Anda di halaman 1dari 15

Pengantar Hukum Indonesia

Dosen Pengampu :
Dr. I Made Arjaya,S.H,M.H

Nama: Ida Ayu Putu Daniela Permata Hati

NPM: 202310121063

UNIVERSITAS WARMADEWA
FAKULTAS HUKUM
TAHUN 2023/2024
Lapangan Hukum Perdata

A.Pengertian Hukum Perdata


Hukum Perdata di Indonesia berasal dan bahasa Belanda yaitu Burgerlijk
Recht, bersumber pada Burgerlik Wetboek (B.W), yang di Indonesia di kenal
dengan istilah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Hukum
Perdata Indonesia yang bersumber pada KUH Perdata ialah Hukum Perdata tertulis
yang sudah dikodifikasikan pada tanggal 1 Mei 1848. Dalam perkembangannya
banyak Hukum Perdata yang pengaturannya berada di luar KUH Perdata, yaitu di
berbagai peraturan perundang-undangan yang dibuat setelah adanya
pengkodifikasian.
Menurut Prof. Subekti pengertian Hukum Perdata dalam arti luas meliputi semua
hukum privat materiil, yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-
kepentingan perseorangan. Selanjutnya menurut beliau, perkataan Hukum Perdata
adakalanya dipakai dalam arti yang sempit, sebagai lawan dan Hukum Dagang.
Menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, Hukum Perdata adalah keseluruhan
peraturan yang mempelajari hubungan antara orang yang satu dengan lainnya
dalam hubungan keluarga dan dalam pergaulan masyarakat. Dalam hubungan
keluarga melahirkan Hukum Tentang Orang dan Hukum Keluarga, sedangkan
dalam pergaulan masyarakat melahirkan Hukum Benda dan Hukum Perikatan.
Menurut Prof. Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata adalah segala peraturan
hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dan orang yang
lain.
Berdasarkan pengertian yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas,
maka ada beberapa unsur dan pengertian Hukum Perdata yaitu adanya peraturan
hukum, hubungan hukum dan orang. Peraturan hukum artinya serangkaian
ketentuan mengenai ketertiban baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang
mempunyai sanksi yang tegas terhadap pelanggarnya.

B.Sistematika Hukum Perdata Berdasarkan KHU Perdata


1.Buku I Perihal Orang (Van Persoonen)
Ketentuan yang diatur dalam buku I ini mengatur tentang hukum orang dan hukum
keluarga, hal tersebut mengingat menurut pembuat undangundang pengertian
hukum orang dalam arti luas, juga meliputi hukum keluarga. Berkaitan dengan
ketentuan Buku I KUHPerdata dewasa ini dengan telah diundangkannya UU No. 1
Th. 1974 tentang Perkawinan maka segala ketentuan yang berkaitan dengan
perkawinan sepanjang sudah diatur dalam UU tersebut maka ketentuan perkawinan
dalam KUHPerdata tidak berlaku lagi.
1. Subjek hukum
Pengertian subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat memperoleh hak dan
kewajiban dan hukum. Jadi subyek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban.
Di dalam lalu lintas hukum, yang dimaksud dengan subyek hukum adalah orang
(persoon), yang dibedakan menjadi manusia pribadi (naturlijk persoon) dan badan
hukum (rechtpersoon).

a. Manusia pribadi
Semua manusia pada saat ini merupakan subjek hukum, pada masa
dahulu tidak semua manusia itu sebagai subjek hukum hal ini ditandai
dengan adanya perbudakan. Beberapa ketentuan yang melarang
perbudakan dapat dilihat dalam Magna Charta, Bill of Right. Di Indonesia
terlihat dalam Pasal 27 UUD 1945, Pasal 7(1) KRIS 1949 dan Pasal 7 (1)
UUDS, Pasal 10 KRIS dan Pasal 10 UUDS.
Tidak semua manusia pribadi dapat menjalankan sendiri hak-
haknya. Pasal 1329 KUH Perdata menyatakan bahwa pada dasamya
semua orang cakap kecuali oleh UU dinyatakan tidak cakap.
Berakhirnya status manusia sebagai subjek hukum adalah pada
saat meninggal dunia. Dulu ada kematian perdata sekarang tidak ada.
Pasal 3 KUHPerdata menyatakan bahwa tidak ada satu hukumanpun
yang mengakibatkan kematian perdata.
b. Badan hukum
Badan hukum adalah perkumpulan/organisasi yang oleh hukum
diperlakukan seperti manusia sebagai pengemban hak dan kewajiban
atau organisasi/kelornpok manusia yang mempunyai tujuan terlentu
yang dapat menyandang hak dan kewajiban. Menurut ketentuan Pasal
1653 KUH Perdata ada tiga macam klasifikasi badan hukum
berdasarkan eksistensinya, yaitu:
1) Badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah, seperti badan

pemerintahan, perusahaan Negara;


