di Balik Kemerdekaan RI
Sutan Sjahrir adalah sosok arsitek di balik kemerdekaan Republik Indonesia dari penjajahan
kolonial Belanda dan Jepang. Rekan-rekannya memberi julukan “Bung Kecil”, namun
perannya begitu besar bagi kemerdekaan tanah air.
Sjahrir lahir di Padang Panjang, Sumatra Barat, 5 Maret 1909, dari keluarga mapan. Ayahnya
seorang jaksa bernama Mohamad Rasad dan ibu bernama Puti Siti Rabiah. Ketika Sjahrir
berusia empat tahun, ayahnya diangkat Sultan Deli menjadi kepala jaksa sekaligus penasihat
di Kesultanan Deli.
1. Sjahrir merupakan sosok yang aktif di organisasi sejak kecil
Kondisi keuangan yang lebih dari cukup membuat Sjahrir bisa menempuh pendidikan di sekolah elite
pada saat itu. Ia juga tergolong anak yang cerdas di sekolah dan aktif di berbagai macam kegiatan
yang membuatnya memiliki banyak teman, dan tentunya jago berdiplomasi di organisasi.
Pengalamannya dalam berorganisasi di sekolah membawanya terjun ke dalam dunia politik ketika
itu. Sjahrir kemudian dikenal sebagai penggagas dalam berdirinya Jong Indonesia atau himpunan
pemuda nasionalis pada 20 Februari 1927.
Usai lulus sekolah menengah atas, Sjahrir pergi ke Belanda untuk melanjutkan kuliah di Fakultas
Hukum Universitas Amsterdam. Namun ia tidak sempat menamatkan kuliahnya dan lebih memilih
kembali ke tanah air untuk terjun dalam pergerakan nasional.
Pada 1931, Sjahrir membentuk Partai Nasional Indonesia (PNI Baru) bersama Mohammad Hatta, dan
secara terus-menerus aktif dalam banyak forum politik, sehingga pemerintah kolonial Belanda
menangkap, memenjarakan, hingga mengasingkan Sjahrir, Hatta, dan beberapa pemimpin PNI Baru.
Sjahrir percaya kependudukan Jepang sudah tidak lama lagi, karena Jepang tak mungkin menang
dalam perang melawan sekutu, sehingga Indonesia harus cepat merebut kemerdekaan dari tangan
negeri matahari terbit itu.
Hal tersebut kemudian mengundang kekecewaan dari para pemuda Indonesia, terlebih lagi jepang
diketahui telah menyerah dan kalah perang oleh sekutu. Hal inilah yang kemudian membuat kaum
muda ketika itu menculik Sukarno dan Mohammad Hatta.
Sebagai perdana menteri, ia telah melakukan perombakan kabinet sebanyak tiga kali yaitu kabinet
Sjahrir I, Sjahrir II dan Sjahrir III. Syahrir juga dikenal sebagai tokoh yang konsisten memperjuangkan
kedaulatan Indonesia di kancah internasional melalui jalur diplomasi.
4. Sjahrir mewakili Indonesia di PBB untuk mendesak
Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia
Meskipun tidak lagi menjadi perdana menteri Indonesia pada 1947, Sjahrir tetap aktif
memperjuangkan kedaulatan Indonesia di forum Internasional. Hal itu ia lakukan ketika ia ditunjuk
sebagai perwakilan Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bersama Agus Salim.
Ketika Indonesia terus digempur agresi militer Belanda 1947, Sjahrir berpidato mengenai kedaulatan
Indonesia dan perjuangan bangsa merebut kemerdekaan. Diplomasi Republik Indonesia kemudian
membuat PBB ikut campur dalam masalah Indonesia-Belanda, yang kemudian mendesak negeri
kincir angin mengakui kedaulatan Indonesia.
Sutan Sjahrir kemudian dikenal sebagai diplomat muda yang ulung berkat pidatonya ketika ia
mewakili Indonesia di sidang umum PBB. Bahkan, beberapa wartawan menyebut Sjahrir dengan
julukan The Smiling Diplomat. Setelah tidak lagi menjabat sebagai perdana menteri, Sjahrir
kemudian menjadi penasihat Presiden Sukarno dan juga sebagai Duta Besar untuk Indonesia.
Namun, pada 1955, hubungan Sjahrir dengan Presiden Sukarno mulai renggang dan memburuk.
Pada 1962, ia ditangkap dan dipenjara tanpa pernah diadili hingga 1965, ia kemudian menderita
penyakit stroke. Akhirnya pemerintah ketika itu mengizinkan Sjahrir berobat di Zurich, Swiss.
Hingga pada 9 April 1966, Sutan Sjahrir akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya, dan jenazahnya
dimakamkan di Taman Makan Pahlwan Kalibata, Jakarta.