Anda di halaman 1dari 13

BAHAN PEMBELAJARAN

Mata Pelajaran Sejarah Indonesia

Kelas XII

“Peran dan nilai-nilai perjuangan tokoh nasional dan daerah dalam mempertahankan
keutuhan negara dan bangsa Indonesia pada masa 1945-1965”

Di Susun Oleh:

IRMA NURLELA, S.Pd.

NIP. 198401042022212024

PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

DINAS PENDIDIKAN

SMA NEGERI 25 GARUT


Jalan KH Hasan Arief No 204 Banyuresmi Garut
Kompetensi Dasar

3.2 Mengevaluasi peran dan nilai-nilai perjuangan tokoh nasional dan daerah dalam
mempertahankan keutuhan negara dan bangsa Indonesia pada masa 1945–1965

Indikator Pencapaian Kompetensi

3.2.1 Menjelaskan kesadaran terhadap pentingnya integrasi bangsa


3.2.2 Mengklasifikasi tokoh nasional dan daerah yang berjuang mempertahankan keutuhan
negara dan bangsa Indonesia pada masa 1945-1965
3.2.3 Menjelaskan peranan perjuangan tokoh nasional dan daerah dalam mempertahankan
keutuhan negara dan bangsa Indonesia pada masa 1945–1965
3.2.4 Mengevaluasi peran dan nilai-nilai perjuangan tokoh nasional dan daerah dalam
mempertahankan keutuhan negara dan bangsa Indonesia pada masa 1945–1965

Tujuan Pembelajaran

Melalui kegiatan pembelajaran menggunakan model Discovery Learning dengan


pendekatan saintifik, peserta didik dapat mengevaluasi dan menuliskan serta menyajikan
peran dan nilai-nilai perjuangan tokoh nasional dan daerah dalam mempertahankan keutuhan
negara dan bangsa Indonesia pada masa 1945–1965 dengan benar.
Materi Pokok

Peran dan nilai-nilai perjuangan tokoh nasional dan daerah dalam mempertahankan
keutuhan negara dan bangsa Indonesia pada masa 1945-1965

Terwujudnya sebuah negara kesatuan yang terintegrasi tidak lepas dari peran
sejumlah tokoh bangsa. Integrasi bangsa merupakan sebuah kesatuan dari berbagai
kelompok budaya atau kelompok sosial dalam suatu wilayah. Integrasi bangsa berasal dari
dua kata yaitu integrasi dan bangsa. Integrasi adalah kondisi pembauran dari berbagai
komponen yang berbeda. Pembauran ini pada akhirnya akan membentuk sebuah kesatuan
yang bulat dan utuh. Sedangkan bangsa adalah penggabungan beberapa kelompok yang
memiliki prinsip yang berbeda namun memiliki tujuan yang sama. Dengan kata lain,
integrasi bangsa adalah sebuah cerminan/ representasi kesatuan sebuah bangsa di mata
dunia.
Terdapat tokoh nasional dan daerah yang telah ikut andil dalam mempertahankan
bangsa dan negara Indonesia tahun 1945-1965. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi
untuk dapat menyandang secara resmi gelar pahlawan nasional. Salah satu diantaranya
adalah tokoh tersebut telah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau
perjuangan politik atau perjuangan dalam bidang lainnya untuk mencapai/ merebut/
mempertahankan/ mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan
bangsa. Sedangkan tokoh pejuang daerah adalah tokoh-tokoh yang pernah berjuang di
suatu daerah, sehingga menjadi tokoh daerah tersebut.
Tahun 1945 hingga 1965 adalah masa-masa sulit Republik Indonesia untuk
mempertahankan keutuhan NKRI. Dari pergulatan ideologi dan peristiwa masa itu, lahirlah
tokoh-tokoh pejuang di tingkat pusat maupun daerah. Tokoh-tokoh itu sebagian ada yang
menjadi Pahlawan Nasional dan sebagian lagi dilupakan peranannya. Tugas generasi saat ini
adalah mengingat dan mengingat bagaimana republik ini telah dipertahankan mati-matian
oleh para pendahulunya.
Berikut beberapa tokoh pejuang dalam mempertahankan keutuhan negara dan bangsa
Indonesia, diantaranya adalah
1. Soekarno