2) Badan hukum yang diakui oleh pemerintah seperti Perseroan Terbatas,
Koperasi;
3) Badan hukum yang diperbolehkan atau badan hukum untuk tujuan

tertentu yang bersifat idiil seperti yayasan.


Selanjutnya berdasarkan wewenang yang diberikan kepada badan
hukum, maka badan hukum juga dapat diklasifikasikan menjadi dua
macam yaitu:
1) Badan hukum publik, yaitu badan hukum yang dibentuk oleh
pemerintah dan diberi wewenang menurut hukum publik, seperti
departemen, provinsi, lembaga-lembaga Negara;
2) Badan hukum privat, yaitu badan hukum yang dibentuk oleh
pemerintah atau swasta dan diberi wewenang menurut hukum
perdata.

2. Perwalian
Dalam perwalian berlaku asas tidak dapat dibagi-bagi, artinya
pada tiap-tiap perwalian itu hanya ada satu wali (Pasal 333 KUH
Perdata). Terhadap asas tersebut ada perkecualiannya yaitu apabila
perwalian itu dilakukan oleh ibu sebagai orang tua yang hidup terlama,
maka kalau ia kawin lagi suaminya menjadi wali peserta; serta apabila
ditunjuk pelaksana pengurusan barang milik anak yang belum dewasa di
luar Indonesia.
Di dalam KUH Perdata ditentukan ada beberapa macam macam
perwalian, yaitu:
a) Perwalian oleh suami isteri yang hidup terlama
Berdasarkan ketentuan Pasal 345 KUH Perdata, apabila salah satu
dan kedua orang tua meninggal dunia, maka perwalian terhadap
anak-anak kawin yang belum dewasa, demi hukum dipangku oleh
orang tua yang hidup terlama, sekedar mi tidak telah dibebaskan
atau dipecat dan kekuasaan orang tua.
b) Perwalian dengan surat wasiat atau akta
Pengangkatan dilakukan dengan wasiat, atau dengan akta notaris
yang dibuat untuk keperluan itu semata-mata. Dalam hal ini boleh
juga beberapa orang diangkatnya, yang mana menurut nomor unit
pengangkatan mereka, orang yang kemudian disebutnya akan
menjadi wali, apabila orang yang disebut sebelumnya tidak ada
(Pasal 355 KUH Perdata).
c) Perwalian oleh hakim
Bagi sekalian anak belum dewasa, yang tidak bernaung di bawah
kekuasaan orang tua, dan yang perwaliannya tidak telah diatur
dengan cara yang sah, Pengadilan Negeri ham mengangkat seorang
wali, setelah mendengar atau memanggil dengan sah para keluarga
sedarah dan semenda. Apabila pengangkatan itu diperlukan
berdasarkan ketidakmampuan untuk sementara waktu melakukan
kekuasaan orang tua atau perwalian, maka oleh Pengadilan dingakat
wali untuk selama waktu ketidakmampuan itu ada. Apabila
pengangkatan itu diperlukan karena ada atau tak adanya si bapak
atau si ibu tak diketahui, atau karena tempat tinggal mereka tidak
diketahui, maka oleh Pengadilan juga diangkat seorang wali.
Mengingat adanya beberapa latar belakang diangkatnya wali,
maka ada perbedaan saat mulainya perwalian antara yang satu dengan
lainnya, yaitu:
a) Wali menurut Undang-Undang mulai pada saat terjadinya peristiwa
yang menimbulkan perwalian, yaitu meninggalnya salah satu orang
tua;
b) Wali yang diangkat oleh orang tua dengan wasiat mulai pada saat
orang tua mati dan sesudah wali menyatakan menerirna;
c) Wali yang diangkat oleh hakim mulai pada saat pengakatan apabila
wali hadir pada saat pembacaan di muka siding pengadilan, jika tidak
hadir mulai setelah putusan hakim diberitahukan kepada wali.
3. Pengampuan
Pasal 433 KUH Perdata menentukan bahwa setiap orang dewasa,
yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap harus
ditaruh di bawah pengampuan, meskipun jika ia kadang-kadang cakap
mempergunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditaruh di bawah
pengampuan karena keborosannya. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut,
maka alasan pengampuan adalah keborosan, lemah pikiran, dan
kekurangan daya pikir
4. Pendewasaan (Handlicting)
Pendewasaan adalah suatu upaya hukum yang dipakai untuk
meniadakan keadaan belum dewasa, baik untuk keseluruhan maupun
halhal tertentu. Pengaturan pendewasaan terdapat dalam Pasal 419 sampai
dengan Pasal 432 KUHPerdata

