Anda di halaman 1dari 2

Anton Saputra

224314017

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah tonggak sejarah
yang membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda dan Jepang. Sidik Kertapati
adalah salah satu tokoh pemoeda yang terlibat dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dia
tidak hanya berperan sebagai seorang aktivis kebangsaan, tetapi juga sebagai penulis yang
berperan dalam menyebarkan makna proklamasi tersebut. Dalam esai ini, kita akan
menjelajahi peran Sidik Kertapati sebagai penulis dan pelaku proklamasi, serta mengapa
tulisannya tentang Sekitar Proklamasi sangat diapresiasi sekaligus dicela. Sidik Kertapati
lahir pada 19 April 1920 di Klungkung. Meskipun tidak banyak data tentang pendidikan
formalnya, dugaan muncul bahwa dia mungkin mengenyam pendidikan MULO di Surabaya
dari tahun 1933 hingga 1936, diikuti dengan sekolah dagang di Surabaya dari 1936 hingga
1938. Namun, latar belakang pendidikan formalnya tidak begitu relevan dengan perannya
dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Aktivitas politik Sidik dimulai sejak tahun 1930-an, jauh sebelum proklamasi kemerdekaan.
Dia aktif dalam berbagai organisasi, termasuk Serikat Buruh, Gerindo (sayap pemuda), dan
kemudian GAPI. Aktivitasnya semakin intens di dasawarsa 1940-an, ketika Indonesia masih
berada di bawah pendudukan Belanda. Sidik ditangkap dan ditahan oleh pihak Belanda, dan
dia bergabung dengan asrama Menteng 31, salah satu asrama pemuda di Jakarta selama
periode pendudukan. Pada masa pendudukan Jepang, beberapa asrama pemuda menjadi
tempat di mana pemuda-pemuda nasionalis berkumpul dan berdiskusi. Asrama-asrama seperti
Menteng 31, Kedokteran Prapatan 10, Kebon Sirih 80, dan Pelajar Pemuda Cikini 71 menjadi
pusat kegiatan politik dan persiapan untuk kemerdekaan. Di sinilah Sidik dan sesama pemuda
berdiskusi, berorganisasi, dan merencanakan perjuangan untuk meraih kemerdekaan.

Perbedaan pandangan tentang proklamasi muncul dalam kelompok pemuda dan golongan
tua. Pemuda ingin merdeka segera, tanpa bergantung pada Jepang, sementara golongan tua
cenderung ingin tetap berada dalam PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) untuk
menjaga hubungan dengan Jepang. Akhirnya, Soekarno dan Hatta terpilih untuk membacakan
proklamasi, tetapi pandangan-pandangan yang berbeda tetap ada di antara pemimpin
nasionalis. Naskah Proklamasi sendiri diambil dari Pembukaan Piagam Jakarta. Ada usulan
untuk menandatangani proklamasi atas nama "bangsa Indonesia Sukarni" oleh beberapa
pemuda, tetapi akhirnya usulan atas nama Soekarno-Hatta diterima. Penculikan dan
pengamanan di Rengasdenglok juga menjadi momen penting dalam sejarah proklamasi.
Pemuda terlibat dalam perundingan, sedangkan golongan tua tidak. Hal ini mencerminkan
perbedaan antara pemuda yang ingin merdeka segera dan golongan tua yang mungkin masih
memiliki kepentingan politik yang berbeda.

Pembacaan Proklamasi pada hari kemerdekaan dilakukan di Lapangan Ikada. Namun, ada
juga rencana untuk membacakan proklamasi di Pegangsaan Timur karena situasi yang tidak
pasti. Sebelum membacakan proklamasi, Soekarno berpidato pada jam 10 pagi, menegaskan
pentingnya kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Setelah proklamasi, para pemuda seperti
Sidik Kertapati bergerak untuk menyebarkan berita tentang kemerdekaan Indonesia,
mengambil alih kekuasaan di beberapa daerah, dan mempersiapkan massa rakyat untuk
mendukung perjuangan. Rapat Ikada menjadi salah satu momen penting dalam
mempersiapkan rakyat untuk perjuangan bersenjata.

Salah satu hal yang membuat Sidik Kertapati dikenang adalah peranannya dalam
menyebarkan makna proklamasi melalui tulisan-tulisannya. Meskipun tulisannya tentang
Sekitar Proklamasi telah diapresiasi sekaligus dicela, peran tersebut tidak boleh diabaikan.
Tulisannya adalah jendela bagi banyak orang untuk memahami pentingnya momen
proklamasi dan semangat perjuangan kemerdekaan. Dalam perjalanan hidupnya, Sidik
Kertapati telah membuktikan dirinya sebagai seorang pemoeda dan aktivis kebangsaan yang
gigih. Meskipun latar belakang pendidikan formalnya mungkin terbatas, semangat dan
komitmennya untuk mencapai kemerdekaan Indonesia sangat kuat. Perbedaan pandangan
dalam kelompok pemuda dan golongan tua mencerminkan kompleksitas politik pada saat itu,
tetapi pada akhirnya, semangat perjuangan mereka bersama-sama mewujudkan proklamasi
kemerdekaan Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai