Anda di halaman 1dari 5

AHMAD SUBARJO

Ahmad Subarjo adalah tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia, diplomat, dan


Pahlawan Nasional Indonesia. Ia juga Menteri Luar Negeri Indonesia yang
pertama. Semasa remaja Subarjo sekolah di Hogere Burger School, Jakarta
(Setara dengan Sekolah Menengah Atas) pada tahun 1917. Ia kemudian
melanjutkan pendidikannya di Universitas Leiden, Belanda dan memperoleh
ijazah Meester in de Rechten (saat ini setara dengan Sarjana Hukum) di bidang
undang-undang pada tahun 1933. Dalam bidang pendidikan, Sebardjo
merupakan profesor dalam bidang Sejarah Perlembagaan dan Diplomasi
Republik Indonesia di Fakultas Kesusasteraan, Universitas Indonesia.
Achmad Soebardjo lahir di Teluk Jambe, Karawang, Jawa Barat, tanggal 23 Maret
1896. Ayahnya bernama Teuku Muhammad Yusuf, masih keturunan bangsawan
Aceh dari Pidie. Ibu Ahmad Soebardjo bernama Wardinah. Ia keturunan JawaBugis, dan anak dari Camat di Telukagung, Cirebon.
Ketika menjadi mahasiswa, Soebardjo aktif dalam memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia melalui organisasi kepemudaan seperti Jong Jawa dan
Persatuan Mahasiswa Indonesia di Belanda. Ahmad Subarjo juga pernah menjadi
utusan Indonesia bersama dengan Mohmmad Hatta pada konferensi
antarbangsa "Liga Menentang Imperialisme dan Penindasan Penjajah" yang
pertama di Brussels dan kemudiannya di Jerman. Pada persidangan pertama itu
juga ia bertemu Jawaharlal Nehru dan pemimpin-pemimpin nasionalis yang
terkenal dari Asia dan Afrika. Sewaktu kembalinya ke Indonesia, ia aktif menjadi
anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Karir Ahmad Subarjo terus naik ketika dilantik menjadi Menteri Luar Negeri
tanggal 17 Agustus 1945, sekaligus sebagai menteri luar negeri pertama.
Kabinet saat itu bernama Kabinet Presidensial, kemudian menjabat Menteri Luar
Negeri sekali lagi pada tahun 1951 - 1952. Selain itu, ia juga menjadi Duta Besar
Republik Indonesia di Switzerland antara tahun-tahun 1957 - 1961.
Ahmad Subardjo Djoyoadisuryo meninggal dunia dalam usia 82 tahun di Rumah
Sakit Pertamina, Kebayoran Baru, akibat flu yang menimbulkan komplikasi. Ia

dimakamkan di rumah peristirahatnya di Cipayung, Bogor. Pemerintah


mengangkat almarhum sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 2009.
SUKARNI KARTODIWIRJO

