Anda di halaman 1dari 16

BIOGRAFI 5 ANGGOTA PPKI

Disusun oleh :

Novel Bayu Fadhillah

( 19804241044 )

Universitas Negeri Yogyakarta

Jl. Colombo No.1 Yogyakarta 55281


1. Ir. Soekarno

Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di Blitar,
Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970. Ayahnya bernama Raden
Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai. Semasa hidupnya, beliau mempunyai
tiga istri dan dikaruniai delapan anak. Dari istri Fatmawati mempunyai anak Guntur, Megawati,
Rachmawati, Sukmawati dan Guruh. Dari istri Hartini mempunyai Taufan dan Bayu, sedangkan
dari istri Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto mempunyai anak
Kartika.
Ketika dilahirkan, Soekarno diberikan nama Kusno Sosrodihardjo oleh orangtuanya. Namun
karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh
ayahnya. Nama tersebut diambil dari seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaitu
Karna. Nama “Karna” menjadi “Karno” karena dalam bahasa Jawa huruf “a” berubah menjadi “o”
sedangkan awalan “su” memiliki arti “baik”.

Di kemudian hari ketika menjadi Presiden R.I, ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri
menjadi Sukarno karena menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah. Ia tetap
menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah tanda
tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah.
Sebutan akrab untuk Soekarno adalah Bung Karno.

Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama orang tuanya di Blitar. Semasa SD
hingga tamat, beliau tinggal di Surabaya, indekos di rumah Haji Oemar Said Tokroaminoto,
politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Kemudian melanjutkan sekolah di HBS (Hoogere Burger
School). Saat belajar di HBS itu, Soekarno telah menggembleng jiwa nasionalismenya. Selepas
lulus HBS tahun 1920, pindah ke Bandung dan melanjut ke THS (Technische Hoogeschool atau
sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ). Ia berhasil meraih gelar “Ir” pada 25 Mei 1926.

Kemudian, beliau merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai Nasional
lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka. Akibatnya, Belanda,
memasukkannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929. Delapan bulan
kemudian baru disidangkan. Dalam pembelaannya berjudul Indonesia Mengguga, beliau
menunjukkan kemurtadan Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu.

Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan.
Setelah bebas pada tahun 1931, Soekarno bergabung dengan Partindo dan sekaligus
memimpinnya. Akibatnya, beliau kembali ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun
1933. Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu.

Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan
kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir.Soekarno
mengemukakan gagasan tentang dasar negara yang disebutnya Pancasila. Tanggal 17 Agustus
1945, Ir Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dalam
sidang PPKI, 18 Agustus 1945 Ir.Soekarno terpilih secara aklamasi sebagai Presiden Republik
Indonesia yang pertama.
2. Drs. Moh. Hatta

Dr.(HC) Drs. H. Mohammad Hatta adalah tokoh pejuang, pahlawan nasional, negarawan,
ekonom dan Wakil Presiden Indonesia yang pertama. Dulu lahirnya dengan nama Mohammad
Athar yang sekarang lebih populer dijuluki sebagai Bung Hatta. Beliau lahir pada tanggal 12
Agustus 1902 di Fort de Kock yang sekarang lebih dikenal dengan nama Bukittinggi di Provinsi
Sumatra Barat. Beliau meninggal di Jakarta pada tanggal 14 Maret 1980 di usia 77 tahun. Bersama
dengan Bung Karno, beliau memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia
dari era penjajahan sekaligus memproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Bung Hatta juga pernah menjabat sebagai Perdana Menteri mulai dari Kabinet Hatta I hingga RIS.
Kemudian Bung Hatta mundur dari jabatan wakil presiden pada tahun 1956 karena ada
perselisihan pendapat dengan Presiden Soekarno. Selain peran yang sudah disebutkan di kalimat
pertama, Hatta juga berjasa dalam memajukan koperasi di Indonesia. Sehingga Hatta juga dikenal
sebagai Bapak Koperasi Indonesia.