5. Catatan Sipil (Burgerlijke Stand)


Pengertian catatan sipil adalah suatu catatan dalam suatu daftar
tertentu mengenai kenyataan-kenyataan yang punya arti penting bagi
status keperdataan seseorang yang dilakukan oleh pegawai kantor catatan
sipil. Ada lima peristiwa hukum dalam kehidupan manusia yang perlu
dilakukan pencatatan, yaitu:
a) Kelahiran, untuk menentukan status hukum seseorang sebagai subjek
hukum, yaitu pendukung hak dan kewajiban;
b) Perkawinan, untuk menentukan status hukum seseorang sebagai suami

atau isteri dalam suatu ikatan perkawinan;


c) Perceraian, untuk menentukan status hukum seseorang sebagai janda

atau duda;
d) Kematian, untuk menentukan status hukum seseorang sebagai ahli

waris, janda atau duda dan suami atau isteri yang telah meninggal;
e) Penggantian nama, untuk menentukan status hukum seseorang dengan

identitas tertentu dalam hukum perdata.


6. Domisili
Pengertian domisili adalah tempat dimana seseorang tinggal atau
berkedudukan serta punya hak dan kewajiban hukum. Tempat tinggal
dapat berupa wilayah atau daerah dan dapat pula berupa rumah kediaman
atau kantor yang berada dalam daerah tertentu. Domisili manusia pribadi
disebut dengan tempat kediaman, sedangkan clomisili untuk badan
hukum disebut dengan tempat kedudukan.
Arti penting domisili adalah dalam hal pemenuhan hak dan
kewajiban, penentuan status hukum seseorang dalam lalu lintas hukum
dan berurusan dengan pengadilan.

3. Hukum Keluarga

1. Perkawinan
Menurut Pasal 26 KUH Perdata, Undang-undang memandang soal
perkawinan hanya dalam hubungan perdata. Sehingga berdasarkan
ketentuan tersebut perkawinan itu hanya merupakan hubungan lahiriah saja.
Pengertian yang demikian itu kemudian berubah setelah dikeluarkannya UU
No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP). Menurut Pasal 1 UUP,
Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

2. Syarat-Syarat Perkawinan
Syarat perkawinan dibedakan menjadi dua, yaitu syarat materiil dan
syarat formal. Syarat materiil adalah syarat yang harus dipenuhi oleh kedua
calon mempelai sebelum dilangsungkannya perkawinan, sedangkan syarat
formal adalah syarat yang berkaitan dengan tatacara pelaksanaan
perkawinan, baik sebelum, pada saat maupun setelah dilaksanakannya
perkawinan.
a. Syarat materiil absolut:
Syarat absolut adalab syarat yang ham dipenuhi oleh setiap orang yang
akan melakukan perkawinan, yang meliputi:
1) Salah satu pihak atau keduanya tidak dalam status perkawinan;
2) Harus memenuhi batas umur minimal untuk perkawinan;

3) Harus ada persetujuan antara calon mempelai;

4) Bagi janda sudah lewat waktu tunggu;


5) Harus ada ijin dari orang tua/orang tertentu

6) Tidak bercerai untuk kedua kalinya dengan suami atau isteri yang
sama.

