Anda di halaman 1dari 4

BIOGRAFI SAYUTI MELIK YANG MENGETIK NASKAH PROKLAMASI

KEMERDEKAAN ASAL JOGJA

Salah satu tokoh yang sangat berjasa bagi Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) adalah Sayuti
Melik.Dia adalah seseorang di balik naskah proklamasi kemerdekaan sebagai pengetiknya.
Berikut ini biografi lengkapnya.

Sayuti adalah seorang perintis kemerdekaan yang mengalami perjuangan kebangsaan sejak dari
zaman Kebangkitan Nasional sampai kepada zaman Orde Baru. Sayuti adalah orang yang secara
sadar melibatkan dirinya dengan pergerakan dan perjuangan kebangsaan tersebut.

Lalu, bagaimana latar belakang Sayuti dan sepak terjangnya sebelum menjadi Pahlawan
Nasional yang mengetik naskah proklamasi? Berikut informasinya yang dihimpun detikJogja dari
buku 'Seri Pengenalan Tokoh: Sekitar Proklamasi Kemerdekaan' (2011) oleh Amurwani Dwi
Lestariningsih dkk.

• Biografi Sayuti Melik


Sayuti Melik adalah pria yang lahir di Desa Kadilobo, Rejodani, Sleman, Jogja pada 25 November
1908. Ayahnya bernama Partoprawiro yang lebih dikenal dengan panggilan Dulmaini, seorang
pamong praja tingkat desa. Sedangkan, ibunya bernama Sumilah, seorang pedagang kain di
pasar.

Sayuti memiliki istri bernama Surastri Karma Trimurti atau lebih dikenal dengan S. K. Trimurti,
seorang tokoh pers nasional. Ia mempunyai dua orang putra, yaitu Musafir Kurma Budiman dan
Heru Baskoro.

Sayuti memulai pendidikannya di Sekolah Ongko Loro (setingkat SD) di desa Srowolan sampai
kelas IV dan diteruskan sampai lulus mendapatkan ijazah di Jogja. Tahun 1920-1924 ia
melanjutkan ke Sekolah Guru di Solo.

Namun, beberapa bulan sebelum studinya selesai, ia ditangkap oleh polisi rahasia Belanda
sehingga ia dikeluarkan dari sekolah. Saat itu, ia baru berusia 17 tahun dan penangkapan
tersebut tidak mematahkan semangatnya untuk belajar sendiri dengan semboyan "Belajar
Sambil Berjuang".
Sayuti kemudian mulai tertarik dengan dunia politik. Sesudah Kemerdekaan RI, Sayuti sempat
belajar di Universitas Indonesia pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik walau hanya sebentar.

Tahun 1923, Sayuti mulai menulis di surat-surat kabar di antaranya Islam Bergerak yang terbit
di Solo, Sinar Hindia yang terbit di Jogja, dan Sinar Hindia yang terbit di Semarang. Melalui
tulisannya tersebut, Sayuti berharap mampu mempengaruhi pendapat masyarakat karena
tulisannya berisi kritik terhadap Pemerintah Kolonial Belanda.

Sayuti Melik lahir dengan nama Mohammad Ibnu sayuti, tetapi sejak kecil hanya dikenal dengan
"Sayuti" atau "Yuti". Sedangkan nama "Melik" adalah nama samaran yang ia gunakan di
Semarang pada 1938 di Majalah Pesat yang diterbitkan oleh Sayuti sendiri.

Ia mengalami pahitnya zaman kolonial Belanda, getirnya penjajahan Jepang, dan juga
mengalami rumitnya pergulatan politik dan ideologi saat menjelang dan sesudah Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia.