Sebagai penghargaan untuk menghargai jasa Bung Hatta, namanya sangat sering diabadikan di
berbagai tempat. Contohnya seperti bandara internasional Tangerang Banten yang bernama
Bandar Udara Soekarno-Hatta. Pada tanggal 14 Maret 1980, Hatta menghembuskan nafas terakhir
dan dimakamkan di Tanah Kusir di Jakarta. Bung Hatta diangkat menjadi salah satu Pahlawan
Proklamator Indonesia pada tanggal 23 Oktober 1986 yang pada waktu itu Indonesia di bawah
pemerintahan Suharto. Disebut pahlawan proklamator karena termasuk orang yang
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Termasuk membuat teks kemerdekaan yang
mengandung makna proklamasi kemerdekaan Indonesia. Sehingga beliau termasuk pahlawan
nasional Indonesia dari Sumatera Barat. Selain Muhammad Hatta, anda perlu mengetahui biodata
pahlawan kemerdekaan yang lain.
Kehidupan di Masa Muda Muhammad Hatta
Mohammad Hatta lahir di Fort De Kock pada tanggal 12 Agustus 1902. Ayahnya bernama
Muhammad Djamil dan ibunya bernama Siti Saleha yang berasal dari Minangkabau. Ayahnya
adalah keturunan dari ulama tarekat di Batuhampar yang masih termasuk Sumatra Barat.[5]
Sedangkan latar belakang ibunya berasal dari keluarga pedagang di Bukittinggi. Sebenarnya, Hatta
lahir dengan nama Muhammad Athar.Athar adalah Bahasa Arab berarti harum. Sejak kecil Hatta
sangat dekat dengan lingkungan yang taat menjalankan ajaran agama Islam. Ayah Hatta meninggal
saat dia umur tujuh bulan. Setelah ayahnya meninggal, ibunya menikah dengan seorang pedagang
dari Palembang bernama Agus Haji Ning. Sejarah Islam di Indonesia memiliki cerita yang
panjang. Khususnya perkembangan Islam di Bukittinggi yang pesat membuat Hatta menjadi orang
yang sangat religius.
Mohammad Hatta pertama kali memasuki dunia pendidikan di sekolah swasta. Setelah enam
bulan, Hatta pindah ke sekolah rakyat. Hatta lalu pindah ke ELS di Padang sampai tahun 1913.
Lalu lanjut ke MULO hingga tahun 1917. Selain pengetahuan umum, ia telah belajar agama
kepada Muhammad Jamil Jambek, Abdullah Ahmad dan banyak ulama lainnya. Hatta juga tertarik
terhadap perekonomian. Di Padang, ia juga aktif dalam Jong Sumatranen Bond sebagai bendahara.

Pada tanggal 18 November 1945, Hatta melangsungkan pernikahan dengan Rahmi Hatta. Tiga hari
setelah menikah mereka pindah dan bertempat tinggal di Yogyakarta. Dari pernikahan mereka
dikarunai tiga anak perempuan yang diberi nama Meutia Farida Hatta, Gemala Rabi’ah Hatta dan
Halida Nuriah Hatta.

Pergerakan Muhammad Hatta di Belanda

Hatta memulai Pergerakan politiknya ketika dia mulai bersekolah di Belanda dari 1921 hingga
1932. Hatta bersekolah di Handels Hogeschool dan selama bersekolah di sana, ia masuk organisasi
sosial Indische Vereeniging yang awalnya organisasi biasa dan kini berubah menjadi organisasi
politik setelah adanya pengaruh dari Tiga Serangkai yaitu Ki Hadjar Dewantara, Cipto
Mangunkusumo dan Douwes Dekker. Pada tahun 1923, Hatta menjadi bendahara dan mengelola
majalah Hindia Putera yang lalu berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.[16] Pada tahun 1924,
organisasi ini berubah nama menjadi Indische Vereeniging yang berarti Perhimpunan Indonesia.

Pada tahun 1926, ia diangkat menjadi pimpinan Perhimpunan Indonesia. Di bawah


kepemimpinannya, PI mulai berubah. Perhimpunan ini lebih fokus mengamati perkembangan
pergerakan di Indonesia dengan memberikan banyak ulasan dan banyak komentar di media massa
di Indonesia. Pada tahun 1927, Hatta mengikuti sidang bertema “Liga Menentang Imperialisme,
Penindasan Kolonial dan untuk Kemerdekaan Nasional” di Frankfurt, Jerman. Dalam sidang ini,
ada gelagat dari pihak komunis dan utusan dari Uni Soviet yang ingin menguasai sidang ini.
Sehingga penilaian Hatta pada komunis menjadi negatif dan tidak bisa percaya terhadap komunis.

