Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN SEJARAH

Peran Tokoh Nasional Dalam Mempertahankan

Negara Indonesia Dari Pengaruh Asing

Dewa Ayu Renata Rayadewi

02

XII IPS 3

SMA Negeri 1 Kuta Utara

Tahun Ajaran 2022/2022


A. Biografi Adam Malik

Adam Malik Batubara (22 Juli 1917 – 5 September 1984) adalah seorang politikus
Indonesia dan mantan jurnalis yang menjabat sebagai wakil presiden ketiga. Sebelumnya ia
menjabat sebagai ketua parlemen, menteri luar negeri, presiden Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa, dan jurnalis. Adam Malik ditetapkan sebagai salah seorang Pahlawan Nasional
Indonesia pada tanggal 6 November 1998 berdasarkan Kepres Nomor 107/TK/1998. Adam
Malik adalah anak dari pasangan Abdul Malik Batubara dan Salamah Lubis. Ayahnya, Abdul
Malik, adalah seorang pedagang kaya di Pematangsiantar. Adam Malik adalah anak ketiga dari
sepuluh bersaudara. Adam Malik menempuh pendidikan dasarnya di Hollandsch-Inlandsche
School Pematangsiantar. Ia melanjutkan di Sekolah Agama Madrasah Sumatera Thawalib
Parabek di Bukittinggi, namun hanya satu setengah tahun saja karena kemudian pulang kampung
dan membantu orang tua berdagang.

Keinginannya untuk maju dan berbakti kepada bangsa mendorong Adam Malik untuk pergi
merantau ke Jakarta. Pada usia 20 tahun, ia bersama dengan Soemanang, Albert Manoempak
Sipahoetar, Armijn Pane, Abdul Hakim, dan Pandu Kartawiguna memelopori berdirinya Kantor
Berita Antara.

Kariernya diawali sebagai wartawan dan tokoh pergerakan kebangsaan yang


dilakukannya secara autodidak. Pada masa mudanya, ia sudah aktif ikut pergerakan nasional
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, antara lain melalui pendirian Kantor
Berita Antara yang berkantor pada waktu itu di Buiten Tijgerstraat 38 Noord Batavia (Jl.
Pinangsia II Jakarta Utara) kemudian pindah JI. Pos Utara 53 Pasar Baru, Jakarta Pusat. Sebagai
Direktur diangkat Mr. Soemanang, dan Adam Malik menjabat Redaktur merangkap Wakil
Direktur. Dengan modal satu meja tulis tua, satu mesin tulis tua, dan satu mesin roneo tua,
mereka menyuplai berita ke berbagai surat kabar nasional. Sebelumnya, ia sudah sering menulis
antara lain di koran Pelita Andalas dan Majalah Partindo. Tahun 1941 sebagai utusan Mr.
Soemanang bersama Djohan Sjahroezah datang ke rumah Sugondo Djojopuspito minta agar
Soegondo bersedia menjadi Direktur Antara, dan Adam Malik tetap sebagai Redaktur merangkap
Wakil Direktur.
Pada tahun 1934-1935, ia memimpin Partai Indonesia (Partindo) Pematang Siantar dan Medan.
Pada tahun 1940-1941 menjadi anggota Dewan Pimpinan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo)
di Jakarta. Pada 1945, menjadi anggota Pimpinan Gerakan Pemuda untuk persiapan
Kemerdekaan Indonesia di Jakarta.

Di zaman penjajahan Jepang, Adam Malik juga aktif bergerilya melawan Pemerintahan
Jepang dalam gerakan pemuda memperjuangkan kemerdekaan. Menjelang 17 Agustus 1945,
bersama Sukarni, Chaerul Saleh, dan Wikana, ia pernah membawa Bung Karno dan Bung
Hatta ke Rengasdengklok untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Demi mendukung
kepemimpinan Soekarno-Hatta, ia menggerakkan rakyat berkumpul di lapangan Ikada, Jakarta.

Mewakili kelompok pemuda, Adam Malik sebagai pimpinan Komite Van Aksi, terpilih sebagai
Ketua III Komite Nasional Indonesia Pusat (1945-1947) yang bertugas menyiapkan susunan
pemerintahan. Selain itu, Adam Malik adalah pendiri dan anggota Partai Rakyat, pendiri Partai
Murba, dan anggota parlemen. Tahun 1945-1946 ia menjadi anggota Badan Persatuan
Perjuangan di Yogyakarta. Kariernya semakin menanjak ketika menjadi Ketua II Komite
Nasional Indonesia Pusat (KNIP), sekaligus merangkap jabatan sebagai anggota Badan Pekerja
KNIP. Pada tahun 1946, Adam Malik mendirikan Partai Rakyat, sekaligus menjadi anggotanya.
1948-1956, ia menjadi anggota dan Dewan Pimpinan Partai Murba. Pada tahun 1956, ia berhasil
memangku jabatan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) yang lahir dari
hasil pemilihan umum.

