Kelas : 5
B. Sayuti Melik
Mohamad Ibnu Sayuti atau yang lebih dikenal sebagai Sayuti Melik (lahir
di Sleman, Yogyakarta, 22 November 1908 meninggal di Jakarta, 27
Februari 1989 pada umur 80 tahun), dicatat dalam sejarah Indonesia
sebagai pengetik naskah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Dia
adalah suami dari Soerastri Karma Trimurti, seorang wartawati dan aktivis
perempuan di zaman pergerakan dan zaman setelah kemerdekaan. Masa
Muda
Dilahirkan pada tanggal 22 November 1908, anak dari Abdul Mu'in alias
Partoprawito, seorang bekel jajar atau kepala desa diSleman, Yogyakarta[1].
Sedangkan ibunya bernama Sumilah. Pendidikan dimulai dari Sekolah
Pada
Pada 9 Maret 1943, diresmikan berdirinya Putera (Pusat Tenaga Rakyat) dipimpin
Empat Sekawan Soekarno, Moh. Hatta, Ki Hadjar Dewantara, dan Kiai Mas
Mansoer. Saat itu Soekarno meminta pemerintah Jepang membebaskan Trimurti,
lalu membawanya ke Jakarta untuk bekerja di Putera, dan kemudian di Djawa
Hookoo Kai, Himpunan Kebaktian Rakyat Seluruh Jawa. Dan lalu Trimurti dan
Sayuti Melik dapat hidup relatif tenteram. Sayuti terus berada di sisi Bung
Karno[2].
Anggota PPKI
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dibentuk 7 Agustus 1945 dan
diketuai oleh Ir. Soekarno, menggantikan Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia yang dibubarkan cepat. Anggota awalnya adalah 21
orang. Selanjutnya tanpa sepengetahuan Jepang, keanggotaan bertambah 6
orang termasuk didalamnya Sayuti Melik[3].
Peristiwa Rengasdengklok
Sayuti Melik termasuk dalam kelompok Menteng 31, yang berperan dalam
penculikan Sukarno dan Hatta pada tanggal 16 Agustus 1945 (Peristiwa
Rengasdengklok). Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni,
dan Wikana, bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan
pemuda lain, membawa Soekarno (bersamaFatmawati dan Guntur yang baru
berusia 9 bulan) dan Hatta, ke Rengasdengklok. Tujuannya adalah agar Ir.
Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang [4].
Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan
para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya. [5] Di Jakarta,
golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Mr. Ahmad
Soebardjo melakukan perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta [6]. maka diutuslah Yusuf
Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok [7]. Mereka
menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Mr. Ahmad
Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu - buru
memproklamasikan kemerdekaan[8].
Naskah Proklamasi
Konsep naskah proklamasi disusun oleh Bung Karno, Bung Hatta, dan Achmad
Subardjo di rumah Laksamana Muda Maeda[9]. Wakil para pemuda, Sukarni dan
Sayuti Melik. Masing-masing sebagai pembantu Bung Hatta dan Bung Karno, ikut
menyaksikan peristiwa tersebut. Setelah selesai, dinihari 17 Agustus 1945,
konsep naskah proklamasi itu dibacakan di hadapan para hadirin. Namun, para
Menentang Sukarno
Sebenarnya Sayuti dikenal sebagai pendukung Sukarno. Namun, ketika Bung
Karno berkuasa, Sayuti justru tak "terpakai". Dalam suasana gencar-gencarnya
memasyarakatkan Nasakom, dialah orang yang berani menentang
gagasan Nasakom (nasionalisme, agama, komunisme). Ia mengusulkan
mengganti Nasakom menjadi Nasasos, dengan mengganti unsur "kom" menjadi
"sos" (sosialisme). Ia juga menentang pengangkatan Bung Karno sebagai
presiden seumur hidup oleh MPRS. Tulisannya, Belajar Memahami
Sukarnoisme dimuat di sekitar 50 koran dan majalah dan kemudian dilarang [11].
Artikel bersambung itu menjelaskan perbedaan Marhaenisme ajaran Bung Karno
dan Marxisme-Leninisme doktrin PKI. Ketika itu Sayuti melihat PKI hendak
membonceng kharisma Bung Karno.
Mangkat
Sayuti Melik meninggal pada tanggal 27 Februari 1989 setelah setahun sakit,
dan dimakamkan di TMP Kalibata
Penghargaan