Pada 25 September 1927, Hatta bersama Ali Sastroamijoyo ditangkap oleh penguasa Hindia
Belanda atas tuduhan mengikuti partai terlarang yang berhubungan dengan Semaun. Dengan kata
lain terlibat pemberontakan di Indonesia yang dilakukan PKI dari tahun 1926-1927 dan melakukan
penghasutan supaya menentang Kerajaan Belanda. Moh. Hatta sendiri mendapat hukuman tiga
tahun penjara. Tiga tokoh penting ini dipenjara di Rotterdam. Hingga akhirnya mereka bebas
karena semua tuduhan tidak bisa dibuktikan.
Sampai pada tahun 1931, Mohammad Hatta mundur dari kedudukannya ia berhenti dari PI karena
ingin fokus skripsi. Tapi tetap akan membantu PI. Akibatnya, PI jatuh ke tangan komunis dan
dikontrol langsung oleh partai komunis Belanda ditambah juga campur tangan dari Moskow.
Setelah tahun 1931, PI mengecam keras kebijakan Hatta dan Hatta ditendang keluar dari
organisasi.

Biografi Mohammad Hatta Diasingkan Belanda

Sekembalinya Hatta dari Belanda, ia ditawari untuk masuk kalangan Sosialis Merdeka
(Onafhankelijke Socialistische Partij, OSP). Sebenarnya dia menolak masuk, dengan alasan ia
harus berada dan berjuang hanya untuk Indonesia. Namun, pemberitaan media di Indonesia waktu
itu mengatakan bahwa Hatta bersedia menerima kedudukan tersebut. sehingga Soekarno
menuduhnya kurang konsisten. Kemudian, Hatta ditangkap Belanda dan dibuang ke Digul lalu
dipindah ke Neira. Di pengasingannya, Hatta terus menulis tentang analisis dan mendidik
pembaca. Selain menulis, dia juga aktif membaca. Sering kali juga Hatta diajak bekerja sama
dengan penguasa setempat. Kalau mau dia diberi gaji tinggi dan kalau tidak mau, dia diberi gaji
kurang. Gajinya tidak dia habiskan sendiri, tapi juga dibagi ke teman yang kekurangan. Hatta juga
aktif bercocok tanam di tahanan.

Era Penjajahan Jepang

Pada tanggal 8 Desember 1941, angkatan perang Jepang menghancurkan Pearl Harbor dan Ini
memicu Perang Pasifik. Tentu saja serangan ini memicu perang pasifik dan perang meluas hingga
ke Indonesia. Dalam keadaan seperti ini Pemerintah Belanda memerintahkan untuk memindahkan
orang-orang buangan yang ada di Digul. Hatta dan Syahrir dipindahkan pada Februari 1942, ke
Sukabumi setelah menginap sehari di Surabaya dan naik kereta api ke Jakarta.

Setelah itu Ia bertemu Mayor Jenderal Harada dan Harada menawarkan kerjasama dengan Hatta.
Kalau mau, ia akan diberi jabatan penting. Jepang mengharapkan agar Hatta memberikan nasihat
yang menguntungkan. Tapi Hatta memanfaatkan hal ini untuk membela kepentingan rakyat
Indonesia.