Sukarni Kartodiwirjo memang tidak memegang peranan sentral dalam


perjuangan kemerdekaan, namun peranannya sangat menentukan. Indonesia
mungkin tak akan memproklamasikan kemerdekaannya tanggal 17 Agustus
1945, jika tidak ada Sukarni. Ia menculik Soekarno Hatta dan memaksa kedua
pemimpin itu menyatakan bahwa Indonesia sudah merdeka.
Saat itu Sukarni yang mewakili generasi muda merasa gerah dengan sikap
wait and see yang dipilih Bung Karno dan Bung Hatta menyikapi menyerahnya
Jepang terhadap Sekutu. Kelompok anak muda itu kemudian menculik Soekarno
Hatta ke Rengasdengklok, Jawa Barat. Setelah ide memanfaatkan vacuum of
power untuk menyatakan kemerdekaan disetujui, maka kedua pemimpin
tersebut dibebaskan kembali ke Jakarta untuk memimpin rapat penyusunan teks
proklamasi.
Sukarni lahir di Blitar tahun 1916. Ia adalah aktivis militas yang pantang
berkompromi. Masa kecilnya diwarnai dengan berbagai perkelahian dengan
anak-anak Belanda. Hampir setiap hari, anak pedagang sapi ini menantang
berkelahi sinyo-sinyo Belanda. Ketidaksukaannya terhadap penjajah rupanya
merupakan pengaruh gurunya, Moh. Anwar.
Pemuda Sukarni sempat menjadi ketua Indonesia Muda cabang Blitar.
Pertemuannya dengan Bung Karno saat menempuh pendidikan di kweekschool
(sekolah guru) di Jakarta, membuatnya makin tertarik pada dunia politik.
Setelah menculik dan memaksa Soekarno Hatta memproklamasikan
kemerdekaan RI, Sukarni juga aktif dalam berbagai episode perjuangan. Tokoh
revolusioner pemberani ini berperan besar dalam perjalanan parlemen
Indonesia. Saat negara masih belia, sehingga belum sempat dilaksanakan
Pemilihan Umum, Sukarni mengusulkan agar sebelum terbentuk DPR dan MPR,
tugas legislatif dijalankan oleh KNIP. Sukarni pulalah yang memperjuangkan
pembentukan Badan Pekerja KNIP sebagai lembaga negara yang mewujudkan
kedaulatan rakyat sekaligus pemimpin rakyat. Ia kemudian diangkat menjadi
anggota DPRD dan Konstituante.

Namun hubungannya dengan Bung Karno tidak mulus. Melalui Partai


Murba, Sukarni menentang kebijakan-kebijakan Soekarno. Sikap itu harus dibayar
mahal dengan kebebasannya. Sukarni keluar dari penjara setelah Orde Baru
berkuasa.
Ia wafat pada 7 Mei 1971 sewaktu menjabat sebagai anggota Dewan
Pertimbangan Agung RI.
ADAM MALIK

Adam Malik Batubara atau yang biasa dikenal


dengan nama kecil Adam Malik adalah mantan Menteri
Indonesia
yang
pernah
menjabat
di
beberapa
Departemen, antara lain menjadi Menteri Luar Negeri.
Adam Malik juga pernah diangkat menjadi Wakil Presiden
Indonesia yang ketiga. Adam Malik yang lahir di
Pematangsiantar, Sumatera Utara pada tanggal 22 Juli
1917 tersebut merupakan putra ketiga dari sepuluh anak
pasangan Abdul Malik Batubara dan Salamah Lubis.
Ayahnya, Abdul Malik, adalah seorang pedagang kaya di
Pematangsiantar.
Dia
menempuh
pendidikan
dasarnya
di
Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Pematangsiantar.
Setelah menyelesaikan sekolahnya di HIS, Adam
kemudian melanjutkan di Sekolah Agama Parabek di Bukittinggi. Namun baru
satu setengah tahun berjalan, Adam Malik memutuskan untuk pulang ke
kampung dan membantu orang tuanya berdagang.
Sejak usianya yang masih belia, semangat Adam Malik dalam
memperjuangkan kemerdekaan negara telah bergelora. Ketika usianya baru
menginjak belasan tahun, dia pernah ditahan polisi dan dihukum dua bulan
penjara karena melanggar larangan berkumpul. Pada usia 17 tahun, Adam Malik
telah dipercaya untuk menjadi ketua Partindo di Pematang Siantar sejak tahun
1934 hingga tahun 1935. Keinginannya untuk maju dan berbakti kepada bangsa
yang semakin besar mendorong Adam Malik untuk akhirnya pergi merantau ke
Jakarta. Di kota inilah, Adam Malik kemudian mulai merintis karirnya sebagai
wartawan dan tokoh pergerakan kebangsaan.
Adam Malik secara aktif mengikuti beberapa pergerakan nasional antara
lain turut andil dalam pendirian kantor berita Antara di Pasar Baru, Jakarta Pusat.
Kala itu, Adam Malik kemudian ditunjuk untuk menjadi redaktur merangkap wakil
direktur. Selain bekerja untuk kantor berita Antara, Adam Malik juga menulis
artikel untuk beberapa koran salah satunya yakni koran Pelita Andalas dan
majalah Partindo. Pada tahun 1934, dia dipercaya untuk memimpin Partai
Indonesia (Partindo) Pematang Siantar dan Medan dan pada tahun 1940 dia
diangkat menjadi anggota Dewan Pimpinan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo)
di Jakarta.