Gambar: Soekarno didampingi Moh. Hatta sedang


memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada hari
Jumat, 17 Agustus 1945 di Gedung Pegangsaan Timur
No.56 Jakarta (Sekarang jalan Proklamasi).
Sumber: wikipedia.id

Ir. Sukarno lahir pada tanggal 6 Juni 1901 di Surabaya dengan nama Kusno Sosrodihardjo.
Riwayat pendidikan Ir. Sukarno dimulai dari ELS (Europeesche Lagere School) di
Mojekerto, kemudian HBS (Hoogere Burgerschool), dan kuliah pada Technische Hoge
School (THS) hingga memperoleh gelar insinyur pada 1925. Sejak muda, Ir. Sukarno
sudah menunjukkan rasa ketertarikannya pada politik. Saat kuliah di Bandung, Ir. Sukarno
mulai berhubungan dengan para pemimpin Indische Partij, seperti Cipto Mangunkusumo
dan Douwes Dekker. Pada 1925, ia mendirikan Algemeene Studie Club di Bandung.
Selanjutnya, ia mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) pada 4 Juli 1927, yang
memiliki tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia atas kekuatan sendiri. Kharisma dan
kekuatan pidatonya mampu menjadi magnet setiap orang, sehingga Belanda menjadi
cemas akan kekuatan Sukarno. Oleh karena itu, Belanda melayangkan tuduhan kepada Ir.
Sukarno sehingga Ir. Sukarno dan para tokoh PNI ditangkap dan ditahan. Namun, Ir.
Sukarno berhasil dibebaskan pada 31 Desember 1931. Ir. Sukarno kemudian ditangkap
lagi dan diasingkan ke Ende, Pulau Flores, dan dipindahkan ke Bengkulu hingga
dibebaskan pada 1942. Pada masa kependudukan Jepang, ia bersama Drs. Mohammad
Hatta, Ki Hajar Dewantoro, dan K. H. Mas Mansyur diminta Jepang untuk membentuk
Pusat Tenaga Kerja (Putera). Namun akhirnya, dibubarkan oleh Jepang karena praktiknya
tidak sesuai dengan tujuan.
Keterlibatan Ir. Sukarno dalam proses menuju kemerdekaan serta pembentukan negara RI
sangatlah besar. Saat BPUPKI dibentuk sejak 1 Maret 1945, sumbangan terbesarnya ialah
gagasan tentang dasar negara yang kemudian disebut sebagai Pancasila. Setelah BPUPKI
dibubarkan, terbentuklah PPKI dimana Ir. Sukarno ditunjuk sebagai ketua. Di dalam
sidang-sidang PPKI, gagasan Pancasila terus disempurnakan hingga menjadi dasar negara
Republik Indonesia hingga sekarang. Sumbangan terbesar Ir. Sukarno selanjutnya ialah ia
bersama Drs. Mohammad Hatta berhasil menjadi proklamator kemerdekaan Indonesia 17
Agustus 1945. Ir. Sukarno kemudian dipilih pada 18 Agustus 1945 sebagai Presiden RI
pertama secara aklamasi. Ia memimpin RI hingga tahun 1967. Ir. Sukarno meninggal
dunia pada 21 Juni 1970 di Jakarta, dan jenazahnya dimakamkan di samping makam
ibundanya, di Kota Blitar, Jawa Timur. 16 tahun setelah wafatnya Ir. Sukarno, mendiang
dianugerahi gelar Pahlawan Proklamasi pada 23 Oktober 1986.