Karier Adam Malik di dunia internasional terbentuk ketika diangkat menjadi Duta Besar luar
biasa dan berkuasa penuh untuk negara Uni Soviet dan Polandia. Pada tahun 1962, ia menjadi
Ketua Delegasi Republik Indonesia untuk perundingan Indonesia dengan Belanda mengenai
wilayah Irian Barat di Washington D.C, Amerika Serikat. Yang kemudian pertemuan tersebut
menghasilkan Persetujuan Pendahuluan mengenai Irian Barat. Pada bulan September 1962, ia
menjadi anggota Dewan Pengawas Lembaga di lembaga yang didirikannya,yaitu Kantor Berita
Antara. Pada tahun 1963, Adam Malik pertama kalinya masuk ke dalam jajaran kabinet, yaitu
Kabinet yang bernama Kabinet Kerja IV sebagai Menteri Perdagangan sekaligus menjabat
sebagai Wakil Panglima Operasi ke-I Komando Tertinggi Operasi Ekonomi (KOTOE). Pada
masa semakin menguatnya pengaruh Partai Komunis Indonesia, Adam Malik bersama Roeslan
Abdulgani dan Jenderal Abdul Haris Nasution dianggap sebagai musuh PKI dan dicap sebagai
trio sayap kanan yang kontra-revolusi.

Ketika terjadi pergantian rezim pemerintahan Orde Lama, posisi Adam Malik yang
berseberangan dengan kelompok kiri justru malah menguntungkannya. Tahun 1966, Adam
disebut-sebut dalam trio baru Soeharto-Sultan-Malik. Pada tahun yang sama, lewat televisi, ia
menyatakan keluar dari Partai Murba karena pendirian Partai Murba, yang menentang masuknya
modal asing. Empat tahun kemudian, ia bergabung dengan Golkar. Pada tahun 1964, ia
mengemban tanggung jawab sebagai Ketua Delegasi untuk Komisi Perdagangan dan
Pembangunan di PBB. Pada tahun 1966, kariernya semakin gemilang ketika menjabat sebagai
Wakil Perdana Menteri II (Waperdam II) sekaligus sebagai Menteri Luar Negeri Republik
Indonesia di kabinet Dwikora II.

Karier murninya sebagai Menteri Luar Negeri dimulai di kabinet Ampera I pada tahun 1966.
Pada tahun 1967, ia kembali memangku jabatan Menteri Luar Negeri di kabinet Ampera II. Pada
tahun 1968, Menteri Luar Negeri dalam kabinet Pembangunan I, dan tahun 1973 kembali
memangku jabatan sebagai Menteri Luar Negeri untuk terakhir kalinya dalam kabinet
Pembangunan II. Pada tahun 1971, ia terpilih sebagai Ketua Majelis Umum PBB ke-26, orang
Indonesia pertama dan satu-satunya sebagai Ketua SMU PBB. Saat itu dia harus memimpin
persidangan PBB untuk memutuskan keanggotaan RRC di PBB yang hingga saat ini masih tetap
berlaku. Karier tertingginya dicapai ketika berhasil memangku jabatan sebagai Wakil Presiden
RI yang diangkat oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 1978. Ia merupakan
Menteri Luar Negeri RI di urutan kedua yang cukup lama dipercaya untuk memangku jabatan
tersebut setelah Dr. Soebandrio. Sebagai Menteri Luar Negeri dalam pemerintahan Orde Baru,
Adam Malik berperanan penting dalam berbagai perundingan dengan negara-negara lain
termasuk penjadwalan ulang utang Indonesia peninggalan Orde Lama. Bersama Menteri Luar
Negeri negara-negara ASEAN, Adam Malik memelopori terbentuknya ASEAN tahun 1967.

Sebagai seorang diplomat, wartawan bahkan birokrat, Adam Malik sering mengatakan “semua
bisa diatur”. Sebagai diplomat ia memang dikenal selalu mempunyai 1001 jawaban atas segala
macam pertanyaan dan permasalahan yang dihadapkan kepadanya. Tapi perkataan “semua bisa
diatur” itu juga sekaligus sebagai lontaran kritik bahwa di negara ini “semua bisa di atur” dengan
uang.
B. Peran Adam Malik dalam Mempertahankan Kemerdekaan

Ia merupakan personifikasi utuh dari kedekatan antara diplomasi dan media


massa. Pria otodidak yang secara formal hanya tamatan SD (HIS) ini pernah menjadi
Ketua Sidang Majelis Umum PBB ke-26 di New York dan merupakan salah satu pendiri
LKBN Antara. Kemahirannya memadukan diplomasi dan media massa
menghantarkannya menimba berbagai pengalaman sebagai duta besar, menteri, Ketua
DPR hingga menjadi wakil presiden. Sang wartawan, politisi, dan diplomat kawakan,
putera bangsa berdarah Batak bermarga Batubara, ini juga dikenal sebagai salah satu
pelaku dan pengubah sejarah yang berperan penting dalam proses kemerdekaan Indonesia
hingga proses pengisian kemerdekaan dalam dua rezim pemerintahan Soekarno dan
Soeharto.

