Anda di halaman 1dari 4

Historia

Tokoh Pejuang Integrasi Bangsa

Terwujudnya sebuah negara kesatuan yang terintegrasi tidak lepas dari peran sejumlah
tokoh bangsa. Mereka tetap menghendaki dan mempertahankan bangsa Indonesia
dalam kesatuan yang utuh dari Sabang sampai Merauke.
Beberapa tokoh pejuang prointegrasi tersebut, antara lain adalah Sukarno,
Mohammad Hatta, Abdul Haris Nasution, Ahmad Yani, dan Sri Sultan Hamengku
Buwono IX. Untuk lebih jelasnya, mari kita ikuti penjelasan berikut.
1. Sukarno
Sukarno adalah presiden pertama Republik Indonesia
yang dikenal juga sebagai sosok “penyambung lidah
rakyat” dan pejuang yang tangguh. Selain berhasil
mengantarkan rakyat Indonesia merebut kemerdekaan,
tokoh yang akrab dipanggil Bung Karno ini diakui sebagai
tokoh yang memperjuangkan hak-hak masyarakat dunia,
khususnya di negara-negara Asia Afrika. Berawal dengan
mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) pada tahun
1927, kiprahnya terjun ke dunia politik seakan tidak pernah
berhenti hingga wafatnya pada tahun 1970. Pada masa awal
pemerintahannya, Indonesia banyak mengalami krisis dan
kesulitan, seperti pembentukan negara Republik Indonesia Sumber: en.wikipedia.org

Serikat (RIS) dan pergolakan di berbagai daerah. Gambar 1 Presiden Sukarno.


Dekrit Presiden 5 Juli 1959 diberlakukan agar bangsa Indonesia tidak terus
menerus terombang-ambing dalam ketidakpastian akibat perpecahan ideologi dan
aliran politik. Dalam hal ini, Sukarno memberikan pernyataannya, ”Aku heran, apakah
orang lupa bahwa perjuangan kita ini pada mulanya ialah menjunjung seluruh tanah
air dari lembah lumpurnya penjajahan? Kemerdekaan harus meliputi seluruh rakyat,
kemakmuran, dan kesejahteraan harus meliputi seluruh rakyat, kebudayaan nasional
harus dinikmati seluruh rakyat, karena itulah diformulasikan Pancasila, pemersatu
seluruh rakyat.” (Penggalan Pidato Presiden Sukarno dalam HUT RI ke-10 pada 1955).
Sebagai pendiri PNI, Bung Karno adalah seorang yang berpaham nasionalis.
Paham nasionalis yang dibangun Bung Karno berisi semangat kebangsaan
dan cinta tanah air. Melalui nasionalismenya ini, Bung Karno ingin Indonesia
dapat berdiri dengan kokoh dalam memperjuangkan hak-hak kemerdekaannya.
Dari konsep-konsep pemikirannya, jelas Bung Karno adalah seseorang yang selalu
memperjuangkan integrasi. Hal ini tampak pada bagaimana pemerintahannya berjuang
dengan keras mempertahankan NKRI dan mengatasi sejumlah pemberontakan serta
pergolakan yang berpotensi memecah belah bangsa.

2. Mohammad Hatta
Hatta yang juga akrab dikenal dengan sebutan Bung Hatta merupakan salah
satu founding father Indonesia dan Wakil Presiden RI Pertama. Hatta mempunyai