2. Mohammad Hatta

Gambar: Bung Hatta dalam KMB 1949


Sumber: wikipedia.id

Drs. Mohammad Hatta (Mohammad Athar) lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat pada 12
Agustus 1902. Saat masih di Padang, ia sudah mulai aktif dalam organisasi kepemudaan
dan tergabung dalam Jong Sumatranen Bond. Pada 1927, ia aktif dalam liga menantang
imperialisme dan kolonialisme. Disebabkan kegiatan politiknya bersama Perhimpunan
Indonesia yang dianggap menghasut rakyat untuk memberontak, maka pada September
1927, ia ditangkap dan diadili. Namun, pada tanggal 22 Maret 1928, ia bersama tokoh PI
lainnya dibebaskan dari segala tuduhan. Pada periode 1930-1931, Mohammad Hatta lebih
terfokus dengan kegiatan studi. Baru pada 1932, ia berhasil menyelesaikan studinya.
Selanjutnya, ia bergabung dengan Sutan Sjahrir ke dalam organisasi politik Pendidikan
Nasional Indonesia. Namun, ia ditangkap dan dibuang ke Boven Digul, Irian Jaya.
Kemudian pada Desember 1935, Hatta bersama Sutan Sjahrir dipindah ke Banda Naira.
Selanjutnya, pada 3 Februari 1942, Hatta dan Sjahrir dipindahkan lagi ke penjara
Sukabumi. Mereka dibebaskan setelah Belanda menyerah dan Indonesia diduduki oleh
Jepang. Pada masa pendudukan Jepang, Drs. Mohammad Hatta bersama Ir. Sukarno dan
tokoh-tokoh lainnya memimpin Kantor Pusat Tenaga Kerja (Putera). Menjelang masa
kemerdekaan, ia ditunjuk sebagai wakil Sukarno dalam panitia PPKI. Bahkan Hatta
menjadi proklamator kemerdekaan RI bersama Ir. Sukarno.
Pada 18 Agustus 1945, ia ditunjuk sebagai Wakil Presiden RI mendampingi Presiden Ir.
Sukarno. Selain pernah menjabat sebagai Wakil Presiden pertama RI, ia juga pernah
menduduki jabatan Perdana Menteri pertama RI merangkap Menteri Pertahanan. Ketika
Pemerintahan RI berbentuk RIS (Republik Indonesia Serikat), Drs. Mohammad Hatta
diangkat sebagai Perdana Menteri. Ketika RIS kembali menjadi NKRI pada 1950, ia
dipercaya kembali sebagai Wakil Presiden. Pada 1 Desember 1956, Hatta tiba-tiba
mengundurkan diri dari jabatan sebagai Wakil Presiden. Meskipun sudah tidak aktif di
pemerintahan, Drs. Mohammad Hatta tetap berjuang untuk rakyat. Di bidang ekonomi
misalnya, ia mengeluarkan banyak ide tentang perkoperasian Indonesia sehingga ia
dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Drs. Mohammad Hatta meninggal pada 14
Maret 1980. Beliau dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Tanah Kusir, Jakarta.
Pemerintah RI akhirnya menanugerahkannya gelar sebagai Pahlawan Proklamasi.
3. Sudirman

Gambar: Jenderal Sudirman dalam Palagan Ambarawa


Sumber: wikipedia.id

Jenderal Sudirman lahir di Rembang, Purbalingga pada 24 Januari 1916. Ketika


pendudukan Jepang, ia masuk tentara Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor yang begitu
tamat pendidikan, langsung menjadi Komandan Batalyon di Kroya, menjadi Panglima
Divisi V/Banyumas sesudah TKR terbentuk, dan akhirnya terpilih menjadi Panglima
Angkatan Perang Republik Indonesia (Panglima TNI). Pada masa awal kemerdekaan,
Sudirman pernah menjadi Panglima BKR Divisi Banyumas. Namanya semakin menonjol
pada waktu memimpin pasukan untuk mengusir Sekutu dari Ambarawa. Sudirman
merupakan tokoh penting dalam revolusi. Hal ini boleh dilihat ketika Agresi Militer II
Belanda. Ia yang dalam keadaan lemah karena sakit tetap bertekad ikut terjun bergerilya
walaupun harus ditandu. Dalam keadaan sakit, ia memimpin dan memberi semangat pada
prajuritnya untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda. Itulah sebabnya kenapa ia
disebutkan merupakan salah satu tokoh besar yang dilahirkan oleh revolusi negeri ini.
4. Haji Agus Salim

