Anda di halaman 1dari 4

BIOGRAFI SUTAN SYAHRIR

Nama : Sutan Syahrir


Tempat Tanggal Lahir : Padang Panjang, 5 Maret 1909
Wafat : 9 April 1966 di Swiss.
Orang Tua : Mohammad Rasad, Puti Siti Rabiah
Saudara : Rohana Kudus
Istri : Maria Duchateau, Siti Wahyunah
Anak : Kriya Arsyah Sjahrir, Siti Rabyah Parvati Sjahrir
Agama : Islam
Jabatan :
Menteri pertama Republik Indonesia, Ketua Partai Sosialis Indonesia (PSI), Ketua delegasi Republik
Indonesia pada Perundingan Linggarjati, Duta Besar Keliling (Ambassador-at-Large) Republik
Indonesia
Karya Sutan Syahrir:
Pikiran dan Perjuangan, tahun 1950 (kumpulan karangan dari Majalah ”Daulat Rakyat” dan majalah-
majalah lain, tahun 1931 – 1940), Pergerakan Sekerja, tahun 1933, Perjuangan Kita, tahun 1945,
Indonesische Overpeinzingen, tahun 1946 (kumpulan surat-surat dan karangan-karangan dari penjara
Cipinang dan tempat pembuangan di Digul dan Banda-Neira, dari tahun 1934 sampau 1938),
Renungan Indonesia, tahun 1951 (diterjemahkan dari Bahasa Belanda: Indonesische Overpeinzingen
oleh HB Yassin), Out of Exile, tahun 1949 (terjemahan dari ”Indonesische Overpeinzingen” oleh
Charles Wolf Jr. dengan dibubuhi bagian ke-2 karangan Sutan Sjahrir), Renungan dan Perjuangan,
tahun 1990 (terjemahan HB Yassin dari Indonesische Overpeinzingen dan Bagian II Out of Exile),
Sosialisme dan Marxisme, tahun 1967 (kumpulan karangan dari majalah “Suara Sosialis” tahun 1952
– 1953), Nasionalisme dan Internasionalisme, tahun 1953 (pidato yang diucapkan pada Asian
Socialist Conference di Rangoon, tahun 1953), Karangan–karangan dalam “Sikap”, “Suara Sosialis”
dan majalah–majalah lain, Sosialisme Indonesia Pembangunan, tahun 1983 (kumpulan tulisan Sutan
Sjahrir diterbitkan oleh Leppenas).