• Pernah berkali-kali dipenjara


Dalam hidupnya, Sayuti Melik berkali-kali melalui mengalami pahitnya dipenjara, bahkan
sampai di luar negara. Pengalaman pahit Sayuti Melik tersebut di antaranya yaitu:

1. Ditahan polisi rahasia Belanda pada tahun 1924 dan masuk penjara Ambarawa
meskipun hanya beberapa hari disalahkan karena menggelar rapat politik.
2. Ditangkap Belanda pada tahun 1926 dengan tuduhan membantu pemberontakan Partai
Komunis Indonesia (PKI).
3. Pada 1927, Sayuti dibuang ke Boven Digoel dan baru dibebaskan pada tahun 1933.
4. Tahun 1936 Sayuti ditangkap oleh polisi rahasia Inggris dan dipenjara di Singapura
selama setahun.
5. Setelah diusir dari Singapura, Sayuti ditangkap kembali oleh Belanda dan dibawa ke
Jakarta dan dipenjara di Gang Tengah, Jakarta (1937-1938).
6. Pada masa penjajahan Jepang tahun 1942, Sayuti kembali ditangkap dengan tuduhan
menyebarkan pamflet PKI dan baru dibebaskan menjelang proklamasi.
7. Pada Maret 1946, Sayuti ditangkap di Madiun oleh Pemerintah Republik Indonesia,
kemudian dikirim ke Solo.
8. Juli 1946, ia ditangkap pula di Yogyakarta atas perintah Amir Syarifuddin karena
dianggap terlibat peristiwa 3 Juli 1946 tapi dibebaskan setelah Mahkamah Tentara
menyatakan Sayuti tidak bersalah.
9. Saat Agresi Militer Belanda II, Sayuti ditangkap oleh Belanda dan dipenjarakan di
Ambarawa. Ia baru bebas setelah selesai Konferensi Meja Bundar (KMB).
10. Tahun 1965, Sayuti kembali ditangkap dan diperiksa oleh Kejaksaan Agung sehubungan
dengan tulisannya "Belajar Memahami Soekarnoisme".

• Mengetik Naskah Proklamasi Kemerdekaan


Sebelum mengetik naskah proklamasi, Sayuti duduk bersama Bung Karno, Bung Hatta, Achmad
Soebardjo dan Sukarni. Peserta rapat yang lain duduk terpisah agak jauh dari mereka berlima.

Dalam proses penyusunan naskah tersebut, yang banyak berbicara adalah Bung Hatta dan
Achmad Soebardjo, sedangkan Bung Karno yang menulis pembicaraan mereka. Coretan-
coretan tangan Bung Karno tersebut yang kemudian menjadi konsep awal naskah Proklamasi
Kemerdekaan.

Naskah tersebut kemudian dirundingkan lebih lanjut oleh Golongan Muda dan Golongan Tua.
Hingga akhirnya Sayuti mengungkapkan idenya agar Bung Karno dan Bung Hatta
menandatangani naskah proklamasi tersebut atas nama bangsa Indonesia.

Seluruh peserta menyetujui pemikiran Sayuti dan Bung Karno kemudian memintanya untuk
mengetik teks proklamasi. Sayuti pun mengetik teks proklamasi di ruangan lain dengan
mengubah beberapa kata salah satunya mengubah "Wakil-wakil Bangsa Indonesia" menjadi
"Atas Nama Bangsa Indonesia" dan ditambahkan "Soekarno-Hatta".

Setelah selesai diketik, naskah tersebut kemudian dibacakan di depan rapat, disetujui, serta
ditandatangani oleh Bung Karno dan Bung Hatta. Naskah resmi teks proklamasi yang diketik
Sayuti Melik pun dibacakan pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Bung Karno di Jalan Pegangsaan
Timur 56 Jakarta, pukul 10.00 WIB pagi.

• Jasa Sayuti Melik


Pengabdian Sayuti Melik terhadap bangsa dan tanah air Indonesia sangatlah besar. Profesinya
sebagai wartawan, penulis, dan pemikir dapat dilihat dari sejumlah kegiatan dan jabatannya
berikut ini.

1. Mengetik naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus


1945 dini hari atas konsep yang ditulis tangan Bung Karno.
2. Sebagai asisten pribadi Presiden Soekarno.
3. Sebagai kolumnis beberapa surat kabar.
4. Sebagai anggota susulan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
5. Sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
6. Sebagai anggota MPRS dan DPRS mewakili Angkatan '45.
7. Sebagai anggota MPR/DPR hasil Pemilu 1971 dan Pemilu 1977 wakil dari Golkar.
8. Staf Ahli Harian Suara Karya.

Anda mungkin juga menyukai