Gambar: Agus Salim bersama AR Baswedan, saat berada


di Timur Tengah
Sumber: Academia.edu

Masyhadul Haq, yang kemudian dikenal dengan nama Agus Salim, lahir di Kota Gadang
dekat Bukittinggi pada 8 Oktober 1884. Di bidang politik, pada awalnya Agus Salim
masuk organisasi Sarekat Islam (SI) sebagai anggota pusat. Ia berjasa dalam
membersihkan SI dari ideologi komunis yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Pada 1929
ada perubahan dalam SI, di mana SI berubah nama menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia
(PSII). Agus Salim pernah menjabat sebagai ketua menggantikan H. O. S. Tjokroaminoto.
Pada masa akhir pendudukan Jepang, Haji Agus Salim terpilih menjadi salah satu anggota
PPKI. Setelah Indonesia merdeka, Agus Salim diangkat sebagai anggota Dewan
Pertimbangan Agung (DPA). Selanjutnya, menjadi Menteri Luar Negeri pada masa
Kabinet Syahrir I dan Kabinet Syahrir II. Ketika Agresi Militer Belanda II, Agus Salim
ditangkap dan diasingkan ke Bengkulu bersama Presiden Sukarno dan Sutan Syahrir. Haji
Agus Salim merupakan seorang diplomat yang luar biasa. Karier politiknya semakin
menanjak pasca pengakuan kedaulatan, ia ditunjuk sebagai Menteri Luar Negeri dalam
Kabinet Hatta. Haji Agus Salim meninggal dunia pada 4 November 1954, dan jenazahnya
dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
5. Sri Sultan Hamengkubuwono IX

Sumber: wikipedia.id

Sri Sultan Hamengkubuwono IX lahir di Yogyakarta 12 April 1912 dengan nama Bendoro
Raden Mas Dorodjatun di Ngasem, Ia adalah salah seorang Sultan yang pernah memimpin
di Kasultanan Yogyakarta (1940-1988) dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta yang
pertama setelah kemerdekaan Indonesia. Peran penting Sri Sultan Hamengkubuwono IX
terlihat ketika Jakarta sebagai pusat pemerintahan Indonesia dapat dikuasi Sekutu. Oleh
karena itu, pada 4 Januari 1956, pusat pemerintahan dialihkan ke Yogyakarta. Sukarno dan
Hatta serta yang lainnya beserta keluarganya juga pindah ke Yogyakarta. Sewaktu Agresi
Militer Belanda II, Sri Sultan Hamengku Buwana menjadi benteng terakhir nasib RI.
Beliau berkali-kali dibujuk oleh Belanda, namun selalu ditolak. Sultan tidak tergiur oleh
hadiah dari Belanda dan tetap tegas mempertahankan kelangsungan negara RI hingga
tercapailah pengakuan kedaulatan. Sri Sultan Hamengku Buwana IX juga mewakili
Indonesia untuk menerima pengakuan kedaulatan dari Belanda di Jakarta.
6. Sutomo

Sumber: wikipedia.id

Bung Tomo lahir di Surabaya pada 1920 dengan nama asli Sutomo. Pada masa panjajahan
Jepang, Bung Tomo aktif sebagai wartawan Domei. Bahkan, Bung Tomo mendirikan
Kantor Berita Indonesia yang kelak dilebur menjadi kantor berita Antara Cabang Surabaya
(1945). Bung Tomo dalam pertempuran Surabaya pada 10 November 1945 sangat
berperan penting terutama menggelorakan semangat juang rakyat Surabaya.
Pengalamannya dalam masa penjajahan Jepang, memudahkan Bung Tomo dalam
memompakan semangat perjuangan melalui radio. Pekik “Allahu Akbar” dalam
menentang penjajah Sekutu sangat terkenal dan membakar semangat juang arek-arek
Surabaya.