Biografi Mohammad Hatta: Kemerdekaan dan Wakil Presiden

Bung Hatta dan para tokoh lain diundang ke Dalat (Vietnam) untuk dilakukan pelantikan sebagai
Ketua dan Wakil Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Badan ini bertujuan
untuk melanjutkan hasil kerja BPUPKI dan menyiapkan pemindahan kekuasaan dari pihak Jepang
kepada Indonesia. Sejarah berdirinya BPUPKI sebenarnya juga merupakan cara Jepang untuk
menarik simpati.
Pelantikan dilakukan secara langsung oleh Panglima Jepang yang menguasai yaitu Asia Tenggara
Jenderal Terauchi. Puncaknya pada 16 Agustus 1945, terjadilah Peristiwa Rengasdengklok hari
dimana Bung Hatta dan Bung Karno diculik kemudian dibawa ke sebuah rumah milik salah
seorang pimpinan PETA yang berada di kota kecil Rengasdengklok. Penculikan ini bertujuan
untuk mempercepat tanggal proklamasi kemerdekaan Indonesia. Hingga akhirnya Indonesia
merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945. Sejarah peristiwa Rengasdengklok cukup rumit karena
perbedaan pendapat.
Di masa mempertahankan kemerdekaan, sebagai Wakil Presiden, Bung Hatta amat gigih
menyelamatkan Republik dengan cara mempertahankan naskah Linggarjati di Sidang Pleno KNIP
di Malang yang diselenggarakan pada tanggal 25 Februari – 6 Maret 1947. Sejarah perjanjian
Linggarjati mempunyai cerita yang kompleks. Hasilnya, Persetujuan Linggajati diterima oleh
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Ketika saat terjadinya Agresi Militer Belanda I pada 21
Juli 1947, Hatta dapat meloloskan diri dari kepungan Belanda bersama dengan Gubernur Sumatra
Mr. T. Hassan.
Kemudian, Bung Hatta berhasil memperjuangkan Perjanjian Renville yang akhirnya jatuh
jatuhnya Kabinet Amir dan digantikan oleh Kabinet Hatta. Latar belakang Perjanjian Renville ini
perlu diketahui. Pada era Kabinet Hatta yang dibentuk pada 29 Januari 1948, Bung Hatta menjadi
Perdana Menteri dan juga merangkap jabatan sebagai Menteri Pertahanan. Di akhir tahun 1956,
Hatta sudah tidak sejalan lagi dengan Bung Karno karena dia tidak suka dengan politik
memasukkan unsur komunis dalam kabinet pada waktu itu. Sebelum mundur, dia mendapatkan
gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada.
Biografi Mohammad Hatta: Pensiun dan Wafat

Hatta menghembuskan nafas terakhir tanggal 14 Maret 1980 pukul 18.56 di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo Jakarta setelah hampir dua minggu dia dirawat di sana. Selama hidupnya, Bung
Hatta telah dirawat di rumah sakit sebanyak enam kali hingga dia meninggal. Tepat keesokan
harinya, Hatta disemayamkan di kediamannya Jalan Diponegoro 57, Jakarta lalu dikebumikan di
TPU Tanah Kusir, Jakarta. Upacara pemakaman ini disambut dengan upacara kenegaraan yang
dipimpin secara langsung oleh Wakil Presiden pada era itu yaitu Adam Malik. Hatta ditetapkan
sebagai pahlawan proklamator pada tahun 1986 oleh ketika Soeharto berkuasa. Pada 7 November
2012, Bung Karno dan Bung Hatta secara resmi diangkat sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono. Selain pahlawan nasional, Hatta juga termasuk tokoh proklamator
kemerdekaan Indonesia.
3. Prof. Mr. Dr. Soepomo

Prof. Mr. Dr. Soepomo lahir di Sukoharjo, Jawa Tengah pada 22 Januari 1903. Soepomo terlahir
dari kalangan keluarga ningrat aristocrat jawa. Kakek dari pihak ibunya adalah Raden
Tumenggung Wirjodirodjo, bupati Nayak dari Sragen. Sedangkan Kakek dari pihak ayahnya
adalah raden Tumenggung Reksowardono, bupati Anom Sukaharjo pada masa kejayaannya dulu.

Sebagai putra keluarga priyayi, Soepomo berkesempatan meneruskan pendidikannya di ELS


(Europeesche Lagere School) yaitru sekolah setara sekolah dasar di Boyolali (1917), kemudian ia
melanjutkan pendidikannya di MULO (Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs) di Solo (1920) dan ia
menyelesaikan pendidikan kejuruan hukum di Bataviasche Rechtsschool di Batavia pada tahun
1923. Kemudian, Soepomo ditunjuk sebagai pegawai pemerintah kolonial Hindia Belanda yang
diperbantukan pada Ketua Pengadilan Negeri Sragen.

