidik anak mereka. Orang
tua yang menjalankan kekuasaan adalah ayah dan ibu dari anak tersebut. Keduanya memiliki
peran dan tanggung jawab yang sama dalam menjalankan kekuasaan orang tua.
Di bawah kekuasaan orang tua adalah anak-anak mereka. Anak-anak berada di bawah
pengasuhan dan wewenang orang tua dalam hal pendidikan, pemeliharaan, dan perlindungan.
Orang tua bertanggung jawab untuk memberikan perawatan yang baik, melindungi hak-hak
anak, dan memenuhi kebutuhan fisik, emosional, dan sosial mereka. Dalam menjalankan
kekuasaan orang tua, prinsip yang mendasarinya adalah kepentingan terbaik anak. Orang tua
diharapkan mengambil keputusan yang sejalan dengan kepentingan, perkembangan, dan
kesejahteraan anak mereka. Selain itu, pemerintah dan lembaga terkait juga memiliki peran
dalam melindungi hak-hak anak dan memastikan bahwa kekuasaan orang tua tidak
disalahgunakan atau merugikan anak.

5. Siapakah yang dapat disebut sebagai wali dan siapakah yang berasa di bawah perwalian?
Jelaskan jawaban saudara
Jawab :
Menurut saya Wali adalah seseorang yang diberikan tanggung jawab hukum untuk
melindungi dan mengurus kepentingan seseorang yang belum dewasa atau yang tidak
mampu melakukannya sendiri. Dalam konteks perwalian, wali adalah orang yang bertindak
atas nama dan kepentingan orang yang menjadi bawah perwalian. Wali memiliki tanggung
jawab untuk mengambil keputusan yang terbaik bagi orang yang menjadi bawah perwalian,
baik dalam hal hukum, keuangan, pendidikan, atau kesehatan. Wali diharapkan melindungi
hak-hak dan kepentingan orang yang menjadi bawah perwalian, dan bertanggung jawab
dalam melaksanakan tugas dan kewajiban mereka sebagai wali. Orang yang berada di bawah
perwalian adalah seseorang yang belum dewasa atau yang tidak mampu secara hukum untuk
mengurus kepentingan dan hak-hak mereka sendiri. Contoh yang umum adalah anak di
bawah umur atau orang dewasa yang tidak mampu secara mental atau fisik untuk mengurus
diri mereka sendiri. Orang yang berada di bawah perwalian memerlukan perlindungan dan
pengurus yang bertanggung jawab untuk mengurus kepentingan mereka dan membuat
keputusan yang terbaik bagi mereka.

Anda mungkin juga menyukai