Bab 4 I Kedatangan Sekutu serta Perjuangan Mempertahankan 1


Kemerdekaan dan Integritas NKRI
sumbangan pemikiran penting bagi masyarakat Indonesia
mengenai koperasi. Dasar-dasar pemikirannya, kemudian
dirumuskan dalam Pasal 33 UUD 1945. Oleh karena itu,
Hatta juga dikenal sebagai Bapak Koperasi.
Semangat perjuangannya mulai muncul ketika
dirinya menjadi mahasiswa di Sekolah Tinggi Dagang
(Handels Hoge School) yang berada di Rotterdam Belanda.
Ia membentuk Perhimpunan Indonesia (Indonesische
Vereeniging) pada tahun 1922. Sejalan dengan Bung
Karno, Hatta juga berpaham nasionalis. Menurutnya, rasa
nasionalisme atau kebangsaan muncul karena adanya
Sumber: id.wikipedia.org perasaan senasib yang dirasakan dalam diri bangsa
Gambar 2 Mohammad Hatta. Indonesia. Nasionalisme itu juga ditentukan oleh adanya
kesadaran terhadap persamaan dan tujuan. Bung Hatta
juga menginginkan agar masyarakat Indonesia menganut paham kebangsaan yang
menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan. Hal ini merupakan pijakan utama agar
terjadi integrasi nasional.
Bung Hatta juga dikenal sebagai peletak dasar politik luar negeri Indonesia. Melalui
pidatonya di depan KNIP pada 2 September 1948 yang diberi judul “Mendayung di
Antara Dua Karang”, Bung Hatta mengatakan, “Mestikah kita bangsa Indonesia yang
berjuang untuk kemerdekaan bangsa dan negara kita hanya harus memilih antara pro-
Rusia atau pro-Amerika? Apakah tidak ada pendirian lain yang harus kita ambil untuk
mengejar cita-cita kita?” Menurut Bung Hatta, politik luar negeri Indonesia setidak-
tidaknya mengandung empat tujuan, yaitu: (1) mempertahankan kemerdekaan Indonesia
dan menjaga keselamatan negara; (2) mengimpor barang-barang yang dibutuhkan
rakyat, terutama yang tidak diproduksi atau tersedia dalam negeri; (3) perdamaian
internasional; dan (4) persaudaraan antarbangsa yang sesuai dengan cita-cita yang
terkandung dalam Pancasila.

3. Abdul Haris Nasution


Pada tahun 1948, A.H. Nasution diangkat menjadi komandan Divisi III Tentara
Keamanan Rakyat (TKR). Pada tahun yang sama, Nasution dipindahkan ke Yogyakarta
dan menjadi Kepala Staf Operasi Markas Besar Perang dan pada tahun 1949 menjadi
Panglima Komando Jawa. Setelah pengakuan kedaulatan
Indonesia secara utuh pada 27 Desember 1949, Nasution
diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).
Jasa dan pengabdiannya terhadap perjuangan tentu
tidak perlu diragukan. Selama menjabat sebagai Panglima
Komando Jawa, ia telah berhasil memadamkan pemberontakan
PKI di Madiun pada 1948 yang diakhiri kematian Musso.
Nasution juga berhasil memadamkan dan menyelesaikan
gerakan PRRI/Permesta yang berkembang di luar Jawa.
Hasil pemikirannya banyak dituangkan dalam
buku-buku yang ditulisnya, seperti Kenangan Masa Gerilya,
Sumber: id.wikipedia.org
Memenuhi Panggilan Tugas, dan Sekitar Perang Kemerdekaan
Gambar 3 Abdul Haris (11 jilid). Dari buku-buku tersebut, yang paling banyak
Nasution.

2 Sejarah untuk SMK/MAK Kelas XI


dijadikan bahan kajian adalah Pokok-Pokok Gerilya. Karyanya ini menjadi bacaan wajib
di akademi militer, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di sejumlah negara lainnya,
termasuk akademi militer di West Point, Amerika Serikat. Mereka pada umumnya
mengakui strategi perang gerilya yang ditulis Nasution banyak menginspirasi strategi
perang mereka. Keberhasilannya adalah membawa TNI-AD untuk tetap setia kepada
Merah Putih dan Pancasila. Nasution dapat dikategorikan sebagai tokoh yang mendukung
integrasi.

4. Ahmad Yani
Ahmad Yani tergabung dalam Peta (Pembela Tanah
Air) pada 1943. Selanjutnya, pada masa kemerdekaan, ia
bergabung dengan tentara republik melawan Belanda.
Setelah kemerdekaan, Ahmad Yani menjadi Komandan TKR
Purwokerto. Pada saat Agresi Militer Belanda I, pasukan yang
dipimpinnya berhasil menahan serangan pasukan Belanda
di daerah Pingit. Pada saat Agresi Militer Belanda II, ia pun
dipercaya memegang jabatan Komandan Wehrkreise II di
daerah Kedu.
Tak hanya berjuang melawan penjajah untuk meraih
kemerdekaan, Ahmad Yani pun berperan dalam perjuangan Sumber: id.wikipedia.org
mempertahankan integrasi bangsa. Ahmad Yani bersama
Gambar 4 Ahmad Yani.
pasukan Benteng Raiders berperan dalam penumpasan DI/
TII di Jawa Tengah. Setelah itu, ia ditempatkan di staf angkatan darat. Pada 1955, ia di
sekolahkan di Command and General Staff Collage, Fort Leaven Worth, Kansas, Amerika
Serikat, selama sembilan bulan. Pada 1958, saat terjadi peristiwa PRRI di Sumatra Barat,
ia menjabat sebagai komandan komando Operasi 17 Agustus dalam penyelesaian masalah
tersebut. Pada 1962, ia diangkat menjadi Menteri Panglima Angkatan Darat menggantikan
Jenderal A.H. Nasution. Ahmad Yani gugur sebagai Pahlawan Revolusi pada 1 Oktober 1965
dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI).