Kisaran tahun 1924 dan 1927, Soepomo mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan
pendidikannya ke ke Rijksuniversiteit Leiden di Belanda di bawah bimbingan Cornelis van
Vollenhoven, yaitu profesor hukum yang dikenal sebagai arsitek ilmu hukum adat Indonesia dan
ahli hukum internasional serta salah satu konseptor Liga Bangsa-Bangsa. Thesis doktornya yang
berjudul Reorganisatie van het Agrarisch Stelsel in het Gewest Soerakarta (Reorganisasi sistem
agraria di wilayah Surakarta) tidak hanya mengupas sistem agraria tradisional di Surakarta, namun
juga secara tajam menganalisis hukum-hukum kolonial yang berkaitan dengan pertanahan di
wilayah Surakarta.

Thesis tersebut ditulis dalam bahasa Belanda, kritik Soepomo atas wacana kolonial tentang proses
transisi agraria ini dibungkus dalam bahasa yang halus dan tidak langsung, menggunakan
argumen-argumen kolonial sendiri, dan hanya bisa terbaca saat kita menyadari bahwa
subyektivitas Soepomo sangat kental diwarnai etika Jawa.
Prof. Mr. Dr Soepomo meninggal di Jakarta, 12 September 1958 pada umur 55 tahun. Soepomo
meninggal dalam usia muda akibat serangan jantung dan Ia dimakamkan di Solo. Berdasarkan
Keppres No. 123 Tahun 1965, pada 14 Mei 1965 Soepomo diangkat menjadi Pahlawan
Kemerdekaan Nasional.
4. KRT. Radjiman Wedyodiningrat

K.R.T Dr. Radjiman Wedyodiningrat, seorang dokter yang merupakan penggagas kemerdekaan
Indonesia yang sekarang namanya merupakan seorang pahlawan nasional Indonesia. Dr Radjiman
Wedyoningrat dilahirkan di Yogyakarta, 21 April 1879, dia lahir dari keluarga biasa. Ayahnya
seorang penjaga toko di Yogyakarta yang bernama Ki Sutrodono dan ibunya seorang ibu rumah
tangga yang berdarah Gorontalo. Semasa kecil dia sangat berbakat, terlihat dari kecerdasannya dan
ambisinya dalam menempuh pendidikan. Dia memperoleh gelar K.R.T (Kanjeng Raden
Tumenggung) dari kasultanan Yogyakarta karena jasanya telah bekerja di rumah sakit Yogyakarta
pada masa Hindia-Belanda.

Menurut beberapa sumber menyebutkan bahwa, semasa kecil dia pernah belajar dari
mendengarkan di bilik jendela SD, ia menginginkan untuk bersekolah pada saat itu, namun
terhambat karena dia merupakan anak seorang pribumi, pada masa itu Belanda membatasi
pendidikan pada kaum pribumi, dan hanya seorang keturunan bangsawan sajayang dapat
memperoleh pendidikan. Aksi mengintip dr. Radjiman akhirnya diketahui oleh seorang guru
Belanda, dan karena kasihan dia memperbolehkan Radjiman masuk kelas dan mendengarkannya.
Radjiman sudah kehilangan orang tuanya di masa kecilnya. Tetapi, karena keprihatinannya dan
melihat bakat dan cita - cita tinggi yang tetanam pada dirinya, maka Dr Wahidin Soehirohoesodo
mengangkat sebagai anaknya dan membiayai pendidikannya untuk menyekolahkan pemuda
berbakat tersebut ke pendidikan yang lebih tinggi. Dia lalu disekolahkan di STOVIA (Pendidikan
Dokter Bumiputera Pada masa Hindia- Belanda) dan lulus dengan gelar "Dokter Jiwa" pada tahun
1898. Kemudian dia menempuh karirnya sebagai dokter jiwa di Banyumas, Madiun, Purworejo,
dan Semarang selama beberapa tahun. Selepas itu, maka dia memutuskan untuk meneruskan
pendidikannya dan menjadi asisten di STOVIA dan lulus sebagai Indisch Arts.

