Anda di halaman 1dari 7

Ivan Andra Laksa 041465442 Tugas 1 EKMA 4316

TUGAS TUTORIAL KE-1


PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Nama Mata : Hukum Bisnis


Kuliah
Kode Mata Kuliah : EKMA4316
Jumlah sks : 2 SKS
Edisi Ke- : Kedua

Skor
N Sumber Tugas
Tugas Tutorial Maksi
o Tutorial
mal
Seorang bayi yang masih dalam
kandungan ibunya dapat dianggap
telah dilahirkan bilamana
kepentingan si anak
menghendakinya, misalnya untuk
menjadi ahli waris. Sebaliknya, ia
dianggap tidak pernah ada jika
meninggal ketika dilahirkan (lahir
mati).
EKMA 4316/Modul
1 Jika ditinjau berdasarkan persfektif 50 1
subjek hukum :
a. Jelaskan pendapat Anda jika si
Anak dilahirkan hidup dan
kedudukannya dalam Hukum
b. Jelaskan pendapat Anda jika
Anak telah berumur dewasa
dan dipandang cakap bertindak
dalam hukum

2. Penerapan Asas konsensualisme 50 EKMA 4316/Modul


jual beli tanah yang dilaksanakan 2
tanpa akta jual beli PPAT dilakukan
di Kota Gorontalo, transaksi jual
beli tersebut tetap dinyatakan sah
karena jual beli terjadi atas adanya
kesepakatan antara kedua belah
pihak dan para pihak telah cakap
menurut hukum dimana
kesepakatan itu terkait perihal jual
beli (hal tertentu) dan hak atas
tanah dan bangunan tersebut
adalah benar milik pihak penjual.
Hal ini telah sesuai dengan
ketentuan Pasal 1320 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata,
untuk sahnya suatu perjanjian
diperlukan empat syarat : (a)
sepakat mereka yang mengikatka
diri; (b) kecakapan untuk membuat
suatu perjanjian; (c) suatu hal
tertentu; (d) suatu sebab yang halal
a. Coba Anda analisis tentang
asas konsensualisme dalam
kasus jual beli pada kasus
tersebut
b. Jelaskan faktor apa yang
menjadi penghambat
penerapan asas
konsensualisme pada kasus
jual beli diatas.
* coret yang tidak sesuai

Jawab.
1.
a.
Menurut undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia yang juga memuat terkait perlindungan hak janin. Dalam
pasal 53 dinyatakan bahwa, “Setiap anak sejak dalam kandungan,
berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf
kehidupannya”.
Anak dalam kandungan yang dimaksud adalah janin yang nantinya
akan tumbuh menjadi anak dan berkembang selayaknya manusia.
Namun karena janin tidak dapat melindungi hak-haknya saperti orang
dewasa, oleh karena itu diperlukan bantuan orangtuanya untuk
mengurusi hak-haknya. Hukum perdata dalam sistem hukum di
Indonesia terkat dengan anak yang masih dalam kandungan
mempunyai hak sebagai berikut:
pertama, sebelum lahir maka anak yang masih dalam kandungan
merupakan tanggung jawab orang tuam meliputi aspek hukum yang
terkandung didalamnya,
kedua, sebelum menjadi subjek hukum dan sebelum ia dewasa dalam
melakukan aktifitasnya masih dalam pengampuan walinya
ketiga, setelah ia dewasa dan melakukan aktifitas merupakan
tanggung jawab dirinya sendiri, pada saat ini setiap manusia adalah
subjek hukum yang bebas merdeka melakukan aktifitasnya, sehingga
berada pada posisi yang sama dengan siapapun tanpa adanya
diskriminasi dalam melakukan aktifitas. Memang dalam hukum tidak
dijelaskan secara detail mengenai hak janin, lebih menjelaskan
tentang anak, akan tetapi janin merupakan cikal bakal anak yang
nantinya menjadi subyek hukum atau pelaku hukum.
Menurut batasan usia, untuk hukum tertulis yang terdapat didalam
hukum perdata berbeda-beda tergantung dari perundang-
undangannya. Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata
kekuasaan orang tua adalah kekuasaan bersama dari orang tua atas
anak-anaknya yang belum dewasa atau belum kawin, yang dilahirkan
dalam perkawinan yang sah dan untuk mewakilinya didalam maupun
diluar pengadilan.
Jadi, Janin yang lahir hidup menurut hukum adalah masih tanggung
jawab dari orang tua atau walinya sampai menikah atau dewasa.

B, Dan jika anak ini sudah dewasa dan dianggap sudah cukup umur
dalam tindakan oleh hukum maka anak ini bertanggung jawab atas
hidupnya sendiri atau bukan lagi tanggung jawab orang tuanya. Jadi,
seandainya anak ini berbuat melanggar hukum akan menanggung
pelanggarannya sesuai dengan hukum yang berlaku.

2. a.
Dalam hukum perjanjian terdapat suatu asas yang bernama ‘asas
konsensualisme’. Asas konsensualisme merupakan kesepakatan para
pihak untuk mengikatkan diri dalam suatu perjanjian. Dengan kata lain,
suatu perjanjian telah dianggap sah dan mengikat kedua belah setelah
adanya kata sepakat, tanpa adanya formalitas. Pada umumnya suatu
perjanjian yang dibuat di masyarakat bersifat ‘konsensuil’, dalam artian
perjanjian dianggap sah dan mengikat apabila tercapainya
kesepakatan mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang
diperjanjikan.
Dalam hukum positif, asas konsensualisme mengacu pada Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata khususnya Pasal 1320 yang
mengatur: “Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat: 1.
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk
membuat perikatan; 3. Suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal.
KUH Perdata mengatur bahwa perjanjian dianggap sah dan mengikat
jika telah dicapainya  kesepakatan antar para pihak. Meski demikian,
terdapat pengecualian atas asas konsensualisme, yaitu perjanjian
dianggap sah dan mengikat jika dilakukan secara formil berdasarkan
ketentuan yang ditetapkan menurut undang-undang sebagaimana
yang telah dijelaskan sebelumnya.

Perjanjian yang dilakukan secara formal dinamakan dengan perjanjian


formil, yang mana tentunya kesepakatan para pihak harus
berdasarkan persetujuan dan tanpa ada unsur paksaan atau
penipuan. Apabila terdapat unsur paksaann atau penipuan, maka
perjanjian tersebut batal demi hukum. Hal ini sejalan dengan Pasal
1321 KUH Perdata yang mengatur bahwa ‘tiada kata sepakat yang
sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya
dengan paksaan atau penipuan.’

Jadi, selama kedua belah pihak saling sepakat dan tanpa adanya
unsur pemaksaan, menurut saya hal ini sah sah saja. Namun tentunya
adanya perjanjian formal yang dinamakan perjanjian formil atau
dengan bantuan notaris sebagai bukti perjanjian tersebut.
b. faktor yang mempengaruhi penerapan asas konsensualisme jual
beli tanah yang dilakukan tanpa akta jual beli PPAT Kota Gorontalo
disebabkan oleh kurangnya kesadaran hukum masyarakat kalau
dalam Pasal 61 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 telah diatur tentang pembiayaan Pendaftaran Tanah
secara jelas. Tetapi acuhnya masyarakat gorontalo serta anggapan
bahwa untuk melakukan pendaftaran tanah masih diperlukan biaya
yang tinggi, serta masih kuatnya adat istiadat di tanah gorontalo.

Anda mungkin juga menyukai