Disamping ke-enam tokoh tersebut masih banyak lagi tokoh-tokoh pejuang nasional dan
daerah lainnya, diantaranya:
1. Frans Kaisiepo
Frans Kaisiepo merupakan pahlawan yang berasal dari Irian. Namanya diabadikan
menjadi nama Bandar Udara Frans Kaisiepo di Biak serta diabadikan di salah satu kapal
yaitu KRI Frans Kaisiepo dan wajahnya diabadikan dalam mata uang Rp.10.000,00. Frans
Kaisiepo lahir di Wardo, Biak, Papua, 10 Oktober 1921. Frans Kaisiepo adalah salah
seorang yang mempopulerkan lagu Indonesia Raya di Papua menjelang Indonesia
merdeka. Ia juga berperan dalam pendirian Partai Indonesia Merdeka (PIM) pada tanggal
10 Mei 1946. Pada tahun 1948 ikut berperan dalam merancang pemberontakan rakyat
Biak untuk melawan pemerintah kolonial Belanda. Pada tahun 1961, Frans Kaisiepo
mendirikan partai politik Irian Sebagian Indonesia (ISI) yang menuntut penyatuan
Nederlands Nieuw Guinea ke negara Republik Indonesia. Pada akhir tahun 1960-an, Frans
Kaisiepo berupaya agar pepera dimenangkan oleh masyarakat yang ingin agar Papua
bergabung ke Indonesia. Selain Frans Kaisiepo, pahlawan dari Papua lainnya adalah Silas
Papare dan Marthen Indey.
2. Sultan Syarif Kasim II
Sultan Syarif Kasim II dinobatkan menjadi raja Siak Indrapura pada tahun 1915 ketika
berusia 21 tahun. Ia memiliki sikap bahwa kerajaan Siak berkedudukan sejajardengan
Belanda. Berbagai kebijakan yang ia lakukan pun kerap bertentangan dengan keinginan
Belanda. Ketika berita proklamasi kemerdekaan Indonesia sampai ke Siak, Sultan Syarif
Kasim II segera mengirim surat kepada Soekarno-Hatta, menyatakan kesetiaan dan
dukungan terhadap pemerintah RI serta menyerahkan harta senilai 13 juta gulden untuk
membantu perjuangan RI. Ini adalah nilai uang yang sangat besar.Tahun 2014 kini saja
angka tersebut setara dengan Rp. 1,47 trilyun. Kesultanan Siak pada masa itu memang
dikenal sebagai kesultanan yang kaya.Tindak lanjut berikutnya, Sultan Syarif Kasim II
membentuk Komite Nasional Indonesia di Siak, Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan
Barisan Pemuda Republik. Ia juga segera mengadakan rapat umum di istana serta
mengibarkan bendera Merah-Putih, dan mengajak raja-raja di Sumatera Timur lainnya
agar turut memihak republik. Saat revolusi kemerdekaan pecah, Sultan aktif mensuplai
bahan makanan untuk para laskar. Ia juga kembali menyerahkan kembali 30% harta
kekayaannya berupa emas kepada Presiden Soekarno di Yogyakarta bagi kepentingan
perjuangan. Ketika van Mook, Gubernur Jenderal de facto Hindia Belanda,
mengangkatnya sebagai “Sultan Boneka” Belanda, Sultan Syarif Kasim II tentu saja
menolak. Ia tetap memilih bergabung dengan pemerintah Republik Indonesia. Atas
jasanya tersebut, Sultan Syarif Kasim II dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh
pemerintah Indonesia.
3. Ismail Marzuki
Ismail Marzuki (1914–1958). Dilahirkan di Jakarta, Ismail Marzuki memang berasal dari
keluarga seniman. Di usia 17 tahun ia berhasil mengarang lagu pertamanya, berjudul “O
Sarinah”. Tahun 1936, Ismail Marzuki masuk perkumpulan musik Lief Java dan
berkesempatan mengisi siaran musik di radio. Pada saat inilah ia mulai menjauhkan diri
dari lagu-lagu barat untuk kemudian menciptakan lagu-lagu sendiri.
Lagu-lagu yang diciptakan Ismail Marzuki itu sangat diwarnai oleh semangat
kecintaannya terhadap tanah air. Latar belakang keluarga, pendidikan dan pergaulannyalah
yang menanamkan perasaan senasib dan sepenanggungan terhadap penderitaan bangsanya.
Ketika RRI dikuasai Belanda pada tahun 1947 misalnya, Ismail Marzuki yang sebelumnya
aktif dalam orkes radio memutuskan keluar karena tidak mau bekerja sama dengan
Belanda. Ketika RRI kembali diambil alih republik, ia baru mau kembali bekerja di sana.
Lagu-lagu Ismail Marzuki yang sarat dengan nilai-nilai perjuangan
yang menggugah rasa kecintaan terhadap tanah air dan bangsa, antara
lain “Rayuan Pulau Kelapa” (1944), “Halo-Halo Bandung” (1946) yang
diciptakan ketika terjadi peristiwa Bandung Lautan Api, “Selendang
Sutera” (1946) yang diciptakan pada saat revolusi kemerdekaan untuk
membangkitkan semangat juang pada waktu itu dan “Sepasang Mata
Bola” (1946) yang menggambarkan harapan rakyat untuk merdeka.
Meskipun memiliki fisik yang tidak terlalu sehat karena memiliki penyakit
TBC, Ismail Marzuki tetap bersemangat untuk terus berjuang melalui
seni. Hal ini menunjukkan betapa rasa cinta pada tanah air begitu tertanam
kuat dalam dirinya.
4. Opu Daeng Risaju
Seorang tokoh pejuang perempuan yang menjadi pelopor Gerakan Partai Sarikat Islam
yang menentang kolonialisme Belanda. Opu Daeng Risaju rela menanggalkan gelar
kebangsawanannya serta harus dijebloskan kedalam penjara selama 3 bulan oleh Belanda
dan harus bercerai dengan suaminya yang tidak bisa menerima aktivitasnya. Semangat
perlawanannya untuk melihat rakyatnya keluar dari cengkraman penjajahan membuat rela
mengorbankan dirinya.
Walaupun sudah mendapat tekanan yang sangat berat baik dari pihak kerajaan maupun
pemerintah kolonial Belanda, Opu Daeng Risaju tidak menghentikan aktivitasnya. Beliau
mengikuti kegiatan dan perkembangan PSII baik di daerahnya maupun di tingkat nasional.
Pada tahun 1933 Opu Daeng Risaju dengan biaya sendiri berangkat ke Jawa untuk
mengikuti kegiatan Kongres PSII. Beliau berangkat ke Jawa dengan biaya sendiri dengan
cara menjual kekayaan yang ia miliki.
Kedatangan Opu Daeng Risaju ke Jawa ternyata menimbulkan sikap tidak senang dari
pihak kerajaan. Opu Daeng Risaju Kembali di panggil oleh pihak kerajaan. Dia dianggap
telah melakukan pelanggaran dengan melakukan kegiatan politik. Oleh anggota Dewan
Hadat yang pro-Belanda, Opu Daeng Risaju dihadapkan pada pengadilan adat dan Opu
Daeng Risaju dianggap melanggar hukum (Majulakkai Pabbatang). Akhirnya Opu Daeng
Risaju dijatuhi hukuman penjara selama empat belas bulan pada tahun 1934.
Selama di penjara Opu Daeng mengalami penyiksaan yang kemudian berdampak pada
pendengarannya, ia menjadi tuli seumur hidup. Setelah pengakuan kedaulatan RI tahun
1949, Opu Daeng pindah ke Pare-Pare. Pada tanggal 10 Februari 1964, Opu Daeng
meninggal dunia.
5. Dan masih banyak tokoh-tokoh nasional dan daerah lainnya.

Daftar Pustaka/Rujukan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2018. Buku Siswa: Sejarah Indonesia untuk SMA
Kelas XII. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Hapsari, Ratna dan M. Adil. 2018. Sejarah Indonesia untuk SMA/MA Kelas XII. Jakarta:
Erlangga.
Suharso. R. Peran dan Nilai-Nilai Perjuangan Tokoh Nasional dan Daerah Dalam
Mempertahankan Keutuhan Negara dan Bangsa Indonesia Pada Masa 1945-1965. (Offline).
https://www.pengertianmenurutparaahli.com/pengertian-integrasi-bangsa/
https://www.youtube.com/watch?v=KXPhydpCIU8&t=319s

Anda mungkin juga menyukai