Di zaman Jepang, Adam Malik aktif bergerilya dalam gerakan pemuda


memperjuangkan kemerdekaan. Menjelang 17 Agustus 1945, bersama Sukarni, Chaerul
Saleh, dan Wikana, Adam Malik pernah melarikan Bung Karno dan Bung Hatta ke
Rengasdengklok untuk memaksa mereka memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Demi mendukung kepemimpinan Soekarno-Hatta, ia menggerakkan rakyat


berkumpul di lapangan Ikada, Jakarta. Mewakili kelompok pemuda, Adam Malik sebagai
pimpinan Komite Van Aksi, terpilih sebagai Ketua III Komite Nasional Indonesia Pusat
(1945-1947) yang bertugas menyiapkan susunan pemerintahan. Selain itu, Adam Malik
adalah pendiri dan anggota Partai Rakyat, pendiri Partai Murba, dan anggota parlemen.

Akhir tahun lima puluhan, atas penunjukan Soekarno, Adam Malik masuk ke
pemerintahan menjadi duta besar luar biasa dan berkuasa penuh untuk Uni Soviet dan
Polandia. Karena kemampuan diplomasinya, Adam Malik kemudian menjadi ketua
Delegasi RI dalam perundingan Indonesia-Belanda, untuk penyerahan Irian Barat di
tahun 1962. Selesai perjuangan Irian Barat (Irian Jaya), Adam Malik memegang jabatan
Menko Pelaksana Ekonomi Terpimpin (1965). Pada masa semakin menguatnya pengaruh
Partai Komunis Indonesia, Adam bersama Roeslan Abdulgani dan Jenderal Nasution
dianggap sebagai musuh PKI dan dicap sebagai trio sayap kanan yang kontra-revolusi.

Ketika terjadi pergantian rezim pemerintahan Orde Lama, posisi Adam Malik
yang berseberangan dengan kelompok kiri justru malah menguntungkannya. Tahun 1966,
Adam disebut-sebut dalam trio baru Soeharto-Sultan-Malik. Pada tahun yang sama, lewat
televisi, ia menyatakan keluar dari Partai Murba karena pendirian Partai Murba, yang
menentang masuknya modal asing. Empat tahun kemudian, ia bergabung dengan Golkar.
Sejak 1966 sampai 1977 ia menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri II / Menlu ad
Interim dan Menlu RI.

Sebagai Menlu dalam pemerintahan Orde Baru, Adam Malik berperanan penting
dalam berbagai perundingan dengan negara-negara lain termasuk rescheduling utang
Indonesia peninggalan Orde Lama. Bersama Menlu negara-negara ASEAN, Adam Malik
memelopori terbentuknya ASEAN tahun 1967. Ia bahkan dipercaya menjadi Ketua
Sidang Majelis Umum PBB ke-26 di New York. Ia orang Asia kedua yang pernah
memimpin sidang lembaga tertinggi badan dunia itu. Tahun 1977, ia terpilih menjadi
Ketua DPR/MPR. Kemudian tiga bulan berikutnya, dalam Sidang Umum MPR Maret
1978 terpilih menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia yang ke-3 menggantikan Sri
Sultan Hamengku Buwono IX yang secara tiba-tiba menyatakan tidak bersedia
dicalonkan lagi.
c. Wafat

Setelah mengabdikan diri demi bangsa dan negaranya, H. Adam Malik meninggal di
Bandung pada 5 September 1984 karena kanker hati. Jenazahnya dikebumikan di Taman Makam
Pahlawan Kalibata. Kemudian, isteri dan anak-anaknya mengabadikan namanya dengan
mendirikan museum Adam Malik

D . Kesimpulan

Adam Malik adalah seorang tokoh nasionalis yang berperan aktif dalam memperjuangkan
kemerdekaan negara Republik Indonesia.

Selain itu, beliau merupakan tokoh legendaris yang melewati empat masa sepanjang kariernya.
Peran dan kiprah Adam Malik tersebut kami abadikan dalam Naskah Sumber Arsip Adam Malik
dengan judul

"Adam Malik: Menembus Empat Zaman"., Judul tersebut mengisyaratkan bahwa Adam Malik
telah berperan secara aktif dalam bidang politik dan kepartaian sejak masa kolonial, pendudukan
Jepang, Pemerintahan Presiden Sukarno dan Soeharto.

Kepiawaian Adam Malik dalam berdiplomasi sudah teruji dengan baik. Hal ini terlihat pada saat
beliau menjabat sebagai Menteri Luar Negeri baik pada masa presiden Sukarno maupun pada
masa pemerintahan Presiden Socharto. Bahkan pada tahun 1971 beliu pernah memimpin Ketua
Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa sat memutuskan negara Republik Rakyat China
masuk menjadi anggota Perserikatan Bangsa Bangsa. Tidak hanya itu, Adam Malik juga menjadi
ketua tim perundingan Indonesia - Belanda untuk masalah Iran Barat pada 7 Maret 1962. Peran
lainnya beliau juga merupakan salah satu pendiri Association of Southeast Asian Nations.

Anda mungkin juga menyukai