Kemudian dia bekerja di rumah sakit di Sragen, dan menjadi asisten Dokter Kasunanan Surakarta,
dan juga menjadi seorang dokter jiwa di Lawang Jawa Timur, dan namanya dijadikan sebagai
nama rumah sakit tersebut dengan nama RSJ Radjiman Widiodiningrat. Pada tahn1909 kemudian
dia melanjutkan pendidikan dokternya ke negeri Belanda. Dia lulus dengan hasil memuaskan dan
dia dipercaya menjadi dokter untuk mengkhitan putra - putra susuhunan Surakarta. Dia kemudian
menjadi Dokter di Istana Kasunanan Surakarta pada tahun 1911. Kedudukan dokternya menjadi
setara dengan dokter - dokter lulusan Belanda. Hal itu merupakan sesuatu yang sulit untuk di capai
oleh seorang anak pribumi seperti dirinya. Selain di Belanda dia juga melanjutkan opendidikannya
di Prancis dan Jerman. Selain ahli jiwa dia juga merupakan ahli bersalin, ahli penyakit kandungan.

Dia kemudian kembali aktif berpolitik dan bergabung dengan Boedi Utomo dan menjabat sebagai
ketua selama setahun pada periode 1914-1915. Dia mewakili organisasi tersebut hingga tahun
1931 di Volkskraad (Dewan Rakyat Masa Hindia Belanda). Dia memilkiki peranan yang besar
dalam kemerdekaan Indonesia. Dia menjadi ketua BPUPKI (Badan Penyidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) pada jaman penjajahan Jepang. Dia juga sempat menanyakan kepada
Soekarno tentang ideologi bangsa Indonesia setelah merdeka dan kemudian dijawab oleh soekarno
dengan tegas yaitu "Pancasila". Hal tersebut berdasarkan uraian buku pengantar penerbitan buku
Pancasila yang pertama di tahun1948 di desa Dirgo, Ngawi tahun 1948.

Dia sebagian besar menghabiskan waktunya di desa Dirgo, Kecamatan Wedodaaren Kabupaten
Ngawi, Jawa Timur. Dia memutuskan menetap disana karena keprihatinan melihat warga Ngawi
terserang penyakit pes. Saat itu juga dia mengabdikan sebagaidokter ahli penyakit pes. Disana dia
memiliki peranan besar, jiwa sosialnya tinggi. Disana dia menolong masyarakat yang
membutuhkan. Di Ngawi, dr. Radjiman menularkan ilmunya kepada anak - anak yang
membutuhkan. Karena disana mereka tidak bisa mengenyam pendidikan karena kekurangan biaya.
Kemudian dia juga mendirikan sekolah dasar, dan jejaknya masih ada hingga sekarang, yaitu SD
Negeri 3, 4, 5 Kauman Dia sangat peduli dengan kesehatan masyarakat, dia juga menularkan ilmu
ahli kandungannya dengan memberdayakan dukun beranak untuk mencegah kematian ibu saat
bersalin. Oleh karena itu, dia memiliki andil yang besar menolong masyarakat pribumi yang
kekurangan.

Pada tanggal 20 September 1952 dia menghembuskan nafas terakhirnya di desa Dirgo, Kabupaten
Ngawi. Dan jenazahnya dikebumikan di tanah kelahirannya Yogyakarta di Desa Melati, Sleman
Yogyakarta. Makamnya bedekatan dengan ayah angkatnya yaitu dr. Wahidin Soedirohoesodo.
5. Soetardjo Kartohadikoesoemo

Soetardjo Kartohadikoesoemo adalah putra seorang Assistant-Wedono di onder-distrik


Kunduran, Ngawi, yaitu Kiai Ngabehi Kartoredjo. Sedangkan Ibunda Soetardjo, Mas Ajoe
Kartoredjo, adalah keturunan keluarga pemerintahan dari Banten.

Keluarga Soetardjo adalah keluarga pamong praja. Semua saudara laki-lakinya menjadi
pegawai negeri, sedangkan yang perempuan menjadi istri pegawai negeri.