Nama tokoh satu ini tidak dapat dilepaskan dari sejarah proses berdirinya Republik Indonesia. Sutan
Syahrir dikenal sebagai seorang pemikir dan juga perintis berdirinya Republik Indonesia. Ia dikenal
dengan julukan ‘Si Kancil’ dan juga ‘The Smiling Diplomat.’Beliau dikenal sebagai perdana menteri
pertama Indonesia ketika Republik Indonesia merdeka pada tahun 1945. Berkat jasa-jasanya pula,
pemerintah Indonesia memberikan tanda kepada Sutan Syahrir sebagai Pahlawan Nasional Indonesia.
Mengenai biografi, profil dari Sutan Syahrir sendiri, beliau lahir pada tanggal 5 maret 1909 di kota
padang panjang, Sumatera Barat. Ia mempunyai saudara perempuan bernama Rohana Kudus.
Ayahnya bernama Mohammad Rasad gelar Maharaja Soetan bin Soetan Leman gelar Soetan Palindih
dan ibunya bernama Puti Siti Rabiah yang berasal dari Koto Gadang, Agam, Sumatera Barat.
Orang tua Sutan Syahrir merupakan orang yang terpandang di Sumatera. Ayahnya menjabat sebagai
penasihat Sultan Deli dannjuga kepala jaksa atau landraad pada masa pemerintahan kolonial Belanda.
Karena lahir di keluarga yang kondisi ekonominya berkecukupan, Sutan Syahrir masuk di sekolah
terbaik pada zaman kolonal Belanda ketika itu. Ia memulai pendidikannya di ELS (Europeesche
Lagere School) atau setingkat sekolah dasar.
Setelah menyelesaikan pendidikan di ELS, ia kemudian masuk di MULO (Meer Uitgebreid Lager
Onderwijs) yang setingkat dengan sekolah menengah pertama atau SMP. Disini ia kemudian banyak
membaca buku-buku asing terbitan eropa dan juga karya-karya sastra dari luar. Tamat dari MULO
pada tahun 1926, ia kemudian pindah ke Bandung dan bersekolah di AMS (Algemeene Middelbare
School) yang merupakan sekolah termahal dan terbaik di Bandung.
Mulai Terjun ke Dunia Organisasi
Di AMS, ia menjadi siswa terbaik disana, Sutan Syahrir banyak menghabiskan waktunya dengan
membaca buku-buku terbitan Eropa dan juga mengikuti klub kesenian di sekolahnya. Ia juga aktif
dalam klub debat di AMS. Selain itu, ia juga mendirikan sekolah bernama Tjahja Volksuniversiteit
(Cahaya Universitas Rakyat) yang ditujukan untuk anak-anak buta huruf dan dari keluarga yang
kurang mampu.
Pengalamannya dalam berorganisasi di sekolah membawanya terjun kedalam dunia politik ketika itu.
Sutan Syahrir kemudian dikenal sebagai penggagas dalam berdirinya Jong Indonesië (himpunan
pemuda nasionalis) pada tanggal 20 februari 1927 yang kemudian mengubah nama menjadi Pemuda
Indonesia. Pemuda Indonesia kemudian menjadi penggerak dimulainya Kongres Pemuda Indonesia
yang kemudian melahirkan Sumpah Pemuda pada tanggal 1928.
Sebagai seorang pelajar ketika itu, Sutan Syahrir kerap dikejar-kejar oleh polisi Belanda di Bandung
karena sering membaca berita mengenai pemberontakan PKI pada tahun 1926 yang ketika itu
terlarang untuk dibaca bagi pelajar sekolah. Sutan Syajrir juga merupakan pemimpin redaksi dari
Himpunan Pemuda Nasional yang kerap berurusan dengan kepolisian Bandung kerena kerap
mengkritik pemerintahan kolonial ketika itu.
Kuliah di Belanda dan Menjadi Aktivis Sosialis
Tamat dari AMS, ia kemudian berangkat ke Belanda dan melanjutkan kuliahnya disana. Ia kemudian
masuk fakultas hukum di Universitas Amsterdam, di Belanda. Disana, Sutan Syahrir banyak
mempelajari teori-teori sosialisme hingga kemudian ia dikenal sebagai seorang sosialis yang
cenderung ke ‘kiri’ dan bersikap radikal terhadap hal-hal yang berbau kapitalisme. Di Belanda, beliau
bekerja di Sekretariat Federasi Buruh Transportasi Internasional.
Disana juga ia kemudian berkenal dengan Salomon Tas yang merupakan Ketua Klub Mahasiswa
Sosial Demokrat, dan juga wanita bernama Maria Duchateau yang kelak menjadi istrinya yang ia
nikahi pada tahun 1932. Di Belanda juga, Sutan Syahrir bergabung dalam Perhimpunan Indonesia (PI)
yang dipimpin oleh Mohammad Hatta.
Khawatir akan pergerakan organisasi pergerakan pemuda Indonesia, kemudian pemerintah Belanda
dengan ketat mengawasi bahkan melakukan aksi razia seperti memenjarakan para pemimpin
pergerakan seperti Ir. Soekarno hingga kemudian PNI (Partai Nasional Indonesia) oleh aktivis PNI
sendiri. Bersama dengan Mohammad Hatta, Sutan Syahrir selalu menyerukan untuk melakukan
pergerakan menuju kemerdekaan Indonesia. Mereka menuangkan tulisan mereka melalui majalah
Daulat Rakjat yang dimiliki oleh Pendidikan Nasional Indonesia.
“Pertama-tama, marilah kita mendidik, yaitu memetakan jalan menuju kemerdekaan.” – Sutan
Syahrir.
Melihat menurunnya semangat pergerakan di Indonesia akibat pengawasan pemerintah kolonial
Belanda yang ketat membuat Sutan Syahrir pada 1931 memilih berhenti kuliah dan kemudian kembali
ke Indonesia untuk melanjutkan pergerakan nasional menuju kemerdekaan Indonesia.
Pengalamannya dalam berorganisasi ketika masih menjadi pelajar dan juga ketika kuliah di Belanda
membuat ia segera bergabung dengan Partai Nasional Indonesia (PNI Baru) yang diketuainya pada
tahn 1932. Sebagai tokoh yang memiliki pandangan sosialis, Sutan Syahrir juga ikut tergabung dalam
pergerakan buruh. Tulisan-tulisan Syahrir tentang perburuhan kia tuangkan dalam majalan Daulat
Rakjat dan sering berbicara mengenai buruh di forum-frum politik sehingga membuat Sutan Syahrir
di daulat sebagai ketua Kongres Kaum Buruh Indonesia.