Sejak tahun 1945, Adam Malik menjadi anggota Pimpinan Gerakan


Pemuda untuk persiapan Kemerdekaan Indonesia di Jakarta. Bersama rekannya
yang lain, Adam Malik terus bergerilya untuk memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia. Menjelang kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, dibantu tokok
pemuda yang lain, dia pernah membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke
Rengasdengklok untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia danemi
mendukung kepemimpinan Soekarno-Hatta, dia juga menggerakkan rakyat
berkumpul di lapangan Ikada, Jakarta.
Ketika terjadi pergantian rezim pemerintahan Orde Lama, posisi Adam
Malik
yang
berseberangan
dengan
kelompok
kiri
justru
malah
menguntungkannya. Pada tahun 1964, Adam Malik dipercaya untuk mengemban
tanggung jawab sebagai Ketua Delegasi Komisi Perdagangan dan Pembangunan
di PBB. Pada tahun 1966, kariernya semakin gemilang ketika dirinya diminta
menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri II (Waperdam II) sekaligus sebagai
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia di kabinet Dwikora II. Setelah sekian
lama mengabdikan diri demi bangsa dan negaranya, Adam Malik Batubara
menghembuskan nafas terakhirnya di Bandung pada tanggal 5 September 1984
karena kanker lever.
Dr. Muwardi

Bunga bangsa, Dr. Muwardi adalah salah satu pahlawan kemerdekaan RI.
Dia lahir di Pati, Jawa Tengah di tahun 1907. Muwardi adalah seorang dokter
lulusan dari School Tot Opleiding Voor Indische Artsen (STOVIA). Dia kemudian
melanjutkan pendidikannya dengan mengambil spesialis di sekolah Telinga,
Hidung, dan Tenggorokan (THT).
Dalam organisasi, Muwardi sudah aktif karena dia pernah menjadi
Pemimpin Umum Pandu Kebangsaan (Kepanduan Bangsa Indonesia). Pada saat
Proklamasi Kemerdekaan, dia mempunyai peran penting di dalamnya. Pada
tanggal 16 Agustus 1945 dia memerintahkan Barisan Pelopor untuk menjaga
Lapangan Ikada (sekarang Lapangan Monas) yang rencananya akan digunakan
sebagai tempat pembacaan teks proklamasi. Usai proklamasi, Barisan pelopor

Istimewa juga dibentuk oleh Dr Muwardi untuk menjaga rumah dari Presiden dan
Wakil Presiden yang juga proklamator (Soekarno-Hatta).
Suwardi mengganti nama barisan pelopor menjadi barisan Benteng, ketika
pusat barisan itu pindah ke Solo pada tahun 1964. Sebelum pindah di Solo, dan
ketika masih di Jakarta, dia juga ikut dalam pertempuran melawan Inggris.
Suwardi tetap menjalankan tugasnya sebagai dokter walaupun dia aktif di
berbagai organisasi. Lalu bersama dokter dokter lainnya dia mendirikan sekolah
kedokteran di Jebres Solo kemudian sekolah itu pindah ke Klaten. Untuk
menghadapi pemberontakan PKI, beliau mendirikan Gerakan Rakyat
Revolusioner.
Ketika PKI melakukan aksi brutal mereka pada 11 September 1948 di
Madiun, dan Pada tanggal 13 september tahun 1948 di Solo PKI melakukan
serangkaian penculikan dan pembunuhan. Dr, Muwardi turut menjadi korban
kebiadaban PKI tersebut,dia diculik dan di bunuh pada saat akan pergi
menjalankan praktik sebagai dokter di rumah sakit Jebres.
Suwardi diberi gelar sebagai pahlawan Kemerdekaan Nasional pada
tanggal 04 Agustus 1964, Berdasarkan Surat Keputusan Presiden R.I No.190
Tahun 1964.

Anda mungkin juga menyukai