Walaupun berasal dari keluarga pegawai pemerintahan yang terpandang, masa kecil
Soetardjo banyak dilalui bersama masyarakat desa. Hal itu mengilhaminya di kemudian
hari untuk menulis buku tentang desa.

Di akhir masa sekolahnya, Soetardjo mengikuti dan lulus ujian menjadi pegawai rendah
(kleinambtenaarsexamen) pada 1906. Tetapi Soetardjo tidak memilih menjadi pegawai
rendah, melainkan melanjutkan pendidikan di OSVIA. Disinilah Soetardjo mulai
bersentuhan dengan organisasi pergerakan.
Pada 1919, Soetardjo yang saat itu berusia 19 tahun telah terpilih sebagai Ketua Cabang
Boedi Oetomo hingga 1911 saat meninggalkan sekolah dan “magang” kerja pada kantor
Assisten Resident di Blora. Saat itu yang menjadi Ketua Boedi Oetomo adalah R.T.A.
Tirtokoesoemo, Bupati Karanganyar.

Tidak sampai 1 tahun magang, pada 19 Oktober 1911 Soetardjo diangkat sebagai pembantu
juru tulis (hulpschrijver) pada kantor Resident Rembang. Dua bulan kemudian, yaitu pada
23 Desember 1911, diangkat sebagai juru tulis jaksa, serta lima bulan kemudian diangkat
sebagai Mantri Kabupaten. Setelah menduduki jabatan tersebut selama 19 bulan, Soetardjo
diangkat sebagai Assistant-Wedono.

Jabatan-jabatan tersebut membuat Soetardjo banyak belajar melakukan pekerjaan-


pekerjaan pemerintahan hingga membuat berita acara pemeriksaan serta berkas tuntutan
jaksa dalam bahasa Indonesia dan Belanda.

Walaupun dibesarkan dalam keluarga birokrat jawa, namun Soetardjo memiliki pandangan
yang menentang feodalisme, terutama yang merendahkan masyarakat pribumi dihadapan
orang Belanda.

Saat menjabat sebagai Mantri, Soetardjo mengajukan protes terhadap tata cara konferensi
yang menempatkan pamong praja dengan pakaian hitam memakai keris dan duduk silo di
atas tikar, sedangkan pegawai Belanda duduk di atas kursi. Pada konferensi bulan
berikutnya, semua pamong praja dibolehkan memakai sikepan putih dan duduk di atas
kursi.

Pada 1913, Soetardjo mendapatkan kenaikan pangkat sebagai Assisten Wedono


onderdistrik Bogorejo di daerah Blora. Saat menjabat sebagai Assistent Wedono Bogorejo,
Soetardjo menggagas dan memelopori berdirinya koperasi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat desa yang terpuruk karena praktik tengkulak.
Karena kerja kerasnya karirnya pun semakin meningkat dan saat terbentuknya PPBB, is
ditunjuk sebagai wakil ketua dan dicalonkan kemudian terpilih menjadi anggota
Volksraad. Selama menjadi anggota Volksraad, Soetardjo berhubungan erat dengan para
mahasiswa Bestuuracademi.

Soetardjo melontarkan gagasan-gagasannya tentang perlunya mengubah hubungan dan tata


kerja pamong praja yang feodal menjadi lebih modern. Selain itu juga didirikan Soetardjo
Bank melalui kongres PPBB.

Soetardjo juga memperjuangkan dikeluarkannya pamong praja dari Peraturan Gaji


Regional (Regionale Bezoldingingsregeling) yang merugikan dan dimasukkan ke dalam
Peraturan Gaji Pegawai (Bezoldingings-regeling Burgerlijke Landsdienaren) sehingga
lebih pantas.

Selama menjadi anggota Volksraad, selain petisi Soetardjo yang telah dikemukakan di
awal bagian tulisan ini, Soetardjo juga mengajukan banyak mosi yang bersifat strategis
demi kemajuan rakyat. Mosi tersebut diantaranya adalah:

1. Mosi kepada pemerintah Belanda untuk memberikan sumbangan 25 juta Gulden untuk
memperbaiki kondisi ekonomi rakyat desa. Mosi ini diterima, dan diantaranya digunakan
untuk pembangunan waduk di Cipanas sebesar 2 juta Gulden.