5. Sri Sultan Hamengku Buwono IX


Sri Sultan Hamengku Buwono IX memiliki nama asli
Bendoro Raden Mas Dorodjatun. Beliau lahir di Yogyakarta
pada tahun 1912 dan merupakan putra sulung Sri Sultan
Hamengku Buwono VIII. Sejak muda, Sri Sultan Hamengku
Buwono IX telah mengecap pendidikan Belanda. Setelah lulus
dari Hogere Burger School (HBS), ia melanjutkan kuliahnya
ke Belanda di Rijksuniversiteit Leiden dengan mengambil
dua jurusan sekaligus, yaitu ekonomi dan indologie (keilmuan
tentang Indonesia). Ketika Perang Dunia II meletus, Sri Sultan
kembali ke tanah air, dan kemudian dilantik sebagai sultan
Sumber: id.wikipedia.org
menggantikan ayahnya.
Walaupun pendidikan Belanda sangat lekat dengan dirinya, Gambar 5 Sri Sultan Hamengku
Buwono IX.
hal tersebut tidak memengaruhi perilaku kesehariannya.
Dalam sikap politiknya, ia sangat menentang Belanda dan ketidaksetujuannya dengan
penjajah terus berlanjut ketika Jepang berkuasa di Indonesia. Pascakemerdekaan

Bab 4 I Kedatangan Sekutu serta Perjuangan Mempertahankan 3


Kemerdekaan dan Integritas NKRI
Indonesia, ia terus aktif di dunia politik dan pernah menjabat sebagai menteri negara
pada masa Kabinet Syahrir III, Amir Syarifuddin I, dan Kabinet Hatta I. Pada 25 Maret
1973, ia diangkat sebagai wakil presiden kedua pada masa Orde Baru.
Nasionalisme sultan tidak diragukan lagi dan telah ditunjukkan sejak awal
pemerintahan RI. Ketika negara baru ini dibentuk, tanpa ragu ia menyatakan
secara resmi bahwa Yogyakarta berada dalam wilayah NKRI. Hal ini menunjukkan
sikapnya yang prointegrasi, meskipun sebagai raja ia dapat saja mempertahankan
pemerintahannya sendiri di Yogyakarta.
Hamengku Buwono IX dikenal juga sebagai Bapak Pramuka Indonesia, penghargaan
yang diterimanya dari Boy Scout of America. Lencana Tunas Kencana Pramuka Indonesia
menunjukkan perhatiannya terhadap pembinaaan generasi muda. Menurutnya, kegiatan
kepemudaan harus mendapat perhatian serius dari pemerintah. Di tangan pemudalah
semangat nasionalisme atau kebangsaan dan semangat cinta tanah air akan diwariskan
untuk terus dipertahankan.
Peran penting Hamengku Buwono IX lainnya adalah ketika Jakarta sebagai pusat
pemerintahan Indonesia dapat dikuasai Sekutu. Oleh karena itu, pada 4 Januari 1956,
pusat pemerintahan dialihkan ke Yogyakarta. Sukarno dan Hatta serta yang lainnya
beserta keluarganya juga pindah ke Yogyakarta.
Sultan Hamengku Buwono IX juga memiliki peran besar dalam peristiwa Serangan
Umum 1 Maret 1946, ketika Belanda berhasil menguasai Yogyakarta dan menawan
para pemimpin pemerintahan. Serangan yang dilakukan oleh satuan TNI ini berhasil
menguasai Yogyakarta selama enam jam. Serangan tersebut dimaksudkan untuk
memberikan peringatan kepada Belanda dan dunia internasional bahwa perjuangan
rakyat Indonesia masih terus berlanjut.

4 Sejarah untuk SMK/MAK Kelas XI

Anda mungkin juga menyukai