Anda di halaman 1dari 2

Nama : Shofiyyah Hasanah

Kelas : IX C

Tugas Mandiri 6.2


SUTAN SYAHRIR
Sutan Syahrir adalah salah satu bapak perintis berdirinya Republik Indonesia dan
merupakan perdana menteri pertama Indonesia. Sutan Syahrir lahir di Padang Panjang, Sumatera
Barat pada tanggal 5 Maret 1909. Ayahnya bernama Mohammad Rasad gelar Maharaja Soetan bin
Soetan Leman gelar Soetan Palindih dan ibunya bernama Puti Siti Rabiah yang berasal dari Koto
Gadang, Agam, Sumatera Barat. Ia mempunyai saudara perempuan yang bernama Rohana Kudus.
Orang tua Sutan Syahrir merupakan orang yang terpandang di Sumatera. Ayahnya menjabat
sebagai penasihat Sultan Deli dan juga kepala jaksa atau landraad pada masa pemerintahan
kolonial Belanda.

Karena lahir di keluarga yang kondisi ekonominya berkecukupan, Sutan Syahrir masuk di
sekolah terbaik pada zaman kolonal Belanda ketika itu. Ia memulai pendidikannya di ELS
(Europeesche Lagere School) atau setingkat sekolah dasar. Setelah menyelesaikan pendidikan di
ELS, ia kemudian masuk di MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) yang setingkat dengan
sekolah menengah pertama atau SMP. Disini ia kemudian banyak membaca buku-buku asing
terbitan eropa dan juga karya-karya sastra dari luar. Tamat dari MULO pada tahun 1926, ia
kemudian pindah ke Bandung dan bersekolah di AMS (Algemeene Middelbare School) yang
merupakan sekolah termahal dan terbaik di Bandung.

Tamat dari AMS, ia kemudian berangkat ke Belanda dan melanjutkan kuliahnya disana. Ia
kemudian masuk fakultas hukum di Universitas Amsterdam, di Belanda. Disana, Sutan Syahrir
banyak mempelajari teori-teori sosialisme hingga kemudian ia dikenal sebagai seorang sosialis
yang cenderung ke ‘kiri’ dan bersikap radikal terhadap hal-hal yang berbau kapitalisme. Di
Belanda, beliau bekerja di Sekretariat Federasi Buruh Transportasi Internasional. Disana juga ia
kemudian berkenal dengan Salomon Tas yang merupakan Ketua Klub Mahasiswa Sosial
Demokrat, dan juga wanita bernama Maria Duchateau yang kelak menjadi istrinya yang ia nikahi
pada tahun 1932. Di Belanda juga, Sutan Syahrir bergabung dalam Perhimpunan Indonesia (PI)
yang dipimpin oleh Mohammad Hatta.

Khawatir akan pergerakan organisasi pergerakan pemuda Indonesia, kemudian pemerintah


Belanda dengan ketat mengawasi bahkan melakukan aksi razia seperti memenjarakan para
pemimpin pergerakan seperti Ir. Soekarno hingga kemudian PNI (Partai Nasional Indonesia) oleh
aktivis PNI sendiri. Bersama dengan Mohammad Hatta, Sutan Syahrir selalu menyerukan untuk
melakukan pergerakan menuju kemerdekaan Indonesia. Mereka menuangkan tulisan mereka
melalui majalah Daulat Rakjat yang dimiliki oleh Pendidikan Nasional Indonesia.
Melihat menurunnya semangat pergerakan di Indonesia akibat pengawasan pemerintah
kolonial Belanda yang ketat membuat Sutan Syahrir pada 1931 memilih berhenti kuliah dan
kemudian kembali ke Indonesia untuk melanjutkan pergerakan nasional menuju kemerdekaan
Indonesia. Kemudian pada tahun 1951, Sutan Syahrir menikah dengan wanita bernama Siti
Wahyunah yang kemudian memberinya dua orang anak bernama Kriya Arsyah Syahrir dan Siti
Rabyah Parvati Syahrir. Meskipun perawakannya kecil, yang oleh teman-temannya sering
dijuluki Si Kancil, Sutan Syahrir adalah salah satu penggemar olah raga dirgantara dan pernah
menerbangkan pesawat kecil dari Jakarta ke Yogyakarta pada kesempatan kunjungan ke
Yogyakarta. Di samping itu juga senang sekali dengan musik klasik. Ia juga bisa memainkan biola.

Kemudian pada tahun 1955, setelah Partainya gagal dalam pemilihan umum, hubungannya
dengan presiden Sukarno mulai renggang dan memburuk. Hingga kemudian pada 1960, Partai
Sosialis Indonesia yang didirikan oleh Sutan Syahrir akhirnya dibubarkan. Partai Sosialis
Indonesia (PSI) dibubarkan pada tahun 1960. Di tahun itu juga ia berpisah dengan Maria
Duchateau. Kemudian pada tahun 1962 Sutan Syahrir kemudian ditangkap kemudian dipenjara
tanpa pernah diadili hingga tahun 1965, ia kemudian menderita penyakit stroke.

Akhirnya pemerintah ketika itu mengizinkan Sutan Syahrir untuk berobat di Zurich, Swiss.
Hingga akhirnya pada tanggal 9 April 1966, Sutan Syahrir akhirnya menghembuskan nafas
terakhirnya, jenazahnya kemudian dimakamkan di Taman Makan Pahlwan Kalibata, Jakarta.
Sebagai balas jasa ditanggal yang sama tepat ketika Sutan Syahrir meninggal dunia, pemerintah
Indonesia menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional Indonesia kepada Sutan Syahrir atas jasa-
jasanya sebagai salah satu pendiri Republik Indonesia melalui melalui Keppres nomor 76 tahun
1966.

Anda mungkin juga menyukai