2. Mosi untuk memajukan ekonomi rakyat dengan membentuk welvaartsfonds dan


welvaartscommissie dengan tugas merancang upaya memberantas kemiskinan.

3. Mosi berupa tuntutan mengubah sebutan inlander dalam semua undang-undang menjadi
Indonesia

4. Mosi membuat peraturan milisi bagi penduduk Indonesia dan memberi kesempatan yang
lebih besar kepada bangsa Indonesia untuk menjadi anggota militer.
5. Mosi berupa permohonan untuk memperbanyak sekolah Inlandsche Mulo, mengadakan
sekolah kejuruan menengah (middelbare vakschool), menyelenggarakan wajib belajar
setempat (locale leerplicht) mengingat terbatasnya biasa untuk melaksanakan wajib belajar
nasional (leerplicht).

Selain itu, Soetardjo juga berperan aktif dalam pembuatan kebijakan-kebijakan,


diantaranya adalah pembuatan DesaOrdonnantie 1941, serta pembentukan Comite voor
onderwijsbelangen, pembentukan Hof van Islamitische Zaken, serta petisi yang dikenal
dengan Petisi Soetardjo.

Setelah penjajahan Belanda berakhir dan digantikan oleh pemerintahan Jepang dengan
kemampuan dan pengalaman pemerintahan yang dimiliki, Soetardjo diangkat sebagai
pemimpin Departemen Dalam Negeri (Sanyoo Naimubu).

Pada 17 Agustus 1945, Soetardjo menghadiri upacara pembacaan proklamasi. Proklamasi


tersebut kemudian diberitahukan kepada pemerintah militer Jepang. Untuk melakukan hal
tersebut Soetardjo ditunjuk sebagai utusan dengan didampingi oleh Mr. Kasman
Singodimedjo.

Pada rapat PPKI 18 Agustus 1945, selain disahkan UUD 1945, juga dibentuk provinsi dan
kementerian kabinet. Soetardjo dipilih sebagai Gubernur Jawa Barat yang pertama.
Menurut UU No. 1 Tahun 1945, daerah Jawa Barat saat itu menjadi daerah otonom
provinsi.

Sekalipun ia adalah Gubernur Jawa Barat, namun ia tidak berkantor di Bandung, melainkan
di Jakarta. Sutardjo merupakan tokoh nasional yaitu anggota Komite Nasional Indonesia
Pusat (KNIP). Ia penggagas Petisi Sutarjo. Petisi ini diajukan pada 15 Juli 1936, kepada
Ratu Wilhelmina serta Staten Generaal (parlemen) Belanda. Petisi ini diajukan karena
ketidakpuasan rakyat terhadap kebijakan politik Gubernur Jenderal De Jonge. Selain itu ia
pernah menjabat juga sebagai Ketua DPA.
Riset dan analisa oleh Somya Samita
Pendidikan

 Sekolah Jawa di Ngawi (1899)


 Sekolah Belanda di Blora (1900)
 Sekolah Menengah Pamong Praja (Opleiding School Voor Inlandse Ambtenaaren atau
OSVIA) di Magelang

Karir

 Ketua Cabang Boedi Oetomo


 Mantri Kabupaten
 Assistant-Wedono
 Pembantu Jaksa Kepala (Adjunct Hoofdjaksa) di Rembang
 Wakil Ketua Pengurus Besar Perhimpunan Oud Osvianen Bond (OOB)
 Wakil Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumiputra (PPBB)
 Anggota Volksraad mewakili Jawa Timur
 Gubernur Jawa Barat pertama
 Wakil Ketua Dewan Kurator Universitas Gadjah Mada (1948-1967)
 Dosen luar biasa Universitas Padjadjaran (1956-1959)
 Dosen luar biasa Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Bandung (1964-1967)
 Ketua Palang Merah Indonesia kedua (1946-1948)
 Ketua Dewan Presidium Persatuan Pensiun Republik Indonesia (1961-1965)
 Wakil Ketua Pimpinan Pusat Partai Persatuan Indonesia Raya (1950-1956).

Anda mungkin juga menyukai