b. Syarat materiil relatif

Syarat materiil relatif yaitu ketentuan yang merupakan larangan bagi


seseorang untuk kawin dengan orang tertentu, yang:
1) Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke
atas;
2) Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara
saudara, antara seseorang dengan saudara orang tua, antara seorang
dengan saudara neneknya;
3) Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan
ibu/bapak

tiri;
4) Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara
susuan dan bibi/paman susuan;
5) Berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan
dan isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dan seorang;
6) Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang
berlaku, dilarang kawin;
7) Larangan untuk kawin dengan orang yang diajak melakukan
perbuatan zinah;
8) Larangan untuk memperbaharui (rujuk) setelah perceraian jika belum
lewat 1 tahun.
c. Syarat-syarat Formal

Syarat formal yaitu syarat yang menyangkut formalitas, yaitu syarat yang
harus dipenuhi:
1) Sebelum perkawinan dilangsungkan yang meliputi pemberitahuan
oleh calon mempelai kepada Pegawai
Pencatat Perkawinan dan pengumuman oleh Pegawai
Pencatat Perkawinan bahwa akan dilangsungkannya perkawinan.
2) Pada waktu perkawinan dilangsungkan calon suami isteri harus
menyerahkan syarat-syarat atau akta-akta, antara lain:
- akte kelahiran atau akte kenal lahir;
- akte tentang ijin kawin;

- dispensasi untuk kawin apabila diperlukan;

- bukti bahwa pengumuman kawin telah dilangsungkan atau bukti

bahwa pencegahan telah digunakan, dan lain-lain.


3) Perkawinan sah apabila setelah memenuhi persyaratan materiil dan
formal, perkawinan dilangsungkan menurut hukum masing-masing
agama dan kepercayaannya itu yang kemudian dicatat oleh Pegawai
Pencatat Perkawinan.

3. Pencegahan dan Pembatalan Perkawinan


Antara pencegahan dan kebatalan perkawinan terdapat perbedaan
dan persamaan. Perbedaanya, pada pencegahan, perkawinan belum
dilangsungkan, sedangkan dalam hal pembatalan, perkawinan telah
dilangsungkan. Tidak setiap orang dapat mengajukan pencegahan dan
pembatalan perkawinan. Undang-undang menentukan siapa-siapa yang
dapat melaksanakan pencegahan dan pemabatalan perkawinan.
Selanjutnya dalam Pasal 23 UUP ditentukan bahwa yang dapat
mengajukan pembatalan perkawinan yaitu:
a. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan suami atau isteri;

b. Suami atau isteri;

c. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan;

d. Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) Pasal 16 UU ini dan setiap orang
yang mempunyai kepentingan hukum secara langsung terhadap
perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan itu putus.
2.Buku II Perihal Benda (Van Zaken)
Ketentuan yang diatur dalam buku II KUHPerdata menyangkut tentang hak-
hak kebendaan yang merupakan bagian dari hukum kekayaan sebagaimana
diatur dalam doktrin. Menurut doktrin hukum kekayaan dibagi menjadi
dua, yaitu hukum kekayaan yang absolut yang merupakan hak kebendaan
yang diatur dalam Buku II tentang Benda. 5 Th. 1960 tentang peraturan
dasar pokok-pokok agraria. Berdasarkan UU tersebut semua ketentuan
hukum menyangkut bumi , air, dan kekayaan alam lain yang terkandung di
dalamnya yang telah diatur dalam UU No. Selain itu, berkaitan dengan
jaminan atas tanah dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang dulu
menggunakan ketentuan hipotik sebagaimana diatur dalam Buku II
KUHPerdata, dengan berlakunya UU No.4 Tahun 1996 tentang hak
tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi.
1. Benda
Pengertian benda diatur dalam Pasal 499 KUHPerdata yaitu tiap-tiap
barang atau hak yang dapat dimiliki. benda itu sendiri dapat dibedakan
menjadi beberapa pengertian, yaitu:
a. Benda berujud adalah barang yang dapat diraba dengan panca indera
dan benda tak berujud adalah hak yaitu benda yang tidak dapat diraba
dengan panca indera;
b. Benda bergerak dan benda tak bergerak. Benda bergerak adalah benda
yang dapat dipindahkan atau dapat pindah sendiri, sedangkan benda
tak bergerak adalah tanah beserta bangunan dan tanaman yang bersatu
dengan tanah;
c. Benda dipakai habis dan benda dipakai tidak habis. Benda dipakai
habis adalah benda yang jika dipakai menjadi habis, sedangkan benda
dipakai tidak habis adalah benda yang jika dipakai tidak habis;
d. Benda yang sudah ada dan benda yang akan ada. Benda yang sudah
ada adalah benda yang sudah ada di dunia, sedangkan benda yang akan
ada adalah benda yang belum ada di dunia tetapi akan ada;
e. Benda dalam perdagangan dan benda diluar perdagangan. Benda
dalam perdagangan adalah benda yang dapat diperdagangkan,
sedangkan benda yang di luar perdagangan adalah benda yang tidak
dapat diperdagangkan secara bebas;
f. Benda dapat dibagi dan benda tidak dapat dibagi. Benda dapat dibagi
adalah benda yang karena sifatnya dapat dibagi, sedangkan benda yang
tidak dapat dibagi adalab benda yang karena sifatnya tidak dapat
dibagi;
g. Benda terdaftar dan benda tidak terdaftar. Benda terdaftar adalah benda
yang pemilikannya harus didaftarkan pada instansi tertentu. Sedangkan
benda tidak terdaftar adalah benda yang pemilikannya tidak harus
didaftarkan pada instansi tertentu.
2. Hak Kebendaan
Hak kebendaan adalah hak mutlak atas suatu benda yang memberikan
kekuasaan langsung atas suatu benda. Hak kebendaan memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
a. hak kebendaan merupakan hak mutlak yang dapat dipertahankan terhadap
siapapun;
b. hak kebendaan mengikuti bendanya.
Di dalam literatur ilmu hukum, hak kebendaan dapat dibedakan menjadi:
a. Hak kebendaan yang memberikan kenikmatan:
1) atas miliknya sendiri yaitu hak milik; 2) atas milik orang lain, yaitu:
a) hak menguasai
b) hak memungut hasil
c) bak pengabdian tanah
b. Hak kebendaan yang memberikan jaminan hutang
1) dalam KUHPerdata gadai dan hipotik
2) di luar KUHPerdata Credit Verband dan Fiducia
Setelah ada UU No. 4 tahun 1996, hipotik dan credit verband atas
tanah diganti menjadi hak tanggungan.

3. Hak Milik:
Hak milik menurut Pasal 20 ayat (1) UUPA adalah hak turun
temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah,
dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6, yaitu hak atas tanah
mernpunyai fungsi social.
Berdasarkan pengertian dan kedua ketentuan tersebut, maka yang
membatasi hak milik adalah:
a. tidak bertentangan dengan undang-undang

b. tidak mengganggu hak orang lain

c. pencabutan hak

Cara mendapatkan hak milik:


a. menurut Pasal 584 KUHPerdata

b. di luar Pasal 854 KUHPerdata

c. menurut Pasal 22 KUHPerdata

Berakhirnya hak milik:


a. karena hak milik beralih kepada orang lain

b. karena musnahnya benda

c. karena dilepaskan oleh pemiliknya

d. karena jatuh pada Negara

4. Hak Menguasai
Pengertian hak menguasai diatur dalam Pasal 529 KUHPerdata
yaitu kedudukan seseorang yang menguasai suatu kebendaan, baik
dengan diri sendiri maupun dengan perantaraan orang lain, dan yang
mempertahankan atau menikmatinya selaku orang yang memiliki
kebendaan itu.
Cara mendapatkan hak menguasai sama seperti cara
mendapatkan hak milik. Selanjutnya cara berakhirnya hak menguasai
adalah: a. diserahkan kepada orang lain
b. ditinggalkan
c. dicuri orang

5. Hak-hak yang memberikan jaminan hutang:


a. Gadai
b. Hipotik atas kapal
c. Hak Tanggungan
d. Fidusia

3.Buku III Perihal Perikatan (Van Verbintenisen)