Memimpin Partai PNI Baru Bersama Bung Hatta


Kembalinya Hatta ke Indonesia setelah dari Belanda dan memimpin Partai PNI Baru bersama Sutan
Syahrir membuat PNI Baru ini cenderung lebih radikal dibanding PNI ketika masih dibawah
kepemimpinan Soekarno. Hal ini kemudian membuat pemerintah kolonial Belanda lebih mengawasi
secara ketat aktifitas PNI baru ini yang diketuai oleh Syahrir dan Mohammad Hatta.
Pergerakan PNI Baru dibawah komando Hatta dan Sutan Syahrir yang cenderung semakin radikal
dengan mobilisasi massa besar-besaran membuat Sutan Syahrir dan Mohammad Hatta akhir
ditangkap oleh pemerintah kolonial Belanda dan dipenjarakan, kemudian mereka berdua diasingkan
di Boven-Digoel dan kemudian dibuang selama enam tahun di Banda Neira di Kepulauan Banda.
Pada masa kependudukan Jepang, Sutan Syahrir pergerakan ‘bawah tanah’ membangun jaringan
untuk mempersiapkan diri merebut kemerdekaan tanpa bekerja sama dengan Jepang seperti yang
dilakukan oleh Ir. Soekarno. Syahrir percaya bahwa kependudukan Jepang sudah tidak lama lagi dan
Jepang tak mungkin menang dalam perang melawan sekutu sehingga Indonesia harus cepat merebut
kemerdekaan dari tangan Jepang.
Sutan Syahrir kemudian mendesak Soekarno dan Mohammad Hatta untuk mendeklarasikan
kemerdekaaan Indonesia pada tangga 15 Agustus 1945, desakan itu juga didukung oleh para pemuda
ketika itu. Namun Soekarno dan Hatta menolak dan tetap sesuai dengan rencana yakni tanggal 24
september 1945 yang ditetapkan oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang
dibentuk oleh jepang.
Hal tersebut kemudian mengundang kekecewaan dari para pemuda Indonesia terlebih lagi jepang
diketahui telah menyerah dan kalah perang oleh sekutu. Hal inilah yang kemudian membuat kaum
muda ketika itu menculik Soekarno dan Mohammad Hatta dan membawanya ke Rengasdengklok
pada tanggal 16 Agustus 1945 guna menjauhkan dari pengaruh Jepang dan mendesak agar segera
memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.

Menjadi Perdana Menteri Pertama Republik Indonesia


Akhirnya pada tanggal 17 agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia. Pasca kemerdekaan Indonesia, Sutan Syahrir kemudian ditunjuk oleh
Presiden Soekarno sebagai Perdana Menteri pertama Republik Indonesia dan menjadi perdana menteri
termuda di dunia yakni berusia 36 tahun, beliau juga menjabat sebagai Menteri Luar Negerin dan
Menteri Dalam Negeri ketika Republik Indonesia baru saja merdeka, meskipun begitu banyak tulisan-
tulisan Sutan Syahrir yang cenderung mengkritik dan menyerang Soekarno. Tulisannya yang terkenal
yaitu Perjuangan Kita.
Pasca kemerdekaan Indonesia, terjadi peristiwa penculikan perdana menteri Sutan Syahrir pada
tanggal 26 juni 1946 yang dilakukan oleh kaum Persatuan Perjuangan yang merasa kecewa atas
diplomasi yang dilakukan oleh Sutan Syahrir dibawah kabinetnya yaitu Syahrir II kepada pemerintah
Belanda ketika itu yang ingin kembali menguasai Indonesia. Diplomasi Kabinet Syahrir hanya
menuntut pengakuan wilayah Jawa dan Madura sebagai wilayah Indonesia, namun kaum Persatuan
Perjuangan menginginkan kemerdekaan Indonesia sepeuhnya mencakup seluruh wilayah Nusantara
seperti yang dicetuskan oleh Tan Malaka.

Penculikan Sutan Syahrir


Kaum Persatuan Perjuangan yang menculik Sutan Syahrir ini dipimpin oleh Mayor Jendral
Soedarsono dan termasuk Tan Malaka didalamnya. Ada juga yang mengatakan bahwa Jenderal Besar
Sudirman ikut terlibat dalam penculikan Sutan Syahrir. Penculikan Sutan Syahrir ini kemudian
membuat Presiden Soekarno ketika itu marah besar. Pada tanggal 1 juli 1946, 14 pimpinan yang
melakukan penculikan yang didalamnya termasuk Tan Malaka berhasil ditangkap dan kemudian
dipenjarakan oleh polisi Surakarta di penjara Wirogunan.
Tanggal 2 juli 1946, Mayor Jendral Soedarsono kemudian menyerbu penjara tersebut dan kemudian
berhasiil membebaskan pimpinan dari aksi penculikan Sutan Syahrir. Hingga kemudian Presiden
Soekarno akhirnya kemudian memerintahkan Soeharto yang ketika itu menjabat sebagai pimpinan
tentara di Surakarta untuk menangkap Mayor Jendral Soedarsono. Hingga kemudian pada tanggal 3
juli 1946 Mayor Jendral Soedarsono akhirnya berhasil di tangkap oleh pasukan pengawal presiden.
Peristiwa tersebut kemudian dikenal sebagai sebuah kudeta pertama atas Republik Indonesia yang
mengalami kegagalan. Kemudian pada tanggal 2 oktober 1946, Sutan Syahrir kembali menjadi
Perdana Menteri yang kemudian melanjutkan perundingan Linggarjati yang terkenal 15 november
1946. Sutan Syahrir diketahui sangat mengakui Presiden Soekarno sebagai pemimpin besar dari
Indonesia dan banyak yang mengatakan bahwa tanpa presiden Soekarno, Sutan Syahrir tidak ada apa-
apanya.

