Anda di halaman 1dari 7

TUGAS SEJARAH

BIOGRAFI SAYUTI MELIK

DI SUSUN OLEH :

ANGGUN NABILA ROSA

XI. MIA 3

GURU MATA PELAJARAN : HENNY HARIANY.S.Pd

SMA NEGERI 10 PALEMBANG

TAHUN AJARAN 2020/2021


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Biografi seorang tokoh nasional telah banyak ditulis,setiap penulis tentunya ada berbagai
macam sudut pandang yang berbeda dalam penulisan tersebut.

Dalam bidang nasional misalnya,tokoh Sayuti Melik termasuk kedalam golongan orang
yang terlibat dalam masa-masa kemerdekaan.

Sayuti Melik adalah pengetik naskah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia,dia


adalah suami dari Soerasti Karma Trimurti,seorang wartawati dan aktivis perempuan
dizaman pergerakan dan dijaman setelah kemerdekaan.Peran beliau dalam membantu
berjalannya proklamasi adalah dengan mengetik naskah proklamasi yang disempurnakan
dari tulisan tangan Bung Karno.

B. Rumusan Masalah
1.Bagaimana Biografi seorang Sayuti Melik ?

2.Apa peran Sayuti Melik dalam memperjuangkan Kemerdekaan RI ?

3.Mengapa Sayuti Melik dipercaya untuk mengetik teks Proklamasi ?

C.Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk lebih memahami dan lebih mengenal tentang
para Pahlawan Bersejarah.
BAB II

PEMBAHASAN

A.Biografi Sayuti Melik

Sayuti Melik dilahirkan dengan nama lengkap Muhammad Ibnu Sayuti. Beliau dilahirkan
di Sleman Yogyakarta pada tanggal 22 November 1908.

Sayuti Melik merupakan anak dari pasangan Partoprawito dan Sumilah. Sayuti Melik
merupakan anak dari seorang kepala desa yang berada di Kabupaten Sleman.Semangat
nasionalisme tumbuh dalam diri Sayuti Melik ketika ia belajar di sekolah guru yang berada di
Solo pada tahun 1920. Sejarah perjuangan Sayuti Melik dimulai dengan semangatnya yang
tinggi menentang Para penjajah. Ia kemudian rajin menulis tulisan yang membuat ia
kemudian pernah ditahan oleh pemerintah Belanda.

Sayuti kecil memulai pendidikannya di Sekolah Ongko Loro atau yang kita kenal
sekarang dengan sekolah dasar di Srowolan, Solo. Lalu, setelah 4 tahun, beliau melanjutkan
sekolahnya di Yogyakarta. Tahun 1920, ia masuk ke sekolah guru di Solo dan di situlah ia
mulai belajar tentang kebangsaan dari guru Belanda-nya yang bernama H.A Zurink.

Dalam biografi Sayuti Melik diketahui bahwa pada tahun 1926 dia dituduh membantu
PKI, Akibat tuduhan tersebut Sayuti Melik kemudian ditahan oleh pemerintah kolonial Hindia
Belanda. Berkali-kali dipenjara Ia juga pernah diasingkan ke luar daerah seperti Boven Digul
di Papua.Terakhir ia kemudian dipindahkan ke penjara di Jakarta. Walaupun berkali-kali
dipenjara, Sayuti Melik semakin kritis dalam mengkritik pemerintah Hindia Belanda.Setelah
itu ia kemudian keluar dari penjara. Di tahun 1938 Sayuti Melik kemudian menikah dengan
wanita pujaannya yang bernama SK Trimurti. Dari pernikahannya tersebut Sayuti Melik
memiliki dua orang anak bernama Moesafir Karma Boediman dan Heru Baskoro.

Di Semarang, Sayuti Melik dengan istrinya kemudian mendirikan penerbitan bernama


Koran Pesat. Namun karena tulisan-tulisannya yang selalu mengkritik pemerintah Hindia
Belanda membuat Sayuti Melik dan istrinya beberapa kali ditahan yang dipenjara.

Saat Jepang berkuasa di Indonesia, koran Melik Sayuti Melik dan istrinya kemudian
dibredel. Ia dan istrinya kemudian ditangkap oleh tentara Jepang. Menjelang kemerdekaan
Indonesia, Sayuti Melik kemudian menjadi salah satu anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI).

Ketika Jepang kalah dalam perang dunia II pada tanggal 16 Agustus 1945, Berita
kekalahannya kemudian terdengar ke Indonesia.Sayuti Melik yang masuk dalam kaum muda
bersama dengan Chairul Saleh, Sukarni, Wikana serta para pemuda lainnya Kemudian
mendesak Ir. Soekarno dan Muhammad Hatta agar segera memproklamirkan kemerdekaan
Indonesia.

Sayuti Melik bersama para pemuda lainnya kemudian menculik Ir. Soekarno dan
Muhammad Hatta pada tanggal 16 agustus 1945 dan membawanya ke Rengasdengklok
dimana peristiwa ini kemudian dikenal dengan nama peristiwa Rengasdengklok.

B. Peran Sayuti Melik dalam memperjuangkan Kemerdekaan RI

Berikut adalah 4 peran dari Sayuti Melik di dalam peristiwa proklamasi kemerdekaan
Indonesia:

1. Menjadi wakil golongan pemuda yang menyaksikan penyusunan naskah proklamasi


bersama dengan Sukarni.
2. Sayuti Melik diposisikan sebagai pembantu Soekarno pada proses penyusunan naskah
proklamasi. Adapun Sukarni sebagai pembantu Hatta.
3. Sayuti Melik merupakan sosok yang memberi gagasan agar teks proklamasi yang
ditolak para pemuda diubah pada bagian ‘wakil-wakil bangsa Indonesia’ dan menjadi
‘atas nama bangsa Indonesia’. Gagasan ini berhasil meredakan ketegangan antara
golongan pemuda dan golongan tua.
4. Sayuti Melik adalah sosok yang mengetik naskah proklamasi hasil gagasan golongan
tua.

Berikut peran Sayuti Melik setelah Kemerdekaan Indonesia :


Belum genap setahun pasca kemerdekaan, Sayuti Melik seakan berubah 360 derajat.
Tadinya ia sangat tertarik dengan komunisme justru jadi orang yang menentang gagasan
tentang Nasakom (Nasionalis, Agama, Komunis) yang digagas oleh Bung Karno. Tulisan-
tulisannya merujuk pada kritikan pedas tentang PKI yang dianggap sebagai penjilat
penguasa. 

Meski memiliki peran besar pada proses kemerdekaan kita, menjadi anggota Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP),
serta sangat dekat dengan Bung Karno, ia tetap merasa belum merdeka. Atas perintah Amir
Sjarifuddin yang kala itu menjabat sebagai Menteri Pertahanan, Sayuti Melik ditangkap
dengan tuduhan terlibat dengan kasus makar yang pertama kali terjadi di Indonesia pada
tanggal 3 Juli 1946.

Tapi karena enggak terbukti bersalah, ia dibebaskan dari dakwaan itu dan turut melawan
Belanda yang pada waktu itu ingin kembali berkuasa di Indonesia. Tahun 1948, Sayuti
kembali ditangkap Belanda dan ditahan di Ambarawa. Dia baru dibebaskan di tahun 1950
ketika penyerahan kedaulatan dilakukan.Ketika masa orde baru atau di masa pemerintahan
Soeharto, nama Sayuti Melik kembali naik karena dirinya bergabung dengan partai penguasa
yaitu Golkar. pada tahun 1971 dan 1977 bahkan Sayuti berhasil menduduki anggota
MPR/DPR. Hidup nyamannya baru dirasakan di masa orde baru ini setelah di masa mudanya
ia harus keluar masuk penjara.

Tepat di tanggal 27 Mei 1989 ketika berusia 80 tahun, Sayuti Melik wafat di Jakarta. Sampai
wafat, Sayuti Melik tetap mengabdi untuk bangsa ini. Soeharto yang waktu itu menjabat jadi
presiden ikut melayat sosok yang sangat berpengaruh itu dalam kemerdekaan Indonesia. 

C. Mengapa Sayuti Melik dipercaya untuk mengetik teks Proklamasi

Tanggal 16 Agustus 1945 penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Bung Karno, Bung
Hatta, Subardjo, Sukarni, dan Sayuti Melik. Bung Karno menulis, sementara Bung Hatta dan
Subardjo mendiktekan kalimat Proklamasi. Kalimat pertama merupakan ide dari Ahmad
Soebardjo, sementara kalimat terakhir merupakan pemikiran dari Bung Hatta. 

Sayuti Melik adalah sekretaris dari Bung Karno waktu itu, sebab ialah yang mengetik
teks Proklamasi setelah disusun. Tetapi, ada beberapa perubahan yang dibuatnya, seperti:

 Kalimat wakil-wakil bangsa Indonesia diganti menjadi atas nama bangsa Indonesia.
 Tempoh diubah jadi tempo.
 Adanya penambahan nama Soekarno-Hatta di bagian bawah.
 Lalu Djakarta, 18-8-05 diubah jadi Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05.

Sementara teks Proklamasi sedang dirumuskan, di ruang tengah dan di serambi rumah
para anggota PPKI dan beberapa pemuda sudah menunggu teks tersebut dibacakan.
Pada pagi harinya tepat pukul 10.00 di kediaman Soekarno yaitu Pegangsaan Timur 56,
Proklamasi dibacakan. Atas usulan dari Sukarni, Bung Karno dan Hatta menandatangani teks
Proklamasi. Pembacaan tersebut juga dihadiri oleh beberapa tokoh seperti Wilopo, Soewirjo,
Tabrani, Gaffar Pringgodigdo, dan Trimurti.
BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Sayuti Melik lahir di Sleman, Yogyakarta, 22 November 1908. Ia anak dari pasangan


Abdul Mu'in (Partoprawito) seorang bekel jajar atau kepala desa di Sleman dan Sumilah.
Sayuti memulai pendidikannya di Sekolah Ongko Loro (Setingkat SD) di Desa Srowolan,
sampai kelas IV dan diteruskan sampai mendapat Ijazah di Yogyakarta.

Nasionalisme telah ditanamkan oleh ayahnya sejak kecil. Saat itu, ayahnya menentang
kebijaksanaan pemerintah Belanda yang menggunakan sawahnya untuk ditanami tembakau.

Ketika belajar di sekolah guru di Solo, 1920, ia belajar nasionalisme dari guru sejarahnya
yang berkebangsaan Belanda, H.A. Zurink. Pada usia belasan tahun itu, ia tertarik membaca
majalah Islam Bergerak pimpinan K.H. Misbach di Kauman, Solo, ulama yang berhaluan kiri.
Ketika itu banyak orang, termasuk tokoh Islam, memandang Marxisme sebagai ideologi
perjuangan untuk menentang penjajahan. Dari Kiai Misbach ia belajar Marxisme.

Anda mungkin juga menyukai