Hukum perikatan yang diatur dalam buku III KUHPerdata sebagaimana
disebutkan sebelumnya merupakan bagian dari hukum kekayaan yang relatif
(menurut doktrin). Hukum perikatan mengatur tentang hubungan hukum antara
orang yang satu dengan orang yang lain untuk memberikan sesuatu, berbuat
sesuatu atau tidak berbuat dalam ruang lingkup hukum kekayaan yang bersumber
dari UU maupun perjanjian. Khusus tentang hukum perjanjian berlaku asas
kebebasan berkontrak (freedom of contract), dalam hal ini setiap pihak
diperbolehkan mengatur sendiri perjanjian yang mengikat di antara mereka bahkan
boleh menyimpangi ketentuan yang berlaku dalam KUHPerdata.
a. Menurut Pasal 1233 KUHPerdata
1) perjanjian
2) undang-undang
a) UU melulu
b) UU karena perbuatan manusia
- perbuatan menurut hukum
- perbuatan melawan hukum
b. Di luar KUHPerdata
1) putusan pengadilan
2) moral
- otonon (kesusilaan)
- heteronom (sopan santun)
- Perikatan yang bersumber dan perjanjian, UU dan putusan
pengadilan adalah obligatio civilis, yaitu perikatan yang
mempunyai akibat hukum.
- Perikatan yang bersumber dan moral adalah obligatio naturalis,

yaitu perikatan yang tidak mempunyai akibat hukum.


-

Macam-macam perikatan :
Suatu perikatan adalah bersyarat manakala ia digantungkan pada suatu
peristiwa yang masih akan datang dan yang masih belum tentu akan
terjadi, baik secara menangguhkan perikatan menurut terjadinya
peristiwa itu, maupun secara membatalkan perikatan menurut
terjadinya atau tidak terjadinya peristiwa tersebut.
- perikatan dengan syarat tangguh : perikatan lahir pada saat terjadinya

suatu peristiwa tertentu;


- perikatan dengan syarat batal : perikatan berakhir jika suatu peristiwa

tertentu terjadi.
-

4.Buku IV Perihal Pembuktian dan Daluwarsa (Van Bewijs En Verjaring)


Dalam buku IV KUHPerdata diatur tentang alat-alat bukti yang digunakan untuk
menuntut atau mempertahankan hak-hak keperdataan seseorang di muka
pengadilan. Selain itu, Buku IV KUHPerdata juga mengatur tentang daluwarsa atau
masa jangka waktu tertentu yang menyebabkan seseorang dapat kehilangan hak-
hak keperdataannya atau mendapatkan hak-hak keperdataan, misalnya jangka
waktu kapan seseorang kehilangan hak untuk menuntut hak miliknya atau jangka
waktu yang menyebabkan orang dapat memperoleh hak milik.
Menurut ketentuan Pasal KUHPerdata daluwarsa adalah suatu alat untuk
memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dan suatu periaktan dengan
lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh
Undang-Undang. Dan ketentuan pasal tersebut, maka ada dua macam
daluwarsa, yaitu:
1) Daluwarsa untuk memperoleh hak milik atas suatu baranag, disebut
dengan istilah acquisitive prescrzption; diatur dalam Pasal 1963
KUHPerdata.
2) Daluwarsa untuk dibebaskan dan suatu perikatan atau dibebaskan dan
tuntutan, disebut dengan istilah extingtive prescription, diatur dalam pasal
1967 KUH Perdata.

C.Sistematika Hukum Perdata Berdasarkan Ilmu


Hukum perdata menurut ilmu pengetahuan hukum sekarang ini dibagi
menjadi empat bagian, yaitu hukum:
a. tentang diri seseorang (hukum perorangan);
b. kekeluargaan;
c. kekayaan terbagi atas hukum kekayaan yang absolut, hukum kekayaan yang
relatif;
d. waris.

Penjelasan

a. Hukum perorangan memuat peraturan tentang manusia sebagai subjek hukum,


peraturan perihal percakapan untuk memiliki hak dan percakapan untuk
bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu serta hal yang mempengaruhi
kecakapan.
b. Hukum keluarga merupakan keseluruhan norma hukum yang mengatur
hubungan hukum bersumber pada pertalian keluarga, misalnya perkawinan,
kekuasaan orang tua, perwalian, dan pengampuan.
c. Hukum kekayaan merupakan keseluruhan norma hukum yang mengatur antara
subjek hukum dan harta kekayaannya atau mengatur mengenai hak dan
kewajiban yang dapat dinilai dengan uang.
d. Hukum waris merupakan keseluruhan norma hukum yang mengatur peralihan
hak dan kewajiban di bidang hukum kekayaan dari si pewaris kepada sekalian
ahli warisnya beserta akibat-akibatnya.

Anda mungkin juga menyukai