Ahli Diplomasi Indonesia di Kancah Internasional


Sutan Syahrir juga dikenal sebagai ketua BP KNIP (Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat),
beliau juga merupakan perangcang dari perubahan kabinet presidensil menjadi kabinet parlementer di
Indonesia. Sebagai perdana menteri Sutan Syahrir telah melakukan perombakan kabinet sebanyak tiga
kali yaitu kabinet Syahrir I, Syahrir II dan Syahrir III. Beliau juga dikenal sebagai tokoh yang
konsisten dalam memperjuangkan kedaulatan Indonesia di kancah Internasional melalui jalur
diplomasi.
“Penyelesaian nasib bangsa kita hanya akan ditentukan oleh orang-orang yang berhati besar,kuat
dan jujur serta bercita-cita tinggi dan murni” – Sutan Syahrir
Meskipun tidak lagi menjadi perdana menteri Indonesia pada tahun 1947, Sutan Syahrir tetap akhif
memperjuangkan kedaulatan Indonesia di forum Internasional. Hal itu ia lakukan ketika ia ditunjuk
sebagai perwakilan Indonesia di PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) bersama dengan Haji Agus
Salim. Ketika Indonesia terus digempur oleh aksi agresi militer Belanda tahun 1947, Sutan Syahrir
berpidato mengenai kedaulatan Indonesia dan perjuangan bangsa merebut kemerdekaan di tanah
mereka sendiri. Argumen-argumen yang dikeluarkan oleh Sutan Syahrir tentang kedaulatan dan
perjuangan Indonesia kemudian mematahkan argumen perwakilan Belanda yaitu Eelco van Kleffens.
Diplomasi Republik Indonesia yang diwakili oleh Sutan Syahrir kemudian membuat PBB ikut campur
dalam masalah Indonesia-Belanda yang kemudian mendesak Belanda untuk mengakui kedaulatan
Indonesia.

Mendirikan Partai Sosialis Indonesia

Sutan Syahrir kemudian dikenal sebagai diplomat muda yang ulung berkat pidatonya ketika ia
mewakili Indonesia di sidang umum PBB. Bahkan beberapa wartawan kemudian menyebut Sutan
Syahrir dengan julukan The Smiling Diplomat. Setelah tidak lagi menjabat sebagai Perdana Menteri,
Sutan Syahrir kemudian menjadi penasihat Presiden Soekarno dan juga sebagai Duta Besar untuk
Indonesia. Tahun 1948, Sutan Syahrir kemudian mendirikan Partai PSI (Partai Sosialis Indonesia)
yang berhaluan kiri dan berdasar atas ajaran Marx-Engels yang menjunjung tinggi persamaan derajat
manusia. Di tahun itu juga ia kemudian berpisah dengan Maria Duchateau.

Sutan Syahrir Ditangkap dan Wafat


Kemudian pada tahun 1951, Sutan Syahrir menikah dengan wanita bernama Siti Wahyunah yang
kemudian memberinya dua orang anak bernama Kriya Arsyah Sjahrir dan Siti Rabyah Parvati Sjahrir.
Sutan Syahrir juga dikenal sebagai tokoh yang gemar dengan musik klasik dan sering memainkan
biola. Sutan Syahrir juga menyukai menerbangkan pesawat. Kemudian pada tahun 1955, setelah
Partainya gagal dalam pemilihan umum, hubungannya dengan presiden Soekarno mulai renggang dan
memburuk. Hingga kemudian pada 1960, Partai Sosialis Indonesia yang didirikan oleh Sutan Syahrir
akhirnya dibubarkan. Kemudian pada tahun 1962 Sutan Syahrir kemudian ditangkap kemudian
dipenjara tanpa pernah diadili hingga tahun 1965, ia kemudian menderita penyakit stroke dan
akhirnya wafat pada tanggal 9 April 1966 di Swiss.

Anda mungkin juga menyukai