Terwujudnya sebuah negara kesatuan yang terintegrasi tidak lepas dari peran sejumlah
tokoh bangsa. Mereka tetap menghendaki dan mempertahankan bangsa Indonesia
dalam kesatuan yang utuh dari Sabang sampai Merauke.
Beberapa tokoh pejuang prointegrasi tersebut, antara lain adalah Sukarno,
Mohammad Hatta, Abdul Haris Nasution, Ahmad Yani, dan Sri Sultan Hamengku
Buwono IX. Untuk lebih jelasnya, mari kita ikuti penjelasan berikut.
1. Sukarno
Sukarno adalah presiden pertama Republik Indonesia
yang dikenal juga sebagai sosok “penyambung lidah
rakyat” dan pejuang yang tangguh. Selain berhasil
mengantarkan rakyat Indonesia merebut kemerdekaan,
tokoh yang akrab dipanggil Bung Karno ini diakui sebagai
tokoh yang memperjuangkan hak-hak masyarakat dunia,
khususnya di negara-negara Asia Afrika. Berawal dengan
mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) pada tahun
1927, kiprahnya terjun ke dunia politik seakan tidak pernah
berhenti hingga wafatnya pada tahun 1970. Pada masa awal
pemerintahannya, Indonesia banyak mengalami krisis dan
kesulitan, seperti pembentukan negara Republik Indonesia Sumber: en.wikipedia.org
2. Mohammad Hatta
Hatta yang juga akrab dikenal dengan sebutan Bung Hatta merupakan salah
satu founding father Indonesia dan Wakil Presiden RI Pertama. Hatta mempunyai
4. Ahmad Yani
Ahmad Yani tergabung dalam Peta (Pembela Tanah
Air) pada 1943. Selanjutnya, pada masa kemerdekaan, ia
bergabung dengan tentara republik melawan Belanda.
Setelah kemerdekaan, Ahmad Yani menjadi Komandan TKR
Purwokerto. Pada saat Agresi Militer Belanda I, pasukan yang
dipimpinnya berhasil menahan serangan pasukan Belanda
di daerah Pingit. Pada saat Agresi Militer Belanda II, ia pun
dipercaya memegang jabatan Komandan Wehrkreise II di
daerah Kedu.
Tak hanya berjuang melawan penjajah untuk meraih
kemerdekaan, Ahmad Yani pun berperan dalam perjuangan Sumber: id.wikipedia.org
mempertahankan integrasi bangsa. Ahmad Yani bersama
Gambar 4 Ahmad Yani.
pasukan Benteng Raiders berperan dalam penumpasan DI/
TII di Jawa Tengah. Setelah itu, ia ditempatkan di staf angkatan darat. Pada 1955, ia di
sekolahkan di Command and General Staff Collage, Fort Leaven Worth, Kansas, Amerika
Serikat, selama sembilan bulan. Pada 1958, saat terjadi peristiwa PRRI di Sumatra Barat,
ia menjabat sebagai komandan komando Operasi 17 Agustus dalam penyelesaian masalah
tersebut. Pada 1962, ia diangkat menjadi Menteri Panglima Angkatan Darat menggantikan
Jenderal A.H. Nasution. Ahmad Yani gugur sebagai Pahlawan Revolusi pada 1 Oktober 1965
dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI).